***"Atas nama Bu Aludra?""Saya, dokter.""Mari ikut saya, hasilnya sudah keluar.""Iya, dokter."Mendapat panggilan dari dokter kandungan setelah hampir setengah jam menunggu hasil, Aludra menatap Damar dengan raut wajah yang tegang."Damar aku tegang," kata Aludra. "Gimana kalau hasil tesnya negatid dan ternyata aku enggak hamil?""Enggak mungkin, Ra. Tadi kan pas pake testpack di sini garisnya sama dua, masa negatif?" tanya Damar."Ya kali aja tespacknya error.""Kaya otak kamu?""Ih kamu!"Damar terkekeh lalu beranjak dari kursi panjang yang sejak tadi dia duduki. Mengulurkan tangan, dia membantu Aludra untuk bangu. "Ayo, kita butuh hasil itu buat yakinin Arka," ucapnya."Bismillah ya," kata Aludra ketika tangannya meraih uluran tangan Damar lalu beranjak dan setelah itu dia juga Damar melangkah menuju ruangan dokter Friska—obgyn yang menangani Aludra. "Menjelang siang dokter."Dokter Friska yang baru saja membuka hasil pemeriksaan Aludra lantas mendongak lalu mengukir senyumanny
***"Gak bosen kamu diemin aku, Mas?"Arka tak mengindahkan pertanyaan Alula karena kini dia hanya fokus pada koran yang sedang dia baca, sementara sejak tadi Alula sibuk memasak dengan Bi Minah untuk makan siang keluarga karena memang jam sudah menunjukkan pukul setengah dua belas dan makan siang akan digelar pukul dua belas nanti.Sejak kejadian tak mengenakkan tadi bersama Aksa, untuk yang kesekian kalinya Arka memang mendiamkan Alula. Dia memang harus mencintai istrinya, tapi Arka pun tak suka ketika Aksa—kakak yang paling dia sayang juga hormati diperlakukan tak baik oleh Alula."Mas, kamu denger aku ngomong enggak sih?" tanya Alula kesal ketika pertanyaannya tak dijawab dan dirinya yang berdiri di samping Arka pun diabaikan oleh pria itu. "Punya mulut enggak? Jawab dong."Arka memutar bola matanya malas lalu melipat koran yang sejak tadi dia baca. Masih dengan raut wajah kesal, dia memandang Alula yang berdiri di dekatnya. "Punya sopan santun enggak?" tanyanya. "Bisa sopan sedik
***"Jadi, apa yang mau kalian bicarakan?"Raut wajah Dewa nampak serius kali ini ketika menanyakan hal tersebut. Suasana tak lagi ramai, semua orang berkumpul di ruang tengah lantai atas rumah Arka.Dewa dan Dirga duduk di sofa single, Aurora duduk bersama Alula dan Arka, sedangkan Amanda duduk bersama Aludra yang sejak tadi tak mau melepaskan pegangan tangannya dari Damar.Aludra tak berani berbicara, Damarlah yang akan mengungkapkan semuanya hari ini. Dia akan membongkar pertukaran peran Alula dan Aludda selama ini di depan keluarga Arka dan Aludra."Ada yang mau Damar tunjukkin, ini khusus buat Arka," kata Damar."Damar kamu enggak usah macam-macam deh," ucap Alula. "Kita di sini mau makan siang lho, ganggu aja."Alula jelas gelisah. Demi apapun dia takut jika yang akan dibicarakan Damar adalah tentang dirinya dan Aludra yang selama ini bertukar peran untuk menjadi istri Arka."Enggak akan lama kok, Lu. Tenang aja," kata Damar. Dia kemudian merogoh selembar kertas yang dilipat da
***Aludra dan Alula bertukar peran.Tak ada lagi kabar paling mengejutkan selain pernyataan yang baru saja dilontarkan Damar di depan semua orang yang ada di ruang tengah.Baik itu Aurora dan Dewa, Amanda juga Dirga, lalu tentu saja Arka. Semuanya dibuat termangu dengan ucapan pria itu karena tentu saja semua itu cukup tak masuk akal."Di depan penghulu kamu memang menikahi Alula, Ar, tapi perempuan yang duduk di samping kamu bahkan menemani kamu selama empat bulan bukan dia, tapi Aludra."Seolah mempertegas pernyataan awalnya, Damar kembali menjelaskan lebih detail apa yang sudah terjadi selama ini karena meskipun dia tak datang saat pernikahan, Aludra sudah menjelaskan semuanya secara detail."Jadi maksud kamu, yang selama ini sama saya itu, Aludra? Bukan Alula?" tanya Arka memastikan dan Damar langsung mengangguk sebagai jawaban."Iya selama ini yang bersama kamu itu Aludra.""Lu." Arka mengalihkan perhatiannya pada Alula yang kini tak bisa berbuat apa-apa lagi sementara hatinya s
***"Bagaimana keadaan anak saya, dokter?"Menunggu selama hampir lima belas menit, perhatian semua orang di depan IGD langsung tertuju pada dokter yang baru saja menangani Aludra.Mengalami pendarahan, Aludra pingsan di perjalanan ketika dibawa ke rumah sakit dan tentu saja semua orang kini mengkhawatirkan keadaan Aludra juga bayi yang ada di dalam perutnya."Ibu dan bayinya baik-baik saja, kan?" Setelah Aurora, pertanyaan bernada sama juga dilontarkan Amanda yang tentu saja ikut panik.Meskipun marah karena dibohongi, tetap saja Amanda peduli pada Aludra karena bagaimanapun juga sekarang dia mengandung cucunya.Apalagi dia tahu jika bayi yang sekarang dikandung Aludra tak hanya satu, tapi dua sekaligus."Ibunya baik-baik saja," ucap dokter tersebut."Bayinya?" tanya Amanda."Alhamdulillah bayinya juga baik-baik saja," ucap sang dokter yang langsung disambut helaan napas lega dari semua orang yang ada di sana."Ya Allah, syukurlah," kata Amanda lagi."Bisa dijenguk sekarang, dokter?"
