Beranda / Rumah Tangga / Satu Malam Bersama Adik Suamiku / Bab 37: Keindahan yang Pahit

Share

Bab 37: Keindahan yang Pahit

Penulis: Rizki Adinda
last update Terakhir Diperbarui: 2025-01-21 13:07:16

Perjalanan mereka dipenuhi dengan keheningan yang tenang, namun jauh dari kecanggungan. Sesekali, Adrian melirik Ayla yang terlihat tenggelam dalam renungan, matanya terarah pada pemandangan yang melintas di luar jendela.

Setelah beberapa saat, Adrian mengambil keberanian untuk memecah keheningan. "Kamu tahu, Ay," katanya dengan suara yang berat, "aku nggak pernah berpikir aku akan berada di posisi ini. Mendukung kamu buat meninggalkan Bram... kakakku sendiri."

Ayla menoleh, menatap Adrian dengan tatapan yang lembut dan penuh pengertian. "Aku tahu ini sulit buat kamu, Adrian. Aku… aku nggak tahu harus bilang apa. Tapi aku sangat berterima kasih kamu ada di sini untukku."

Adrian tersenyum lembut, meskipun ada semburat kesedihan di matanya. "Aku cuma mau kamu bahagia, Ay. Itu saja."

Kata-katanya sederhana, tetapi cukup untuk menghangatkan hati Ayla, yang kini merasa lebih terhubung dengan Adrian, meskipun ia sadar bahwa perasaannya mungkin lebih dala

Lanjutkan membaca buku ini secara gratis
Pindai kode untuk mengunduh Aplikasi
Bab Terkunci

Bab terkait

  • Satu Malam Bersama Adik Suamiku   Bab 38: Harapan Baru

    Setelah sarapan yang disiapkan Adrian dengan penuh perhatian, ia mengajak Ayla berjalan-jalan di sekitar vila, menyusuri jalan setapak kecil yang dikelilingi pepohonan rindang dan menyembunyikan keindahan alam yang lembut.Langkah mereka membawa mereka ke sebuah danau kecil, tempat air tenang memantulkan langit biru yang cerah dan menenangkan. Ayla menemukan sebuah batu besar di tepi danau, tempat yang sempurna untuk duduk dan merenung.Adrian berdiri di dekatnya, mata mereka sama-sama tertuju pada kilauan air di bawah sinar matahari."Tempat ini indah," ucap Ayla, nada suaranya terdengar lebih ringan, lebih penuh harapan dari sebelumnya.Adrian menoleh kepadanya, tersenyum lebar. "Aku tahu kamu butuh tempat kayak gini. Tenang, jauh dari semua kekacauan."Ayla menatapnya, matanya menyiratkan kehangatan yang tidak bisa ia sembunyikan. "Kenapa kamu selalu tahu apa yang aku butuhin?"Adrian tertawa kecil, suaranya lembut dan melodi. "Mung

    Terakhir Diperbarui : 2025-01-21
  • Satu Malam Bersama Adik Suamiku   Bab 39: Ketakutan di Balik Kebahagiaan

    Setelah sarapan yang tenang dan penuh percakapan ringan, Adrian mengajak Ayla berjalan-jalan di sekitar vila, menyusuri jalan setapak yang dikelilingi pepohonan rindang.Mereka berdua menikmati kesejukan pagi dan kedamaian alam sekitar, sebelum tiba di sebuah padang rumput kecil yang dipenuhi dengan bunga-bunga liar. Warna-warni bunga tersebut menambah keindahan pagi yang sudah sempurna, membuat Ayla terkesima.Ayla menemukan sebuah batu besar dan duduk di atasnya, menikmati keindahan dan kedamaian yang ditawarkan alam. Adrian, dengan santainya, berdiri di dekatnya, tangannya dimasukkan ke dalam saku celana, menikmati suasana yang sama.Angin sepoi-sepoi membawa aroma bunga dan rumput yang segar, menenangkan hati yang selama ini gelisah.“Aku nggak tahu harus bilang apa,” kata Ayla pelan, suaranya nyaris tertelan oleh angin. “Setiap kamu ada di sini, aku merasa sedikit lebih baik.”Adrian tersenyum kecil, namun matanya menyi

    Terakhir Diperbarui : 2025-01-22
  • Satu Malam Bersama Adik Suamiku   Bab 40: Tekanan dari Keluarga

