***"Mas, kamu bisa jalan!"Aludra berseru gembira melihat Arka semakin lancar melangkahkan kakinya di atas matras. Tanpa berpegangan pada besi seperti biasa, Arka berjalan cukup jauh. Tak ada lagi sakit, tak ada lagi kaku.Meskipun, jalannya masih terbilang lambat, tapi setidaknya kedua kaki Arka sudah bisa dipakai kembali setelah dua bulan lebih menjalani terapi."Aku bisa jalan, Lu," ucap Arka. Tak kalah bahagia, dia memandang Aludra yang kini berdiri di depannya dengan jarak beberapa meter saja. "Kaki aku bisa jalan lagi, Lu.""Iya, Mas," ucap Aludra. Terlampau bahagia, secara tak sadar Aludra meneteskan air mata—membuat Arka mengerutkan kening karenanya."Lu, kok kamu nangis?""Aku bahagia, Mas," ucap Aludra.Adryab yang duduk di kursi hanya bisa mengukir senyum melihat Aludra. Tahu bagaimana setianya Aludra menemani Arka menjalani terapi selama dua bulan ini, rasanya dia cukup paham kenapa gadis itu menangis."Lu."Berjalan semakin jauh, Arka keluar dari matras lalu menghampiri
***"Ya udah kalau gitu Mama sama Papa pulang dulu ya. Nanti ke sini lagi.""Iya, Ma."Setelah acara makan siang keluarga tadi terlaksana dengan sempurna, Amanda juga Dirga tak langsung pulang karena keduanya diminta Arka maupun Aludra untuk kembali menghabiskan makan malam bersama.Meskipun hanya berempat—minus Aksa juga Ananta yang ternyata sedang menginap di rumah orang tua Ananta, makan bersama hari ini tetap terasa hangat juga membahagiakan karena Arka yang sudah kembali pulih seperti semula."Hati-hati di jalan, Ma," kata Arka."Iya Sayang, kamu semoga cepetan pulih sepenuhnya ya," kata Amanda."Siap.""Papa sama Mama pulang dulu," ucap Dirga. "Kalau mau ke kantor, kabarin dulu Papa.""Jangan ngomongin kantor dulu! Anaknya baru sembuh juga!" tegur Amanda tak suka."Arka sendiri yang pengen masuk kantor." Dirga membela diri lalu menatap sang putra. "Iya kan, Ar?""Iya, Ma. Enggak tau besok atau lusa, Arka masuk kantor lagi. Bosen juga work from home terus," kata Arka."Jangan ma
***"Udah kerjanya, Mas?"Arka yang baru saja menyelesaikan laporannya langsung menutup laptop setelah pertanyaan tersebut diucapkan Aludra.Hari ini adalah hari ketiga Arka kembali masuk kantor setelah dinyatakan pulih dari kelumpuhan yang sempat dia derita dan tentunya sudah tiga hari pula—setiap pukul tiga sore, Aludra datang ke kantor bersama Pak Maman untuk menjemput Arka.Kedua kaki Arka memang sudah normal kembali bahkan semakin hari dia sudah bisa berjalan seperti semula. Namun, tentu saja untuk mengemudi dan membawa mobil sendiri, Aludra belum mengizinkan karena dia masih khawatir dengan suaminya itu dan tentunya sebagai ganti, Aludra dengan senang hati mengantar jemput Arka ke kantor."Udah," jawab Arka sambil meminggirkan laptopnya agar dia bisa melihat jelas wajah Aludra yang sejak tadi berada di depannya. "Bosen ya?""Enggak terlalu sih, cuman udah enggak sabar aja," kata Aludra."Enggak sabar apa?" tanya Arka penasaran, sementara Aludra seketika merengut sambil memeluk k
***"Mah, pangah!""Hah?"Arka mengerutkan keningnya ketika ucapan ambigu itu dilontarkan Aludra disusul potongan sosis yang tiba-tiba saja loncat dari mulut gadis itu lalu mengenai kemeja putihnya."Lu, kok dimuntahin?!" tanya Arka sambil menyingkirkan sosis itu hingga bernasib malang dan tergeletak di bawah."Panas, Mas!" ujar Aludra. "Kok enggak bilang dulu kalau sosisnya panas?!""Ya kamu enggak