“Bereskan dia!” perintah Levin pada Johan, sambil mengendikkan dagunya ke arah Mia. Tidak ingin berhadapan langsung dengan wanita licik itu.
Wanita yang lagi-lagi hendak menjebak Claire! Untung kali ini Levin berhasil menggagalkan rencana busuk Mia untuk yang kedua kalinya. Jika tidak, gossip buruk tentang Claire pasti langsung tersebar luas karena ulah wanita licik itu!Sekarang, belum saatnya bagi Mia untuk melihat dirinya. Belum saatnya Mia mengetahui jika ada Levin yang selalu mengawasi Claire meski hanya dari kejauhan. Belum saatnya Mia mengetahui jika Levin memiliki ‘hubungan khusus’ dengan Claire.Saking khususnya, hingga tidak ada satu orang pun yang mengetahuinya!Jika Mia melihatnya sekarang, wanita itu pasti akan lebih berhati-hati dalam bertindak karena Levin yakin kalau Mia pasti mengenalnya.Tentu saja, rasanya di seluruh kampus tidak ada wanita yang tidak mengenal Levin!Bukannya ingin menyombongkan diri, tapi memang itulah kenyataannyaClaire baru bisa bernafas lega saat pria itu tiba-tiba menjauh darinya membuat tubuhnya yang sudah limbung langsung jatuh tersungkur ke atas lantai marmer yang dingin karena tidak ada lagi yang menyangga tubuhnya. Jujur, Claire merasa nyeri saat lengannya berbenturan dengan lantai, tapi tidak masalah yang penting dirinya tidak lagi dicium dengan paksa! Levin menarik Anton ke tempat sepi, tidak ingin membuat keributan yang bisa disaksikan oleh banyak orang. Dirinya harus bisa meminimalisir masalah yang mungkin muncul. Levin tidak ingin wajahnya direkam dan disebarluaskan tanpa izin. Memang, menyeret pria seperti Anton bukan hal yang mudah, namun bagi Levin yang sedang dilanda amarah, perlawanan Anton seolah tidak ada apa-apanya. Setelah tiba di basement, tempat parkir mobil yang sepi dan dirasanya aman, Levin langsung melontarkan tinjunya ke wajah Anton hingga pria itu memekik kesakitan. Bukan hanya satu kali pukulan, namun berkali-kali bagaikan orang kalap.
Levin menghembuskan nafas lelah setelah membaringkan Claire di atas ranjang, bahkan wanita itu tidak terusik sama sekali. Tidur lelap bagaikan orang pingsan! Jika bukan Levin yang menolongnya, mungkin Claire sudah dimanfaatkan oleh pria lain!Beruntung kali ini Mia tidak mencekokinya dengan obat perangsang, jika tidak, sudah pasti mereka akan mengulang aktivitas panas yang pernah terjadi di malam itu. Bukannya Levin tidak mau, tapi jika dirinya melakukan hal itu lagi saat Claire tidak sadarkan diri, sudah pasti wanita itu akan mengamuk padanya dengan amukan yang pastinya jauh lebih dahsyat. Sedangkan Levin tidak ingin menerima amukan Claire. Levin tidak ingin wanita itu semakin membencinya karena jika begitu, maka niat Levin untuk meluluhkan hati Claire pasti gagal total! Jika boleh jujur, Levin ingin mengulang apa yang mereka lakukan malam itu. Sangat ingin, apalagi jika mengingat juniornya yang sekarang begitu rewel dan hanya menginginkan Claire, tapi akal sehat
Nick menginjak pedal gas semakin dalam, kemacetan memang sudah menjadi makanan sehari-hari meski malam telah cukup larut. Mengingat Bali adalah salah satu tempat wisata yang cukup ramai dikunjungi turis, ditambah lagi dengan café atau bar yang terus bertambah membuat Bali kian padat. Kepadatan tidak bisa lagi dihindarkan karena malam adalah waktu yang tepat bagi mereka untuk bersenang-senang di café ataupun bar yang ada, asyik bercengkerama dengan teman ataupun kenalan baru dengan niat nakal. Ya, kehidupan Bali yang terbilang bebas membuat banyak wanita nakal berseliweran di tempat yang berhubungan dengan dunia malam, siap untuk menggoda dan menggaet bule-bule kesepian yang berdompet tebal. Bule yang siap mengeluarkan banyak uang hanya untuk memuaskan hasrat mereka. Bule yang siap mengeluarkan uang hanya untuk kesenangan satu malam saja. Wajar jika kepadatan itu membuat Nick kesulitan untuk mempercepat laju kendaraannya ke batas maksimal. Menyadari betapa la
