Lima tahun yang lalu…Suara dentuman musik menggema di sebuah mobil yang tengah melaju dengan kecepatan di atas rata-rata. Di atas bumi, kota Johor Bahru, Malaysia, seorang pria dengan sahabatnya riang gembira setelah menyambut hari kelulusan program doktor mereka. Siang itu, langit tampak begitu gelap, namun belum turun hujan. Mereka yang tengah berbahagia nampak mengabaikan jalanan kota yang begitu lengang. Laju mobil semakin kencang ketika pedal gas ditekan habis oleh pria berwajah oriental di kursi kemudi. Sambil bernyanyi dan tertawa mereka hampir tak melihat lampu lalu lintas, hingga di waktu berikutnya, seorang gadis menyebrang tanpa sadar dan tak bisa dihindari. Sepersekian detik, si pengemudi lantas menekan pedal rem hingga suara ban berdecit memekik telinga. Bruk! Si pengemudi menggenggam erat stir mobil dengan kening yang hampir terbentur. Tangan bergetar dan jantung hampir lepas dari tempatnya. Seketika itu pula nafas memburu. Disisinya—sang sahabat memejamkan mata sambi
Setelah mendengar ucapan itu—otak Anjani berkelebat tentang kemungkinan-kemungkinan buruk yang terjadi. “Per-janji-an … per-ni-kah-an?” tanyanya pelan seraya mengulangi ucapan Arjuna. Matanya memanas dan bibirnya berkedut. Hatinya? Tentu tak karuan. Apa yang ingin Arjuna lakukan dengan perjanjian itu? Melihat tatapan Anjani—Arjuna bisa menebak apa yang ada dipikiran sang istrinya. Bibirnya tersenyum, menyeringai. Selanjutnya, Arjuna menggoda. “Hampir satu tahun sejak perjanjian ini disepakati … mungkin sudah waktunya kita akhiri.”Deg. Mata Anjani membulat, memandang kosong netra Arjuna yang tengah berbinar. Apa ini? Mengapa hatinya tiba-tiba sakit. “Sudah-i?” gumam Anjani, lagi. “Mari ikut aku,”Arjuna menuntun gadis itu ke tempat lain. Dengan pelan, Arjuna menyeimbangi langkah Anjani yang masih tertatih namun sudah lumayan lancar untuk berjalan. Tiba di pekarangan rumah … lantai dasar, Anjani dibuat bingung dengan tong sampah yang terbuat dari besi telah mengobarkan api. Tidak
Baik Arjuna dan Arwan bersitatap di udara, pancaran kebencian berkilat dari sorot mata pria paruh baya disana. “Aku tak tahu apakah hidupmu akan baik-baik saja setelah mengetahui rahasia besar ini, Arjuna.”Deg. Rahasia apa yang sebenarnya tak diketahui Arjuna? Mengapa pancaran mata Arwan begitu menakutkan baginya. Arjuna menelan ludah, memahami situasi yang terjadi. Matanya memandang tajam ke arah pria itu—yang jika dilihat lebih dalam … mirip dengan mendiang ibunya. “Ra-hasia … be-sar?”“Kejadian lima tahun lalu tentang proyek Paradise.”Arjuna tertegun. Matanya memanas. Proyek itu—proyek yang tengah di analisa oleh Anjani. Ada apa? Pikirannya melayang pada hal yang tidak diinginkan. “Kau tahu kebakaran yang terjadi di lahan proyek itu?”Arjuna menggeleng pelan. Setahu dirinya, kasus itu sudah lama ditutup, bahkan saat ia tengah menjalankan studi di Malaysia. “Ada apa dengan proyek itu?”Arwan tertawa sinis. Bahkan Arjuna tidak tahu apa yang terjadi dengan perusahaannya, tapi ia
Mata Arjuna membulat. Bibirnya menganga tak percaya. Jantungnya bergemuruh.“Kasus ini sempat naik ke pengadilan, karena warga yang selamat menuduh Barathaland Group memanipulasi keadaan … akibat protes penggusuran yang dilayangkan warga.”Arjuna menelan ludah. Tiba-tiba ia terngiang dengan kalimat yang terlontar dari mulut Arwan. “Proyek itu memakan banyak korban karena keserakahan seseorang—bukan hak yang diberikan melainkan hanya penderitaan banyak orang.”“Namun—tidak sampai satu minggu, kasus tiba-tiba ditutup.”“Karena?”Kris tak menjawab, ia menggedikkan bahu. Banyak hal yang belum diketahui sepenuhnya. “Tapi selama ini tak ada pemberitaan yang berarti tentang ini?”“Kau benar—itu karena dalang di balik kasus ini sangat kuat dan memiliki pengaruh yang besar.”“Siapa?”Kris menggeleng. Ia pun tak tahu sejauh itu. Arjuna menelan ludah. Hatinya tiba-tiba sakit. Bagaimana jika Anjani tahu bahwa kematian orang tuanya ada sangkut paut dengan Barathaland Group. Pria itu menyandarkan
