Seminggu yang laluTinggal seminggu ini Finn dan Myesha akan resmi membatalkan pernikahan. Finn masih membayangkan bagaimana kelak hidupnya akan seperti apa. Terbiasa dengan Myesha tentu saja membuat Finn seolah kehilangan arah hidupnya.“Maaf aku terlambat.” Nathan menarik kursinya. Tadi temannya menghubungi untuk datang ke restoran. Karena itu, dia segera datang ke restoran setelah selesai praktik malam.“Tidak apa-apa. Aku juga baru datang.” Finn mengangkat gelas berisi kopi miliknya.Nathan segera memanggil pramusaji. Memesan minuman untuknya. Dia memesan secangkir kopi untuk menemani Finn yang lebih dulu memesan kopi.“Kamu belum pulang?” Nathan yang melihat Finn belum berganti baju, mengambil kesimpulan.“Iya, aku menyelesaikan pekerjaanku.” Finn menjawab kemudian menyesap kopi miliknya.“Sudah tahu banyak pekerjaan, kenapa tidak langsung pulang?” Nathan merasa temannya itu aneh.“Aku ingin memberikan ruang untuk Myesha di rumah. Jika aku tidak di rumah pasti dia kan lebih lelua
Myesha turun dari taksi. Dia mencari bus tujuan Surabaya. Beruntung, saat Myesha datang, bus belum berangkat. Jadi Myesha bisa ikut. Kenek bus membantu Myesha memasukkan koper miliknya. Myesha pun akhirnya bisa masuk dan duduk di bus dengan tenang.Myesha mengatur napasnya. Walaupun tidak benar-benar lari, tetapi membuat Myesha lelah. Karena dia harus berjalan cepat. Beruntung dia dapat busnya. Jika tidak, dia pasti harus menunggu besok. Jika sampai besok, dia tidak tahu harus ke mana.“Tiket.” Kenek bus meminta biaya tiket dari Myesha.Myesha segera mengambil uangnya. Uang yang dikumpulkan oleh Myesha selama ini dari tips klien-kliennya. Myesha memang tidak membawa apa pun saat pergi. Semuanya sudah Myesha tinggalkan di rumah Finn.“Ini.” Myesha memberikan uang dari dompetnya.“Ini tiket dan kupon makan. Jadi nanti jika bus berhenti Ibu bisa makan di sana.” Kenek bus memberikan tiket.Myesha menerima tiket dan kupon makan. Ada rasa syukur dalam hatinya. Karena bisa mendapatkan kupon
Myesha sampai di kampung halamannya. Langkahnya terasa berat ketika sampai di kampungnya dengan keadaan yang seperti ini. Pulang dalam keadaan sedih.Tak mau sampai ibu dan adiknya ikut sedih, akhirnya Myesha memilih untuk menutupi kesedihan itu. Di tidak mau sampai kesedihan itu terlihat oleh dua orang yang dicintai.Setelah turun dari bus, Myesha menggunakan angkutan kecil ke rumahnya. Beruntung uangnya masih cukup untuk naik bus. Jadi paling tidak, dia tidak perlu berjalan dari terminal. Untuk sampai di rumahnya, Myesha harus berjalan terlebih dahulu. Sejujurnya Myesha malas. Karena pasti saat berjalan, tetangganya akan melihatnya.“Myesha.”Saat baru saja langkahnya diayunkan beberapa langkah, terdengar suara memanggil. Myesha segera menoleh untuk tahu siapa gerangan yang memanggilnya. Ternyata itu adalah temannya semasa sekolah. Pria itu mengendarai motornya dan menghampirinya.“Haidar.” Myesha tersenyum ketika melihat temannya itu.Haidar menghentikan motornya tepat di samping M
Myesha menikmati makannya. Makan masakan sang ibu membuatnya begitu bersemangat. Sayangnya, baru saja makanan itu masuk ke dalam mulutnya, rasa mual seketika menghinggapi. Myesha segera ke kamar mandi. Memuntahkan makanan yang berada di dalam mulutnya itu.“Sha, kamu tidak apa-apa?” tanya Bu Mirna.Myesha segera membasuh mulutnya dan segera keluar. Kepalanya seketika terasa begitu pusing sekali. Bu Mirna pun membawa Myesha duduk di ruang makan.“Myesha mungkin kelelahan, Bu. Pendingin ruangan di bus semalam terasa sekali. Jadi mungkin Myesha masuk angin.” Myesha menatap pada sang ibu yang tampak cemas sekali.“Ibu buatkan teh hangat dulu kalau begitu.” Bu Mirna segera berlalu keluar. Dia ingin membuat teh agar meredakan rasa mual yang dirasakan.Myesha hanya memikirkan kenapa dirinya terus mual. Terakhir ke rumah sakit, dokter menanyakan tentang jadwal datang bulan. Myesha mulai berpikir, apakah dirinya hamil atau tidak?Sepertinya, aku harus beli alat tes kehamilan. Untuk mengetahui
