"Ini hasilnya, Damar. Kamu seneng apa sedih?"Damar menatap seksama testpack yang ditunjukan Aludra. Bukan testpack digital, dia membeli testpack biasa yang menunjukkan garis sebagai hasil."Ra.""Damar." Aludra yang cengeng, sudah berkaca-kaca, sementara Damar perlahan mengangkat tangan kanannya lalu mengambil alat tes kehamilan itu untuk memastikan jika penglihatannya tak salah dan ternyata memang benar.Dilihat dari jarak yang dekat, garis pada testpack tersebut terlihat sangat jelas. Tak hanya satu, ada dua garis berwarna merah di sana yang menandakan Aludra memang benar-benar hamil.Aludra mengandung seorang bayi, dan bayi tersebut tentunya buah cinta dia dengan Arka yang sudah cukup lama diharapkan kehadirannya."Ra, dugaanku bener, kamu emang hamil," ucap Damar pelan dan Aludra mengangguk sebagai jawaban."Iya, Damar. Aku hamil, dan bayi di perut aku anak Mas Arka," ucap Aludra. Antara senang dan sedih, itulah yang dia rasakan sekarang."Congrats, Ra," ucap Damar yang langsung
***"Awas ya, nanti siang pokoknya ke sini lagi. Jangan sampe enggak.""Iya Lula, kamu bawel banget ya."Pukul sembilan—setelah tadi pagi sekali Aurora dan Dewa datang, keduanya berpamitan. Bukan untuk pulang, Aurora dan Dewa keluar untuk menemui rekan bisnis Dewa yang kebetulan berada di Bandung.Siang nanti—sesuai permintaan Alula, rencananya mereka akan kembali datang untuk makan siang bersama, karena Arka pun akan mengundang Amanda juga Dirga untuk datang."Ya udah, mama hati-hati," kata Alula."Papa enggak?" Dewa cemburu.Alula tersenyum. "Iya, Papa juga," ucapnya.Setelah Dewa dan Aurora menaikki tangga menuju mobil mereka yang terparkir di atas, Alula segera menutup pintu dan di waktu yang bersamaan dia teringat sesuatu."Mas Arka," gumam Alula. Mempercepat langkahnya, Alula berjalan menuju tangga lalu naik ke atas untuk menemui Arka yang kebetulan sedang berada di balkon atas bagian belakang rumahnya untuk mengerjakan pekerjaan kantor.Setelah semalam pulang dadakan dan sampai
***"Atas nama Bu Aludra?""Saya, dokter.""Mari ikut saya, hasilnya sudah keluar.""Iya, dokter."Mendapat panggilan dari dokter kandungan setelah hampir setengah jam menunggu hasil, Aludra menatap Damar dengan raut wajah yang tegang."Damar aku tegang," kata Aludra. "Gimana kalau hasil tesnya negatid dan ternyata aku enggak hamil?""Enggak mungkin, Ra. Tadi kan pas pake testpack di sini garisnya sama dua, masa negatif?" tanya Damar."Ya kali aja tespacknya error.""Kaya otak kamu?""Ih kamu!"Damar terkekeh lalu beranjak dari kursi panjang yang sejak tadi dia duduki. Mengulurkan tangan, dia membantu Aludra untuk bangu. "Ayo, kita butuh hasil itu buat yakinin Arka," ucapnya."Bismillah ya," kata Aludra ketika tangannya meraih uluran tangan Damar lalu beranjak dan setelah itu dia juga Damar melangkah menuju ruangan dokter Friska—obgyn yang menangani Aludra. "Menjelang siang dokter."Dokter Friska yang baru saja membuka hasil pemeriksaan Aludra lantas mendongak lalu mengukir senyumanny
***"Gak bosen kamu diemin aku, Mas?"Arka tak mengindahkan pertanyaan Alula karena kini dia hanya fokus pada koran yang sedang dia baca, sementara sejak tadi Alula sibuk memasak dengan Bi Minah untuk makan siang keluarga karena memang jam sudah menunjukkan pukul setengah dua belas dan makan siang akan digelar pukul dua belas nanti.Sejak kejadian tak mengenakkan tadi bersama Aksa, untuk yang kesekian kalinya Arka memang mendiamkan Alula. Dia memang harus mencintai istrinya, tapi Arka pun tak suka