***"Mah, pangah!""Hah?"Arka mengerutkan keningnya ketika ucapan ambigu itu dilontarkan Aludra disusul potongan sosis yang tiba-tiba saja loncat dari mulut gadis itu lalu mengenai kemeja putihnya."Lu, kok dimuntahin?!" tanya Arka sambil menyingkirkan sosis itu hingga bernasib malang dan tergeletak di bawah."Panas, Mas!" ujar Aludra. "Kok enggak bilang dulu kalau sosisnya panas?!""Ya kamu enggak tanya," ujar Arka. "Lagian kan itu emang dadakan, jadi emang panas. Ditiup dulu dong harusnya.""Ya enggak tau," kata Aludra. "Duh enggak enak.""Apanya?""Lidah aku," kata Aludra."Coba sini lihat.""Apanya?""Lidah kamu," kata Arka. "Sini lihat, kali aja ada yang luka karena sosisnya panas."Aludra menjulurkan lidahnya lalu tanpa ragu ataupun jijik, Arka meneliti lidah gadia itu sambil menyipitkan matanya."Aman, Lu. Enggak apa-apa," kata Arka setelah dia tak melihat luka di lidah Aludra. Setelah itu dia mengambil sebotol air mineral dingin lalu membuka tutupnya dan memberikan air putih
***"Makan.""Apa nih?"Sejak tadi tiduran di sofa ruang tamu sambil menonton televisi, Damar beringsut ketika Alula menyodorkan sebuah mangkuk putih lalu metakannya di meja.Seminggu setelah memergoki Marvel tidur dengan Raina, Alula mulai merasa baik-baik saja dan cuek pada manusia sialan yang kini justru melanjutkan kisah cinta mereka karena ternyata Raina juga Marvel sudah berpacaran di belakang Alula sejak dua minggu lalu.Awalnya Alula akan tetap melanjutkan kuliahnya di London sampai selesai, tapi ternyata dia tak sanggup ketika Raina sengaja mengumbar kemesraannya dengan Marvel.Sebenarnya Marvel masih mencintai Alula, tapi Alula yang kadung kecewa menolak dengan segera pria itu dan pada akhirnya Marvel pasrah bersama Raina yang nyatanya hanya menjadikan dia sebagai objek balas dendam pada Alula."Nora," celetuk Alula sambil duduk di sofa single. "Itu macaroni schotle.""Oh," kata Damar. Sampai dua jam lalu, dia memang masih cukup lelah setelah menempuh perjalanan Jakarta-Lond
***"Daritadi kayanya kamu banyak diem deh? Kenapa? Kaget karena denger Aludra sama Damar mau tunangan?"Aludra yang duduk bersandar pada jok mobil hanya mampu mengukir senyum tipis ketika pertanyaan itu dilontarkan Arka."Enggak juga sih," ucap Aludra. "Aku enggak terlalu kaget."Tentu. Yang dirasakan Aludra sekarang memang bukan kaget, tapi bingung juga penasaran. Siapa yang akan bertunangan dengan Damar nanti? Apakah Alula yang akan tetap menjadi dirinya atau mungkin Aludra sendiri karena nanti Alula kembali pada Arka?Jika bisa meminta nasib, bolehkah Aludra memohon agar Tuhan mengabulkan opsi pertama yang kini melintas di pikirannya? Tapi itu rasanya tak mungkin. Daripada Damar, Alula pasti akan memilih Arka.Ah, kenapa Aludra tak ikhlas jika Alula kembali? Marvel! Kenapa dia harus selingkuh? Kenapa harus berhianat?"Terus kenapa?""Aku cuman tiba-tiba enggak enak badan aja, Mas," kata Aludra. "Pusing aja gitu.""Serius?" Arka yang duduk di samping Aludra, seketika langsung mengu
"Pertanyaan macam apa itu, Lu? Kok konyol banget, hm?"Aludra memandang Arka tanpa mengubah raut wajahnya. Tak senyum juga tak sendu, Aludra terlihat biasa saja seolah pertanyaan yang baru saja dia lontarkan bukan sebuah hal yang serius."Konyol apanya?" tanya Aludra."Ya konyol aja," kata Arka. "Udah deh, momennya udah manis ini, jangan dirusak pake pertanyaan aneh-aneh.""Ya udah," kata Aludra."Ya udah apa?" tanya Arka."Ya udah gas!" ujar Aludra geregetan karena Arka yang selalu menggodanya."Sabar dong, enggak sabaran banget," celetuk Arka. Mengulurkan kedua tangan, dia langsung menarik tubuh Aludra untuk kembali mendekat lagi padanya lalu di detik yang sama Arka yang sudah bertelanjang dada akhirnya berdiri.Sehingga kini posisinya lebih tinggi beberapa sentimeter dari Aludra. "Apapun itu harus ada pemanasan dulu supaya enggak ada yang cedera," ucap Arka. Menunduk, dia mengusap puncak kepala Aludra dengan sangat lembut.Setiap Arka melakukan semua itu, Aludra selalu merasa nya
