Beranda / Romansa / Second Destiny (Indonesia) / Bab 4: Berteduh dari Hujan

Share

Bab 4: Berteduh dari Hujan

Penulis: Renko
last update Terakhir Diperbarui: 2021-01-25 08:20:06

Aku mendapatkan sif siang hari ini. Sepanjang perjalanan menuju tempat bekerja, pikiranku tidak berhenti mencemaskan kejadian kemarin. Savana enggan menjawab pertanyaanku yang menginginkan agar kami semakin dekat.

Padahal pertemuan pertama kami seharusnya berjalan baik, akan tetapi keinginanku telah membuat semuanya menjadi kacau. Apa yang dipikirkan Savana tentangku setelah kemarin? Mungkinkah aku dicap sebagai lelaki aneh yang ingin mendekati seorang gadis?

Aku meremas rambutku dengan frustrasi, "Kau sangat bodoh, Hunter."

Gerakan tanganku berhenti ketika melihat pemandangan baru di depan mata. Seorang anak kecil tengah menatapku dengan ekspresi datar. Terlebih dari pemandangan itu, aku juga melihat Savana. Mereka berdua saling bergandengan tangan.

"Savana, kau memiliki adik?"

Savana menoleh ke mana aku melihat. Dia berjongkok di samping anak kecil itu, lalu berkata, "Beri salam pada Hunter."

"Hai, Paman. Salam kenal. Namaku Sunny," ucapnya dengan tampang datar dan suara yang belum jelas betul pelafalannya.

Savana bangkit dan tersenyum, "Sunny adalah putriku. Dia adalah alasan kenapa aku sampai meninggalkan ponsel. Suhu tubuhnya panas saat itu dan aku harus segera membawanya ke rumah sakit. Aku juga tidak bisa menemuimu di restoran karena Sunny masih tidak bisa ditinggalkan."

Baru kemarin aku begitu gembira bisa mengenal Savana. Sekarang semua kegembiraan harus luntur begitu saja. Aku masih tidak percaya dengan apa yang aku dengar. Jadi, selama ini aku menyukai seorang wanita yang sudah menikah dan memiliki seorang anak?

"Hunter?"

Aku langsung menarik diri dari lamunan. Melihat tangan yang mengibas-ngibas di depan wajahku membuat kesadaran semakin muncul. Meskipun begitu aku masih tercengang tidak percaya.

Lebih dari pada itu, cinta pertamaku harus kandas sebelum dimulai. Begitu cepat. Sekejap mata. Hati mana yang sanggup ketika mengalaminya?

"Hari ini Sunny pulang lebih awal. Jadi, aku berpikir untuk membawanya bersamaku."

"Itu sangat bagus. Kau akan memiliki teman duduk," ucapku dengan tawa yang canggung.

Saat ibu dan anak itu memasuki kafe, aku tidak bisa menolak segala perasaan yang ada. Hati dan pikiranku campur aduk semua. Kenapa harus ada seorang anak di antara hubungan kami yang masih belum terjalin? Kenapa Savana sudah menikah? Pertanyaan yang paling penting adalah kenapa aku baru mengetahui hal itu sekarang?

Setelah mendengar kenyataan yang pahit, sebenarnya aku enggan untuk mengantarkan pesanan Savana. Namun, seperti apa yang aku lihat, akhir pekan lebih banyak pelanggan yang datang. Semua pegawai sudah memiliki kesibukan masing-masing dan hanya aku yang tidak.

Pada akhirnya mau tidak mau, aku harus membawakan pesanan Savana. Jika biasanya hanya ada satu menu, kini di meja itu akan ada menu lain. Satu gelas susu hangat dan juga cheese cake.

"Terima kasih, Hunter."

Aku tersenyum membalas rasa terima kasih itu. Bersama kenyataan pahit, aku membawa tatapan mengarah pada Sunny. Anak kecil yang duduk tanpa menunjukkan perasaan bersalah itu hanya memandangiku dengan tatapan datar. Tidak berubah sama sekali.

Padahal telah membuat hubunganku dengan Savana menjadi rumit. Meskipun begitu semuanya bukan kesalahan Sunny. Takdir hidupku yang seperti ini. Menyukai wanita yang sudah menikah dan memiliki anak.

