"Banyak kurir berdatangan untuk mengirim barang. Dan aku mendapatkan pemberitahuan penarikan uang dari atmku. Kau membeli apa saja, baby?" Austin bersedekap dada, menatap Crystal penuh tanya meminta kejelasan.
"Gadis itu pulang dari kaburnya, dan mengacaukan semua. Kalian ini," decak Austin mengomel.
Crystal yang tidak terima segera membuka suara. "Aku yang mengajak Kak Autumn untuk berbelanja. Bukan dia yang mengajakku."
"Sama saja," balas Austin seakan masih tidak terima.
Sebenarnya Austin tidak masalah jika Crystal menghabiskan uangnya sekalipun dan tidak menyisakan. Tetapi yang menjadi masalah, Austin hanya tidak suka jika Crystal membeli hal yang tidak bermanfaat dan berakhir terkelumpuk di gudang karena tidak dipakai.
"Hanya membeli perlengkapan bayi, dan b
Sekarang di sini Crystal berada, dirinya benar-benar gila dan masih tidak menyangka mampu pergi ke Turki hanya demi kebab, sendirian, tanpa siapapun termasuk Austin. Karena pria itu saja tidak mau menuruti keinginannya. Sibuk, mencari uang sampai lupa dengan kebahagiaan dirinya sendiri. Kadang, Crystal sebal dengan Austin yang seperti itu. Padahal membahagiakan diri sendiri juga penting. Tapi Austin selalu saja abai.Crystal mengajak Austin pun tidak tanpa alasan. Selain memang karena Crystal ingin kebab langsung dari asalnya, ia ingin Austin sejenak saja melupakan pekerjaan dan fokus pada dirinya sendiri.“Woah, aku tidak menyangka. Ini sangat gila.” Crystal bergumam, menatap sekeliling bandara yang ramai. Ia mengeluarkan ponselnya, lalu mulai mencari penginapan yang tidak jauh dari bandara. Setelah menemukannya, Crystal langsung membokingnya tanpa berpikir lama. Mencari taxi, la
"Bagaimana bisa kau menemukanku." Crystal menatap sekilas pada Austin yang sedang memeluknya dari belakang.Sejak tadi, Austin terus saja mengekori Crystal dan tidak melepaskan istrinya itu sedetik pun. Bahkan saat Crystal ingin membuang air kecil, Austin tetap memaksa ikut. Dan itu membuat Crystal kesal. Sangat menjijikkan, bukan, meskipun mereka adalah sepasang suami-istri."Koneksi, baby." Tangan Austin mengusap-usap perut buncit Crystal, "kapan dia akan keluar? Aku tidak sabar untuk melihat dan menyambutnya," lanjut Austin bertanya."Mmm, sekitar tiga bulan lagi," balas Crystal. "Bisakah kau lepaskan pelukanmu di tubuhku? Aku ingin menuang masakannya ke mangkuk."Austin yang menyandarkan kepalanya bahu Crystal, menggeleng. "Tidak mau."Crystal menghembuskan napas, memutar bola matanya jengah. Lalu mematikan kompor, dan berjalan begitu saja ke arah sofa, sembari mengusap-usap p
Satu minggu sebelum melahirkan.Crystal membaca sebuah artikel yang ada di ponselnya. Artikel tentang beberapa perempuan yang sudah berpengalaman melahirkan. Beberapa di antaranya, menceritakan saat-saat melahirkan yang baginya sangat-sangat menyiksa.@taurus_gurlAku melahirkan di usia 19 tahun dan normal. Itu benar-benar menyiksaku. Seperti hidup dan mati. Mempertaruhkan 2 nyawa. Aku sempat tidak sadarkan diri setelah melahirkan selama tiga hari. Aku benar-benar menyesal, karena telah melakukan sex tanpa memikirkan konsekuensinya. Hamil. Itu di luar perkiraan. Apalagi aku yang masih muda, benar-benar telah kehilangan masa mudaku. Masa-masa yang seharusnya aku bersenang-senang, ini malah menjadi ibu untuk satu orang anak.Crystal terdiam, hampir sama dengan dirinya. Di usia 20 tahun Crystal hamil dan sebentar lagi akan melahirkan. Tentunya juga