Levin memandang Claire yang terlelap. Tidak menyadari apa yang terjadi. Tidak menyadari sekelilingnya sama sekali. Bagaikan putri tidur. “Sebenarnya ada masalah apa antara kamu dengan Mia? Kenapa wanita itu begitu gigih ingin mencelakaimu?” lirih Levin, ingin tau apa yang mendasari niat buruk Mia hingga wanita itu tega menyusun rencana seburuk ini pada Claire.“Dan kenapa kamu masih menganggapnya sebagai sahabat? Apa kamu benar-benar tidak tau kalau orang yang kamu anggap sahabat begitu membencimu? Senaif itukah kamu?” tambah Levin meski sadar kalau Claire tidak mungkin menjawab pertanyaannya karena wanita itu asyik dalam dunia mimpi.Levin masih asyik memandangi wajah Claire saat bel kamarnya kembali berbunyi dan wajah Johan lagi-lagi muncul di hadapannya. Tatapan mata pria itu terlihat menyelidik. Menatap Levin dari ujung kepala hingga ke ujung kaki. Tatapan yang membuat Levin merasa gusar sekaligus risih. “Ada apa lagi?” “Tidak. Saya hanya ingin memast
“Dimana Claire?!” bentak Nick dengan amarah bergejolak.Serius, saat melihat Levin berada dalam satu kamar yang sama dengan sahabatnya, saat itu pula otak Nick dipenuhi dengan berbagai macam pikiran buruk. Apakah kehadiran Nick terlambat? Apakah Claire sudah terlanjur masuk ke dalam perangkap buaya brengsek macam Levin? Ya Tuhan, semoga saja tidak! Namun jika tidak, kenapa mereka bisa berada berduaan di dalam kamar? Iya kan? Namun jika iya, hatinya pasti akan didera oleh rasa bersalah yang berkepanjangan karena tidak bisa menjaga Claire dengan baik! Levin menyeka darah yang mengalir di sudut bibirnya. Tidak menyangka kalau Nick akan menyerangnya seganas itu dengan pukulan telak yang langsung membuat Levin hampir tumbang. Dan sialnya, Levin sama sekali tidak memiliki kesempatan untuk menghindar! Damn! Sungguh memalukan! Mata Levin menatap Nick dengan pandangan tidak suka. Ya, di mata Levin, Nick adalah saingan dalam memperebutkan perhatian Claire. Wajar jika d
Setibanya di rumah Claire, Nick membaringkan wanita itu dan memanggil Susan, asisten rumah tangga yang sudah bekerja pada keluarga Claire sejak mereka masih kecil. Bisa dibilang Susan adalah ibu pengganti bagi Claire karena wanita paruh baya itu selalu menyayangi dan memperhatikan Claire seperti anak kandungnya sendiri. Sejak kepergian mommy Adele, selain Nick, ada Susan yang bisa Claire andalkan. Tidak heran kalau Nick dan Claire sudah menganggap Susan sebagai bagian dari keluarga.“Maaf karena membangunkanmu selarut ini, tapi aku ingin minta bantuan untuk menggantikan pakaian Claire. Dia mabuk, jangan biarkan dia terlelap dengan pakaian kotor,” pinta Nick yang dipahami oleh Susan.“Baik, Tuan.”“Terima kasih, Susan.”Sejak awal, Susan memang meminta Nick dan Claire untuk memanggilnya dengan nama saja tanpa ada embel-embel ‘bibi’ atau lain sebagainya. Mungkin terdengar tidak sopan karena usia Susan hampir menyamai orangtua Nick maupun Claire, tapi karena itu pe