ketika Aksa—kakak yang paling dia sayang juga hormati diperlakukan tak baik oleh Alula."Mas, kamu denger aku ngomong enggak sih?" tanya Alula kesal ketika pertanyaannya tak dijawab dan dirinya yang berdiri di samping Arka pun diabaikan oleh pria itu. "Punya mulut enggak? Jawab dong."Arka memutar bola matanya malas lalu melipat koran yang sejak tadi dia baca. Masih dengan raut wajah kesal, dia memandang Alula yang berdiri di dekatnya. "Punya sopan santun enggak?" tanyanya. "Bisa sopan sedik
***"Jadi, apa yang mau kalian bicarakan?"Raut wajah Dewa nampak serius kali ini ketika menanyakan hal tersebut. Suasana tak lagi ramai, semua orang berkumpul di ruang tengah lantai atas rumah Arka.Dewa dan Dirga duduk di sofa single, Aurora duduk bersama Alula dan Arka, sedangkan Amanda duduk bersama Aludra yang sejak tadi tak mau melepaskan pegangan tangannya dari Damar.Aludra tak berani berbicara, Damarlah yang akan mengungkapkan semuanya hari ini. Dia akan membongkar pertukaran peran Alula dan Aludda selama ini di depan keluarga Arka dan Aludra."Ada yang mau Damar tunjukkin, ini khusus buat Arka," kata Damar."Damar kamu enggak usah macam-macam deh," ucap Alula. "Kita di sini mau makan siang lho, ganggu aja."Alula jelas gelisah. Demi apapun dia takut jika yang akan dibicarakan Damar adalah tentang dirinya dan Aludra yang selama ini bertukar peran untuk menjadi istri Arka."Enggak akan lama kok, Lu. Tenang aja," kata Damar. Dia kemudian merogoh selembar kertas yang dilipat da
***Aludra dan Alula bertukar peran.Tak ada lagi kabar paling mengejutkan selain pernyataan yang baru saja dilontarkan Damar di depan semua orang yang ada di ruang tengah.Baik itu Aurora dan Dewa, Amanda juga Dirga, lalu tentu saja Arka. Semuanya dibuat termangu dengan ucapan pria itu karena tentu saja semua itu cukup tak masuk akal."Di depan penghulu kamu memang menikahi Alula, Ar, tapi perempuan yang duduk di samping kamu bahkan menemani kamu selama empat bulan bukan dia, tapi Aludra."Seolah mempertegas pernyataan awalnya, Damar kembali menjelaskan lebih detail apa yang sudah terjadi selama ini karena meskipun dia tak datang saat pernikahan, Aludra sudah menjelaskan semuanya secara detail."Jadi maksud kamu, yang selama ini sama saya itu, Aludra? Bukan Alula?" tanya Arka memastikan dan Damar langsung mengangguk sebagai jawaban."Iya selama ini yang bersama kamu itu Aludra.""Lu." Arka mengalihkan perhatiannya pada Alula yang kini tak bisa berbuat apa-apa lagi sementara hatinya s
***"Bagaimana keadaan anak saya, dokter?"Menunggu selama hampir lima belas menit, perhatian semua orang di depan IGD langsung tertuju pada dokter yang baru saja menangani Aludra.Mengalami pendarahan, Aludra pingsan di perjalanan ketika dibawa ke rumah sakit dan tentu saja semua orang kini mengkhawatirkan keadaan Aludra juga bayi yang ada di dalam perutnya."Ibu dan bayinya baik-baik saja, kan?" Setelah Aurora, pertanyaan bernada sama juga dilontarkan Amanda yang tentu saja ikut panik.Meskipun marah karena dibohongi, tetap saja Amanda peduli pada Aludra karena bagaimanapun juga sekarang dia mengandung cucunya.Apalagi dia tahu jika bayi yang sekarang dikandung Aludra tak hanya satu, tapi dua sekaligus."Ibunya baik-baik saja," ucap dokter tersebut."Bayinya?" tanya Amanda."Alhamdulillah bayinya juga baik-baik saja," ucap sang dokter yang langsung disambut helaan napas lega dari semua orang yang ada di sana."Ya Allah, syukurlah," kata Amanda lagi."Bisa dijenguk sekarang, dokter?"
