Home / Rumah Tangga / Satu Malam Bersama Adik Suamiku / Bab 40: Tekanan dari Keluarga

Share

Bab 40: Tekanan dari Keluarga

Author: Rizki Adinda
last update Last Updated: 2025-01-22 14:17:23

Malam itu, keheningan vila hanya diputus oleh suara dering telepon yang mendadak. Ayla, yang sedang tenggelam dalam lamunan di teras belakang, terlonjak kaget. Dengan tangan yang sedikit gemetar, ia mengangkat telepon dari Rita.

“Ay, aku dengar Bram mulai menghubungi teman-temanmu. Dia benar-benar mencari kamu,” kata Rita dengan nada yang sarat kecemasan.

Ayla menarik napas dalam-dalam, menatap keluar jendela yang terbuka lebar, mengarah ke kegelapan malam yang tidak memberi jawaban. “Aku nggak tahu harus apa, Rit.”

“Kamu harus hati-hati. Kalau ada apa-apa, kabari aku atau Adrian. Jangan biarkan dia menemukan kamu, Ay,” desak Rita, suaranya penuh dengan kekhawatiran yang tulus.

Setelah menutup telepon, Ayla duduk kembali, merenung dengan hati yang semakin resah. Ia tahu bahwa waktu yang ia miliki semakin sempit dan Bram pasti akan menemukan tempat persembunyiannya lebih cepat atau lambat.

Namun, pandangannya yang

Locked Chapter
Continue Reading on GoodNovel
Scan code to download App

Related chapters

  • Satu Malam Bersama Adik Suamiku   Bab 41: Haruskah Ayla Kembali

    Pada sore yang dingin itu, ketika Adrian melangkah masuk ke rumah, udara seakan berhenti bergerak. Ayla duduk termenung di sofa, wajahnya tampak begitu pucat, matanya terpaku ke depan tanpa ekspresi."Ayla?" Adrian memanggil lembut sambil mendekat dan duduk di sampingnya. "Ada apa, sayang? Kamu terlihat tidak baik-baik saja."Ayla menoleh perlahan, matahari sore memantulkan bayang kesedihan di matanya yang letih. "Bu Retno menelepon," suaranya terdengar serak, "dia meminta aku kembali ke rumah."Adrian menggenggam tangan Ayla, mencoba memberi kekuatan. "Apa lagi yang dikatakannya?" tanyanya, berusaha menahan emosi."Dia bilang aku egois, aku mempermalukan nama keluarga," jawab Ayla, suaranya begitu pelan, hampir tidak terdengar. "Aku bingung, Adrian. Aku benar-benar lelah.""Dengar, Ay," Adrian memeluk Ayla, suaranya penuh kelembutan, "kamu tidak melakukan kesalahan apapun. Kamu hanya berusaha untuk apa yang terbaik bagi dirimu. Mereka yang tidak m

    Last Updated : 2025-01-23
  • Satu Malam Bersama Adik Suamiku   Bab 42: Perasaan ADrian yang Terlalu Kuat

    Di tengah belaian mentari pagi yang baru bangkit, Adrian kembali melangkah ringan menuju vila, tangannya penuh dengan bungkusan sarapan sederhana—roti bakar yang masih hangat dan selai buah ceri yang selalu menjadi kegemaran Ayla.Saat pintu perlahan terbuka, Ayla menyambut dengan senyuman lelah, matahari baru saja memantul lembut di wajahnya yang pucat.“Kamu lagi?” ujar Ayla dengan nada bersahaja, yang segera dibalas oleh Adrian dengan senyum hangat.“Iya, tahu kamu belum makan. Pikir mungkin ini bisa manjakan pagimu,” kata Adrian, langkahnya ringan memasuki dapur.Ayla tertawa kecil, suaranya menari di udara pagi itu. Ia duduk di meja dapur, mengamati Adrian yang cekatan menyiapkan sarapan. “Kamu ini, selalu tahu bagaimana membuat hari-hariku terasa lebih cerah.”Adrian menghentikan gerak tangannya, matanya beradu dengan tatapan Ayla. “Itu karena aku peduli, Ay,” ucapnya, suara penuh ketulusa

    Last Updated : 2025-01-23
  • Satu Malam Bersama Adik Suamiku   Bab 43: Keraguan yang Menyayat Hati

