“Saya tidak tahu, Dok.” Finn menggeleng. Dia memang benar-benar tidak tahu.Dokter mengecek keadaan Myesha dibantu dengan suster. Ternyata tekanan darah pasien rendah. Mungkin itulah yang menyebabkan pasien pingsan.“Kita tunggu pasien sadar dulu. Untuk tahu apakah ada tanda-tanda hamil atau tidak.” Dokter tidak bisa memberikan sembarang obat. Mengingat pasiennya adalah seorang wanita bersuami. Yang kemungkinan pingsan karena kehamilan.Finn mengangguk. Mengikuti apa yang dikatakan dokter. Dia menunggu Myesha di sampingnya. Melihat Myesha yang jatuh pingsan jelas membuatnya sangat khawatir. Jelas dia tidak tega melihat Myesha yang seperti itu.“Apa dia jangan-jangan hamil?” Finn mencoba menebak. Rasanya Finn tidak sanggup jika sampai itu terjadi. Jelas jika itu terjadi, anak yang dikandung Myesha adalah anak di luar nikah. Karena mereka tidak terikat oleh pernikahan.Myesha perlahan membuka matanya. Kepalanya terasa berdenyut membuatnya kesulitan membuka matanya. Saat matanya terbuka
Seminggu yang laluTinggal seminggu ini Finn dan Myesha akan resmi membatalkan pernikahan. Finn masih membayangkan bagaimana kelak hidupnya akan seperti apa. Terbiasa dengan Myesha tentu saja membuat Finn seolah kehilangan arah hidupnya.“Maaf aku terlambat.” Nathan menarik kursinya. Tadi temannya menghubungi untuk datang ke restoran. Karena itu, dia segera datang ke restoran setelah selesai praktik malam.“Tidak apa-apa. Aku juga baru datang.” Finn mengangkat gelas berisi kopi miliknya.Nathan segera memanggil pramusaji. Memesan minuman untuknya. Dia memesan secangkir kopi untuk menemani Finn yang lebih dulu memesan kopi.“Kamu belum pulang?” Nathan yang melihat Finn belum berganti baju, mengambil kesimpulan.“Iya, aku menyelesaikan pekerjaanku.” Finn menjawab kemudian menyesap kopi miliknya.“Sudah tahu banyak pekerjaan, kenapa tidak langsung pulang?” Nathan merasa temannya itu aneh.“Aku ingin memberikan ruang untuk Myesha di rumah. Jika aku tidak di rumah pasti dia kan lebih lelua
Myesha turun dari taksi. Dia mencari bus tujuan Surabaya. Beruntung, saat Myesha datang, bus belum berangkat. Jadi Myesha bisa ikut. Kenek bus membantu Myesha memasukkan koper miliknya. Myesha pun akhirnya bisa masuk dan duduk di bus dengan tenang.Myesha mengatur napasnya. Walaupun tidak benar-benar lari, tetapi membuat Myesha lelah. Karena dia harus berjalan cepat. Beruntung dia dapat busnya. Jika tidak, dia pasti harus menunggu besok. Jika sampai besok, dia tidak tahu harus ke mana.“Tiket.” Kenek bus meminta biaya tiket dari Myesha.Myesha segera mengambil uangnya. Uang yang dikumpulkan oleh Myesha selama ini dari tips klien-kliennya. Myesha memang tidak membawa apa pun saat pergi. Semuanya sudah Myesha tinggalkan di rumah Finn.“Ini.” Myesha memberikan uang dari dompetnya.“Ini tiket dan kupon makan. Jadi nanti jika bus berhenti Ibu bisa makan di sana.” Kenek bus memberikan tiket.Myesha menerima tiket dan kupon makan. Ada rasa syukur dalam hatinya. Karena bisa mendapatkan kupon
