***"Halo Sayangku, apa kabar?"Mendapat panggilan sayang dari pria asing yang jelas tak pernah dia kenal bahkan temui sebelumnya, tentu saja berhasil membuat Aludra takut sampai harus berdiri rapat dengan Mbak Tita."Kamu siapa?" tanya Aludra untuk yang kedua kalinya, setelah beberapa menit lalu dia mengajukan pertanyaan serupa. Namun, belum dijawab oleh pria tersebut."Aku siapa?" Pria itu tersenyum lagi. Beranjak dari sofa yang dia duduki, dia berjalan mendekati Aludra lau berdiri di depannya dengan jarak yang cukup dekat."Kamu pura-pura lupa, Lu? Aku pria yang pernah kamu sayang dan aku adalah pria yang pernah menghabiskan malam panas sama kamu."Aludra mengerutkan keningnya lagi. "Siapa?" tanyanya. "Aku enggak kenal kamu.""Aku tahu kamu marah, tapi jangan pura-pura gak kenal juga dong," ucap pria tersebut. Lancang, dia mengulurkan tangan—berniat untuk mencolek dagu Aludra.Namun, Mbak Tita sigap menepis tangan pria tersebut hingga menjauh dari wajah Aludra."Jangan asal sentuh
***Come back to me, please."Mama!"Teriakan itu terdengar nyaring minggu pagi ini.Aludra yang berniat untuk berjemur pagi hari di depan rumah tiba-tiba saja dikejutkan dengan kedatangan sebuah karangan bunga berukuran cukup besar dengan tulisan; permintaan kembali.Dari siapa? Tentu saja dari Marvel yang tetap bersikukuh mengira Aludra adalah Alula.Seminggu berlalu sejak kedatangan Marvel malam itu, sudah dua jenis bunga yang datang ke rumah Dewa dengan tulisan yang sama.Pertama, buket bunga mawar—kesukaan Alula, dan sekarang karangan bunga dengan tulisan yang serupa."Kenapa Rara? Pagi-pagi kok udah teri ... ih apa itu?!" tanya Aurora yang tak kalah kaget dengan Aludra."Karangan bunga untuk Mbak Alula," ucap sang pengantar paket yang baru saja selesai menurunkan karangan bunga tersebut."Udah dibayar?" tanya Aludra."Sudah, Mbak. Tugas saya hanya mengantar," kata sang kurir."Bawa lagi," perintah Aurora tanpa basa-basi. "Bapak salah orang.""Benar kok ini alamatnya, Bu," kata k
***"Papa cepetan, Pa!"Dewa yang sejak tadi fokus mengemudi, menoleh sekilas ke belakang ketika ucapan itu dilontarkan oleh Aludra untuk yang kesekian kalinya.Mendapat kabar buruk tentang Arka, tentu saja baik Dewa, Aurora, maupun Aludra langsung bergegas menuju apartemen untuk memastikan keadaan pria itu karena menurut kabar yang didapatkan Tita dari tetangga apartemen Arka, Kejadian bermula dari kedatangan seseorang yang tiba-tiba saja menikam Arka dengan pisau."Sabar ya, Ra. Ini Papa udah cepat kok bawa mobilnya," kata Dewa—berusaha setenang mungkin agar tak membuat konsentrasinya dalam mengemudi, buyar."Mas Arka, Ma. Rara takut dia kenapa-kenap ... aw!" Aludra meringis sambil memegangi perutnya yang tiba-tiba saja terasa sakit."Kenapa? Perut kamu kenapa?""Kram," ungkap Aludra."Ya udah tenangin dulu," pinta Aurora yang langsung menyandarkan Aludra pada jok mobil lalu meminta putrinya untuk menenangkan pikiran. "Jangan panik, Ra. Arka enggak kenapa-kenapa.""Tadi Mbak Tita b
***Marvel berhasil ditangkap.Kabar bagus itu didapatkan Dewa juga Aludra pagi ini setelah pihak kepolisian yang menangani kasus Marvel menghubungi nomor Dewa.Tak ditangkap di rumahnya, polisi menangkap Marvel di salah satu apartemen mewah kota Jakarta yang dia tempati dan tentunya yang membuat terkejut, ternyata Marvel tinggal di gedung yang sama dengan Arka."Papa mau ke kantor polisi dulu buat