***"Ah, Ya Allah. Apa yang sudah aku lakukan?"Di tengah semilir angin sore yang berhembus cukup kencang, Arka duduk termangu di atas sebuah batu besar pada ketinggian seribu dua ratus meter di atas permukaan laut.Cukup tinggi memang. Namun, nyatanya Arka tak peduli. Dia ingin menenangkan hati dan pikirannya sekarang setelah sebuah fakta mengejutkan terkuak.Punya kepribadian berbeda dengan Aksa yang selalu melampiaskan amarahnya lewat emosi, Arka memilih untuk menyendiri sebagai self healing.Tebing keraton. Tak pergi terlalu jauh, Arka memilih tebing keraton untuk tempatnya memikirkan dan mencerna semuanya.Ditemani sunset, perlahan emosi yang memuncak mulai sedikit tenang dan kini Arka sudah mulai memikirkan jalan keluar terbaik untuk hubungan segitiga dia, Aludra, dan Alula.Demi apapun, Arka merasa jijik dengan dirinya sendiri sekarang karena secara tak langsung dia sudah melakukan hubungan terlarang dengan Aludra yang tak memiliki ikatan apapun dengannya.Padahal, sejak dulu A
*** "Semangat, Sayang. Jangan tegang ya." Menunggu sekitar satu jam setelah sampai di rumah sakit, Aludra akhirnya siap masuk ruang operasi untuk melahirkan putri kecilnya. Tak didampingi Aurora, yang datang ke rumah sakit hanya Dewa karena memang sang istri tak bisa pergi setelah kedua cucunya sigap menghadang agar sang Oma tak bisa ke mana-mana. Namun, tentu saja Aurora berjanji akan datang setelah Regan maupun Raiden berhasil dia tidurkan. Untuk Amanda dan Dirga, kedua orang tua Arka juga sedang dalam perjalanan setelah ditelepon oleh sang putra setengah jam lalu. "Doain ya, Pa." "Pasti, Ra," kata Dewa. Seumur hidup Aludra, ini adalah kali ketiga dia masuk ruang operasi. Pertama saat melahirkan Regan dan Raiden, kedua ketika mendapatkan donor dari Alula dan ketiga, sekarang—ketika dia akan melahirkan putri ketiganya. Sensasinya masih sama. Ruang operasi di setiap rumah sakit masih terasa dingin dan mungkin sedikit menyeramkan. "Kita mulai sekarang ya, Bu." "Iya, dokter."
***"Aku takut."Aludra yang sejak tadi duduk bersandar sambil mengelus perutnya seketika menoleh ketika Arka yang sejak tadi fokus mengemudi tiba-tiba saja berucap demikian."Takut apa?" tanya Aludra.Arka menoleh sekilas. "Takut kamu lahiran di jalan," ucapnya. "Usia kehamilan kamu tuh udah tiga puluh tujuh minggu, Ra. Duh ngeri kan kalau lahiran di jalan.""Ck, lebay," celetuk Aludra. "Dokter Ellina kan bilang kalau HPL aku dua minggu lagi, Mas. Santai aja kali.""Kan bisa maju.""Ya jangan maju," kata Aludra. Dia kemudian mengusap lagi perutnya yang buncit. "Jangan lahir dulu ya, Sayang. Mama mau nengok aunty dulu.""Iya Mama," ucap Arka.Hari ini, Aludra memang mengajak Arka ke Karawang untuk mengunjungi makam Alula. Tak membawa anak-anak, seperti biasa Aludra menitipkan Regan dan Raiden bersama Aurora juga Dewa yang sudah berkunjung lebih dulu kemarin ke makam Alula.Kemarin, terhitung delapan belas bulan sudah Alula pergi menghadap Sang Pencipta dan Aludra masih merasa semuany
***"Mas Arka buruan ih! Kok lama!"Sekali lagi Aludra yang sejak tadi menunggu di sofa dekat tangga berteriak memanggil Arka yang tak kunjung turun. Padahal, sudah hampir sepuluh menit dia menunggu suaminya turun."Iya sayang, iya. Sebentar," sahut Arka. Memakai pakaian santai, pria itu turun dengan sedikit tergesa-gesa di