Myesha sampai di kampung halamannya. Langkahnya terasa berat ketika sampai di kampungnya dengan keadaan yang seperti ini. Pulang dalam keadaan sedih.Tak mau sampai ibu dan adiknya ikut sedih, akhirnya Myesha memilih untuk menutupi kesedihan itu. Di tidak mau sampai kesedihan itu terlihat oleh dua orang yang dicintai.Setelah turun dari bus, Myesha menggunakan angkutan kecil ke rumahnya. Beruntung uangnya masih cukup untuk naik bus. Jadi paling tidak, dia tidak perlu berjalan dari terminal. Untuk sampai di rumahnya, Myesha harus berjalan terlebih dahulu. Sejujurnya Myesha malas. Karena pasti saat berjalan, tetangganya akan melihatnya.“Myesha.”Saat baru saja langkahnya diayunkan beberapa langkah, terdengar suara memanggil. Myesha segera menoleh untuk tahu siapa gerangan yang memanggilnya. Ternyata itu adalah temannya semasa sekolah. Pria itu mengendarai motornya dan menghampirinya.“Haidar.” Myesha tersenyum ketika melihat temannya itu.Haidar menghentikan motornya tepat di samping M
Myesha menikmati makannya. Makan masakan sang ibu membuatnya begitu bersemangat. Sayangnya, baru saja makanan itu masuk ke dalam mulutnya, rasa mual seketika menghinggapi. Myesha segera ke kamar mandi. Memuntahkan makanan yang berada di dalam mulutnya itu.“Sha, kamu tidak apa-apa?” tanya Bu Mirna.Myesha segera membasuh mulutnya dan segera keluar. Kepalanya seketika terasa begitu pusing sekali. Bu Mirna pun membawa Myesha duduk di ruang makan.“Myesha mungkin kelelahan, Bu. Pendingin ruangan di bus semalam terasa sekali. Jadi mungkin Myesha masuk angin.” Myesha menatap pada sang ibu yang tampak cemas sekali.“Ibu buatkan teh hangat dulu kalau begitu.” Bu Mirna segera berlalu keluar. Dia ingin membuat teh agar meredakan rasa mual yang dirasakan.Myesha hanya memikirkan kenapa dirinya terus mual. Terakhir ke rumah sakit, dokter menanyakan tentang jadwal datang bulan. Myesha mulai berpikir, apakah dirinya hamil atau tidak?Sepertinya, aku harus beli alat tes kehamilan. Untuk mengetahui
Finn sampai di Surabaya. Malamnya kota tak jauh beda dengan ibu kota. Mobil yang memadati jalanan membuat perjalanan sedikit terhambat. Tepat jam delapan Finn baru sampai hotel. Tadi pagi, memang dia sempat ke kantor dulu sebelum pergi. Tidak mau pekerjaannya mengganggu dia yang sedang ingin menemui Myesha.Sesampainya di hotel, Finn segera membersihkan tubuhnya. Perjalanan tadi membuat tubuhnya semakin lengket. Jadi ingin segera dia membersihkan tubuhnya.Sekitar setengah jam Finn membersihkan tubuhnya. Dia keluar dengan handuk yang melilit di pinggangnya. Tepat saat Finn yang baru keluar, suara ponselnya terdengar. Dengan segera Finn mengambil ponselnya. Melihat siapa gerangan yang menghubunginya. Ternyata dia adalah pimpinan proyek.“Halo.” Finn menyapa.“Pak Finn, saya sudah mendapatkan alamat yang Anda berikan.” Pimpinan proyek memberitahu di seberang sana.Mendengar hal itu membuat hati Finn lega. Kemarin, sengaja dirinya meminta tolong pada pimpinan proyek di area sini. Mencari
Mata Myesha membulat sempurna. Mulutnya menganga ketika melihat dua garis merah yang tercetak di alat tes kehamilan. Seperti yang dibaca Myesha tadi. Dua garis merah itu artinya adalah jika dirinya positif hamil.Mendapati kenyataan itu, tentu saja membuat Myesha tidak bisa berkata-kata. Jelas hasil ini tidak diharapkan. Jelas jika ditelisik lagi, anak yang dilahirkannya adalah anak di luar nikah. Tentu saja karena pernikahannya tidak sah secara hukum.Myesha semakin hancur. Di saat dia sudah pergi dari kehidupan Finn, kenyataan ini harus diterimanya. Tentu saja ini membuatnya merasa bingung, apa yang harus dilakukannya sekarang jika kenyataan dirinya hamil seperti ini. Jelas ini adalah masalah.Dalam keadaan seperti ini, Myesha tidak tahu harus berbuat apa. Tidak mungkin dirinya harus minta pertanggungjawaban Finn. Karena Finn saja tidak berharap dirinya ada di sisinya.“Aku harus bagaimana?” Myesha benar-benar bingung. Dia tidak dapat menemukan jawaban tepat atas masalah yang dihada