mastiin," kata Dewa yang langsung beranjak dari kursi setelah menghabiskan sarapannya."Ikut."Mengerutkan kening, Dewa menatap Aludra ketika sebuah kata dilontarkan sang putri."Ikut apa?" tanya Dewa."Ikut ke kantor polisi," kata Aludra. "Rara mau pastiin kalau polisi tangkap orang yang benar.""Pasti benar, Ra. Kan ada fotonya waktu itu," ucap Dewa."Kali aja salah, Pa," kata Aludra."Ra." Aurora yang duduk di samping Aludra, langsung memberikan sebuah tatapan pada sang putri. "Kehamilan kamu masih tiga bulan lho, dijaga dulu, jangan banyak gerak.""Rara mau pastiin doang, Ma," kata Alud
***"Gimana, bagus enggak kebayanya?"Keluar dari ruang ganti, Arsya tersenyum sambil memutar tubuhnya agar kebaya berwarna coklat muda yang dia pakai saat ini bisa dilihat dengan jelas oleh Damar yang duduk di kursi."Kamu kok cantik?" tanya Damar. Tak berkedip, dia jelas terpesona dengan penampilan Arsya sekarang.Meskipun wajahnya cenderung bule, tapi nyatanya dia terlibat begitu cocok memakai kebaya juga kain kebat yang sengaja disesuaikan dengan warna kebaya."Serius?" tanya Arsya."Seriuslah, masa becanda?" tanya Damar.Lima bulan menjalin hubungan, Arsya dan Damar akhirnya memantapkan hati untuk melangkah ke jenjang yang lebih serius—setelah sebelumnya mendapatkan restu dari kedua keluarga.Tak langsung menikah, Damar dan Arsya memutuskan untuk menggelar acara lamaran untuk meresmikan hubungan mereka sebelum nanti melangkah ke tahap selanjutnya—pernikahan.Tentunya, meskipun hanya sekadar lamaran, pesta akan digelar di sebuah hotel berbintang kota Jakarta karena bagaimanapun ju
***"Ra, udah? Yuk berangkat.""Enggak ah!""Lho kok eng ... Ra? Kok masih dasteran?"Melihat Aurora masuk ke kamarnya—lengkap dengan dress brukat berwarna krem, Aludra hanya bisa merengut—mengagumi tubuh sang mama yang terlihat begitu ramping.Jauh berbeda dengannya yang semakin lama semakin membengkak karena usia kehamilan yang semakin bertambah. Terhitung, minggu ini adalah minggu ke dua puluh delapan usia kehamilan Aludra dan tentu saja ukuran perut bahkan badannya sudah tak seramping dulu.Melakukan pemeriksaan seperti biasa, minggu kemarin. Berat badan Aludra yang semula—sebelum hamil hanya mencapai lima puluh kilogram, sekarang sudah berada di angka tujuh puluh lima.Dan tentu saja semua itu membuat Aludra terkadang berasa insecure dengan ukuran tubuhnya, apalagi jika sudah bersanding dengan Arka. Seperti angka satu dan nol, begitulah Aludra membandingkan tubuhnya dengan sang calon suami sekaligus calon ayah dari kedua bayi di perutnya."Mama aja sama Papa terus Mas Arka yang p
***"Untung belum telat."Sampai pukul tujuh lebih lima belas menit di rumah Damar, Arka menghembuskan napas lega melihat beberapa mobil masih terparkir di halaman depan—tanda bahwa dia dan Aludra yang memang berangkat terakhir, belum terlambat."Belum pada berangkat ya, Mas?" tanya Aludra."Belum kayanya," kata Arka. Dia kemudian melirik Aludra. "Mau turun apa tunggu di sini.""Males gerak, aku tunggu di sini aja," ucap Aludra sambil mengelus perutnya yang kini dibalut dress brukat bermodel sama dengan Aurora.Bedanya jelas pada ukuran. Jika Aurora yang masih tetap langsing sampai sekarang memakai size M untuk dress yang dia pakai, maka jauh berbeda dengan Aludra yang harus legowo memakai size triple XL untuk baju yang dia pakai, karena memang ukuran double XL saja sudah tak cukup—mengingat