Sudah dua hari, Crystal tidur. Ya, sejak pingsan setelah melahirkan, istri kecilnya itu belum membuka mata. Austin diam sejenak, lalu menatap wajah Crystal yang terlihat tenang. Tangannya bergerak, mengusap-usap kepala Crystal. “Baby, apa kau tidak ingin melihat putra kita? Dia sangat tampan sepertiku. Cepatlah bangun, dia juga ingin melihat Mommynya ini.”Seperti biasa, tidak ada jawaban. Austin menghembuskan napasnya. “Nak, pulanglah dulu sebentar. Kau perlu istirahat.” Izzy datang, dengan membawa beberapa totebag.Austin menggeleng lemah. “Aku akan tetap di sini, Mom.”Izzy menghembuskan napasnya dengan kasar, Austin sama persis dengan Xander. “Mom membawakan makanan dan beberapa baju untukmu. Mandi lalu sarapanlah. Setelah itu, istirahat dulu di sofa. Biar Mom yang menjaga Crystal.”Austin menuruti kalimat Izzy. Selagi itu tidak membuatnya jauh dengan Crystal, tidak apa.🍑Sudah malam, dan belum ada tanda-tanda Crystal untuk bangun dari tidur nyenyaknya. Aslan berada di ruangan,
Crystal kembali memejamkan matanya, menunggu semua orang berada di ruangan, barulah saat itu ia akan pura-pura siuman. Sebenarnya Crystal sudah siuman sejak sore. Tapi ia hanya terlalu malas, dan ingin tidur saja. Crystal menggerakkan jemari-jemarinya, samar-samar ia mendengar suara Izzy. “Jari-jarinya bergerak.”Perlahan Crystal membuka mata, dengan pandangan yang sedikit kabur, ia dapat melihat Austin, Izzy, Xander, Autumn, dan Calvin berkeliling di ranjangnya. “Akhirnya, kau sudah siuman, baby.” Austin langsung memeluk Crystal, dan membuatnya terdiam.“Sayang, syukurlah kau bangun. Kita menunggumu sejak kemarin,” kata Izzy tersenyum penuh haru. Melihat mata Crystal yang juga menatapnya. Crystal menitihkan air mata, saat matanya berpautan dengan Izzy. Ada sesuatu yang ia bicarakan lewat mata itu. Izzy sangat paham arti tatapan itu, penuh kekecewaan dan kesedihan. Sepertinya, Austin menceritakan semuanya di saat Crystal pura-pura dari tidurnya.
Terhitung sudah tiga hari sejak Crystal siuman, wanita itu terlihat sangat lelah. Tampak jelas sekali, wajah segarnya yang selalu cerita tidak lagi terlihat. Sejak Crystal diperbolehkan pulang, lalu mulai merawat Aslan, wanita itu jarang sekali istirahat. Bahkan tubuhnya terlihat kurus, pipinya yang semakin tirus, lalu kantung mata yang terlihat lebih cekung dan sedikit gelap. Jika Crystal akan berkaca, ia memilih untuk memejamkan matanya daripada harus melihat bentuknya yang sekarang.Rasanya juga Crystal ingin sekali menangis, saat malam tiba, ia masih berusaha untuk istirahat, tiba-tiba saja Aslan menangis. Entah itu haus atau pipis dan buang air besar. Seperti sekarang ini, Crystal baru saja berhasil memejamkan matanya sekitar lima menit yang lalu. Dan sekarang sudah menunjukkan pukul dua pagi. Dengan pelan, Crystal mengganti popok Aslan, dan membersihkan pantat bayi itu dengan penuh kehati-hatian.Crystal melirik ke arah Austin yang terlihat sangat tidur denga
Sejak tadi Crystal tidak henti-hentinya menghebuskan napasnya lelah, baru saja ia selesai memandikan Aslan, dan akan memakaian baju tapi putranya ini tidak berhenti menangis. Mungkin dia haus. Batin Crystal. Tentu saja ia akan menyusui putranya, tapi setelah semuanya selesai dan beres. Barulah ia akan menidurkan Aslan.“Bisakah kau diam, kau sangat berisik.” Crystal bergumam, meskipun kedua tangannya sibuk memakaikan baju untuk Aslan. Tapi, ia merasa kesal dan marah karena Aslan terus menangis.“Astaga, Crys. Apa yang terjadi, kenapa Aslan menangis terus-menerus.” Tiba-tiba saja Izzy datang, langsung menghampiri Crystal dan mengambil alih aktivitas yang telah Crystal lakukan saat ini.Bibir Crystal bergetar, matanya berkaca-kaca. “Dia terus menangis, Mom. Berisik sekali. Kenapa dia tidak bisa diam.”Izzy terdiam, melihat sikap Crystal. Tidak terkejut karena Izzy sudah menduganya sejak Aiden mengatakannya kemarin malam. Izzy menghembuskan napasnya.