Myesha segera masuk ke rumah. Alangkah terkejutnya ketika melihat ibunya sedang memukuli seorang pria. Tampak pria itu berjongkok sambil menutupi wajahnya agar pukulan kena di wajahnya.“Kurang ajar. Berani-beraninya kamu melakukan itu.” Bu Mirna terus memukul. Tidak memberi ampun sama sekali.Myesha bingung. Siapa gerangan pria itu. Apa alasan ibunya memukul pria itu. Namun, alih-alih memikirkan hal itu, Myesha memilih untuk melerai. Dia segera menarik tubuh sang ibu. Menjauh dari tubuh pria itu.“Bu.” Myesha berusaha untuk menyadarkan sang ibu.Haidar yang melihat hal itu pun juga ikut membantu. Dia menarik pria yang dipukuli oleh ibu Myesha untuk menjauh. Paling tidak itu agar pria itu selamat dari ibu Myesha.“Bu, berhenti. Kasihan.” Myesha berusaha menjauhkan tubuh sang ibu.“Kenapa kasihan? Dia memang pantas dipukul.” Bu Mirna masih saja tidak terima dihentikan oleh sang anak.“Kenapa saya pantas dipukul, Bu. Saya benar-benar tidak mengerti kenapa Ibu memukul saya.” Pria itu men
Myesha mengembuskan napasnya yang terasa berat. Usia kandungannya sudah sembilan bulan. Tinggal menunggu hari kelahiran saja. Bu Mirna setiap hari ke rumah Myesha. Kebetulan, rumah memang berbeda beberapa blok saja. Jadi masih bisa dijangkau oleh Bu Mirna. Tak hanya Bu Mirna, Mama Risha juga bolak-balik ke rumah Finn. Melihat keadaan menantunya.“Finn sebaiknya kamu tidak bekerja dulu. Ini sudah mendekati tanggal perkiraan hari kelahiran.” Mama Risha memberikan peringatan pada sang anak.“Iya, Ma. Aku memang tidak bekerja.” Sejak hari ini, Finn memutuskan untuk mengerjakan pekerjaanya di rumah saja. Mengingat sang istri akan melahirkan.“Bagus. Jadi kamu bisa menunggu istrimu. Takut-takut jika dia tiba-tiba melahirkan.” Mama Risha merasa was-was. Takut jika menantunya melahirkan. Tidak ada suaminya.Finn yang baru saja mengobrol dengan ibunya menyusul sang istri yang berada di kamar. Sang istri sedang merapikan baju-baju untuk dibawa jika tiba-tiba ke rumah sakit.“Sayang.” Finn meman
Finn dan Myesha langsung segera bergegas untuk ke rumah sakit. Mereka ingin menengok anak Stela dan Sean. Setelah mencari nomor kamar, akhirnya mereka masuk ke kamar tersebut. Tampak Stela yang sedang menggendong anaknya di sana. Sang suami-Sean berada di sebelahnya.“Myesha, Finn.” Stela sudah mendengar cerita tentang Finn dan Myesha. Jadi kini dia sudah tahu nama asli Myesha.Myesha menghampiri Stela dan memberikan ucapan selamat. Dia yang melihat sang anak yang cantik sekali. Tampak menggemaskan sekali.“Selamat, Se.” Finn mengulurkan tangan pada Sean.“Terima kasih.” Sean tersenyum sambil menerima uluran tangan dari Finn.“Lihatlah lucu sekali. Boleh aku menggendongnya?” Myesha begitu bersemangat sekali.“Tentu saja.” Stela mengizinkan Myesha untuk menggendongnya.Myesha memindah bayi yang berjenis kelamin perempuan itu ke tangannya. Dia begitu gemas melihat wajah cantik anak Stela.“Siapa namanya?” Myesha menatap Stela. Penasaran sekali.“Auretta Alexandria.” Stela memberitahu na