ukuran perut Aludra yang sedikit lebih besar dari kehamilan biasa."Ya udah aku turun sebentar buat pastiin ya," kata Arka."Jangan lama-lama, Mas.""Siap, Sayang."Membuka pintu, Arka melangkahka
***"Hati-hati."Memegangi kursi, dengan sangat hati-hati Arka mempersilakan Aludra untuk duduk di kursi tamu yang sudah tersedia.Menempuh perjalanan selama dua puluh menit, rombongan keluarga besar Damar sampai di hotel tempat acara lamaran digelar dan tentunya kedatangan keluarga Damar disambut hangat oleh seluruh keluarga besar Alexander—termasuk Aksa yang sengaja datang dari Bandung.Sekeluarga, seperti biasa Aksa datang bersama Ananta juga ketiga anaknya karena memang setelah dari acara lamaran, lusa nanti Aksa akan datang pula ke acara yang akan digelar Aludra di kediaman Dewa."Makasih, Mas," kata Aludra setelah dirinya duduk dengan nyaman."Sama-sama, Sayang," kata Arka yang langsung duduk di samping Aludra.Acara dimulai, lamaran dibuka dengan sambutan dari kedua belah pihak keluarga dan sebagai perwakilan dari keluarga Damar, Dewa naik ke atas panggung kecil yang tersedia untuk menyampaikan maksud kedatangan Damar dan keluarganya malam ini.Berlanjut, sambutan kembali diber
*** "Semangat, Sayang. Jangan tegang ya." Menunggu sekitar satu jam setelah sampai di rumah sakit, Aludra akhirnya siap masuk ruang operasi untuk melahirkan putri kecilnya. Tak didampingi Aurora, yang datang ke rumah sakit hanya Dewa karena memang sang istri tak bisa pergi setelah kedua cucunya sigap menghadang agar sang Oma tak bisa ke mana-mana. Namun, tentu saja Aurora berjanji akan datang setelah Regan maupun Raiden berhasil dia tidurkan. Untuk Amanda dan Dirga, kedua orang tua Arka juga sedang dalam perjalanan setelah ditelepon oleh sang putra setengah jam lalu. "Doain ya, Pa." "Pasti, Ra," kata Dewa. Seumur hidup Aludra, ini adalah kali ketiga dia masuk ruang operasi. Pertama saat melahirkan Regan dan Raiden, kedua ketika mendapatkan donor dari Alula dan ketiga, sekarang—ketika dia akan melahirkan putri ketiganya. Sensasinya masih sama. Ruang operasi di setiap rumah sakit masih terasa dingin dan mungkin sedikit menyeramkan. "Kita mulai sekarang ya, Bu." "Iya, dokter."
***"Aku takut."Aludra yang sejak tadi duduk bersandar sambil mengelus perutnya seketika menoleh ketika Arka yang sejak tadi fokus mengemudi tiba-tiba saja berucap demikian."Takut apa?" tanya Aludra.Arka menoleh sekilas. "Takut kamu lahiran di jalan," ucapnya. "Usia kehamilan kamu tuh udah tiga puluh tujuh minggu, Ra. Duh ngeri kan kalau lahiran di jalan.""Ck, lebay," celetuk Aludra. "Dokter Ellina kan bilang kalau HPL aku dua minggu lagi, Mas. Santai aja kali.""Kan bisa maju.""Ya jangan maju," kata Aludra. Dia kemudian mengusap lagi perutnya yang buncit. "Jangan lahir dulu ya, Sayang. Mama mau nengok aunty dulu.""Iya Mama," ucap Arka.Hari ini, Aludra memang mengajak Arka ke Karawang untuk mengunjungi makam Alula. Tak membawa anak-anak, seperti biasa Aludra menitipkan Regan dan Raiden bersama Aurora juga Dewa yang sudah berkunjung lebih dulu kemarin ke makam Alula.Kemarin, terhitung delapan belas bulan sudah Alula pergi menghadap Sang Pencipta dan Aludra masih merasa semuany
***"Mas Arka buruan ih! Kok lama!"Sekali lagi Aludra yang sejak tadi menunggu di sofa dekat tangga berteriak memanggil Arka yang tak kunjung turun. Padahal, sudah hampir sepuluh menit dia menunggu