tanya," ujar Arka. "Lagian kan itu emang dadakan, jadi emang panas. Ditiup dulu dong harusnya.""Ya enggak tau," kata Aludra. "Duh enggak enak.""Apanya?""Lidah aku," kata Aludra."Coba sini lihat.""Apanya?""Lidah kamu," kata Arka. "Sini lihat, kali aja ada yang luka karena sosisnya panas."Aludra menjulurkan lidahnya lalu tanpa ragu ataupun jijik, Arka meneliti lidah gadia itu sambil menyipitkan matanya."Aman, Lu. Enggak apa-apa," kata Arka setelah dia tak melihat luka di lidah Aludra. Setelah itu dia mengambil sebotol air mineral dingin lalu membuka tutupnya dan memberikan air putih
***"Makan.""Apa nih?"Sejak tadi tiduran di sofa ruang tamu sambil menonton televisi, Damar beringsut ketika Alula menyodorkan sebuah mangkuk putih lalu metakannya di meja.Seminggu setelah memergoki Marvel tidur dengan Raina, Alula mulai merasa baik-baik saja dan cuek pada manusia sialan yang kini justru melanjutkan kisah cinta mereka karena ternyata Raina juga Marvel sudah berpacaran di belakang Alula sejak dua minggu lalu.Awalnya Alula akan tetap melanjutkan kuliahnya di London sampai selesai, tapi ternyata dia tak sanggup ketika Raina sengaja mengumbar kemesraannya dengan Marvel.Sebenarnya Marvel masih mencintai Alula, tapi Alula yang kadung kecewa menolak dengan segera pria itu dan pada akhirnya Marvel pasrah bersama Raina yang nyatanya hanya menjadikan dia sebagai objek balas dendam pada Alula."Nora," celetuk Alula sambil duduk di sofa single. "Itu macaroni schotle.""Oh," kata Damar. Sampai dua jam lalu, dia memang masih cukup lelah setelah menempuh perjalanan Jakarta-Lond
***"Daritadi kayanya kamu banyak diem deh? Kenapa? Kaget karena denger Aludra sama Damar mau tunangan?"Aludra yang duduk bersandar pada jok mobil hanya mampu mengukir senyum tipis ketika pertanyaan itu dilontarkan Arka."Enggak juga sih," ucap Aludra. "Aku enggak terlalu kaget."Tentu. Yang dirasakan Aludra sekarang memang bukan kaget, tapi bingung juga penasaran. Siapa yang akan bertunangan dengan Damar nanti? Apakah Alula yang akan tetap menjadi dirinya atau mungkin Aludra sendiri karena nanti Alula kembali pada Arka?Jika bisa meminta nasib, bolehkah Aludra memohon agar Tuhan mengabulkan opsi pertama yang kini melintas di pikirannya? Tapi itu rasanya tak mungkin. Daripada Damar, Alula pasti akan memilih Arka.Ah, kenapa Aludra tak ikhlas jika Alula kembali? Marvel! Kenapa dia harus selingkuh? Kenapa harus berhianat?"Terus kenapa?""Aku cuman tiba-tiba enggak enak badan aja, Mas," kata Aludra. "Pusing aja gitu.""Serius?" Arka yang duduk di samping Aludra, seketika langsung mengu
"Pertanyaan macam apa itu, Lu? Kok konyol banget, hm?"Aludra memandang Arka tanpa mengubah raut wajahnya. Tak senyum juga tak sendu, Aludra terlihat biasa saja seolah pertanyaan yang baru saja dia lontarkan bukan sebuah hal yang serius."Konyol apanya?" tanya Aludra."Ya konyol aja," kata Arka. "Udah deh, momennya udah manis ini, jangan dirusak pake pertanyaan aneh-aneh.""Ya udah," kata Aludra."Ya udah apa?" tanya Arka."Ya udah gas!" ujar Aludra geregetan karena Arka yang selalu menggodanya."Sabar dong, enggak sabaran banget," celetuk Arka. Mengulurkan kedua tangan, dia langsung menarik tubuh Aludra untuk kembali mendekat lagi padanya lalu di detik yang sama Arka yang sudah bertelanjang dada akhirnya berdiri.Sehingga kini posisinya lebih tinggi beberapa sentimeter dari Aludra. "Apapun itu harus ada pemanasan dulu supaya enggak ada yang cedera," ucap Arka. Menunduk, dia mengusap puncak kepala Aludra dengan sangat lembut.Setiap Arka melakukan semua itu, Aludra selalu merasa nya