Usia kandungan Myesha sudah mencapai enam bulan. Semakin kandungan Myesha besar, semakin rasa mual itu hilang. Kini Myesha sudah makan dengan lahap sekali. Apalagi jika mama mertuanya membawa makanan untuknya. Dia akan langsung memakannya.Hari ini rencananya mereka akan memeriksakan kandungannya ke dokter. Mereka selalu mengambil waktu di hari sabtu di mana Finn libur.“Apa hari ini kita bisa lihat jenis kelamin anak kita?” Finn menatap sang istri.“Entah, tidak.” Myesha tersenyum. Dia memang mau ini menjadi kejutan. Namun, mama mertuanya begitu penasaran sekali karena ingin melihat cucunya.“Kenapa kamu tidak mau tahu?” Finn menatap sang istri yang sedang berada di depan kaca. Sang istri sedang sibuk merapikan dress panjang yang dipakainya.Sejak hamil Myesha ebih banyak memakai dress panjang atau dress dibawah lutut. Itu untuk memudahkan dirinya bergerak dan agar perutnya lebih nyaman.“Aku mau ini jadi kejutan.” Myesha merasa akan sangat spesial jika tahu saat anaknya lahir.“Tapi
“Apa rasanya sudah enak?” Mama Risha bertanya pada Bu Mirna.Bu Mirna yang sedang mencicipi masakan merasakan rasa masakan tersebut. Hari ini Bu Mirna dan Mama Risha memasak bersama. Setelah kemarin saling mengobrol tentang masakan, mereka sepakat memasak bersama.“Rasanya sudah enak.” Bu Mirna tersenyum memberikan pendapatnya pada Mama Risha.“Wah … kalau sudah begini, aku bisa membuatnya jika ada arisan.” Mama Risha begitu senang.Hari ini mereka sedang masak rawon. Mama Risha memang tidak bisa membuat masakan itu, alhasil dia meminta Bu Mirna untuk mengajari. Tentu saja Bu Mirna dengan senang hati membantu Mama Risha.Myesha yang sedang duduk menonton televisi mendengar percakapan mama mertuanya dan ibunya. Myesha ikut senang dengan kedekatan dua wanita itu.“Ibu sepertinya bisa buka kelas masak, atau buka jasa catering.” Myeshi mengomentari ibunya yang sedang mengajari Mama Risha memasak.Myesha menoleh pada adiknya. Dia membenarkan ucapan sang adik. Ibunya memang jago memasak. Se
Myesha begitu senang ketika ibunya ada di rumah. Dia bisa meminta sang ibu memasakkan makanan kesukaannya. Ketika hamil seperti ini, tentu saja membuatnya ingin makan masakan sang ibu.“Apa keluarga Finn menerima kamu yang sudah berbohong?” Bu Mirna yang sedang asyik memasak bertanya pada sang anak.“Mereka menerima, Bu. Myesha juga tidak menyangka mereka akan menerima Myesha.” Myesha begitu senang sekali ketika mama mertuanya menerimanya.“Ibu ikut senang. Ibu juga mau meminta maaf juga pada mereka jika nanti bertemu.” Bu Mirna begitu senang mendengar akan hal itu. Namun, sebagai orang tua, tentu saja dia ingin meminta maaf pada orang tua Finn agar.“Nanti jika bertemu dengan mama dan papa, Ibu bisa sampaikan.” Myesha selalu bangga pada ibunya. Dia memang belajar banyak dari sang ibu tentang arti meminta maaf dan juga memaafkan.Mereka berdua memasak bersama. Memang waktu seperti ini selalu dimanfaatkan untuk bersama-sama.***Myesha mengambilkan baju untuk sang suami. Finn sedang ma
“Halo, Bu. Apa kabar?” Myesha menghubungi sang ibu. Sudah lama Myesha tidak menelepon ibunya.“Baik, Sha. Kamu sendiri bagaimana? Bagaimana keadaan kehamilanmu?” Bu Mirna di seberang sana bertanya.“Kehamilan Myesha baik, Bu. Mual sudah mulai berkurang perlahan.” Kandungan Myesha sudah mencapai empat bulan. Jadi perlahan mual yang dirasakan mulai berkurang.“Syukurlah. Ibu ikut senang dengarnya?” Bu Mirna di seberang sana merasa senang ketika anaknya baik-baik saja. Bagi orang tua, mendengar anaknya sehat sudah lebih dari cukup.“Apa Myeshi sudah selesai ujiannya?” Adik Myesha sedang ujian akhir sekolah. Jadi tentu saja membuatnya memikirkan adiknya itu.“Dia sudah ujian. Semua sudah selesai tinggal menunggu saja.” Bu Mirna menjelaskan.“Apa berarti dia libur?” Myesha begitu penasaran sekali. Karena setahunya ada jeda waktu sambil menunggu hasil akhir kelulusan.“Iya, Mbak aku libur. Apa Mbak Myesha mau mengajakku ke sana?” Suara Myeshi terdengar dari sambungan telepon.“Aku akan bica