Tiba-tiba Sunny yang menatapku tadinya beranjak mengalihkan pandangan, lalu berkata, "Sunny ingin bertemu papa."

Aku tercengang tidak percaya dan tidak berdaya mendengar kata rindu itu. Kenyataan pahit apa lagi yang harus aku dengar ini? Belum cukupkah Savana yang telah menikah dan juga memiliki anak? Sekarang harus ditambah lagi dengan menyinggung pria lain di saat aku masih berduka akibat kabar mengejutkan itu.

Savana menghentikan pekerjaan sejenak, lalu tersenyum senang, "Nanti kita akan menemui papa."

Keluarga bahagia apa yang sedang aku lihat sekarang? Cinta pertamaku telah gugur dibawa harapan tinggi yang mendadak jatuh. Savana hanya mimpi yang tidak akan bisa aku dapatkan karena telah menjadi milik orang lain.

Tiba-tiba aku teringat saat berada di rumah Savana. Waktu itu seorang pria juga ada di sana. Kalau tidak salah berkata untuk menitipkan salam pada Sunny. Apakah pria itu sesungguhnya bukan kerabat, melainkan ayahnya Sunny?

Aku benar-benar sudah kalah. Mengingat bagaimana cerminan seorang pria kaya tampil pada saat itu. Jam tangan yang melingkar di tangan juga tampak mewah dan berkilau. Pakaian yang dikenakan sudah bisa dilihat bagaimana kualitasnya.

Sementara aku hanya berasal dari desa dengan mengandalkan biaya kuliah dari orang tua. Jam tangan yang aku punya juga biasa saja. Pakaian yang aku kenakan tidak berbeda kondisinya.

"Kenapa Paman masih ada di sini?"

Aku seketika mengendurkan kerut di dahi. Terlalu melamun membuatku sampai tidak sadar akan tugas mengantarkan pesanan yang sudah selesai dikerjakan ternyata.

Tiba-tiba seorang waitress menarikku. Aku tidak bisa menolak karena memang sudah seharusnya pergi dari hadapan pelanggan. Alhasil aku hanya bisa menuruti keinginan Rose.

"Apa kau ingin dipecat?" tanya Rose setengah berbisik.

"Maafkan aku," ucapku seraya menundukkan kepala dalam-dalam. Bukan menyesal karena terancam dipecat, tetapi menyesal karena berita mengejutkan yang aku dengar hari ini.

***

Aku mengunci loker setelah selesai mengganti pakaian dan memikul ransel sebelum beranjak keluar. Sayangnya langkah kaki harus berhenti lantaran Rose menghalangi jalanku.

"Kau menyukai wanita itu?"

"Aku menyukainya atau tidak, bukanlah urusanmu," ucapku ketus, lalu menyingkirkan Rose yang menghalangi jalan.

Langkah kaki melambat saat aku hampir berhasil mencapai pintu. Aku melirik jam dinding yang mana sekarang sudah menunjukkan pukul sepuluh malam. Seharusnya Savana sudah tidak lagi berada di kafe, tetapi sekarang wanita itu masih tampak batang hidungnya.

Semua pertanyaan langsung luntur ketika aku mengetahui kalau alasan di balik itu semua adalah karena turun hujan. Sangat lebat. Savana terjebak hujan, begitu pula denganku.

Tatapan kami langsung bertemu ketika lonceng yang menggantung di pintu berdentang. Savana yang tadinya berjongkok di tepian langsung bangkit bersama Sunny yang sudah tertidur pulas dalam pelukan.

"Kenapa tidak menunggu di dalam saja?"

"Sepertinya kafe akan tutup. Jadi, aku memilih untuk menunggu di sini saja."

Aku mengintip langit yang seolah tidak berniat menghentikan guyuran hujan. Sepertinya akan lama jika Savana menunggu seorang diri di sini. Aku bisa saja pulang dengan berlari sampai halte seperti biasa ketika hujan datang. Namun, hatiku tidak bisa membiarkan Savana tinggal seorang diri.

Perhatianku teralihkan pada celana yang terkena cipratan air bercampur tanah. Sepertinya Savana tidak sadar akan hal itu. Lantas aku menawarkan agar kami bertukar tempat. Savana tidak mempermasalahkan dan langsung menyetujui.