Austin memijit pangkal hidung, kepalanya terasa pening. Apalagi berkas-berkas yang menupuk di atas meja membuat kepalanya semakin berat. Beranjak dari duduk, Austin memutuskan untuk beristirahat sebentar di kamar. Karena di dalam ruangan Austin ini, ia menyediakan ruangan lain untuk menjadi kamarnya. Jadi, sewaktu-waktu Austin merasa lelah, ia akan langsung beristirahat.Baru saja akan membuka pintu ruangan di mana Austin akan beristirahat, ketukan pintu membuatnya menghentikan pergerakan. "Masuk," kata Austin.Pintu terbuka, sekertarisnya masuk ke dalam. "Sir, ada seorang wanita yang mencari Anda. Dia mengatakan jika namanya Silly," ujar sang sekertaris menjelaskan.Austin tertegun di tempatnya. Tentu ia ingat siapa Silly. Wanita itu, kembali? Batinnya bertanya. Austin berdeham, membasahi kerongkongannya. "Suruh dia masuk," titahnya memerintah."Baik, Sir," kata sang sekertaris membungkuk hormat, sebelum berlalu keluar.Masih m
Crystal menggenggam kertas yang telah usang itu dengan erat. Sebuah surat yang Austin tulis sendiri di saat detik-detik pria itu menutup mata untuk selamanya. Masih ada bekas-bekas air mata yang menetes di kertas ini. Crystal menutup mata, menangis dalam diamnya. Masih teringat jelas di ingatannya saat Austin menutup mata. Berkata padanya untuk selalu menjadi wanita kuat saat dia sudah pergi nanti. Berpesan pada Crystal untuk jangan menangis begitu Austin pergi. Dan benar, saat detak jantung dan denyut nadi pria itu berhenti. Memejamkan mata selamanya dengan meninggalkan senyum kedamaian untuk Crystal, ia benar-benar tidak menangis. Crystal masih ingat itu dengan baik. Di saat seluruh anggota menangis atas kepergian Austin. Hanya dirinya yang diam dengan kedamaian dan ketenangan hatinya. Tentu juga Crystal tidak akan mengingkari janji Austin untuk tidak menangis saat dia pergi. Tapi setelah itu, tahun pertama, kedua, dan ketiga setelah kepergian Austin—barulah Cr
Crystal menatap Austin yang terbaring di atas ranjang. Selama pria itu sakit, Crystal tidak pernah sekalipun meninggalkan. Jika harus, tidak pernah lama.Tangan Austin yang mengeriput meraih tangan Crystal—mengusapnya. Wajahnya yang terlihat sayu dengan bibirnya yang pitih pucat. Terlihat tidak se-segar dulu, tersenyum menatap belahan jiwanya penuh kekaguman. “Crys...,” panggilnya pelan. Crystal menaikkan sebelah alisnya, balas tersenyum menatap Austin. “Kenapa hm?”“Ada sesuatu yang ingin aku berikan untukmu,” katanya lalu memberi kode Crystal untuk membuka loker nakas dan Crystal menurutinya, “ada sebuah kotak, ambillah.”Crystal meraih kotak beludru saat melihat hanya ada kotak satu-satunya di loker nakas itu. Lalu menunjukkannya pada Austin. “Ini?”Austin mengangguk, “Bukalah.”Crystal membuka kotak itu, dan terkejut melihat isinya. Sebuah perhiasan yang Crystal yakini pasti sangat mahal. “Selamat hari pernikahan ke dua pulu