    Malam yang dingin di desa kecil itu membalut setiap sudut ruangan dengan kesunyian. Namun, suasana hati Ayla berkecamuk, serupa badai musim dingin yang merayap masuk ke dalam hatinya. Dalam kegelapan kamarnya, cahaya lampu meja yang redup menyinari wajahnya yang murung.Duduk di tepi ranjang, tangannya yang gugup terlipat di pangkuannya, seolah mencari kehangatan dan kekuatan untuk menghadapi hari esok yang membawa janji akan pertemuan yang mungkin mengubah hidupnya.Rumah tangga Ayla dan Bram telah lama kehilangan kehangatan yang dulu menjadi fondasinya. Bram, suaminya, kini lebih sering menghabiskan waktu jauh dari rumah, meninggalkan Ayla merenungkan masa depan mereka yang kian suram.Ingatannya pada Bram—seorang pria yang pernah penuh kasih dan perhatian—kini hanya tinggal bayang-bayang yang memudar. Ayla masih terikat pada janji suci mereka, meski hatinya terbelah antara kesetiaan dan keinginan untuk menemukan kebahagiaan yang sebenarnya.

    Last Updated : 2025-01-24
  • Satu Malam Bersama Adik Suamiku   Bab 44: Rencana yang Terungkap

    Ketika langit malam semakin gelap dan bintang-bintang menghiasi pekatnya, Adrian akhirnya memutuskan untuk meninggalkan vila, memberikan kesendirian yang mungkin dibutuhkan Ayla untuk berpikir.Namun, jauh dari ketenangan vila itu, Bram menetapkan dirinya dalam keheningan mobilnya yang terparkir. Wajahnya yang biasanya ceria, kini terlihat dingin dan serius. Matanya tak lepas dari layar ponsel, menelaah pesan dari seseorang yang telah berhasil melacak keberadaan Ayla.Dengan suara rendah namun penuh kepastian, ia bergumam, "Aku sudah tahu di mana kamu, Ayla. Kamu tidak akan bisa bersembunyi lagi dariku."Di pagi yang cerah, Ayla berusaha menyibukkan diri dengan merapikan ruang tamu di vila kecilnya yang dikelilingi udara pegunungan yang sejuk dan segar. Setiap gerakannya mencoba mengalihkan pikiran dari kekhawatiran akan pertemuan yang tak terelakkan dengan Bram.Meski jendela terbuka lebar membiarkan hawa dingin masuk, hatinya terasa hangat karena kenang

    Last Updated : 2025-01-24
  • Satu Malam Bersama Adik Suamiku   Bab 45: Konfrontasi Emosional

    Di sudut yang berbeda, Bram duduk termenung di ruang tamu rumahnya, tangannya gemetar saat memegang bingkai foto pernikahannya dengan Ayla. Getaran di tangannya bukanlah pertanda kesedihan, melainkan api kemarahan yang berkobar dalam dada.Lama ia menatap foto itu, kemudian dengan gerakan tiba-tiba, meletakkannya dengan kasar di atas meja. Pikirannya hanya terfokus pada satu tujuan yang menggebu: membawa Ayla kembali, dan menghancurkan siapapun yang berani menghalanginya.Dengan tegas, Bram meraih teleponnya sekali lagi, kali ini menghubungi seseorang yang sangat ia percayai untuk melancarkan rencananya dengan cepat. "Aku ingin tahu segalanya sebelum aku sampai di sana besok," ucapnya dengan nada yang dingin."Dan pastikan dia tahu dia nggak punya tempat untuk lari." Setelah panggilan berakhir, Bram kembali duduk, matanya menatap tajam ke depan, penuh dengan niat yang tak tergoyahkan. "Ayla, kamu milikku. Dan aku akan pastikan kamu tahu itu."Keheningan p

    Last Updated : 2025-01-25
  • Satu Malam Bersama Adik Suamiku   Bab 46: Mengungkap Luka Lama

    Ketika Bram akhirnya beranjak keluar dari vila, Adrian segera mendekati tempat itu. Langkah Bram tampak berat, penuh beban, namun Adrian tidak terganggu. Ia hanya ingin memastikan Ayla dalam keadaan baik-baik saja.Dengan langkah cepat, Adrian memasuki vila dan mendapati Ayla terduduk lesu di sofa, wajahnya basah oleh air mata yang mengalir tanpa henti. Ia berlutut di depannya, tangan Ayla digenggamnya dengan penuh kelembutan."Aku dengar semuanya," bisik Adrian dengan suara yang penuh pengertian. "Kamu tidak perlu menghadapi semua ini sendirian lagi, Ay."Ayla menatap Adrian, matanya tampak lelah namun terlihat ada kelegaan di sana. "Rasanya aku baru bisa bernapas lega, Adrian. Tapi, ada ketakutan yang masih menggelayuti pikiranku," ucapnya, suara bergetar.Adrian mengangguk pengertian, menggenggam tangan Ayla lebih erat lagi. "Aku ada di sini, Ay. Apapun yang terjadi, aku tidak akan meninggalkan kamu," janji Adrian dengan nada yang menenangkan.