Aku juga memberikan jaketku untuk dikenakan Savana karena mantel yang seharusnya melekat di bahu itu sudah beralih untuk menyelimuti Sunny. Awalnya aku ragu karena biar bagaimana pun, Savana sudah menikah dan kehadiran jaketku hanya akan membawa petaka dalam hubungan rumah tangga Savana dan suami nantinya. Tetapi aku berpikir tidak masalah karena setelah hujan reda, aku bisa mengambilnya kembali.

"Ah, terima kasih banyak."

Aku memalingkan wajah saat Savana mengurai sebuah senyuman. Tidak ingin jatuh dalam pesonanya lagi. Bisa-bisa aku tidak tahan untuk mengungkapkan isi hatiku. Tentu saja hal yang seperti itu tidak boleh. Hubungan pertemanan kami akan rusak nantinya.

Lama kami menunggu, hujan masih saja deras. Aku memperhatikan Savana yang selalu bergerak seolah tidak nyaman. Sepertinya keberatan lantaran terlalu lama menggendong Sunny.

"Kau ingin bergantian menggendong Sunny denganku?"

Bab terkait

  • Second Destiny (Indonesia)   Bab 5: Patah Hati

    Aku memperhatikan Sunny yang masih tidur pulas meski sudah berpindah tangan. Anak perempuan ini sangat lucu dan juga cantik seperti ibunya. Hanya melihat seperti ini saja sudah membuatku merasa senang."Sunny terlihat begitu nyenyak.""Tadi dia bermain banyak. Mungkin terlalu lelah dan butuh mengisi dayanya kembali."Aku menganggukkan kepala tanpa melepaskan pandangan dari Sunny. Sebelumnya aku sering menjaga keponakanku. Jadi, aku tahu persis bagaimana anak seusia Sunny ketika bermain.Lama kami berteduh hingga sebuah mobil tiba-tiba berhenti di depan kafe. Dari sana muncul satu sosok pria yang pernah aku temui. Pria itu datang menghampiri kami menggunakan payung berwarna hitam.

    Terakhir Diperbarui : 2021-01-27
  • Second Destiny (Indonesia)   Bab 6: Ketahuan Menyukai

    Savana yang menghubungiku saja sudah bisa menghangatkan hati. Apalagi saat aku melihat huruf demi huruf yang terpampang di pesan masuk. Aku tidak bisa menyembunyikan kalau aku tersipu malu saat ini.[Savana: Terima kasih sudah menemaniku sampai Jacob datang. Oh, jaketmu ada padaku. Aku akan mengembalikannya saat kita bertemu nanti.]Dahi mengerut dalam saat aku mulai menyadari kalau jaketku masih ada bersama Savana. Gawat! Bagaimana jika Jacob tahu sang istri mengenakan jaket seorang pria?Aku segera membalas pesan itu dan bertanya, apakah semuanya baik-baik saja? Sangat bagus jika hubungan rumah tangga Savana retak, tetapi aku bukan pemeran antagonis yang menginginkan hal itu terjadi.Tidak lama kemudian pesan masuk tampil di layar. Sebaiknya aku mendapatkan kabar gembira karena kalau tidak, aku akan menyesal seumur hidup karena telah membuat Savana bersedih.[Savana: Ya. Semuanya baik-baik saja di

    Terakhir Diperbarui : 2021-01-27
  • Second Destiny (Indonesia)   Bab 7: Akibat Menyatakan Perasaan

    Savana tampak sangat terkejut mendengar pernyataanku. Entah apa yang ada di dalam pikirannya saat ini, aku sama sekali tidak tahu. Aku juga tidak ingin menebaknya karena hanya akan menggoyahkan kepercayaan diriku."Apa kau memiliki hubungan istimewa dengan seorang pria? Atau adakah pria yang menempati hatimu saat ini?"Savana masih terdiam saat menghadapi keberanianku. Tidak dapat berkata-kata. Meskipun begitu aku tidak mundur lagi untuk mengatakan bagaimana perasaanku yang sesungguhnya."Tidak. Untuk apa kau bertanya?" tanyanya seolah masih tidak percaya.Aku berpikir sesaat sebelum keyakinan semakin tumbuh di hatiku, "Selama jawaban itu masih sama, aku tidak akan menyerah untuk mendapatkanmu. Entah kau suka atau tidak, aku ingin kau mempertimbangkan kesungguhanku."Tiba-tiba Savana bangkit dari duduknya dan membuatku terbengong, "Maaf, Hunter. A-aku harus pergi bekerja sekarang."