Sepuluh tahun setelah kelahiran Arthur. “Arthur Cyrilo Oberoi!” Teriakan dari arah koridor membuat Arthur yang sedang membagikan sebuah undangan ulang tahunnya yang ke-10 pada teman-temannya, membuat langkah kaki kecilnya berhenti. Bocah laki-laki bernama Arthur itu membalikkan badannya. Tidak jauh dari posisinya berdiri, seorang gadis dengan surai pirang yang diikat pony tail itu tersenyum lebar. Arthur berdecak malas. Gadis itu berlari kecil untuk menghampirinya. “Apa tidak ada undangan untukku?” tanyanya dengan kedua tangan yang diulurkan.Arthur menatapnya datar, menggeleng. “Tidak,” jawabnya dengan singkat lalu berbalik pergi meninggalkan gadis bersurai pirang itu. “YA ARTHUR!” Teriaknya yang diabaikan Arthur, bocah laki-laki itu berjalan begitu saja tanpa memperdulikan gadis di belakangnya yang terus meneriaki namanya.Hingga seseorang berdiri di depannya, membuat Arthur hampir saja menabrak. Kepalanya mendongak ke atas karena seseorang yang berdiri
Beberapa tahun sebelum kelahiran Ameera.Kehamilan kedua Crystal cukup menjadi sebuah kabar bahagia untuk seluruh anggota keluarga Oberoi. Tak terlebih Austin dan Crystal—apalagi pria itu terlihat sangat bahagia. Bahkan, Austin terus saja menempel pada Crystal. Cukup lama Austin meyakinkan pada Crystal tentang memberikan adik untuk Aslan. Karena kalian pasti tahu, kan saat Austin berselingkuh itu di saat Crystal sedang hamil. Karena nyatanya kejadian itu membuat Crystal sedikit trauma untuk hamil kembali. Takut jika Austin akan bermain di belakangnya. Kembali mengulang kesalahan.“Austin, lepaskan aku.” Crystal sedikit bergeser, tapi Austin tetap saja memeluknya. Pria itu menggelengkan kepala jika ia menolak. “Kau tahu, aku sangat senang, baby. Karena akhirnya Aslan akan memiliki seorang adik.”“Tapi kau tahu, aku masih—” Austin menempatkan jari telunjuknya tepat di bibir Crystal, tidak ingin mendengar kalimat lebih lanjut istrinya itu.
Benar memang, kehidupan pernikahan jika tidak ada luka dan masalah akan terasa hambar. Seperti sayur tanpa garam. Begitu banyak pelajaran hidup yang Crystal ambil. Menikah di usia muda memang bukan waktu yang tepat, saat kita belum siap untuk menjalaninya. Seperti bagi Crystal. Karena memang ia belum mampu dan siap untuk semua segala sesuatunya. Tapi setelah menjalani, meskipun banyak permasalahan yang datang membuatnya mengerti arti kehidupan yang sebenarnya. Sejak Austin memperjuangkannya lagi, melihat membuktian pria itu bukan hanya sekedar kata. Tapi juga perbuatan, membuat Crystal sekali lagi memberi kesempatan. Tidak mudah memang. Menjalani rumah tangga, hidup bersama seorang pria yang pernah mengkhianatimu. Memberikan luka yang begitu dalam. Karena itu membuat trauma tersendiri bagi Crystal. Hanya saja Austin berkata, untuk berjuang bersama-sama dengan Crystal yang selalu ada di sampingnya saja sudah lebih dari cukup.Dan hari ini, adalah tahun ke
Suara isak tangis terdengar, Crystal kembali menangis. Entah sudah berapa banyak air matanya yang ia keluarkan sejak kemarin-kemarin. Tidak mudah untuk mengatakan sebuah perceraian pada Austin. Sangat sakit rasanya. Tapi, Crystal hanya ingin bebas. Ia ingin tidak lagi merasakan sebuah kekecewaan yang dibuat oleh seseorang yang dicintainya.Crystal menenggelamkan wajah di antara kedua lututnya yang tertekuk. Menangis dalam keheningan.🍑Crystal baru saja selesai untuk berkonsultasi dengan psikiaternya. Sudah tiga minggu, ia menjalani terapi. Lumayan dan sangat membantu Crystal. Perlahan tapi pasti, beban di pundaknya seakan terangkat. “Kau ingin ke mana?” Calvin, pria itu melajukam mobilnya dengan santai. Memang sejak Crystal menjalani terapi, yang mengantarkannya antara Aiden, Calvin, atau Xander dan Izzy. Karena Crystal tidak mau jika Austin yang mengantar.“Bisakah bawa aku ke rumah pohon. Tapi tanpa grandpa tahu.” Calvin m
