***"Kenapa, Mbak?""Hah?"Aludra yang sempat oleng, seketika langsung menegakkam kembali posisi duduknya karena kini seorang MUA sedang merias wajahnya sebelum acara lamaran digelar satu jam lagi.Aludra tak enak badan. Sejak kejadian tadi siang—Alula mendorongnya ke kolam renang, Aludra langsung merasa tak beres dengan tubuhnya ditambah rasa mual yang selalu datang lebih sering dari biasanya."Mbak Rara enggak enak badan ya? Wajahnya anget gini," kata Liani—sang MUA yang selalu diberi kepercayaan oleh Aurora untuk menangani acara-acara formal keluarganya."Iya Mbak, dikit," kata Aludra. "Tapi enggak apa-apa, lanjutin aja.""Oke, Mbak."Berusaha menguatkan dirinya, Aludra bersandar pada kursi lalu diam ketika Liani kembali memoleskan makeup di wajahnya hingga setengah jam berlalu, semuanya selesai.Bukan hanya wajah, penampilan Aludra pun sudah cantik dengan kebaya juga rok batik yang dia pakai. Nantinya, rok batik tersebut akan selaras dengan kemeja batik yang dipakai Damar di pesta
***"Rara udah bangun?"Aurora dan Damar yang sejak tadi duduk di kamar menemani Aurora seketika menoleh ke arah pintu ketika suara Dewa terdengar dari sana.Tak bisa langsung menemani Aludra yang pingsan, Dewa mau tak mau tetap berada di tempat acara untuk menemani para tamu hingga setelah setengah jam berlalu—setelah semua tamu termasuk keluarga Gilang pulang, Dewa baru bisa menghampiri putri bungsunya."Belum," kata Aurora gelisah. Khawatir terjadi sesuatu pada Aludra, wajah perempuan berusia lima puluh satu tahun itu sedikit memerah menahan tangis. "Aku takut Rara kenapa-kenapa, Mas.""Ya udah panggil dokter kalau gitu," kata Dewa. Namun, sebuah penolakan langsung dia dapatkan dari Damar."Jangan, Om. Enggak usah," kata Damar yang langsung membuat Dewa mengerutkan kening."Kenapa jangan? Rara pingsan udah setengah jam lho, Dam. Gimana kalau dia kenapa-kenapa? Mau tanggung jawab, kamu?" tanya Dewa."Bukan gitu maksudnya, Om. Cuman daritadi Aludra udah bilang beberapa kali ke Damar
"Damar, Aludra, siapa yang hamil?"Aludra dan Damar saling melempar tatapan untuk mencari jawaban yang paling tepat untuk pertanyaan yang baru saja dilontarkan pada keduanya."Siapa yang hamil? Emangnya siapa yang hamil, Tante?" tanya Damar—mengalihkan pembahasan. "Alula hamil? Wah selamat dong."Aurora berdecak lalu membawa sepiring mangga yang dia bawa mendekat. "Ditanya malah balik nanya," ucapnya. "Alula enggak hamil.""Terus siapa yang hamil dong, Ma?" tanya Aludra. "Anak tetangga?""Ngaco," celetuk Aurora. Duduk di pinggir kasur, dia memandang Damar dan Aludra secara bergantian. "Tadi pas masuk mama enggak sengaja dengar kalian ngomongin hamil. Sekarang Mama tanya, siapa yang hamil?""Oh itu," kata Damar. Memanfaatkan waktu untuk berpikir, dia akhirnya menemukan jawaban yang tepat agar Aurora tak curiga. "Aludra, Tante.""Hah?! Apa maksud kalian?!" tanya Aurora. "Jangan macam-macam ya!""Damar apaan sih?"Damar terkekeh. "Santai dulu, Tante," ucapnya. "Maksud Damar tuh, kita lag