Pagi-pagi sekali Mama Risha sudah datang. Myesha dan Finn yang masih tidur pun sampai buru-buru bangun karena kedatangan mamanya itu. Hari ini Finn masih libur. Setelah sabtu kemarin dia ke dokter kandungan. Hari minggu ini, dia berencana bermalas-malasan di rumah. Namun, semua sirna ketika kedatangan sang mama.“Mama mau apa datang pagi-pagi ke sini sudah mengalahkan ayam jago hendak berkokok. Apa Mama sedang mau gantikan ayam jago membangunkan orang-orang?” Finn menyindir sang mama yang datang pagi-pagi sekali.Myesha yang mendengar hal itu langsung menyenggol sang suami. Mengingatkan sang suami yang menegur sang mama mertua.“Sembarangan. Mama itu mau ajak Myesha olahraga sambil ke pasar.” Mana Risha menjelaskan apa alasannya ke sini.“Pasar?” Finn terkejut ketika mamanya ingin mengajak istrinya ke pasar. “Ma, aku susah payah kerja, kenapa istriku diajak ke pasar. Istriku harus ke supermarket, bukan ke mal.” Finn merasa mamanya benar-benar tidak masuk akal karena mengajak istrinya
Pemeriksaan akhirnya berakhir. Myesha, Finn, Mama Risha, dan Papa Adrian keluar dari ruangan pemeriksaan. Mereka menuju ke apotek yang berada di rumah sakit. Mama Risha dan Papa Adrian duduk agak sedikit jauh dari Myesha dan Finn. Banyaknya orang yang juga mengantre obat membuat mereka tidak bisa duduk bersama.“Kamu lihat wajah mama dan papa tadi? Mereka tampak senang ketika melihat baby muffin di layar USG.” Finn berbinar mengingat papa dan mamanya tadi.“Iya, aku lihat. Mereka benar-benar tampak begitu senang sekali. Aku berharap mereka memaafkan aku.” Myesha berharap hal itu. Karena sampai detik ini dia masih belum dapat maaf.“Tenanglah, ini adalah jalan untuk kita. Apalagi, kita tidak berhenti berusaha. Jadi yakinlah jika mama dan papa akan menerima kamu dan anak kita.” Finn tersenyum.“Iya.” Myesha mengangguk. Dia berharap hal yang sama yang diharapkan oleh sang suaminya.Di ujung kursi ruang tunggu berjarak beberapa kursi, Mama Risha dan Papa Adrian duduk, sambil mengobrol.“
Mama Risha mengintip di balik gorden ketika ada mobil yang melintas. Seolah dia sedang menunggu seseorang.Papa Adrian yang sedang menikmati tehnya sambil membaca koran di teras pun menoleh ketika sang istri mengintip di jendela yang berada tepat di depannya.“Sini.” Papa Adrian memberikan isyarat pada sang istri.Mama Risha segera keluar. Ikut duduk di teras bersama sang suami. “Kenapa?”“Kenapa mengintip?” Papa Adrian begitu penasaran sekali karena tumben sekali istrinya melakukan itu. “Apa kamu sedang menunggu seseorang?” Papa Adrian tersenyum.“Tidak.” Mama Risha menggelak.Papa Adrian menerawang ke dalam bola mata Mama Risha. Namun, dia jelas melihat kebohongan di dalam matanya.“Kamu menunggu Finn dan Myesha?” Papa Adrian menebak.Setiap hari libur Finn dan Myesha selalu datang. Walaupun Mama Risha dan Papa Adrian mengabaikan, tetapi mereka tetap datang. Sudah hampir dua bulan Mama Risha dan Papa Adrian tidak menegur Finn dan Myesha. Dibanding Mama Risha, Papa Adrian lebih mau