Austin dengan rasa bersalahnya. Benar memang, penyesalan selalu datang di akhir. Tidak pernah terlintas di benak Austin, saat ia melakukan semua dosa—melakukan sebuah pengkhianatan itu. Bagaimana dengan akibat yang akan diterima nantinya. Dan benar, manusia adalah tempatnya dosa. Austin diam di tempatnya, terus merenungi semua kesalahan yang telah ia perbuat.“Jika kau terus diam, merenungi semua kesalahanmu. Tanpa memikirkan bagaimana caramu memperbaikinya dengan segera maka, semua akan terlambat lagi.” Aiden mengusap bahu Austin, menguatkan kakaknya itu.Crystal juga sudah menjalani terapi dengan seorang psikiater yang Autumn carikan. Sebelumnya, postpartum depression yang dialami sang istri itu terlihat sudah benar-benar ada di tahap yang paling parah. Mengingat, bagaimana perlakuan Crystal pada Aslan setiap harinya. Bahkan saat itu, Izzy pernah mencoba mendekatkan Aslan pada Crystal saat wanita itu tertidur. Berharap, begitu bangun dan melihat Aslan saat bayi i
Dari jauh, Austin memandangi bahu Crystal yang memunggunginya. Gadis kecilnya, yang sekarang menjadi wanitanya. Kelahiran putranya bukanlah kesalahan. Tetapi waktunya yang tidak tepat. Apalagi pengkhianatan yang dilakukannya. Membuat Crystal semakin down. Dan karena itu, Crystal harus melakukan terapi, juga membiarkan Crystal berbuat sesukanya. Dan ini semua salahnya. Seharusnya, Crystal tidak mengalami hal sulit di usianya yang masih begitu muda. Rumah tangga, yaitu menjadi istri dan seorang ibu. Padahal Austin tau, cita-cita Crystal menjadi seorang pelukis sukses adalah impiannya sejak kecil. Lalu sekarang, belum saja Crystal memulai semuanya, Austin sudah menghancurkan impian istri kecilnya itu.Austin menghembuskan napasnya kasar, melangkahkan kakinya menghampiri Crystal yang sedang duduk di balkon dengan menghadap pemandangan berupa kebun di samping mansion mereka. Sejak melahirkan, Crystal memang banyak diam dan lebih sensitif. Tetapi tidak jarang juga, Crys
“Aku pernah merasakan bagaimana seseorang yang aku cintai berselingkuh. Bahkan, dia mengatakan dengan jujur padaku.” Autumn membuka suara, menatap Austin dalam, “itu saja rasanya sangat menyesakkan untukku. Lalu bagaimana yang dirasakan oleh adikku itu. Pasti lebih menyesakkan dan menyiksa. Dia tau melalui semua bukti yang dicurigai, dan juga melihat sebuah video percintaan suaminya dengan wanita lain. Itu menyedihkan,” lanjutnya terkekeh. Bahkan Izzy dan Anastasia yang mendengar kalimat Autumn—tidak bisa membendung tangisannya. Berbeda dengan Arabella yang memilih menahannya. Austin diam, mendengarkan setiap kalimat demi kalimat yang diucapkan sang adik, Autumn. “Kau benar-benar harus memperbaikinya, Kak. Pun jika nanti Crystal meminta cerai, kau harus mempertahankannya. Karena, satu alasan untuk kalian tetap bersama adalah putra kalian, Aslan.”Tanpa banyak bicara lagi, Austin mengambil kunci mobil dan memutuskan untuk mencari Crystal. “Son, kau mau ke