***"Aludra, selalu aja dia! Apa sih hebatnya Aludra?!"Pergi dari kamar Aludra, Alula kembali menuju kamarnya lalu tanpa ragu membuka pintu dengan kasar. Menoleh, dia berdecak sebal karena ternyata Arka tak menyusulnya dan tentu saja semua itu membuat Alula emosi.Dan lagi, pelampiasannya adalah pintu kamar yang dibanting Alula setelah dirinya masuk ke dalam kamar. Duduk di pinggiran kasur, perhatiannya langsung tertuju pada ponsel yang berbunyi—tanpa notifikasi masuk.Mengambil benda pipih itu dari atas meja, Alula mengerutkan kening ketika ternyata yang masuk ke ponselnya adalah direct message di salah satu akun media sosialnya dan yang membuat Alula melebarkan pupil adalah nama si pengirim pesan.[Marvel91 : Kangen kamu, Lu. Kangen ngehabisin malam di kamar kamu, di bawah selimut. Btw, aku sama Alexa udah putus karena ternyata dia enggak serius sama aku. Balikan, yuk?]Alula menggretakam rahangnya sambil mengeratkan pegangan tangannya pada ponsel yang dia pegang. Berminggu-minggu
***"Jadi perginya udah lama?""Dari jam enam tadi, Non.""Oh oke deh."Masih merasa pusing, Aludra yang pagi ini baru bangun pukul delapan pagi kembali duduk di tangga paling bawah rumahnya setelah mendapat kabar dari salah satu pelayan tentang kepergian Aurora dan Dewa ke Bandung pagi ini.Semalam, Alula dan Arka pulang begitu saja. Meskipun mereka berkata jika tak ada apa-apa dan semuanya baik-baik saja, sebagai orang tua Aurora dan Dewa tetap khawatir dan memutuskan untuk menyusul ke Bandung untuk memastikan semuanya."Mau diambilin sesuatu Non?" tanya Tita—pelayan kesayangan Aludra yang masih berdiri menemani Aludra di dekat tangga."Hm, sebentar Mbak. Rara lagi mikir dulu," kata Aludra. Beberapa detik terdiam, dia akhirnya menginginkan sesuatu. "Mbak Tita.""Ya Non?""Ambilin garam dong, Rara lagi pengen garam. Pake piring kecil aja ya," pinta Aludra yang berhasil membuat Tita melongo."Ga-garam, Non?" tanya Tita memastikan—takut jika yang baru saja dia dengar salah. Namun, Alud
"Ini hasilnya, Damar. Kamu seneng apa sedih?"Damar menatap seksama testpack yang ditunjukan Aludra. Bukan testpack digital, dia membeli testpack biasa yang menunjukkan garis sebagai hasil."Ra.""Damar." Aludra yang cengeng, sudah berkaca-kaca, sementara Damar perlahan mengangkat tangan kanannya lalu mengambil alat tes kehamilan itu untuk memastikan jika penglihatannya tak salah dan ternyata memang benar.Dilihat dari jarak yang dekat, garis pada testpack tersebut terlihat sangat jelas. Tak hanya satu, ada dua garis berwarna merah di sana yang menandakan Aludra memang benar-benar hamil.Aludra mengandung seorang bayi, dan bayi tersebut tentunya buah cinta dia dengan Arka yang sudah cukup lama diharapkan kehadirannya."Ra, dugaanku bener, kamu emang hamil," ucap Damar pelan dan Aludra mengangguk sebagai jawaban."Iya, Damar. Aku hamil, dan bayi di perut aku anak Mas Arka," ucap Aludra. Antara senang dan sedih, itulah yang dia rasakan sekarang."Congrats, Ra," ucap Damar yang langsung
***"Awas ya, nanti siang pokoknya ke sini lagi. Jangan sampe enggak.""Iya Lula, kamu bawel banget ya."Pukul sembilan—setelah tadi pagi sekali Aurora dan Dewa datang, keduanya berpamitan. Bukan untuk pulang, Aurora dan Dewa keluar untuk menemui rekan bisnis Dewa yang kebetulan berada di Bandung.Siang nanti—sesuai permintaan Alula, rencananya mereka akan kembali datang untuk makan siang bersama, karena Arka pun akan mengundang Amanda juga Dirga untuk datang."Ya udah, mama hati-hati," kata Alula."Papa enggak?" Dewa cemburu.Alula tersenyum. "Iya, Papa juga," ucapnya.Setelah Dewa dan Aurora menaikki tangga menuju mobil mereka yang terparkir di atas, Alula segera menutup pintu dan di waktu yang bersamaan dia teringat sesuatu."Mas Arka," gumam Alula. Mempercepat langkahnya, Alula