Austin memijit pangkal hidung, kepalanya terasa pening. Apalagi berkas-berkas yang menupuk di atas meja membuat kepalanya semakin berat. Beranjak dari duduk, Austin memutuskan untuk beristirahat sebentar di kamar. Karena di dalam ruangan Austin ini, ia menyediakan ruangan lain untuk menjadi kamarnya. Jadi, sewaktu-waktu Austin merasa lelah, ia akan langsung beristirahat.
Baru saja akan membuka pintu ruangan di mana Austin akan beristirahat, ketukan pintu membuatnya menghentikan pergerakan. "Masuk," kata Austin.Pintu terbuka, sekertarisnya masuk ke dalam. "Sir, ada seorang wanita yang mencari Anda. Dia mengatakan jika namanya Silly," ujar sang sekertaris menjelaskan.Austin tertegun di tempatnya. Tentu ia ingat siapa Silly. Wanita itu, kembali? Batinnya bertanya.Austin berdeham, membasahi kerongkongannya. "Suruh dia masuk," titahnya memerintah."Baik, Sir," kata sang sekertaris membungkuk hormat, sebelum berlalu keluar.Masih mSatu minggu berlalu, mood Crystal yang masih suka berubah-ubah. Seperti sekarang, Crystal marah dengan Austin tanpa alasan. “Bisakah kau menjauh dariku, aku benar-benar sedang tidak ingin berdekatan denganmu,” protes Crystal menatap Austin dengan sengit. Entah apa yang sedang terjadi dengan dirinya, Crystal hanya merasa—kesal saja melihat wajah Austin.Austin menatap Crystal tidak paham, menghembuskan napasnya lelah. Ia baru saja pulang dari kantor, tubuhnya terasa lelah dan ingin segera istirahat, tapi sikap Crytsal membuatnya sedikit kesal. Padahal Austin hanya ingin mengecup istrinya saja. “Kau ini. Ada apa denganmu!” serunya sedikit membentak, membuat Crystal terkejut. Bahkan ia sampai terlonjak kaget dan mengusap dadanya.“Kenapa membentakku!” kata Crystal tidak terima. “Aku hanya berkata, menjauhlah dariku. Melihatmu membuatku kesal dan muak.”Tanpa memperdulikan Crystal, Austin memilih untuk pergi ke kamar mandi, membersihkan diri. Berdekatan dengan Crystal lama, sepertinya aka
“Tiga hari sejak aku di sini, kau menghubungiku juga. Ada apa?” Silly melipatkan kedua tangannya—bersedekap dada. Austin berdiri dari duduknya, berjalan perlahan menghampiri Silly dengan senyum miringnya. Kedua tangannya menjatuhkan lengan dress—bermodelkan tali spageti. Silly diam, membiarkan Austin menjalankan permainannya. Dalam hati tersenyum miring, heran dengan pemikiran Austin. Sudah memiliki istri yang begitu cantik—bahkan baru saja menjadi orangtua, sudah berani bermain lagi di belakang istri kecilnya itu. Austin mendorong tubuh Silly, menjatuhkannya perlahan di atas ranjang dengan posisinya yang berada di atas wanita itu. Ia mulai memberikan kecupan-kecupan basah pada dada Silly, tangan kanannya tidak berhenti bermain—memilih untuk menarik dress Silly ke bawah. Hingga dressnya terlepas, hanya menyisakan sebuah bikini berwarna hitam.“Ahhh, faster Mark... faster Mark....” Austin mempercepat ritme permainannya saat Silly menyebutkan nama tengahnya, keduanya semakin menggila,
Setelah sampai di mansion, Izzy langsung mencari keberadaan Crystal. Putrinya itu sudah tertidur pulas dengan Aslan yang berada di sampingnya. Tanpa bisa dicegah, air matanya menetes, Izzy dengan cepat mengusap sudut mata. Kembali menutup pintu dengan pelan, Izzy berniat untuk ke ruang kerja pribadi Xander. Karena malam ini juga, mereka akan menyelesaikan semua. Meminta penjelasan pada Austin tentang hubungannya dengan Silly di belakang Crystal. Tentu saja Xander juga tidak terima, bagaimanapun Crystal sudah seperti putri kandungnya sejak bayi itu lahir. Lalu, bagaimana bisa Austin menyakitinya? Meskipun Austin adalah darah dagingnya, Xander tidak akan mengampuninya. Karena bagi Xander, perselingkuhan adalah pengkhianatan besar. Dan itu adalah dosa. Bahkan Tuhan sudah memperingati manusia di dalam kitab-Nya. “Kau sudah menghubungi Austin, X?” tanya Izzy—ikut bergabung duduk di sofa. Xander membalas dengan anggukan. Sepertinya pria tua itu terlalu lelah untuk menanggapi dengan sebua