Ucapan Nick membuat Claire teringat akan kejadian kemarin meski tidak seluruhnya. Claire ingat kalau dirinya memang mabuk berat semalam. Claire ingat kalau ada yang merampas ponselnya saat sedang menghubungi Nick.Claire ingat ada pria yang ingin memaksakan ciuman padanya meski akhirnya ada yang membantu Claire untuk menggagalkan niat jahat pria itu.Tapi hanya sebatas itu, Claire bahkan tidak tau siapa yang membantunya. Apakah Nick? Bukankah Claire menghubunginya? Bisa saja kan? Tapi apa mungkin? Mengingat jeda waktu yang sangat singkat? Ahh, entahlah, Claire pusing! Otaknya masih belum sepenuhnya pulih! Otaknya belum bisa diajak berpikir! Jika boleh, Claire ingin tetap melanjutkan tidurnya, tapi ucapan Nick selanjutnya menggagalkan niat Claire. “Bangunlah, karena setelah ini ada hal yang harus kamu jelaskan padaku!”Ucapan Nick membuat Claire mengerang malas, sadar kalau sebentar lagi dirinya akan diinterogasi oleh pria itu, bukan hanya diinte
Johan menarik nafas pelan saat mendengar jawaban Levin. Baru kali ini Johan melihat tuan mudanya segalau ini hanya karena masalah wanita. Biasanya para wanitalah yang galau karena ulah tuan mudanya, tapi sekarang malah sebaliknya. Sepertinya inilah yang dinamakan dengan hukum karma! “Menilik dari cerita anda, saya yakin kalau anda memang menyukai nona Claire meski mungkin sekarang anda masih perlu waktu untuk meyakinkan diri, tapi cepat atau lambat anda pasti akan menyadari perasaan anda terhadap nona Claire. Sedangkan mengenai hubungan antara nona Claire dengan pria yang bernama Nick, saya sebenarnya cukup ragu dengan persahabatan mereka. Bisa saja mereka berdua memiliki perasaan khusus namun enggan mengungkapkannya karena takut merusak persahabatan yang telah terjalin selama bertahun-tahun hingga akhirnya menjadikan persahabatan sebagai cara aman untuk saling menunjukkan perhatian,” analisis Johan. “Apalagi mendengar dari cerita anda barusan, saya menangkap hubungan
Keesokan harinya…Telapak tangan Claire saling bertaut. Hal yang selalu dilakukannya saat rasa gelisah melanda hatinya. Ini adalah hari pengakuan, wajar jika jantungnya berdebar kencang.Saking gelisahnya, suara ketukan pelan pun terdengar bagaikan bom di telinga Claire hingga wanita itu terlonjak kaget. “Nona, tuan besar sedang menunggu anda di ruang makan agar bisa makan malam bersama,” panggil Susan lembut. Oke, inilah saatnya. Tidak ada lagi kata mundur. Setiap weekend, daddy Alex memang lebih sering berada di rumah, kecuali jika ada urusan di luar kota atau luar negeri. Sedangkan hari-hari biasa dari Senin sampai Jumat, Claire malah tidak tau daddy Alex pulang ke rumah jam berapa saking sibuknya, maka dari itu Claire memilih weekend untuk mengaku dosa. Saat dimana daddy Alex bisa bersantai di rumah. “Oke. Sebentar lagi aku turun ke ruang makan.”Susan berlalu pergi, meninggalkan Claire yang sibuk menyiapkan hati. Wanita itu menghembuskan nafas panjang
Claire menelan saliva dengan gugup saat mendengar ucapan sang dokter. Tidak heran kalau suaranya sedikit terbata saat menjawab,“Ba… baik, Dok.”“Untuk point terakhir biasanya cukup sulit dilakukan karena suami anda belum terbiasa saat harus ‘puasa’ dadakan, ditambah lagi umumnya gairah ibu hamil bisa melonjak naik karena pengaruh hormon,” lanjut Rena, tidak memahami rasa canggung yang Claire rasakan. Atau bukan tidak paham tapi tidak peduli? Entahlah, yang pasti Claire hanya diam mendengar ucapan dokter yang membuat wajahnya memerah. Meski itu adalah hal yang wajar mengingat dokter kandungannya tidak mengetahui tentang kondisi Claire yang sebenarnya dengan pria yang menanam benih dirahimnya.“Baik, Dok.”Claire keluar dari ruangan, bergegas menebus resep yang ditulis dan pulang ke rumah.Usai makan malam, Claire merebahkan tubuhnya di atas ranjang, sibuk memandangi foto bayinya, yang baru terlihat seperti seukuran kacang, tapi dirinya tetap merasa takjub de