berjalan menuju tangga lalu naik ke atas untuk menemui Arka yang kebetulan sedang berada di balkon atas bagian belakang rumahnya untuk mengerjakan pekerjaan kantor.Setelah semalam pulang dadakan dan sampai
***"Atas nama Bu Aludra?""Saya, dokter.""Mari ikut saya, hasilnya sudah keluar.""Iya, dokter."Mendapat panggilan dari dokter kandungan setelah hampir setengah jam menunggu hasil, Aludra menatap Damar dengan raut wajah yang tegang."Damar aku tegang," kata Aludra. "Gimana kalau hasil tesnya negatid dan ternyata aku enggak hamil?""Enggak mungkin, Ra. Tadi kan pas pake testpack di sini garisnya sama dua, masa negatif?" tanya Damar."Ya kali aja tespacknya error.""Kaya otak kamu?""Ih kamu!"Damar terkekeh lalu beranjak dari kursi panjang yang sejak tadi dia duduki. Mengulurkan tangan, dia membantu Aludra untuk bangu. "Ayo, kita butuh hasil itu buat yakinin Arka," ucapnya."Bismillah ya," kata Aludra ketika tangannya meraih uluran tangan Damar lalu beranjak dan setelah itu dia juga Damar melangkah menuju ruangan dokter Friska—obgyn yang menangani Aludra. "Menjelang siang dokter."Dokter Friska yang baru saja membuka hasil pemeriksaan Aludra lantas mendongak lalu mengukir senyumanny
*** "Semangat, Sayang. Jangan tegang ya." Menunggu sekitar satu jam setelah sampai di rumah sakit, Aludra akhirnya siap masuk ruang operasi untuk melahirkan putri kecilnya. Tak didampingi Aurora, yang datang ke rumah sakit hanya Dewa karena memang sang istri tak bisa pergi setelah kedua cucunya sigap menghadang agar sang Oma tak bisa ke mana-mana. Namun, tentu saja Aurora berjanji akan datang setelah Regan maupun Raiden berhasil dia tidurkan. Untuk Amanda dan Dirga, kedua orang tua Arka juga sedang dalam perjalanan setelah ditelepon oleh sang putra setengah jam lalu. "Doain ya, Pa." "Pasti, Ra," kata Dewa. Seumur hidup Aludra, ini adalah kali ketiga dia masuk ruang operasi. Pertama saat melahirkan Regan dan Raiden, kedua ketika mendapatkan donor dari Alula dan ketiga, sekarang—ketika dia akan melahirkan putri ketiganya. Sensasinya masih sama. Ruang operasi di setiap rumah sakit masih terasa dingin dan mungkin sedikit menyeramkan. "Kita mulai sekarang ya, Bu." "Iya, dokter."
***"Aku takut."Aludra yang sejak tadi duduk bersandar sambil mengelus perutnya seketika menoleh ketika Arka yang sejak tadi fokus mengemudi tiba-tiba saja berucap demikian."Takut apa?" tanya Aludra.Arka menoleh sekilas. "Takut kamu lahiran di jalan," ucapnya. "Usia kehamilan kamu tuh udah tiga puluh tujuh minggu, Ra. Duh ngeri kan kalau lahiran di jalan.""Ck, lebay," celetuk Aludra. "Dokter Ellina kan bilang kalau HPL aku dua minggu lagi, Mas. Santai aja kali.""Kan bisa maju.""Ya jangan maju," kata Aludra. Dia kemudian mengusap lagi perutnya yang buncit. "Jangan lahir dulu ya, Sayang. Mama mau nengok aunty dulu.""Iya Mama," ucap Arka.Hari ini, Aludra memang mengajak Arka ke Karawang untuk mengunjungi makam Alula. Tak membawa anak-anak, seperti biasa Aludra menitipkan Regan dan Raiden bersama Aurora juga Dewa yang sudah berkunjung lebih dulu kemarin ke makam Alula.Kemarin, terhitung delapan belas bulan sudah Alula pergi menghadap Sang Pencipta dan Aludra masih merasa semuany
***"Mas Arka buruan ih! Kok lama!"Sekali lagi Aludra yang sejak tadi menunggu di sofa dekat tangga berteriak memanggil Arka yang tak kunjung turun. Padahal, sudah hampir sepuluh menit dia menunggu