Saat pagi tiba, dan suasana mansion masih sepi, Crystal langsung pergi ke ladang sampai sore tiba. Entahlah, mungkin para orang-orang di mansion sedang mencarinya. Beberapa kali juga ada panggilan masuk dari Xander, Izzy bahkan Austin pun. Tetapi, Crystal memilih untuk mengabaikannya. Hingga pesan masuk dari nomor tak dikenal, membuat pandangan Crystal fokus menatapnya. Rasa penasarannya semakin tinggi saat melihat notif jika seseorang yang tidak diketahui itu mengirimkan sebuah video. Tangan Crystal bergerak meraih ponsel, lalu membuka pesannya. Video belum terunduh, tapi hanya melihatnya meskipun blur membuat jantungnya berpacu dengan kencang. Hatinya mengatakan, ini bukan sesuatu yang baik. Crystal mulai mengunduh videonya, berulang kali menelan salivanya saat melihat secara keseluruhan. Dengan tangan gemetarnya Crystal memutar video itu. Sebuah video menampilkan adegan panas yang dilakukan Austin dengan wanita itu. Bahkan suara erangan dan suara khas saat ses
“Aku pernah merasakan bagaimana seseorang yang aku cintai berselingkuh. Bahkan, dia mengatakan dengan jujur padaku.” Autumn membuka suara, menatap Austin dalam, “itu saja rasanya sangat menyesakkan untukku. Lalu bagaimana yang dirasakan oleh adikku itu. Pasti lebih menyesakkan dan menyiksa. Dia tau melalui semua bukti yang dicurigai, dan juga melihat sebuah video percintaan suaminya dengan wanita lain. Itu menyedihkan,” lanjutnya terkekeh. Bahkan Izzy dan Anastasia yang mendengar kalimat Autumn—tidak bisa membendung tangisannya. Berbeda dengan Arabella yang memilih menahannya. Austin diam, mendengarkan setiap kalimat demi kalimat yang diucapkan sang adik, Autumn. “Kau benar-benar harus memperbaikinya, Kak. Pun jika nanti Crystal meminta cerai, kau harus mempertahankannya. Karena, satu alasan untuk kalian tetap bersama adalah putra kalian, Aslan.”Tanpa banyak bicara lagi, Austin mengambil kunci mobil dan memutuskan untuk mencari Crystal. “Son, kau mau ke
Dari jauh, Austin memandangi bahu Crystal yang memunggunginya. Gadis kecilnya, yang sekarang menjadi wanitanya. Kelahiran putranya bukanlah kesalahan. Tetapi waktunya yang tidak tepat. Apalagi pengkhianatan yang dilakukannya. Membuat Crystal semakin down. Dan karena itu, Crystal harus melakukan terapi, juga membiarkan Crystal berbuat sesukanya. Dan ini semua salahnya. Seharusnya, Crystal tidak mengalami hal sulit di usianya yang masih begitu muda. Rumah tangga, yaitu menjadi istri dan seorang ibu. Padahal Austin tau, cita-cita Crystal menjadi seorang pelukis sukses adalah impiannya sejak kecil. Lalu sekarang, belum saja Crystal memulai semuanya, Austin sudah menghancurkan impian istri kecilnya itu.Austin menghembuskan napasnya kasar, melangkahkan kakinya menghampiri Crystal yang sedang duduk di balkon dengan menghadap pemandangan berupa kebun di samping mansion mereka. Sejak melahirkan, Crystal memang banyak diam dan lebih sensitif. Tetapi tidak jarang juga, Crys
Austin dengan rasa bersalahnya. Benar memang, penyesalan selalu datang di akhir. Tidak pernah terlintas di benak Austin, saat ia melakukan semua dosa—melakukan sebuah pengkhianatan itu. Bagaimana dengan akibat yang akan diterima nantinya. Dan benar, manusia adalah tempatnya dosa. Austin diam di tempatnya, terus merenungi semua kesalahan yang telah ia perbuat.“Jika kau terus diam, merenungi semua kesalahanmu. Tanpa memikirkan bagaimana caramu memperbaikinya dengan segera maka, semua akan terlambat lagi.” Aiden mengusap bahu Austin, menguatkan kakaknya itu.Crystal juga sudah menjalani terapi dengan seorang psikiater yang Autumn carikan. Sebelumnya, postpartum depression yang dialami sang istri itu terlihat sudah benar-benar ada di tahap yang paling parah. Mengingat, bagaimana perlakuan Crystal pada Aslan setiap harinya. Bahkan saat itu, Izzy pernah mencoba mendekatkan Aslan pada Crystal saat wanita itu tertidur. Berharap, begitu bangun dan melihat Aslan saat bayi i
Suara isak tangis terdengar, Crystal kembali menangis. Entah sudah berapa banyak air matanya yang ia keluarkan sejak kemarin-kemarin. Tidak mudah untuk mengatakan sebuah perceraian pada Austin. Sangat sakit rasanya. Tapi, Crystal hanya ingin bebas. Ia ingin tidak lagi merasakan sebuah kekecewaan yang dibuat oleh seseorang yang dicintainya.Crystal menenggelamkan wajah di antara kedua lututnya yang tertekuk. Menangis dalam keheningan.🍑Crystal baru saja selesai untuk berkonsultasi dengan psikiaternya. Sudah tiga minggu, ia menjalani terapi. Lumayan dan sangat membantu Crystal. Perlahan tapi pasti, beban di pundaknya seakan terangkat. “Kau ingin ke mana?” Calvin, pria itu melajukam mobilnya dengan santai. Memang sejak Crystal menjalani terapi, yang mengantarkannya antara Aiden, Calvin, atau Xander dan Izzy. Karena Crystal tidak mau jika Austin yang mengantar.“Bisakah bawa aku ke rumah pohon. Tapi tanpa grandpa tahu.” Calvin m