Claire mendorong piringnya menjauh, meski hanya lima suapan, tapi setidaknya sudah ada makanan yang masuk ke dalam perutnya. Itu lebih baik daripada kosong sama sekali. Wanita itu menoleh ke arah Susan yang sedang berjalan ke arahnya sambil membawa sekotak sandwich, bekal yang selalu Claire bawa ke kantor karena perutnya selalu meronta kelaparan meski belum waktunya jam makan siang akibat si kecil. “Thank you, Susan,” ucap Claire dan bergegas ke kantor sebelum terlambat.Sore hari di RS Permata Bunda…Claire meremas kedua tangannya dengan gelisah. Sekarang dirinya sedang menunggu antrian untuk menemui dokter kandungan. Heran, waktu sudah sore, tapi kenapa antriannya masih cukup panjang? Apakah dokter yang ditemuinya ini memang bagus?Sejujurnya, Claire tidak tau menau tentang dokter kandungan sama sekali. Dirinya hanya mencari rumah sakit yang cukup jauh dari kantor maupun rumahnya agar kemungkinan untuk bertemu dengan orang yang dikenalnya semakin menipis. Namun ha
Claire menutup wajah dengan kedua telapak tangannya. Setelah mandi dan makan malam, kini Claire sedang berbaring di ranjang empuknya. Meski dirinya sudah dalam posisi siap beristirahat, namun matanya enggan terlelap. Pembicaraannya dengan Levin tadi masih terngiang jelas di benak Claire. Oh, Tuhan! Bagaimana bisa Claire mengiyakan ajakan Levin untuk berteman? Kenapa bibirnya malah mengucapkan hal yang bertolak belakang dengan otaknya? ‘Apakah aku benar-benar mengiyakan permintaannya? Tentu saja iya, jika tidak, lalu siapa tadi yang berbicara?’ gerutu Claire merutuki hatinya yang mudah goyah. Seharusnya Claire menolak permintaan Levin untuk berteman.Seharusnya Claire mengambil langkah seribu saat Levin mendekatinya.Seharusnya Claire mengusir Levin saat melihat pria itu muncul di ruang tamu rumahnya, tanpa memberi kesempatan untuk mengatakan apapun. Dan masih banyak kata ‘seharusnya’ yang berkecamuk di dalam benak Claire hingga membuatnya sulit tidur mesk
Keterdiaman Claire membuat Levin gugup. Pria itu tidak menyadari kalau Claire sama gugupnya dengan Levin, hanya saja Claire dapat menutupi perasaannya dengan baik. Levin menatap Claire dalam-dalam, memutuskan untuk terus maju. Dirinya bukanlah pria pengecut, jadi meski rasa gugup menguasai hatinya, tapi Levin harus tetap mengatakan apa yang dirinya rasakan. Saat Levin memutuskan datang ke rumah Claire, dirinya sudah bertekad untuk mengakui isi hatinya dan ingin mengatakan apa yang hatinya inginkan, dan inilah saatnya. Inilah kesempatan bagi Levin untuk mengutarakannya. “Aku harus mengakui satu hal, yaitu tentang alasan kenapa aku terus mengejarmu meski kamu telah menolak kehadiranku berulang kali. Alasan kenapa aku mengabaikan permintaanmu agar kita bersikap tidak saling mengenal.”“Kenapa?” “Karena aku menyukaimu.”Claire mengerjap, lidahnya terasa kelu. Bibirnya seolah terkunci rapat. Pengakuan Levin memang singkat, tapi sanggup memporak porandakan hati
