***"Aludra, selalu aja dia! Apa sih hebatnya Aludra?!"Pergi dari kamar Aludra, Alula kembali menuju kamarnya lalu tanpa ragu membuka pintu dengan kasar. Menoleh, dia berdecak sebal karena ternyata Arka tak menyusulnya dan tentu saja semua itu membuat Alula emosi.Dan lagi, pelampiasannya adalah pintu kamar yang dibanting Alula setelah dirinya masuk ke dalam kamar. Duduk di pinggiran kasur, perhatiannya langsung tertuju pada ponsel yang berbunyi—tanpa notifikasi masuk.Mengambil benda pipih itu dari atas meja, Alula mengerutkan kening ketika ternyata yang masuk ke ponselnya adalah direct message di salah satu akun media sosialnya dan yang membuat Alula melebarkan pupil adalah nama si pengirim pesan.[Marvel91 : Kangen kamu, Lu. Kangen ngehabisin malam di kamar kamu, di bawah selimut. Btw, aku sama Alexa udah putus karena ternyata dia enggak serius sama aku. Balikan, yuk?]Alula menggretakam rahangnya sambil mengeratkan pegangan tangannya pada ponsel yang dia pegang. Berminggu-minggu
***"Jadi perginya udah lama?""Dari jam enam tadi, Non.""Oh oke deh."Masih merasa pusing, Aludra yang pagi ini baru bangun pukul delapan pagi kembali duduk di tangga paling bawah rumahnya setelah mendapat kabar dari salah satu pelayan tentang kepergian Aurora dan Dewa ke Bandung pagi ini.Semalam, Alula dan Arka pulang begitu saja. Meskipun mereka berkata jika tak ada apa-apa dan semuanya baik-baik saja, sebagai orang tua Aurora dan Dewa tetap khawatir dan memutuskan untuk menyusul ke Bandung untuk memastikan semuanya."Mau diambilin sesuatu Non?" tanya Tita—pelayan kesayangan Aludra yang masih berdiri menemani Aludra di dekat tangga."Hm, sebentar Mbak. Rara lagi mikir dulu," kata Aludra. Beberapa detik terdiam, dia akhirnya menginginkan sesuatu. "Mbak Tita.""Ya Non?""Ambilin garam dong, Rara lagi pengen garam. Pake piring kecil aja ya," pinta Aludra yang berhasil membuat Tita melongo."Ga-garam, Non?" tanya Tita memastikan—takut jika yang baru saja dia dengar salah. Namun, Alud
"Ini hasilnya, Damar. Kamu seneng apa sedih?"Damar menatap seksama testpack yang ditunjukan Aludra. Bukan testpack digital, dia membeli testpack biasa yang menunjukkan garis sebagai hasil."Ra.""Damar." Aludra yang cengeng, sudah berkaca-kaca, sementara Damar perlahan mengangkat tangan kanannya lalu mengambil alat tes kehamilan itu untuk memastikan jika penglihatannya tak salah dan ternyata memang benar.Dilihat dari jarak yang dekat, garis pada testpack tersebut terlihat sangat jelas. Tak hanya satu, ada dua garis berwarna merah di sana yang menandakan Aludra memang benar-benar hamil.Aludra mengandung seorang bayi, dan bayi tersebut tentunya buah cinta dia dengan Arka yang sudah cukup lama diharapkan kehadirannya."Ra, dugaanku bener, kamu emang hamil," ucap Damar pelan dan Aludra mengangguk sebagai jawaban."Iya, Damar. Aku hamil, dan bayi di perut aku anak Mas Arka," ucap Aludra. Antara senang dan sedih, itulah yang dia rasakan sekarang."Congrats, Ra," ucap Damar yang langsung
***"Awas ya, nanti siang pokoknya ke sini lagi. Jangan sampe enggak.""Iya Lula, kamu bawel banget ya."Pukul sembilan—setelah tadi pagi sekali Aurora dan Dewa datang, keduanya berpamitan. Bukan untuk pulang, Aurora dan Dewa keluar untuk menemui rekan bisnis Dewa yang kebetulan berada di Bandung.Siang nanti—sesuai permintaan Alula, rencananya mereka akan kembali datang untuk makan siang bersama, karena Arka pun akan mengundang Amanda juga Dirga untuk datang."Ya udah, mama hati-hati," kata Alula."Papa enggak?" Dewa cemburu.Alula tersenyum. "Iya, Papa juga," ucapnya.Setelah Dewa dan Aurora menaikki tangga menuju mobil mereka yang terparkir di atas, Alula segera menutup pintu dan di waktu yang bersamaan dia teringat sesuatu."Mas Arka," gumam Alula. Mempercepat langkahnya, Alula berjalan menuju tangga lalu naik ke atas untuk menemui Arka yang kebetulan sedang berada di balkon atas bagian belakang rumahnya untuk mengerjakan pekerjaan kantor.Setelah semalam pulang dadakan dan sampai