    Terakhir Diperbarui : 2021-02-03
  • Second Destiny (Indonesia)   Bab 8: Tekad Hunter

    Dari kaca jendela yang menampakkan pelanggan kafe, aku melihat Savana tengah duduk dengan ekspresi muram. Aku belum pernah melihat dia yang seperti itu. Sepertinya akibat pernyataan yang aku ungkapkan kemarin. Apakah Savana begitu tidak ingin jika aku memiliki perasaan padanya?Aku bergegas masuk ke dalam kafe dan menghampiri Savana. Di saat itu pula tatapan mata kami bertemu. Perasaanku saat ini sulit dijelaskan. Tumpang tindih antara ingin melanjutkan perjuangan dan tidak ingin melanjutkan perjuangan. Alasannya adalah karena aku tidak ingin melihat pemandangan semacam ini."Lupakan saja.""Apa yang harus aku lupakan?" tanyanya bingung."Kau tidak perlu mengkhawatirkan bagaimana perasaanku padamu. Lupakan saja jika hal itu membuatmu tidak nyaman."Satu hal lagi yang paling penting, aku tidak ingin membuat hubungan kami menjadi jauh. Sangat sulit bagiku jika Savana tidak lagi memunculkan diri. Aku t

    Terakhir Diperbarui : 2021-02-05
  • Second Destiny (Indonesia)   Bab 9: Cara Ilegal

    Mulanya aku hanya memperhatikan mereka saja dari kejauhan. Pintu gerbang terlihat bergerak menampakkan sosok cantik Savana. Tidak lama mereka berdiri di sana sebelum Jacob masuk pula ke dalam rumah.Aku bergegas mendekati pagar yang telah tertutup rapat. Hanya suara pintu rumah yang terdengar setelah itu. Bagaimanapun aku mencuri dengar tetap saja suasana hening. Akutidak bisa tahu aktivitas apa yang sedang mereka lakukan di dalam sana.Aku semakin gelisah lagi karenanya. Apalagi mengingat perlakuan buruk Jacob. Bagaimana jika terjadi sesuatu pada Savana? Apa yang harus aku lakukan untuk membantunya?Aku berjalan ke sana kemari sambil berpikir keras mencari jalan keluar. Sampai pada akhirnya aku memutuskan untuk memanjat dinding. Aku beranjak ke sisi samping rumah mencari posi

    Terakhir Diperbarui : 2021-02-08
  • Second Destiny (Indonesia)   Bab 10: Keributan Kecil

    "A-aku kebetulan lewat." Alasan itu jelas tidak masuk akal untuk didengar. Mengalihkan suasana yang semakin canggung, aku kembali fokus pada tujuanku, "Savana sudah mengatakan agar kau segera pergi."Dari ekspresi itu Jacob tampaknya tidak senang dengan kehadiranku, "Kalau ada yang harus pergi, maka kau adalah orangnya."Memang benar di antara mereka, aku hanya orang asing yang tiba-tiba datang. Tetapi setelah Savana memberikan aku kesempatan, maka aku bukanlah orang asing lagi. Keberadaanku adalah bentuk dari perjuangan."Tidakkah kau mengerti kalau kau sudah ditolak? Pergilah sebelum kami memanggil polisi."Mata Jacob tampak merah setelah aku menyindirnya. Dia juga mengepalkan tangan seolah ingin melayangkan sebuah tinju padaku. Namun, aku sama sekali bergeming. Bagiku keberadaanku yang ingin membantu Savana, bukan sesuatu yang salah."Apa kau tidak mendengarnya? Savana ingin agar kau segera pergi

    Terakhir Diperbarui : 2021-02-09
  • Second Destiny (Indonesia)   Bab 11: Bermain Kuda