    Last Updated : 2025-01-25
  • Satu Malam Bersama Adik Suamiku   Bab 47: Bersandar pada Harapan Baru

    Ketika Bram akhirnya meninggalkan vila, Ayla masih berdiri tegak di depan pintu, matanya terpaku pada mobil yang perlahan menjauh. Walaupun tubuhnya terasa ringan, bebas dari kehadiran Bram, hatinya masih terasa luka dan belum sepenuhnya sembuh.Dari belakang, Adrian mendekat dengan langkah yang hati-hati, seolah menghormati ruang dan waktu yang Ayla butuhkan. Ia tidak berkata apa-apa, hanya berdiri di sampingnya, memberikan kehadiran yang tenang dan menenangkan."Dia sudah pergi," ujar Ayla dengan suara yang pelan, hampir tidak terdengar dihempas angin yang sepoi-sepoi.Adrian hanya mengangguk, matanya penuh empati tidak beranjak dari wajah Ayla. "Kamu baik-baik saja?" tanyanya dengan lembut.Ayla berpaling, menatap Adrian dengan senyuman yang lelah namun tulus. "Aku tidak tahu. Namun, rasanya seperti ini adalah awal dari sesuatu yang baru," katanya, mencoba mencari sinar harapan di tengah kekacauan emosinya.Adrian mengangguk lagi, tangannya menc

    Last Updated : 2025-01-26
  • Satu Malam Bersama Adik Suamiku   Bab 48: Pertemuan Rahasia

    Namun, di tempat lain, suasana yang berbeda terasa di ruang tamu rumah Bram. Sendirian, dia duduk menatap foto pernikahannya dengan Ayla yang masih terpajang di rak. Gelisah, tangannya menggenggam gelas minuman dengan kuat, dan matanya memancarkan campuran amarah serta penyesalan yang dalam.Suara ponsel yang berdering memecah keheningan. Dengan gerakan yang tegas, Bram meraihnya dan melihat nama yang terpampang di layar. “Halo?” suaranya bergema rendah.“Pak Bram, kami sudah menemukan sesuatu,” kata suara di seberang telepon, serius dan penuh urgensi.Bram terdiam, mendengarkan dengan cermat. Setiap kata yang diucapkan semakin membuat rahangnya mengeras, dan matanya memerah. “Terus awasi mereka,” perintahnya akhirnya dengan suara yang tegas sebelum menutup telepon.Dengan gerakan kasar, Bram melemparkan ponselnya ke sofa dan berdiri dengan tatapan yang penuh tekad. “Kita lihat sampai sejauh mana kamu akan lari, A

    Last Updated : 2025-01-26

Latest chapter

  • Satu Malam Bersama Adik Suamiku   Bab 80: Tak Ingin Kehilangan

    “Ini bukan hanya tentang keluarga, Bram. Ini lebih kepada kamu yang tidak mau mengakui kesalahanmu sendiri,” ujar Adrian dengan suara yang bergetar penuh emosi. Cahaya lampu ruangan itu menciptakan bayangan pada wajahnya yang tegang. “Aku tahu kamu sudah mengkhianati Ayla sejak lama.”Bram terdiam, wajahnya berubah seketika menjadi pucat, namun dia tidak membantah kata-kata Adrian. Sebaliknya, ia mendekati adiknya dengan langkah yang berat dan terukur, menatap tajam ke dalam mata Adrian yang penuh dengan kekecewaan.“Mungkin aku tidak sempurna sebagai suami,” ucap Bram dengan suara rendah namun tegas, “tapi Ayla adalah istriku. Dan kamu tidak punya hak untuk merebutnya dari saya.”“Ayla bukan barang yang bisa dimiliki, Bram,” Adrian membalas dengan nada yang sama tajamnya. “Dia berhak untuk memilih kebahagiaannya sendiri.”Pada saat itu, Farida, ibu mereka, bangkit dari kursinya. Raut