suaminya turun."Iya sayang, iya. Sebentar," sahut Arka. Memakai pakaian santai, pria itu turun dengan sedikit tergesa-gesa di tangga. "Enggak sabaran banget kamu tuh ya.""Bawaan bayi," celetuk Aludra sambil mengusap perutnya yang buncit. Minggu ini terhitung tiga puluh minggu sudah usia kandungan Aludra."Ck, alasan aja.""Emang kenyataannya gitu.""Regan sama Raiden mana?""Ke mall sama Papa dan Mama.""Beneran jadi anak Oma sama Opa ya mereka tuh," kata Arka."Ya begitulah."Sejak hamil, itensitas Aludra mengasuh anak-anak memang berkurang karena Raiden dan Regan lebih sering dipegang oleh Aurora.Selain sudah tak asi lagi, Aludra juga tak boleh kelelahan selama hamil, sementara Regan dan Raiden yang sudah genap berusia dua tahun semakin lama semakin aktif."Ya udah kita berangkat seka
***"Ini kamu seriusan mau lahiran enggak sih?"Melihat sang istri yang nampak begitu tenang menghadapi proses kontraksi, pertanyaan tersebut akhirnya dilontarkan Damar yang sejak tadi setia duduk di samping Arsya.Kehamilannya sudah mencapai tiga puluh delapan minggu, sore tadi Arsya mengalami sedikit pendarahan. Segera dibawa menuju rumah sakit, dokte kandungan lain yang selama ini menangani Arsya mengatakan jika perempuan itu sudah mengalami bukaan.Ketika datang, Arsya baru mengalami bukaan dua dan sekarang setelah tiga jam berlalu—tepatnya pukul delapan, bukaan tersebut baru sampai ke angka lima.Masih ada lima lagi angka yang harus dilewati Arsya sebelum bukaan lengkap dan bayi yang selama ini dia kandung bisa lahir ke dunia."Emang kenapa?" Arsya yang sejak tadi sibuk mengatur napas sambil menikmati gelombang cinta yang cukup luar biasa, lantas mendongak dan menatap suaminya itu. "Tenang banget," celetuk Damar. "Di film-film tuh yang aku lihat, cewek mau lahiran itu biasanya n
***"Ini seriusan enggak nyadar apa gimana?"Aludra dan Arka mengernyit tak paham sambil memandang Arsya setelah pertanyaan tersebut dilontarkan perempuan tersebut."Maksudnya?" tanya Aludra."Enggak sadar apa?" tanya Arka."Nih." Arsya menunjukkan testpack yang beberapa menit lalu dipakai Aludra. Bukan testpack biasa, testpack yang dipakai adalah testpack digital yang bisa langsung menunjukkan usia kehamilan seorang ibu karena memang saat ini Aludra sedang mengandung."Ten weeks pregnant," gumam Aludra-mengeja tulisan pada testpack lalu Arka yang ikut membaca, spontan menerjemahkan."Hamil sepuluh minggu," ucap Arka.Untuk beberapa detik, sepasang suami istri tersebut bisa dibilang nge-bug, karena setelah membaca testpack baik Aludra maupun Arka saling diam."Kok pada diem sih?" tanya Arsya."Jadi maksudnya aku hamil?" tanya Aludra."Yes, Ra. Kamu hamil," kata Arsya. "Udah sepuluh minggu malah kehamilan kamu tuh.""Kok bisa?" tanya Arka. "Aludra kan baru telat datang bulan dua bulan
***"Mas mandinya udah belum, aku udah siapin sarapan tuh. Katanya mau meeting sama Papa?"Masuk ke kamar, pertanyaan tersebut dilontarkan Aludra pada Arka ketika suaminya itu tak terlihat di dalam kamar."Mas!""Di wc, Ra!" teriak Arka—membuat Aludra seketika terkekeh karenanya."Oh lagi nabung, oke. Aku tunggu," kata Aludra. Melangkah masuk, dia duduk di pinggir kasur lalu merentangkan tubuhnya di sana.Tak lama berselang, Aludra menoleh ketika pintu kamar mandi terbuka—menampakkan Arka yang sudah rapi dengan pakaian kantornya seperti biasa.Hampir setahun setelah kepindahannya ke Jakarta