***"Lagi apa, Lu?"Aludra yang sejak tadi sibuk di dapur, lantas menoleh ketika Arka datang menghampirinya lalu menarik kursi dan duduk di depan meja makan.Beberapa menit lalu, Arka yang baru saja pulang jogging bersama Aludra memang berpamitan untuk mengangkat telepon dari Dirga yang ternyata membicarakan tentang pekerjaan."Lagi buat sarapan," kata Aludra. "Mau tau enggak apa yang aku buat hari ini?""Apa?" tanya Arka.Aludra menoleh lalu tersenyum. "Nasi goreng cinta," ucapnya."Bisa aja kamu," kata Arka. "Emang bahan apa yang kamu masukkin sampe bilang kalau nasi goreng yang kamu buat itu nasi goreng cinta?""Ya karena aku buatnya pake cinta," ujar Aludra."Enggak pake tangan?" tanya Arka."Ya pake dong, Mas," ucap Aludra. Nasi goreng yang dia buat jadi, Aludra mematikan kompor lalu berjalan menghampiri Arka. "Oh ya, tadi Papa telepon ada apa?""Ah iya, aku lupa. Fokus sama kamu aku jadi lupa mau izin nih," kata Arka."Izin apa?" tanya Aludra. "Izin nikah lagi?""Heh kalau ngomo
*** "Semangat, Sayang. Jangan tegang ya." Menunggu sekitar satu jam setelah sampai di rumah sakit, Aludra akhirnya siap masuk ruang operasi untuk melahirkan putri kecilnya. Tak didampingi Aurora, yang datang ke rumah sakit hanya Dewa karena memang sang istri tak bisa pergi setelah kedua cucunya sigap menghadang agar sang Oma tak bisa ke mana-mana. Namun, tentu saja Aurora berjanji akan datang setelah Regan maupun Raiden berhasil dia tidurkan. Untuk Amanda dan Dirga, kedua orang tua Arka juga sedang dalam perjalanan setelah ditelepon oleh sang putra setengah jam lalu. "Doain ya, Pa." "Pasti, Ra," kata Dewa. Seumur hidup Aludra, ini adalah kali ketiga dia masuk ruang operasi. Pertama saat melahirkan Regan dan Raiden, kedua ketika mendapatkan donor dari Alula dan ketiga, sekarang—ketika dia akan melahirkan putri ketiganya. Sensasinya masih sama. Ruang operasi di setiap rumah sakit masih terasa dingin dan mungkin sedikit menyeramkan. "Kita mulai sekarang ya, Bu." "Iya, dokter."
***"Aku takut."Aludra yang sejak tadi duduk bersandar sambil mengelus perutnya seketika menoleh ketika Arka yang sejak tadi fokus mengemudi tiba-tiba saja berucap demikian."Takut apa?" tanya Aludra.Arka menoleh sekilas. "Takut kamu lahiran di jalan," ucapnya. "Usia kehamilan kamu tuh udah tiga puluh tujuh minggu, Ra. Duh ngeri kan kalau lahiran di jalan.""Ck, lebay," celetuk Aludra. "Dokter Ellina kan bilang kalau HPL aku dua minggu lagi, Mas. Santai aja kali.""Kan bisa maju.""Ya jangan maju," kata Aludra. Dia kemudian mengusap lagi perutnya yang buncit. "Jangan lahir dulu ya, Sayang. Mama mau nengok aunty dulu.""Iya Mama," ucap Arka.Hari ini, Aludra memang mengajak Arka ke Karawang untuk mengunjungi makam Alula. Tak membawa anak-anak, seperti biasa Aludra menitipkan Regan dan Raiden bersama Aurora juga Dewa yang sudah berkunjung lebih dulu kemarin ke makam Alula.Kemarin, terhitung delapan belas bulan sudah Alula pergi menghadap Sang Pencipta dan Aludra masih merasa semuany
***"Mas Arka buruan ih! Kok lama!"Sekali lagi Aludra yang sejak tadi menunggu di sofa dekat tangga berteriak memanggil Arka yang tak kunjung turun. Padahal, sudah hampir sepuluh menit dia menunggu