    Aku mendapatkan pesan masuk dari Savana. Dia meminta bantuanku hari ini dan untuk yang ke-dua kalinya aku melihat sosok anak kecil yang berhasil mengguncang hidupku beberapa waktu lalu.Sampai detik ini tetap sama, Sunny memandangiku dengan ekspresi datar andalannya. Apalagi saat aku berinteraksi dengan Savana, kerutan kecil menghiasi wajah mungil itu. Sepertinya Sunny tidak begitu senang dengan kehadiranku di antara mereka."Maaf karena sudah menghubungimu tiba-tiba. Hari ini pegawai yang aku perkerjakan untuk mengawasi Sunny tidak bisa datang. Jacob tidak bisa dihubungi dan aku tidak tahu harus minta bantuan pada siapa selain dirimu."Aku melirik kembali pada gadis kecil yang tidak mengubah ekspresinya. Bagaimana cara agar Sunny tidak berekspresi seperti itu lagi? Apalagi kami akan menghabiskan waktu berdua saja sampai Savana selesai bekerja. Pasti akan sangat canggung karena kami yang tidak begitu saling mengenal.

    Terakhir Diperbarui : 2021-02-10
  • Second Destiny (Indonesia)   Bab 12: Membayangkan Istri

    Aku tersentak ketika mendengar suara yang tidak tahu apa. Saat membuka mata, tanpa diduga aku sudah berbaring di sofa. Sepertinya aku tertidur setelah bermain dengan Sunny.Aku juga mendapati tubuhku ditutupi oleh selimut. Langsung saja aku bangun untuk melihat apa yang sedang terjadi di dapur karena suara yang membangunkanku asalnya dari sana.Pemandangan yang aku lihat adalah Savana. Sebenarnya aku sudah tahu jawaban akan kebingunganku, akan tetapi aku ingin memastikannya lagi. Ternyata benar kalau Savana sudah pulang.Kini Savana sibuk di dapur dengan penampilan yang menurutku sangat menawan. Rambut diikat, apron, dan pakaian rumahan. Savana menggetarkan hati dan jiwaku pada saat yang bersamaan. Pemandangan seperti ini membuatku menjadi tenang.Di saat itu pula Savana yang selesai mencicipi makanan, menolehkan kepala seolah baru saja menyadari keberadaanku, "Kau sudah bangun?"

    Terakhir Diperbarui : 2021-02-13

Bab terbaru

  • Second Destiny (Indonesia)   Bab 17: Luapan Perasaan

    Aku duduk dengan canggung bersama Rose di salah satu meja. Semua orang di sekeliling kami berpakaian formal layaknya memiliki integritas tinggi. Tidak berbeda dengan apa yang menempel di tubuhku. Namun, dibandingkan hal itu, aku tertarik pada para tamu yang hadir di restoran yang mana duduk secara berpasang-pasangan. Didukung oleh ruangan yang didesain seolah menjadi latar tempat kencan.Menu makanan dihidangkan tanpa kami pesan terlebih dahulu. Berbeda dengan Rose yang tampak santai-santai saja, justru otakku dipenuhi oleh tanda tanya besar. Sampai saat ini belum ada jawaban yang aku dapatkan dari Rose mengenai keberadaan kami. Hingga para pegawai yang menghidangkan makanan pergi, baru aku memiliki kesempatan untuk berbicara dengan tenang."Apa—""Wah, semua terlihat sangat menggiurkan! Aku tidak sabar untuk memakan semua hidangan ini!"Aku menghentikan tangan yang akan bergerak mengambil sepotong daging, lalu berk

  • Second Destiny (Indonesia)   Bab 16: Wanita Pengganggu

    Aku memang masih bergantung pada orang tua, akan tetapi bukan berarti aku tidak berusaha memeras keringat. Sebisa mungkin aku ingin meringankan beban kedua orang tua dengan bekerja sambil menempuh pendidikan. Tidak seharusnya tingkatakanku begitu buruk.Namun, sudah sulit seperti itu, bukan berarti aku mendekati Savana karena ingin mencukupi kebutuhan. Tujuanku murni karena perasaan yang aku punya padanya. Bahkan, satu persen pun tidak pernah terpikirkan untuk mengambil keuntungan dari hubungan kami.Kini berganti aku yang menekan-nekan dada Jacob. "Kau memang menang dalam segi materi. Sayangnya materi bukan satu-satunya hal yang paling dibutuhkan dalam sebuah hubungan. Aku memang kerikil kecil dan kerikil kecil ini juga bisa membuatmu terpeleset."Tatapan Jacob semakin marah, ditambah dia menyingkirkan tanganku dengan kasar dan membuat kemarahan semakin jelas terlihat. Sepertinya kemarahan yang Jacob punya sudah terbakar, tetapi