***"Ah, Ya Allah. Apa yang sudah aku lakukan?"Di tengah semilir angin sore yang berhembus cukup kencang, Arka duduk termangu di atas sebuah batu besar pada ketinggian seribu dua ratus meter di atas permukaan laut.Cukup tinggi memang. Namun, nyatanya Arka tak peduli. Dia ingin menenangkan hati dan pikirannya sekarang setelah sebuah fakta mengejutkan terkuak.Punya kepribadian berbeda dengan Aksa yang selalu melampiaskan amarahnya lewat emosi, Arka memilih untuk menyendiri sebagai self healing.Tebing keraton. Tak pergi terlalu jauh, Arka memilih tebing keraton untuk tempatnya memikirkan dan mencerna semuanya.Ditemani sunset, perlahan emosi yang memuncak mulai sedikit tenang dan kini Arka sudah mulai memikirkan jalan keluar terbaik untuk hubungan segitiga dia, Aludra, dan Alula.Demi apapun, Arka merasa jijik dengan dirinya sendiri sekarang karena secara tak langsung dia sudah melakukan hubungan terlarang dengan Aludra yang tak memiliki ikatan apapun dengannya.Padahal, sejak dulu A
***"Pesanan datang!"Aludra yang sejak tadi duduk sambil menonton televisi seketika langsung menoleh ketika Damar akhirnya kembali setelah berpamitan untuk membelikan apa yang diinginkan Aludra.Kondisinya membaik, Aludra mulai menginginkan sesuatu lagi dan malam ini makanan yang dia dambakan adalah bakso dengan kuah bening juga seledri yang banyak.Tak mau bakso besar, Aludra meminta Damar untuk membelikannya bakso kecil saja."Damar." Aludra tersenyum senang ketika Damar melangkahkan kakinya mendekat dan tentu saja aroma bakso langsung menguar—memenuhi seisi ruang rawat.Aurora dan Dewa pergi ke rumah Arka, juga Alula yang sore tadi dibawa paksa pulang oleh supir membuat Aludra dan Damar hanya berdua saja di rumah sakit setelah pukul setengah tujuh tadi Aksa yang datang menjenguk juga berpamitan untuk pulang."Aku beli bakso yang paling enak buat kamu," kata Damar sambil mengeluarkan bakso dari kresek putih yang dia bawah. Tak memakai plastok, bakso tersebut dikemas dalam sebuah ko
***"Teh."Arka yang sejak tadi duduk bersandar pada kursi seketika menoleh ketika sebuah tangan menyodorkan secangkir teh dan menyimpannya di atas meja.Dewa dan Aurora kembali ke rumah sakit, Arka memutuskan untuk menikmati malam sambil duduk di balkon lantai dua rumahnya yang ada di bagian belakang.Setelah mengambil dua keputusan untuk dua perempuan yang berbeda, Arka butuh ketenangan karena entah kenapa dia merasa ada yang mengganjal di hatinya.Menikmati embusan angin malam yang menusuk kulitnya, Arka termenung untuk kembali memikirkan semuanya—takut jika malam ini ternyata dia salah mengambil keputusan."Pa," panggil Arka singkat pada Dirga yang kini berinisiatif duduk di samping sang putra. "Belum tidur?"Dirga tersenyum tipis. "Tidur? Masih siang, Ar. Ini bahkan belum jam delapan malam," ucapnya kemudian."Oh ya?""Iya," kata Dirga."Arka pikir udah malam," kata Arka yang kembali memfokuskan pandangannya ke depan, hingga tak lama panggilan Dirga membuatnya kembali menoleh."A