suaminya turun."Iya sayang, iya. Sebentar," sahut Arka. Memakai pakaian santai, pria itu turun dengan sedikit tergesa-gesa di tangga. "Enggak sabaran banget kamu tuh ya.""Bawaan bayi," celetuk Aludra sambil mengusap perutnya yang buncit. Minggu ini terhitung tiga puluh minggu sudah usia kandungan Aludra."Ck, alasan aja.""Emang kenyataannya gitu.""Regan sama Raiden mana?""Ke mall sama Papa dan Mama.""Beneran jadi anak Oma sama Opa ya mereka tuh," kata Arka."Ya begitulah."Sejak hamil, itensitas Aludra mengasuh anak-anak memang berkurang karena Raiden dan Regan lebih sering dipegang oleh Aurora.Selain sudah tak asi lagi, Aludra juga tak boleh kelelahan selama hamil, sementara Regan dan Raiden yang sudah genap berusia dua tahun semakin lama semakin aktif."Ya udah kita berangkat seka
***"Ini kamu seriusan mau lahiran enggak sih?"Melihat sang istri yang nampak begitu tenang menghadapi proses kontraksi, pertanyaan tersebut akhirnya dilontarkan Damar yang sejak tadi setia duduk di samping Arsya.Kehamilannya sudah mencapai tiga puluh delapan minggu, sore tadi Arsya mengalami sedikit pendarahan. Segera dibawa menuju rumah sakit, dokte kandungan lain yang selama ini menangani Arsya mengatakan jika perempuan itu sudah mengalami bukaan.Ketika datang, Arsya baru mengalami bukaan dua dan sekarang setelah tiga jam berlalu—tepatnya pukul delapan, bukaan tersebut baru sampai ke angka lima.Masih ada lima lagi angka yang harus dilewati Arsya sebelum bukaan lengkap dan bayi yang selama ini dia kandung bisa lahir ke dunia."Emang kenapa?" Arsya yang sejak tadi sibuk mengatur napas sambil menikmati gelombang cinta yang cukup luar biasa, lantas mendongak dan menatap suaminya itu. "Tenang banget," celetuk Damar. "Di film-film tuh yang aku lihat, cewek mau lahiran itu biasanya n
***"Ini seriusan enggak nyadar apa gimana?"Aludra dan Arka mengernyit tak paham sambil memandang Arsya setelah pertanyaan tersebut dilontarkan perempuan tersebut."Maksudnya?" tanya Aludra."Enggak sadar apa?" tanya Arka."Nih." Arsya menunjukkan testpack yang beberapa menit lalu dipakai Aludra. Bukan testpack biasa, testpack yang dipakai adalah testpack digital yang bisa langsung menunjukkan usia kehamilan seorang ibu karena memang saat ini Aludra sedang mengandung."Ten weeks pregnant," gumam Aludra-mengeja tulisan pada testpack lalu Arka yang ikut membaca, spontan menerjemahkan."Hamil sepuluh minggu," ucap Arka.Untuk beberapa detik, sepasang suami istri tersebut bisa dibilang nge-bug, karena setelah membaca testpack baik Aludra maupun Arka saling diam."Kok pada diem sih?" tanya Arsya."Jadi maksudnya aku hamil?" tanya Aludra."Yes, Ra. Kamu hamil," kata Arsya. "Udah sepuluh minggu malah kehamilan kamu tuh.""Kok bisa?" tanya Arka. "Aludra kan baru telat datang bulan dua bulan
***"Mas mandinya udah belum, aku udah siapin sarapan tuh. Katanya mau meeting sama Papa?"Masuk ke kamar, pertanyaan tersebut dilontarkan Aludra pada Arka ketika suaminya itu tak terlihat di dalam kamar."Mas!""Di wc, Ra!" teriak Arka—membuat Aludra seketika terkekeh karenanya."Oh lagi nabung, oke. Aku tunggu," kata Aludra. Melangkah masuk, dia duduk di pinggir kasur lalu merentangkan tubuhnya di sana.Tak lama berselang, Aludra menoleh ketika pintu kamar mandi terbuka—menampakkan Arka yang sudah rapi dengan pakaian kantornya seperti biasa.Hampir setahun setelah kepindahannya ke Jakarta