tangga. "Enggak sabaran banget kamu tuh ya.""Bawaan bayi," celetuk Aludra sambil mengusap perutnya yang buncit. Minggu ini terhitung tiga puluh minggu sudah usia kandungan Aludra."Ck, alasan aja.""Emang kenyataannya gitu.""Regan sama Raiden mana?""Ke mall sama Papa dan Mama.""Beneran jadi anak Oma sama Opa ya mereka tuh," kata Arka."Ya begitulah."Sejak hamil, itensitas Aludra mengasuh anak-anak memang berkurang karena Raiden dan Regan lebih sering dipegang oleh Aurora.Selain sudah tak asi lagi, Aludra juga tak boleh kelelahan selama hamil, sementara Regan dan Raiden yang sudah genap berusia dua tahun semakin lama semakin aktif."Ya udah kita berangkat seka
***"Ini kamu seriusan mau lahiran enggak sih?"Melihat sang istri yang nampak begitu tenang menghadapi proses kontraksi, pertanyaan tersebut akhirnya dilontarkan Damar yang sejak tadi setia duduk di samping Arsya.Kehamilannya sudah mencapai tiga puluh delapan minggu, sore tadi Arsya mengalami sedikit pendarahan. Segera dibawa menuju rumah sakit, dokte kandungan lain yang selama ini menangani Arsya mengatakan jika perempuan itu sudah mengalami bukaan.Ketika datang, Arsya baru mengalami bukaan dua dan sekarang setelah tiga jam berlalu—tepatnya pukul delapan, bukaan tersebut baru sampai ke angka lima.Masih ada lima lagi angka yang harus dilewati Arsya sebelum bukaan lengkap dan bayi yang selama ini dia kandung bisa lahir ke dunia."Emang kenapa?" Arsya yang sejak tadi sibuk mengatur napas sambil menikmati gelombang cinta yang cukup luar biasa, lantas mendongak dan menatap suaminya itu. "Tenang banget," celetuk Damar. "Di film-film tuh yang aku lihat, cewek mau lahiran itu biasanya n
***"Ini seriusan enggak nyadar apa gimana?"Aludra dan Arka mengernyit tak paham sambil memandang Arsya setelah pertanyaan tersebut dilontarkan perempuan tersebut."Maksudnya?" tanya Aludra."Enggak sadar apa?" tanya Arka."Nih." Arsya menunjukkan testpack yang beberapa menit lalu dipakai Aludra. Bukan testpack biasa, testpack yang dipakai adalah testpack digital yang bisa langsung menunjukkan usia kehamilan seorang ibu karena memang saat ini Aludra sedang mengandung."Ten weeks pregnant," gumam Aludra-mengeja tulisan pada testpack lalu Arka yang ikut membaca, spontan menerjemahkan."Hamil sepuluh minggu," ucap Arka.Untuk beberapa detik, sepasang suami istri tersebut bisa dibilang nge-bug, karena setelah membaca testpack baik Aludra maupun Arka saling diam."Kok pada diem sih?" tanya Arsya."Jadi maksudnya aku hamil?" tanya Aludra."Yes, Ra. Kamu hamil," kata Arsya. "Udah sepuluh minggu malah kehamilan kamu tuh.""Kok bisa?" tanya Arka. "Aludra kan baru telat datang bulan dua bulan
***"Mas mandinya udah belum, aku udah siapin sarapan tuh. Katanya mau meeting sama Papa?"Masuk ke kamar, pertanyaan tersebut dilontarkan Aludra pada Arka ketika suaminya itu tak terlihat di dalam kamar."Mas!""Di wc, Ra!" teriak Arka—membuat Aludra seketika terkekeh karenanya."Oh lagi nabung, oke. Aku tunggu," kata Aludra. Melangkah masuk, dia duduk di pinggir kasur lalu merentangkan tubuhnya di sana.Tak lama berselang, Aludra menoleh ketika pintu kamar mandi terbuka—menampakkan Arka yang sudah rapi dengan pakaian kantornya seperti biasa.Hampir setahun setelah kepindahannya ke Jakarta secara resmi, Arka tak lagi memegang jabatan manajer di perusahaan