secara resmi, Arka tak lagi memegang jabatan manajer di perusahaan Dewa karena sang mertua memercayakan posisi CEO pada menantunya itu.Dan tentu saja jabatan yang dipegang Arka sekarang membuat pekerjaannya lebih sibuk dari biasa."Sakit perut aku tuh," kata Arka sambil melangkahkan kakinya mendekati Aludra yang langsung beringsut ketika Arka duduk di sampingnya."Mas. Kok kamu bau?" tanya Aludra—
***"Diem terus daritadi. Bisu ya?"Anindira menoleh ke arah Alister ketika pertanyaan tersebut dilontarkan pria itu padanya tepat setelah mereka selesai berbelanja di salah satu super market besar di kota Bandung."Enggak penting," ketus Anindira. Mendorong troli berisi belanjaan, dia berjalan menuju bagasi mobil Alister yang terparkir di bagian depan. Tanpa meminta bantuan, Anindira dengan mudah membuka bagasi lalu memasukkan beberapa kresek ke sana.Sementara Alister justru tersenyum sambil bersandar pada bagian samping mobil dengan kedua tangan yang berada di dada."Samson banget kamu tuh ya," celetuk Alister. "Penampilan anggun, tapi tenaga kaya kuli pasar.""Pulang," kata Anindira yang langsung berjalan ke sisi kiri mobil lalu masuk dan duduk di samping kursi kemudi.Sebenarnya Anindira ingin duduk di kursi belakang. Namun, sial. Semua itu tak bisa dia lakukan karena jok belakang dipenuhi beberapa pasang pakaian juga sepatu Alister yang katanya akan dipakai syuting besok pagi d
***"Akhirnya selesai juga.""Capek ya?"Damar yang baru saja menghempaskan tubuhnya ke kasur seketika menoleh—memandang Arsya yang sudah santai dengan celana joger juga sweater rajut.Rangkaian acara pernikahan—mulai dari akad hingga resepsi yang digelar hari ini akhirnya selesai, keluarga Damar dan Arsya memang menginap di salah satu vila mewah di Bandung agar privasi mereka terjaga.Rencananya besok, Damar dan Arsya pulang dari Bandung menuju bandara Soekarno hatta untuk langsung pergi berbulan madu menuju Maldives selama seminggu."Banget," kata Damar. "Gempor rasanya kaki aku berdiri berjam-jam nyalamin tamu."Arsya tersenyum lalu duduk di samping Damar. Tanpa aba-aba, dia langsung meraih lengan suaminya itu untuk memberikan sebuah pijatan."Kamu ngapain?" tanya Damar speecles. Menikahi Arsya memang rasanya seperti mimpi bagi dirinya.Selain umur Arsya yang tiga tahun lebih tua dari Damar, selama masa pacaran keduanya pun tak jarang terlibat cekcok karena perbedaan pendapat yang
***"Kok tegang ya, Ar?"Arka yang duduk tak jauh dari Damar mengukir senyuman tipis ketika ungkapan itu kembali terlontar dari mulut sahabat istrinya tersebut.Menempuh perjalanan dua jam, rombongan keluarga mempelai pria sampai di lokasi pernikahan. Tak mau membuang-buang waktu, akad nikah akan segera dilaksanakan sebelum hari menjelang siang."Bismillah," kata Arka mengingatkan."Udah, tapi tetap aja tegang," kata Damar."Tarik napas, hembuskan napas terakhir," celetuk Arka asal."Oh ok ... eh apa barusan? Hembuskan napas terakhir? Mati dong, Ar.""Bercanda.""Lagi tegang malah dibercandain.""Ya udah sih, rileks aja.""Mempelai perempuan memasuki area akad nikah."Arka dan Damar menghentikan obrolan mereka setelah suara sang pembawa acara terdengar dari pengeras suara—disusul suara gamelan yang mengiring kedatangan Arsya bersama Aludra juga Anindira.Memakai adat sunda, perempuan berwajah blasteran itu nampak cantik dengan siger juga kebaya putih yang dia pakai.Manglingi. Begitu