***"Lagi apa, Lu?"Aludra yang sejak tadi sibuk di dapur, lantas menoleh ketika Arka datang menghampirinya lalu menarik kursi dan duduk di depan meja makan.Beberapa menit lalu, Arka yang baru saja pulang jogging bersama Aludra memang berpamitan untuk mengangkat telepon dari Dirga yang ternyata membicarakan tentang pekerjaan."Lagi buat sarapan," kata Aludra. "Mau tau enggak apa yang aku buat hari ini?""Apa?" tanya Arka.Aludra menoleh lalu tersenyum. "Nasi goreng cinta," ucapnya."Bisa aja kamu," kata Arka. "Emang bahan apa yang kamu masukkin sampe bilang kalau nasi goreng yang kamu buat itu nasi goreng cinta?""Ya karena aku buatnya pake cinta," ujar Aludra."Enggak pake tangan?" tanya Arka."Ya pake dong, Mas," ucap Aludra. Nasi goreng yang dia buat jadi, Aludra mematikan kompor lalu berjalan menghampiri Arka. "Oh ya, tadi Papa telepon ada apa?""Ah iya, aku lupa. Fokus sama kamu aku jadi lupa mau izin nih," kata Arka."Izin apa?" tanya Aludra. "Izin nikah lagi?""Heh kalau ngomo
***"Yuhuuu, Indonesia!"Sampai di bandara pukul tujuh pagi, Alula terlihat begitu antusias. Berjalan lalu berdiri di depan, dia tak ragu merentangkan kedua tangannya karena setelah empat bulan pergi, dia kembali menginjakkan kakinya di tanah kelahiran."Gak usah nora," celetuk Damar.Masih sebal dengan niat tak baik Alula pada Aludra, sejak pertengkaran kemarin Damar memang selalu ketus bahkan sinis pada putri sulung Dewa Pratama itu.Penilaiannya pada Alula dari dulu sampai sekarang tak pernah berubah. Perempuan egois. Sampai kapanpun julukan itu akan disematkan Damar pada Alula karena begitulah dia. Egois."Apa sih, Dam? Sinis banget?" tanya Alula. "Oh ya, mana mobilnya? Udah datang belum?""Udah," jawab Damar."Mana?" tanya Alula. "Udah enggak sabar nih, pengen ke Bandung.""Ck, enggak tahu diri," celetuk Damar yang langsung melangkahkan kakinya pergi begitu saja meninggalkan Alula juga kopernya yang besar."Damar! Ini koper aku enggak mau dibawain gitu?!" tanya Alula.Damar yang
***"Minum dulu."Aludra yang beberapa menit lalu berpamitan turun, kini kembali membawa dua botol minumab dingin juga camilan lain untuk diberikan pada Alula juga Damar yang kini duduk manis di ruangan keluarga yang berada di lantai dua."Makasih adik cantik," kata Alula. Tanpa memudarkan senyumnya, dia mengambil salah satu botol minuman itu lalu meneguknya, begitupun dengan Damar yang melakukan hal serupa."Makasih, Ra," kata Damar."Sama-sama," jawab Aludra."Ya ampun segar," kata Alula setelah dia menghabiskan setengah isi dari minuman itu. Menyandarkan tubuhnya di sofa, kedua matanya mulai mengedar—menjelajahi setiap sudut ruangan tempat mereka berada. "Nyaman ya rumahnya. Pasti aku bakalan betah.""Pede abis, siapa juga yang bakalang ngizinin kamu tinggal di sini, hm?" tanya Damar."Lah, aku enggak perlu izin, ini kan rumah aku," jawab Alula yang langsung memandang Aludra di depannya. "Iya, kan, Ra?""Hm.""Arka ke mana, Ra?" tanya Damar. "Ini minggu, kan? Kok dia enggak ada di
***"Aludra! Kenapa kali ini dia enggak mau ngalah sih?!"Untuk yang kesekian kalinya Alula kembali mengomel sendiri sambil memukul setir bahkan sengaja menekan klakson beberapa kali.Meninggalkan Damar begitu saja di rumah Aludra, Alula kini melajukan mobilnya menyusuri jalanan siang kota Bandung untuk mencari hotel untuk dia tinggal selama beberapa hari sampai Aludra mau menyerah dan mengembalikan Arka.Demi apapun, bagaimanapun caranya, Alula akan menbuat Aludra mengembalikan Arka juga kehidupannya karena semua itu adalah milik Alula Shaqueena, bukan Aludra Raveena."Pokoknya aku harus dapatin Arka lagi dan kehidupan aku sebagai istri dia," gumam Alula. "Arka punya aku, suami aku, bukan Aludra."Lima belas menit menyusuri jalanan Bandung, Alula akhirnya memarkirkan mobilnya di halaman besar sebuah hotel berbintang di kota Bandung. Tentu saja, untuk tinggal dua hari di kota kembang, Alula harus mencari tempat tinggal senyaman mungkin."Di sini kayanya nyaman," kata Alula. Membuka sa