***"Atas nama Bu Aludra?""Saya, dokter.""Mari ikut saya, hasilnya sudah keluar.""Iya, dokter."Mendapat panggilan dari dokter kandungan setelah hampir setengah jam menunggu hasil, Aludra menatap Damar dengan raut wajah yang tegang."Damar aku tegang," kata Aludra. "Gimana kalau hasil tesnya negatid dan ternyata aku enggak hamil?""Enggak mungkin, Ra. Tadi kan pas pake testpack di sini garisnya sama dua, masa negatif?" tanya Damar."Ya kali aja tespacknya error.""Kaya otak kamu?""Ih kamu!"Damar terkekeh lalu beranjak dari kursi panjang yang sejak tadi dia duduki. Mengulurkan tangan, dia membantu Aludra untuk bangu. "Ayo, kita butuh hasil itu buat yakinin Arka," ucapnya."Bismillah ya," kata Aludra ketika tangannya meraih uluran tangan Damar lalu beranjak dan setelah itu dia juga Damar melangkah menuju ruangan dokter Friska—obgyn yang menangani Aludra. "Menjelang siang dokter."Dokter Friska yang baru saja membuka hasil pemeriksaan Aludra lantas mendongak lalu mengukir senyumanny
***"Gak bosen kamu diemin aku, Mas?"Arka tak mengindahkan pertanyaan Alula karena kini dia hanya fokus pada koran yang sedang dia baca, sementara sejak tadi Alula sibuk memasak dengan Bi Minah untuk makan siang keluarga karena memang jam sudah menunjukkan pukul setengah dua belas dan makan siang akan digelar pukul dua belas nanti.Sejak kejadian tak mengenakkan tadi bersama Aksa, untuk yang kesekian kalinya Arka memang mendiamkan Alula. Dia memang harus mencintai istrinya, tapi Arka pun tak suka ketika Aksa—kakak yang paling dia sayang juga hormati diperlakukan tak baik oleh Alula."Mas, kamu denger aku ngomong enggak sih?" tanya Alula kesal ketika pertanyaannya tak dijawab dan dirinya yang berdiri di samping Arka pun diabaikan oleh pria itu. "Punya mulut enggak? Jawab dong."Arka memutar bola matanya malas lalu melipat koran yang sejak tadi dia baca. Masih dengan raut wajah kesal, dia memandang Alula yang berdiri di dekatnya. "Punya sopan santun enggak?" tanyanya. "Bisa sopan sedik
***"Jadi, apa yang mau kalian bicarakan?"Raut wajah Dewa nampak serius kali ini ketika menanyakan hal tersebut. Suasana tak lagi ramai, semua orang berkumpul di ruang tengah lantai atas rumah Arka.Dewa dan Dirga duduk di sofa single, Aurora duduk bersama Alula dan Arka, sedangkan Amanda duduk bersama Aludra yang sejak tadi tak mau melepaskan pegangan tangannya dari Damar.Aludra tak berani berbicara, Damarlah yang akan mengungkapkan semuanya hari ini. Dia akan membongkar pertukaran peran Alula dan Aludda selama ini di depan keluarga Arka dan Aludra."Ada yang mau Damar tunjukkin, ini khusus buat Arka," kata Damar."Damar kamu enggak usah macam-macam deh," ucap Alula. "Kita di sini mau makan siang lho, ganggu aja."Alula jelas gelisah. Demi apapun dia takut jika yang akan dibicarakan Damar adalah tentang dirinya dan Aludra yang selama ini bertukar peran untuk menjadi istri Arka."Enggak akan lama kok, Lu. Tenang aja," kata Damar. Dia kemudian merogoh selembar kertas yang dilipat da
***Aludra dan Alula bertukar peran.Tak ada lagi kabar paling mengejutkan selain pernyataan yang baru saja dilontarkan Damar di depan semua orang yang ada di ruang tengah.Baik itu Aurora dan Dewa, Amanda juga Dirga, lalu tentu saja Arka. Semuanya dibuat termangu dengan ucapan pria itu karena tentu saja semua itu cukup tak masuk akal."Di depan penghulu kamu memang menikahi Alula, Ar, tapi perempuan yang duduk di samping kamu bahkan menemani kamu selama empat bulan bukan dia, tapi Aludra."Seolah mempertegas pernyataan awalnya, Damar kembali menjelaskan lebih detail apa yang sudah terjadi selama ini karena meskipun dia tak datang saat pernikahan, Aludra sudah menjelaskan semuanya secara detail."Jadi maksud kamu, yang selama ini sama saya itu, Aludra? Bukan Alula?" tanya Arka memastikan dan Damar langsung mengangguk sebagai jawaban."Iya selama ini yang bersama kamu itu Aludra.""Lu." Arka mengalihkan perhatiannya pada Alula yang kini tak bisa berbuat apa-apa lagi sementara hatinya s