  • Second Destiny (Indonesia)   Bab 15: Sebuah Tamparan

    Aku melebarkan kedua mata sambil menatap ke arah Savana yang terlihat sama terkejutnya denganku. Jika begitu, aku tidak mungkin salah dengar. Sunny benar-benar memanggilku dengan sebutan yang menurutku mustahil. Selama ini aku berpikir akan sulit membuat Sunny menerima kehadiranku, tetapi nyatanya tidak seburuk itu."Pa-paman Papa?""Sunny, sekarang sudah waktunya untuk istirahat. Ayo, kita sikat gigimu lebih dulu," ajak Savana tiba-tiba. Aku merasa kalau dia sengaja mengalihkan perhatian.Aku duduk saja memperhatikan mereka berlalu pergi membawa permen kapas kuda menuju kamar. Entah aku harus senang karena anak dari wanita yang aku sukai menerimaku atau aku harus sedih karena tidak terlihat kata 'setuju' di ekspresi wajah Savana. Meskipun begitu aku cukup senang karena Sunny tidak lagi bersedih di hari ulang tahunnya.Lama menunggu akhirnya Savana muncul dan menutup pintu kamar lambat-lambat. Dari gerakannya tampak

  • Second Destiny (Indonesia)   Bab 14: Permen Kapas Kuda

    Sunny masih tersedu, tetapi perhatiannya sudah teralih. Perlahan tangisan mulai memudar dan tangannya tidak lagi sering mengusap air mata."Dari permen kapas itu, kita bisa mendapatkan kuda yang sangat besar," sambungku memperagakan kata 'besar' menggunakan kedua tangan."Apakah yang paman ... katakan ... itu benar?" ucap Sunny masih sedikit tersedu."Tentu saja!" Aku menunjuk salah satu stan yang mana menjual permen kapas. "Kita bisa mendapatkannya di sana. Apa kau menginginkannya?"Sunny menganggukkan kepala, lalu aku menggenggam tangannya untuk pergi. Hanya saja langkah anak kecil yang ingin aku bawa memberat dan membuatku segera menolehkan kepala. Saat ini aku melihat Sunny yang kini melihat ke satu titik. Di sana ada Savana yang sedang menelepon."Ada apa?""Sunny tidak boleh makan permen," ucapnya dengan tampang sedih.Tidak lama kemudian tampak Savana mengham

  • Second Destiny (Indonesia)   Bab 13: Taman Hiburan

    Aku datang lebih dulu dan menunggu di depan taman hiburan. Tidak lama untuk menunggu kedatangan Savana. Dari jauh hal pertama yang menarik perhatianku adalah ekspresi Sunny yang begitu girang. Sepertinya anak kecil itu sangat menantikan hari ini.Setelah sampai di hadapanku, Savana berkata, "Apa kau menunggu lama?"Aku menggelengkan kepala pelan. Hanya lima belas menit seharusnya bukan waktu yang lama. "Aku belum lama ini datang. Ah," aku menunjukkan apa yang ada di dalam genggaman, "aku sudah memesan tiketnya. Kita bisa masuk ke taman hiburan sekarang."Savana terlihat sedikit terkejut sekaligus menyayangkan sesuatu. “Padahal kau tidak perlu sampai seperti itu. Hari ini adalah ulang tahun Sunny dan aku memintamu untuk datang menemani. Sudah seharusnya aku yang membelikan tiket."Tiket hiburan yang aku genggam kini membuatku teringat akan suatu hal. Untuk membeli tiket hiburan yang terbilang ti