Dewa karena sang mertua memercayakan posisi CEO pada menantunya itu.Dan tentu saja jabatan yang dipegang Arka sekarang membuat pekerjaannya lebih sibuk dari biasa."Sakit perut aku tuh," kata Arka sambil melangkahkan kakinya mendekati Aludra yang langsung beringsut ketika Arka duduk di sampingnya."Mas. Kok kamu bau?" tanya Aludra—
***"Diem terus daritadi. Bisu ya?"Anindira menoleh ke arah Alister ketika pertanyaan tersebut dilontarkan pria itu padanya tepat setelah mereka selesai berbelanja di salah satu super market besar di kota Bandung."Enggak penting," ketus Anindira. Mendorong troli berisi belanjaan, dia berjalan menuju bagasi mobil Alister yang terparkir di bagian depan. Tanpa meminta bantuan, Anindira dengan mudah membuka bagasi lalu memasukkan beberapa kresek ke sana.Sementara Alister justru tersenyum sambil bersandar pada bagian samping mobil dengan kedua tangan yang berada di dada."Samson banget kamu tuh ya," celetuk Alister. "Penampilan anggun, tapi tenaga kaya kuli pasar.""Pulang," kata Anindira yang langsung berjalan ke sisi kiri mobil lalu masuk dan duduk di samping kursi kemudi.Sebenarnya Anindira ingin duduk di kursi belakang. Namun, sial. Semua itu tak bisa dia lakukan karena jok belakang dipenuhi beberapa pasang pakaian juga sepatu Alister yang katanya akan dipakai syuting besok pagi d
***"Akhirnya selesai juga.""Capek ya?"Damar yang baru saja menghempaskan tubuhnya ke kasur seketika menoleh—memandang Arsya yang sudah santai dengan celana joger juga sweater rajut.Rangkaian acara pernikahan—mulai dari akad hingga resepsi yang digelar hari ini akhirnya selesai, keluarga Damar dan Arsya memang menginap di salah satu vila mewah di Bandung agar privasi mereka terjaga.Rencananya besok, Damar dan Arsya pulang dari Bandung menuju bandara Soekarno hatta untuk langsung pergi berbulan madu menuju Maldives selama seminggu."Banget," kata Damar. "Gempor rasanya kaki aku berdiri berjam-jam nyalamin tamu."Arsya tersenyum lalu duduk di samping Damar. Tanpa aba-aba, dia langsung meraih lengan suaminya itu untuk memberikan sebuah pijatan."Kamu ngapain?" tanya Damar speecles. Menikahi Arsya memang rasanya seperti mimpi bagi dirinya.Selain umur Arsya yang tiga tahun lebih tua dari Damar, selama masa pacaran keduanya pun tak jarang terlibat cekcok karena perbedaan pendapat yang
***"Kok tegang ya, Ar?"Arka yang duduk tak jauh dari Damar mengukir senyuman tipis ketika ungkapan itu kembali terlontar dari mulut sahabat istrinya tersebut.Menempuh perjalanan dua jam, rombongan keluarga mempelai pria sampai di lokasi pernikahan. Tak mau membuang-buang waktu, akad nikah akan segera dilaksanakan sebelum hari menjelang siang."Bismillah," kata Arka mengingatkan."Udah, tapi tetap aja tegang," kata Damar."Tarik napas, hembuskan napas terakhir," celetuk Arka asal."Oh ok ... eh apa barusan? Hembuskan napas terakhir? Mati dong, Ar.""Bercanda.""Lagi tegang malah dibercandain.""Ya udah sih, rileks aja.""Mempelai perempuan memasuki area akad nikah."Arka dan Damar menghentikan obrolan mereka setelah suara sang pembawa acara terdengar dari pengeras suara—disusul suara gamelan yang mengiring kedatangan Arsya bersama Aludra juga Anindira.Memakai adat sunda, perempuan berwajah blasteran itu nampak cantik dengan siger juga kebaya putih yang dia pakai.Manglingi. Begitu