Derap langkah kaki terdengar mendekat, namun, Anjani tetap bergeming sambil terus mengusap perut bagian bawah. Ia menerka apakah dirinya … hamil?“Hei. Kau melamun?”Sepasang tangan melingkar, menimpa punggung tangan gadis yang tengah meraba perutnya. Anjani masih tak begitu yakin. Ia lantas memandang pria itu dari pantulan cermin, senyumnya mengembang, begitupun sebaliknya. Arjuna yang lebih tinggi darinya, menempatkan dagu di bahu itu, membuat Anjani terasa berat. “Kau sudah bangun?” Tangan kanan Anjani meraih kepala pria itu, mengusapnya dengan lembut tanpa berbalik. Dari pantulan cermin itu, Anjani bisa melihat Arjuna yang hanya berbalut handuk di bagian tubuh bawah. Pria itu mengangguk. Anjani memandangi otot lengan Arjuna yang tampak kekar meski tak sebesar binaragawan—dengan tubuh itulah dirinya bisa merasakan kehangatan sehingga berhasil membuat ia jatuh hati sampai saat ini. Gadis di balik cermin itu tersadar dari lamunan kotornya di pagi hari. “Cepat mandi—jika tidak kau
“Anda harus memperbanyak asupan gizi serta harus selalu bahagia … tak boleh stress, ya,” terang Mia menekankan kalimat ‘tak boleh stress’. Dan ketika itu pula Anjani tersenyum, mengingat bahwa Arjuna telah berubah, hatinya tak perlu khawatir tentang itu.“Tuan Arjuna, pasti sangat menyayangi anda … terlihat dari senyum yang tak kunjung pudar di wajah itu,” goda dokter Mia menandaskan penjelasannya.Anjani membawa langkah kakinya menjauh dari ruang dokter kandungan. Sejak kepergiannya tadi … Anjani tak berhenti memancarkan senyum bahagia. Hatinya begitu berbunga-bunga. Sesekali ia memandang sebuah hasil USG berwarna hitam putih. “I love you, Nak,” gumam Anjani sambil mencium potret jabang bayinya. Langkahnya gegas menuju lobi yang mana sebuah mobil telah menunggunya. Dalam perjalanan menuju kantor … Anjani masih hanyut dalam kebahagiaan, ia terus tersenyum sambil memandang hasil USG tersebut. Tanpa ia sadari, seorang pengawal, mengamatinya dari pantulan kaca spion, memandang istri sa
“Kau sudah kembali?” suara khas itu membuat Anjani terkejut, kontan tubuhnya melonjak, lantas ia gegas menaruh kembali amplop coklat di antara tumpukan berkas lain. Mata yang memandang … menaruh tatapan curiga, melihat gelagat aneh gadis tersebut, hingga ia menerka ada sesuatu yang tak beres.“Apa hasil kontrol tadi?” Anjani bangkit—ia tak membiarkan Arjuna menghampiri mejanya. Malah sebaliknya, gadis itu berjalan cepat ke arah sang suami yang berada tak jauh dari gawang pintu. Setelahnya, tersenyum. “Tidak ada masalah … dokter hanya menyarankan untuk rutin cek takut ada pergeseran saat … berhubungan,” terangnya yang jelas berbohong. Tubuhnya gemetar, terlihat sekali bahwa Anjani merasa gugup. Arjuna menatap mata sang istri yang tengah memainkan jas dirinya, tanpa berani menatap kembali matanya, hingga menimbulkan tanda tanya yang cukup besar. Tak ingin mengambil pusing, Arjuna lantas hanya memendam rasa curiga itu lalu membentuk O pada bibirnya. “Ada apa? Tidak biasanya kau datang?
“Apa kau tahu tentang keadian … lima tahun lalu—” tanya pria itu menggantung dengan wajah datar.Naomi memandang tak mengerti. Tentang … kejadian lima tahun lalu? Naomi menerka, kepalanya miring ke kiri seolah mengingat apa yang terjadi lima tahun lalu. Ingatannya ketika memutar memori tentang tragedi yang menimpa kedua orangtua Anjani.“Tentang kedua orang tua Anjani,” ungkap Arjuna dengan lirih, tepat, menjawab apa yang ada di otak Naomi. Gadis itu mendekat lalu duduk di depan kursi kebesaran Arjuna. Ia menaruh dokumen yang baru saja ingin dilaporkan, lantas menyilangkan kaki kanannya. Memandang Arjuna dengan tatapan penuh tanya. “Kau tahu tentang itu?”Bukan memberinya jawaban, Naomi menghujani dengan pertanyaan-pertanyaan. Arjuna yang semula menopang kepala dengan kedua tangan, lantas duduk tegak, melihat sorot mata Naomi penuh makna. Arjuna pun mengangguk hingga membuat sahabatnya memandang kosong ke belakang. “Kebakaran yang menimpa keluarga gadis itu di kediamannya … tentu t