secara resmi, Arka tak lagi memegang jabatan manajer di perusahaan Dewa karena sang mertua memercayakan posisi CEO pada menantunya itu.Dan tentu saja jabatan yang dipegang Arka sekarang membuat pekerjaannya lebih sibuk dari biasa."Sakit perut aku tuh," kata Arka sambil melangkahkan kakinya mendekati Aludra yang langsung beringsut ketika Arka duduk di sampingnya."Mas. Kok kamu bau?" tanya Aludra—
***"Diem terus daritadi. Bisu ya?"Anindira menoleh ke arah Alister ketika pertanyaan tersebut dilontarkan pria itu padanya tepat setelah mereka selesai berbelanja di salah satu super market besar di kota Bandung."Enggak penting," ketus Anindira. Mendorong troli berisi belanjaan, dia berjalan menuju bagasi mobil Alister yang terparkir di bagian depan. Tanpa meminta bantuan, Anindira dengan mudah membuka bagasi lalu memasukkan beberapa kresek ke sana.Sementara Alister justru tersenyum sambil bersandar pada bagian samping mobil dengan kedua tangan yang berada di dada."Samson banget kamu tuh ya," celetuk Alister. "Penampilan anggun, tapi tenaga kaya kuli pasar.""Pulang," kata Anindira yang langsung berjalan ke sisi kiri mobil lalu masuk dan duduk di samping kursi kemudi.Sebenarnya Anindira ingin duduk di kursi belakang. Namun, sial. Semua itu tak bisa dia lakukan karena jok belakang dipenuhi beberapa pasang pakaian juga sepatu Alister yang katanya akan dipakai syuting besok pagi d
***"Akhirnya selesai juga.""Capek ya?"Damar yang baru saja menghempaskan tubuhnya ke kasur seketika menoleh—memandang Arsya yang sudah santai dengan celana joger juga sweater rajut.Rangkaian acara pernikahan—mulai dari akad hingga resepsi yang digelar hari ini akhirnya selesai, keluarga Damar dan Arsya memang menginap di salah satu vila mewah di Bandung agar privasi mereka terjaga.Rencananya besok, Damar dan Arsya pulang dari Bandung menuju bandara Soekarno hatta untuk langsung pergi berbulan madu menuju Maldives selama seminggu."Banget," kata Damar. "Gempor rasanya kaki aku berdiri berjam-jam nyalamin tamu."Arsya tersenyum lalu duduk di samping Damar. Tanpa aba-aba, dia langsung meraih lengan suaminya itu untuk memberikan sebuah pijatan."Kamu ngapain?" tanya Damar speecles. Menikahi Arsya memang rasanya seperti mimpi bagi dirinya.Selain umur Arsya yang tiga tahun lebih tua dari Damar, selama masa pacaran keduanya pun tak jarang terlibat cekcok karena perbedaan pendapat yang
***"Kok tegang ya, Ar?"Arka yang duduk tak jauh dari Damar mengukir senyuman tipis ketika ungkapan itu kembali terlontar dari mulut sahabat istrinya tersebut.Menempuh perjalanan dua jam, rombongan keluarga mempelai pria sampai di lokasi pernikahan. Tak mau membuang-buang waktu, akad nikah akan segera dilaksanakan sebelum hari menjelang siang."Bismillah," kata Arka mengingatkan."Udah, tapi tetap aja tegang," kata Damar."Tarik napas, hembuskan napas terakhir," celetuk Arka asal."Oh ok ... eh apa barusan? Hembuskan napas terakhir? Mati dong, Ar.""Bercanda.""Lagi tegang malah dibercandain.""Ya udah sih, rileks aja.""Mempelai perempuan memasuki area akad nikah."Arka dan Damar menghentikan obrolan mereka setelah suara sang pembawa acara terdengar dari pengeras suara—disusul suara gamelan yang mengiring kedatangan Arsya bersama Aludra juga Anindira.Memakai adat sunda, perempuan berwajah blasteran itu nampak cantik dengan siger juga kebaya putih yang dia pakai.Manglingi. Begitu