Claire melajukan mobilnya menuju rumah, satu-satunya tempat yang bisa membuatnya merasa aman dan nyaman karena di rumah besarnya hanya ada Susan dan Claire bisa mengunci diri di kamar selepas makan malam hingga tidak ada yang curiga meski terdapat perubahan pada dirinya. Ya, tidak bisa dipungkiri akhir-akhir ini Claire baru menyadari kalau rasa mual yang sempat dirasakannya adalah karena pengaruh kehamilan, bukan sekedar masuk angin. Morning sickness itulah istilahnya meski harus Claire akui kalau rasa mualnya tidak hanya datang di pagi hari karena di saat-saat tertentu, rasa mual itu bisa saja datang. Terserah keinginan bayi kecilnya saja. Ditambah lagi indera penciumannya semakin sensitive membuatnya langsung mual jika mencium aroma yang terlalu menyengat, entah seperti ikan, gorengan, parfum, makanan tertentu atau hal lainnya. Namun betapa kagetnya Claire saat setibanya di rumah, dirinya malah menemukan Levin sudah duduk di ruang tamu rumahnya. Menunggu kepula
Claire menatap hasil testpack di tangannya dengan nanar. Dari 4 testpack yang dirinya beli dan gunakan, semuanya menampilkan hasil akhir yang sama. Garis dua. Positif. Claire hamil! Damn! Bagaimana bisa seperti ini? Padahal Claire yakin kalau dirinya langsung meminum pil pencegah kehamilan setelah berhubungan seks dengan Levin! Claire yakin kalau dirinya bergegas membeli pil pencegah kehamilan kurang dari 24 jam setelah mereka melakukan hal itu. Bukankah katanya pil itu efektif asalkan dikonsumsi tidak lebih dari 24 jam setelah berhubungan seks? Tapi kenapa Claire masih bisa hamil? Apa dirinya hanya termakan iklan belaka?Apakah hasil testpacknya salah? Tapi apa mungkin testpacknya salah berjamaah? Jika hanya satu atau dua testpack yang salah, mungkin masih masuk akal, tapi masalahnya semua testpack merujuk pada hasil yang sama. Sial! Sial! Sial! Dan mereka hanya melakukannya sekali. Hanya sekali! Ya Tuhan, kenapa benih Levin begitu subur hingga sulit dicegah dan disingkirk
Levin menatap ponselnya saat tidak mendengar suara apapun, mengira sambungan telepon terputus. Tapi ternyata tidak, ponselnya masih tersambung dengan nomor Claire, lalu kenapa wanita itu tidak merespon? “Claire?” Panggilan Levin membuat Claire tergagap, sadar kalau pikirannya sedang berkelana.“Memang, tapi bukan berarti kita bisa menjadi teman. Dan sepertinya ada baiknya kalau kita tidak perlu bertemu lagi. Lagipula aku sudah selesai sidang jadi sepertinya tidak perlu datang ke kampus lagi. Sudahlah, aku ingin istirahat, jadi aku akan langsung menutup teleponnya. Setelah ini jangan telepon aku lagi, okay?” cerocos Claire dan langsung memutuskan panggilan membuat Levin memaki pelan. Heran, kenapa Claire begitu sulit ditaklukkan? Bukankah sebelumnya wanita itu sudah bersikap jinak? Tapi kenapa sekarang jadi galak lagi? Kemana sikap hangat yang wanita itu tunjukkan saat mereka berbincang di café waktu itu? Kenapa wanita yang disukainya bertingkah seperti bunglon yan
“Sekarang sudah akhir bulan, tapi kenapa aku belum datang bulan? Apakah karena stress pekerjaan? Padahal biasanya selalu teratur,” gumam Claire heran. Hingga satu pemikiran terlintas di benaknya. Claire menggeleng keras, berusaha mengenyahkan pikiran laknat itu dari pikirannya, tapi sulit. “Aku tidak mungkin hamil kan? Setelah berhubungan seks dengan Levin dulu, aku langsung minum pil pencegah kehamilan dan kami hanya melakukannya sekali,” lirih Claire dengan rasa cemas yang merasuk ke hatinya.Claire lupa kalau yang sebenarnya terjadi adalah Levin melakukan hal terkutuk itu berulang kali tanpa dirinya sadari karena berada di bawah pengaruh obat. Dan berulang kali pula Levin sibuk menabur benih ke dalam rahimnya.Rasa cemas di hati Claire kian meningkat saat dirinya menyadari hal lain yang tidak kalah penting. Rasa mual yang akhir-akhir ini dirinya rasakan. Rasa mual yang Claire pikir hanya sekedar masuk angin belaka tapi nyatanya sudah seminggu lebih enggan pergi