  • Second Destiny (Indonesia)   Bab 12: Membayangkan Istri

    Aku tersentak ketika mendengar suara yang tidak tahu apa. Saat membuka mata, tanpa diduga aku sudah berbaring di sofa. Sepertinya aku tertidur setelah bermain dengan Sunny.Aku juga mendapati tubuhku ditutupi oleh selimut. Langsung saja aku bangun untuk melihat apa yang sedang terjadi di dapur karena suara yang membangunkanku asalnya dari sana.Pemandangan yang aku lihat adalah Savana. Sebenarnya aku sudah tahu jawaban akan kebingunganku, akan tetapi aku ingin memastikannya lagi. Ternyata benar kalau Savana sudah pulang.Kini Savana sibuk di dapur dengan penampilan yang menurutku sangat menawan. Rambut diikat, apron, dan pakaian rumahan. Savana menggetarkan hati dan jiwaku pada saat yang bersamaan. Pemandangan seperti ini membuatku menjadi tenang.Di saat itu pula Savana yang selesai mencicipi makanan, menolehkan kepala seolah baru saja menyadari keberadaanku, "Kau sudah bangun?"

  • Second Destiny (Indonesia)   Bab 11: Bermain Kuda

    Aku mendapatkan pesan masuk dari Savana. Dia meminta bantuanku hari ini dan untuk yang ke-dua kalinya aku melihat sosok anak kecil yang berhasil mengguncang hidupku beberapa waktu lalu.Sampai detik ini tetap sama, Sunny memandangiku dengan ekspresi datar andalannya. Apalagi saat aku berinteraksi dengan Savana, kerutan kecil menghiasi wajah mungil itu. Sepertinya Sunny tidak begitu senang dengan kehadiranku di antara mereka."Maaf karena sudah menghubungimu tiba-tiba. Hari ini pegawai yang aku perkerjakan untuk mengawasi Sunny tidak bisa datang. Jacob tidak bisa dihubungi dan aku tidak tahu harus minta bantuan pada siapa selain dirimu."Aku melirik kembali pada gadis kecil yang tidak mengubah ekspresinya. Bagaimana cara agar Sunny tidak berekspresi seperti itu lagi? Apalagi kami akan menghabiskan waktu berdua saja sampai Savana selesai bekerja. Pasti akan sangat canggung karena kami yang tidak begitu saling mengenal.

  • Second Destiny (Indonesia)   Bab 10: Keributan Kecil

    "A-aku kebetulan lewat." Alasan itu jelas tidak masuk akal untuk didengar. Mengalihkan suasana yang semakin canggung, aku kembali fokus pada tujuanku, "Savana sudah mengatakan agar kau segera pergi."Dari ekspresi itu Jacob tampaknya tidak senang dengan kehadiranku, "Kalau ada yang harus pergi, maka kau adalah orangnya."Memang benar di antara mereka, aku hanya orang asing yang tiba-tiba datang. Tetapi setelah Savana memberikan aku kesempatan, maka aku bukanlah orang asing lagi. Keberadaanku adalah bentuk dari perjuangan."Tidakkah kau mengerti kalau kau sudah ditolak? Pergilah sebelum kami memanggil polisi."Mata Jacob tampak merah setelah aku menyindirnya. Dia juga mengepalkan tangan seolah ingin melayangkan sebuah tinju padaku. Namun, aku sama sekali bergeming. Bagiku keberadaanku yang ingin membantu Savana, bukan sesuatu yang salah."Apa kau tidak mendengarnya? Savana ingin agar kau segera pergi

  • Second Destiny (Indonesia)   Bab 9: Cara Ilegal

    Mulanya aku hanya memperhatikan mereka saja dari kejauhan. Pintu gerbang terlihat bergerak menampakkan sosok cantik Savana. Tidak lama mereka berdiri di sana sebelum Jacob masuk pula ke dalam rumah.Aku bergegas mendekati pagar yang telah tertutup rapat. Hanya suara pintu rumah yang terdengar setelah itu. Bagaimanapun aku mencuri dengar tetap saja suasana hening. Akutidak bisa tahu aktivitas apa yang sedang mereka lakukan di dalam sana.Aku semakin gelisah lagi karenanya. Apalagi mengingat perlakuan buruk Jacob. Bagaimana jika terjadi sesuatu pada Savana? Apa yang harus aku lakukan untuk membantunya?Aku berjalan ke sana kemari sambil berpikir keras mencari jalan keluar. Sampai pada akhirnya aku memutuskan untuk memanjat dinding. Aku beranjak ke sisi samping rumah mencari posi

Pindai kode untuk membaca di Aplikasi
DMCA.com Protection Status