Finn sampai di Surabaya. Malamnya kota tak jauh beda dengan ibu kota. Mobil yang memadati jalanan membuat perjalanan sedikit terhambat. Tepat jam delapan Finn baru sampai hotel. Tadi pagi, memang dia sempat ke kantor dulu sebelum pergi. Tidak mau pekerjaannya mengganggu dia yang sedang ingin menemui Myesha.Sesampainya di hotel, Finn segera membersihkan tubuhnya. Perjalanan tadi membuat tubuhnya semakin lengket. Jadi ingin segera dia membersihkan tubuhnya.Sekitar setengah jam Finn membersihkan tubuhnya. Dia keluar dengan handuk yang melilit di pinggangnya. Tepat saat Finn yang baru keluar, suara ponselnya terdengar. Dengan segera Finn mengambil ponselnya. Melihat siapa gerangan yang menghubunginya. Ternyata dia adalah pimpinan proyek.“Halo.” Finn menyapa.“Pak Finn, saya sudah mendapatkan alamat yang Anda berikan.” Pimpinan proyek memberitahu di seberang sana.Mendengar hal itu membuat hati Finn lega. Kemarin, sengaja dirinya meminta tolong pada pimpinan proyek di area sini. Mencari
Mata Myesha membulat sempurna. Mulutnya menganga ketika melihat dua garis merah yang tercetak di alat tes kehamilan. Seperti yang dibaca Myesha tadi. Dua garis merah itu artinya adalah jika dirinya positif hamil.Mendapati kenyataan itu, tentu saja membuat Myesha tidak bisa berkata-kata. Jelas hasil ini tidak diharapkan. Jelas jika ditelisik lagi, anak yang dilahirkannya adalah anak di luar nikah. Tentu saja karena pernikahannya tidak sah secara hukum.Myesha semakin hancur. Di saat dia sudah pergi dari kehidupan Finn, kenyataan ini harus diterimanya. Tentu saja ini membuatnya merasa bingung, apa yang harus dilakukannya sekarang jika kenyataan dirinya hamil seperti ini. Jelas ini adalah masalah.Dalam keadaan seperti ini, Myesha tidak tahu harus berbuat apa. Tidak mungkin dirinya harus minta pertanggungjawaban Finn. Karena Finn saja tidak berharap dirinya ada di sisinya.“Aku harus bagaimana?” Myesha benar-benar bingung. Dia tidak dapat menemukan jawaban tepat atas masalah yang dihada
Myesha segera masuk ke rumah. Alangkah terkejutnya ketika melihat ibunya sedang memukuli seorang pria. Tampak pria itu berjongkok sambil menutupi wajahnya agar pukulan kena di wajahnya.“Kurang ajar. Berani-beraninya kamu melakukan itu.” Bu Mirna terus memukul. Tidak memberi ampun sama sekali.Myesha bingung. Siapa gerangan pria itu. Apa alasan ibunya memukul pria itu. Namun, alih-alih memikirkan hal itu, Myesha memilih untuk melerai. Dia segera menarik tubuh sang ibu. Menjauh dari tubuh pria itu.“Bu.” Myesha berusaha untuk menyadarkan sang ibu.Haidar yang melihat hal itu pun juga ikut membantu. Dia menarik pria yang dipukuli oleh ibu Myesha untuk menjauh. Paling tidak itu agar pria itu selamat dari ibu Myesha.“Bu, berhenti. Kasihan.” Myesha berusaha menjauhkan tubuh sang ibu.“Kenapa kasihan? Dia memang pantas dipukul.” Bu Mirna masih saja tidak terima dihentikan oleh sang anak.“Kenapa saya pantas dipukul, Bu. Saya benar-benar tidak mengerti kenapa Ibu memukul saya.” Pria itu men
Beberapa waktu sebelumnya.Bu Mirna yang melihat Myesha pergi segera masuk ke kamarnya. Dia ingin memastikan apa yang terjadi pada anaknya. Pikirannya melayang membayangkan jika sang anak memiliki penyakit parah. Hingga membuatnya sakit sejak pulang kemarin.Bu Mirna mengedarkan pandangan ketika berada di kamar Myesha. Dia memilih membuka lemari anaknya. Mengecek apakah anaknya menyembunyikan sesuatu.Satu per satu pakaian Myesha disingkap. Dia mencari mungkin saja sang anak menyembunyikan sesuatu. Sayangnya, saat pakaian disingkap satu per satu. Tidak ditemukannya sesuatu di sana.Bu Mirna memikirkan lagi. Di mana dirinya harus mencari lagi. Saat kembali mengedarkan pandangan. Hingga akhirnya, dia menemukan sebuah laci di samping tempat tidur. Dengan segera, Bu Mirna mengayunkan langkahnya ke laci tersebut. Membukanya untuk mencari sesuatu di sana.Alangkah terkejut Bu Mirna ketika mendapati alat tes kehamilan. Yang dicarinya adalah obat, tetapi yang ditemukannya justru alat tes keha