suaminya turun."Iya sayang, iya. Sebentar," sahut Arka. Memakai pakaian santai, pria itu turun dengan sedikit tergesa-gesa di tangga. "Enggak sabaran banget kamu tuh ya.""Bawaan bayi," celetuk Aludra sambil mengusap perutnya yang buncit. Minggu ini terhitung tiga puluh minggu sudah usia kandungan Aludra."Ck, alasan aja.""Emang kenyataannya gitu.""Regan sama Raiden mana?""Ke mall sama Papa dan Mama.""Beneran jadi anak Oma sama Opa ya mereka tuh," kata Arka."Ya begitulah."Sejak hamil, itensitas Aludra mengasuh anak-anak memang berkurang karena Raiden dan Regan lebih sering dipegang oleh Aurora.Selain sudah tak asi lagi, Aludra juga tak boleh kelelahan selama hamil, sementara Regan dan Raiden yang sudah genap berusia dua tahun semakin lama semakin aktif."Ya udah kita berangkat seka
***"Ini kamu seriusan mau lahiran enggak sih?"Melihat sang istri yang nampak begitu tenang menghadapi proses kontraksi, pertanyaan tersebut akhirnya dilontarkan Damar yang sejak tadi setia duduk di samping Arsya.Kehamilannya sudah mencapai tiga puluh delapan minggu, sore tadi Arsya mengalami sedikit pendarahan. Segera dibawa menuju rumah sakit, dokte kandungan lain yang selama ini menangani Arsya mengatakan jika perempuan itu sudah mengalami bukaan.Ketika datang, Arsya baru mengalami bukaan dua dan sekarang setelah tiga jam berlalu—tepatnya pukul delapan, bukaan tersebut baru sampai ke angka lima.Masih ada lima lagi angka yang harus dilewati Arsya sebelum bukaan lengkap dan bayi yang selama ini dia kandung bisa lahir ke dunia."Emang kenapa?" Arsya yang sejak tadi sibuk mengatur napas sambil menikmati gelombang cinta yang cukup luar biasa, lantas mendongak dan menatap suaminya itu. "Tenang banget," celetuk Damar. "Di film-film tuh yang aku lihat, cewek mau lahiran itu biasanya n
***"Ini seriusan enggak nyadar apa gimana?"Aludra dan Arka mengernyit tak paham sambil memandang Arsya setelah pertanyaan tersebut dilontarkan perempuan tersebut."Maksudnya?" tanya Aludra."Enggak sadar apa?" tanya Arka."Nih." Arsya menunjukkan testpack yang beberapa menit lalu dipakai Aludra. Bukan testpack biasa, testpack yang dipakai adalah testpack digital yang bisa langsung menunjukkan usia kehamilan seorang ibu karena memang saat ini Aludra sedang mengandung."Ten weeks pregnant," gumam Aludra-mengeja tulisan pada testpack lalu Arka yang ikut membaca, spontan menerjemahkan."Hamil sepuluh minggu," ucap Arka.Untuk beberapa detik, sepasang suami istri tersebut bisa dibilang nge-bug, karena setelah membaca testpack baik Aludra maupun Arka saling diam."Kok pada diem sih?" tanya Arsya."Jadi maksudnya aku hamil?" tanya Aludra."Yes, Ra. Kamu hamil," kata Arsya. "Udah sepuluh minggu malah kehamilan kamu tuh.""Kok bisa?" tanya Arka. "Aludra kan baru telat datang bulan dua bulan
***"Mas mandinya udah belum, aku udah siapin sarapan tuh. Katanya mau meeting sama Papa?"Masuk ke kamar, pertanyaan tersebut dilontarkan Aludra pada Arka ketika suaminya itu tak terlihat di dalam kamar."Mas!""Di wc, Ra!" teriak Arka—membuat Aludra seketika terkekeh karenanya."Oh lagi nabung, oke. Aku tunggu," kata Aludra. Melangkah masuk, dia duduk di pinggir kasur lalu merentangkan tubuhnya di sana.Tak lama berselang, Aludra menoleh ketika pintu kamar mandi terbuka—menampakkan Arka yang sudah rapi dengan pakaian kantornya seperti biasa.Hampir setahun setelah kepindahannya ke Jakarta