  • Satu Malam Bersama Adik Suamiku   Bab 79:Perseteruan Keluarga Adrian

    Sore itu, ketika Ayla melangkah pulang, hembusan angin sejuk menerpa wajahnya, memberikan kesegaran yang tak terduga. Langkahnya terasa sedikit lebih ringan dibanding biasanya.Meski beban rasa bersalah masih menggelayut di hatinya, dukungan yang diberikan Rita telah menumbuhkan kekuatan baru dalam dirinya, sebuah kekuatan yang sebelumnya tak pernah ia sadari.Sesampainya di rumah, kesunyian menyambut kedatangannya. Bram tidak ada di rumah—mungkin masih lembur di kantor atau mungkin juga sedang menghindari pertemuan dengan dirinya. Ayla melepaskan mantelnya dengan gerakan lembut dan melangkah ke dapur untuk membuat secangkir teh.Ketika ia menyalakan teko, aroma teh melati mulai memenuhi ruangan, mengingatkannya pada percakapan hangat yang ia lalui bersama Adrian di sebuah kafe yang nyaman.Ponselnya bergetar lembut di atas meja dapur. Layar menampilkan nama Adrian. Dengan napas yang sedikit tertahan, ia menjawab, "Halo?" Suaranya keluar lebih lembu

  • Satu Malam Bersama Adik Suamiku   Bab 78: Mencari Dukungan Rita

    Pagi itu, suasana apartemen Rita sedikit berbeda. Ayla berdiri ragu di depan pintu, menggigil bukan hanya karena udara pagi yang dingin, tapi juga karena beban yang ia pikul. Ia merapatkan mantel cokelat tua yang sudah lusuh, berusaha menahan dingin yang menyeruak ke tulang.Dengan tangan yang bergetar, ia mengetuk pintu dengan pelan, hati-hatinya dipenuhi kecemasan.Sejurus kemudian, terdengar suara langkah kaki dari dalam apartemen. Pintu perlahan terbuka, dan muncullah wajah Rita yang tampak terkejut dan rambutnya yang tergerai dengan bebas. Ekspresi terkejut terpahat di wajahnya saat ia melihat Ayla berdiri di ambang pintu.“Ayla?” Rita berkata dengan nada penuh tanya. “Apa kamu baik-baik saja?”Dengan kepala mengangguk perlahan, Ayla mencoba tersenyum, meski dari raut wajahnya jelas bahwa ia jauh dari kata baik-baik saja. “Rita, aku… boleh masuk?”“Tentu, masuklah,” jawab Rita sambil membu

  • Satu Malam Bersama Adik Suamiku   Bab 77: Gosip yang Terlalu Nyata

    Mereka bertemu di sebuah kafe kecil yang tersembunyi di sudut kota, tempat yang menawarkan ketenangan jauh dari keramaian. Di sana, Ayla memilih tempat duduk di pojok, sibuk memandangi secangkir kopi hitam yang menguap perlahan di depannya.Tak lama kemudian, Adrian datang, membawa aura kehangatan yang seketika membuat suasana hati Ayla sedikit lebih ringan.Adrian segera mengambil tempat duduk di hadapan Ayla, matanya menelusuri wajahnya dengan tatapan penuh kekhawatiran. "Ada apa, Ayla?" tanyanya dengan suara yang langsung ke inti, tanpa membuang waktu.Dengan bahu terangkat pelan, Ayla mencoba tersenyum, namun bibirnya bergetar menahan sesuatu. "Hanya...gosip," jawabnya dengan suara yang nyaris tak terdengar. "Gosip yang terasa terlalu nyata untuk bisa diabaikan begitu saja."Adrian mengerutkan kening, rasa penasarannya terpicu. "Gosip apa? Apa yang mereka bicarakan?"Mata Ayla tertunduk, berusaha menghindari tatapan tajam Adrian. "Tentang aku..

  • Satu Malam Bersama Adik Suamiku   Bab 76: Rita Berusaha Mengingatkan

    Suara ketukan pintu tiba-tiba memecah keheningan. Adrian dan Ayla saling pandang, terkejut tergambar jelas di wajah mereka. Adrian bergerak cepat, menuju pintu dengan langkah mantap. Dia melemparkan pandangan singkat kepada Ayla, memberi isyarat agar tetap di tempat.Ketika pintu terbuka, seorang wanita muda berdiri di ambang. Wajahnya basah oleh hujan, rambut panjang menempel di pipinya, dan matanya tajam menatap Ayla di dalam ruangan.“Rita?” Adrian bertanya, terdengar ragu.Rita tidak menjawab. Dengan mantap, dia melangkah masuk tanpa permisi, berdiri di depan Ayla. Ekspresi aneh menghiasi wajahnya—campuran antara kecewa, marah, dan prihatin.“Aku tahu aku akan menemukanmu di sini,” katanya dengan suara lembut namun penuh dengan tekanan.Ayla berdiri perlahan, bibirnya bergetar. “Rita… aku bisa menjelaskan.”Rita mengangkat tangan, memotong Ayla sebelum ia bisa melanjutkan. &l