secara resmi, Arka tak lagi memegang jabatan manajer di perusahaan Dewa karena sang mertua memercayakan posisi CEO pada menantunya itu.Dan tentu saja jabatan yang dipegang Arka sekarang membuat pekerjaannya lebih sibuk dari biasa."Sakit perut aku tuh," kata Arka sambil melangkahkan kakinya mendekati Aludra yang langsung beringsut ketika Arka duduk di sampingnya."Mas. Kok kamu bau?" tanya Aludra—
***"Diem terus daritadi. Bisu ya?"Anindira menoleh ke arah Alister ketika pertanyaan tersebut dilontarkan pria itu padanya tepat setelah mereka selesai berbelanja di salah satu super market besar di kota Bandung."Enggak penting," ketus Anindira. Mendorong troli berisi belanjaan, dia berjalan menuju bagasi mobil Alister yang terparkir di bagian depan. Tanpa meminta bantuan, Anindira dengan mudah membuka bagasi lalu memasukkan beberapa kresek ke sana.Sementara Alister justru tersenyum sambil bersandar pada bagian samping mobil dengan kedua tangan yang berada di dada."Samson banget kamu tuh ya," celetuk Alister. "Penampilan anggun, tapi tenaga kaya kuli pasar.""Pulang," kata Anindira yang langsung berjalan ke sisi kiri mobil lalu masuk dan duduk di samping kursi kemudi.Sebenarnya Anindira ingin duduk di kursi belakang. Namun, sial. Semua itu tak bisa dia lakukan karena jok belakang dipenuhi beberapa pasang pakaian juga sepatu Alister yang katanya akan dipakai syuting besok pagi d
***"Akhirnya selesai juga.""Capek ya?"Damar yang baru saja menghempaskan tubuhnya ke kasur seketika menoleh—memandang Arsya yang sudah santai dengan celana joger juga sweater rajut.Rangkaian acara pernikahan—mulai dari akad hingga resepsi yang digelar hari ini akhirnya selesai, keluarga Damar dan Arsya memang menginap di salah satu vila mewah di Bandung agar privasi mereka terjaga.Rencananya besok, Damar dan Arsya pulang dari Bandung menuju bandara Soekarno hatta untuk langsung pergi berbulan madu menuju Maldives selama seminggu."Banget," kata Damar. "Gempor rasanya kaki aku berdiri berjam-jam nyalamin tamu."Arsya tersenyum lalu duduk di samping Damar. Tanpa aba-aba, dia langsung meraih lengan suaminya itu untuk memberikan sebuah pijatan."Kamu ngapain?" tanya Damar speecles. Menikahi Arsya memang rasanya seperti mimpi bagi dirinya.Selain umur Arsya yang tiga tahun lebih tua dari Damar, selama masa pacaran keduanya pun tak jarang terlibat cekcok karena perbedaan pendapat yang
***"Kok tegang ya, Ar?"Arka yang duduk tak jauh dari Damar mengukir senyuman tipis ketika ungkapan itu kembali terlontar dari mulut sahabat istrinya tersebut.Menempuh perjalanan dua jam, rombongan keluarga mempelai pria sampai di lokasi pernikahan. Tak mau membuang-buang waktu, akad nikah akan segera dilaksanakan sebelum hari menjelang siang."Bismillah," kata Arka mengingatkan."Udah, tapi tetap aja tegang," kata Damar."Tarik napas, hembuskan napas terakhir," celetuk Arka asal."Oh ok ... eh apa barusan? Hembuskan napas terakhir? Mati dong, Ar.""Bercanda.""Lagi tegang malah dibercandain.""Ya udah sih, rileks aja.""Mempelai perempuan memasuki area akad nikah."Arka dan Damar menghentikan obrolan mereka setelah suara sang pembawa acara terdengar dari pengeras suara—disusul suara gamelan yang mengiring kedatangan Arsya bersama Aludra juga Anindira.Memakai adat sunda, perempuan berwajah blasteran itu nampak cantik dengan siger juga kebaya putih yang dia pakai.Manglingi. Begitu