  • Satu Malam Bersama Adik Suamiku   Bab 75: Janji Adrian pada Ayla

    Lampu meja di sudut ruangan bersinar temaram, memancarkan cahaya hangat yang membelai dinding ruang tamu kecil di apartemen Adrian. Di sudut lain, alunan musik instrumental mengisi udara dengan nada lembut, melarutkan keheningan namun menyisakan atmosfer yang penuh tanda tanya.Ayla duduk di sofa abu-abu gelap, tangannya menggenggam cangkir teh hangat seolah mencari kenyamanan dari uap chamomile yang perlahan membubung. Tatapannya terpaku pada jendela besar di hadapannya, memperlihatkan kota yang terbenam dalam kilauan lampu-lampu malam.Adrian berdiri di dekat dapur, bersandar pada dinding dengan sikap santai yang tampak dipaksakan. Kedua lengannya terlipat di dada, tetapi matanya yang tak tenang mengkhianati ketenangan palsu itu.Ia memandangi Ayla dari jauh, seolah membaca tiap gerakan perempuan itu, yang selalu memancarkan kelembutan bahkan saat pikirannya mungkin sedang dihantui badai kekhawatiran.“Ayla…” Adrian akhirnya memecah k

  • Satu Malam Bersama Adik Suamiku   Bab 74: Pilihan yang Mengubah Segalanya

    Malam itu, mereka kembali ke apartemen Adrian. Sebuah keheningan menggantung di udara, seolah waktu berhenti untuk memberi ruang pada pikiran-pikiran yang berlarian di kepala mereka. Ayla duduk di sofa berlapis kain lembut, menggenggam secangkir teh yang sudah lama kehilangan kehangatannya.Tatapannya kosong, tenggelam dalam bayang-bayang cahaya kota yang memantul dari jendela. Sementara itu, Adrian berdiri di dekat jendela, memandangi lautan lampu di kejauhan, seperti mencari jawaban di antara k

  • Satu Malam Bersama Adik Suamiku   Bab 73: Ayla Tidak Layak Bahagia

    Hari-hari berikutnya terasa seperti perjuangan tanpa akhir bagi Ayla dan Adrian. Gosip terus meluas, berhembus dari mulut ke mulut dan tersebar liar di media sosial.Komentar pedas—beberapa tersampaikan langsung, sebagian lagi bersembunyi di balik layar anonim—menghantam mereka tanpa ampun.Suatu malam, Ayla menerima sebuah pesan anonim di ponselnya:"Kau perusak keluarga. Kau tidak layak bahagia."Ia menatap layar ponselnya lama, seolah kata-kata itu menancap di benaknya seperti duri yang tak terlihat. Dengan tangan gemetar, ia meletakkan ponsel itu di atas meja. Adrian, yang tengah duduk di sofa di seberangnya, menangkap perubahan ekspresi di wajah Ayla.Tanpa berkata-kata, ia mendekat dan mengambil ponsel tersebut. Saat membaca pesan itu, rahangnya mengeras.“Kau tidak perlu membaca ini,” ujarnya tegas, mematikan layar ponsel dan menjauhkannya dari jangkauan Ayla. Suaranya terdengar seperti benteng kokoh,

  • Satu Malam Bersama Adik Suamiku   Bab 72: Perjuangan demi Kebahagiaan

    Malam itu di apartemen Adrian, Ayla duduk di sofa, matanya terpaku pada layar ponsel yang terus bergetar. Pesan-pesan berdatangan tanpa henti—beberapa dari teman lama, sebagian besar dari kerabat Bram. Semua mengandung kata-kata tajam, tuduhan, dan penghinaan yang membakar.“Kenapa kau tidak memblokir saja mereka?” tanya Adrian. Ia duduk di lantai dekat meja kecil, sibuk memperbaiki sesuatu, tapi jelas perhatiannya tidak teralihkan dari Ayla.Ayla menggeleng pelan, pandangannya tetap tertuju pada layar. “Aku tidak tahu. Mungkin aku berharap ada seseorang yang akhirnya mau mengerti. Tapi... sepertinya itu hanya angan-angan.”Adrian meletakkan alat di tangannya, menatap Ayla dengan serius. Ia bangkit, lalu duduk di sampingnya. “Ayla, kau tidak perlu pembuktian dari mereka. Kau hanya perlu percaya pada dirimu sendiri. Kau sudah cukup kuat untuk melewati semua ini.”Ayla menoleh, menatap mata Adrian yang penuh ketulus

Scan code to read on App
DMCA.com Protection Status