    Malam itu, keheningan vila hanya diputus oleh suara dering telepon yang mendadak. Ayla, yang sedang tenggelam dalam lamunan di teras belakang, terlonjak kaget. Dengan tangan yang sedikit gemetar, ia mengangkat telepon dari Rita.“Ay, aku dengar Bram mulai menghubungi teman-temanmu. Dia benar-benar mencari kamu,” kata Rita dengan nada yang sarat kecemasan.Ayla menarik napas dalam-dalam, menatap keluar jendela yang terbuka lebar, mengarah ke kegelapan malam yang tidak memberi jawaban. “Aku nggak tahu harus apa, Rit.”“Kamu harus hati-hati. Kalau ada apa-apa, kabari aku atau Adrian. Jangan biarkan dia menemukan kamu, Ay,” desak Rita, suaranya penuh dengan kekhawatiran yang tulus.Setelah menutup telepon, Ayla duduk kembali, merenung dengan hati yang semakin resah. Ia tahu bahwa waktu yang ia miliki semakin sempit dan Bram pasti akan menemukan tempat persembunyiannya lebih cepat atau lambat.Namun, pandangannya yang

    Terakhir Diperbarui : 2025-01-22
  • Satu Malam Bersama Adik Suamiku   Bab 41: Haruskah Ayla Kembali

    Pada sore yang dingin itu, ketika Adrian melangkah masuk ke rumah, udara seakan berhenti bergerak. Ayla duduk termenung di sofa, wajahnya tampak begitu pucat, matanya terpaku ke depan tanpa ekspresi."Ayla?" Adrian memanggil lembut sambil mendekat dan duduk di sampingnya. "Ada apa, sayang? Kamu terlihat tidak baik-baik saja."Ayla menoleh perlahan, matahari sore memantulkan bayang kesedihan di matanya yang letih. "Bu Retno menelepon," suaranya terdengar serak, "dia meminta aku kembali ke rumah."Adrian menggenggam tangan Ayla, mencoba memberi kekuatan. "Apa lagi yang dikatakannya?" tanyanya, berusaha menahan emosi."Dia bilang aku egois, aku mempermalukan nama keluarga," jawab Ayla, suaranya begitu pelan, hampir tidak terdengar. "Aku bingung, Adrian. Aku benar-benar lelah.""Dengar, Ay," Adrian memeluk Ayla, suaranya penuh kelembutan, "kamu tidak melakukan kesalahan apapun. Kamu hanya berusaha untuk apa yang terbaik bagi dirimu. Mereka yang tidak m

    Terakhir Diperbarui : 2025-01-23
  • Satu Malam Bersama Adik Suamiku   Bab 42: Perasaan ADrian yang Terlalu Kuat

    Di tengah belaian mentari pagi yang baru bangkit, Adrian kembali melangkah ringan menuju vila, tangannya penuh dengan bungkusan sarapan sederhana—roti bakar yang masih hangat dan selai buah ceri yang selalu menjadi kegemaran Ayla.Saat pintu perlahan terbuka, Ayla menyambut dengan senyuman lelah, matahari baru saja memantul lembut di wajahnya yang pucat.“Kamu lagi?” ujar Ayla dengan nada bersahaja, yang segera dibalas oleh Adrian dengan senyum hangat.“Iya, tahu kamu belum makan. Pikir mungkin ini bisa manjakan pagimu,” kata Adrian, langkahnya ringan memasuki dapur.Ayla tertawa kecil, suaranya menari di udara pagi itu. Ia duduk di meja dapur, mengamati Adrian yang cekatan menyiapkan sarapan. “Kamu ini, selalu tahu bagaimana membuat hari-hariku terasa lebih cerah.”Adrian menghentikan gerak tangannya, matanya beradu dengan tatapan Ayla. “Itu karena aku peduli, Ay,” ucapnya, suara penuh ketulusa

    Terakhir Diperbarui : 2025-01-23
  • Satu Malam Bersama Adik Suamiku   Bab 43: Keraguan yang Menyayat Hati

    Malam yang dingin di desa kecil itu membalut setiap sudut ruangan dengan kesunyian. Namun, suasana hati Ayla berkecamuk, serupa badai musim dingin yang merayap masuk ke dalam hatinya. Dalam kegelapan kamarnya, cahaya lampu meja yang redup menyinari wajahnya yang murung.Duduk di tepi ranjang, tangannya yang gugup terlipat di pangkuannya, seolah mencari kehangatan dan kekuatan untuk menghadapi hari esok yang membawa janji akan pertemuan yang mungkin mengubah hidupnya.Rumah tangga Ayla dan Bram telah lama kehilangan kehangatan yang dulu menjadi fondasinya. Bram, suaminya, kini lebih sering menghabiskan waktu jauh dari rumah, meninggalkan Ayla merenungkan masa depan mereka yang kian suram.Ingatannya pada Bram—seorang pria yang pernah penuh kasih dan perhatian—kini hanya tinggal bayang-bayang yang memudar. Ayla masih terikat pada janji suci mereka, meski hatinya terbelah antara kesetiaan dan keinginan untuk menemukan kebahagiaan yang sebenarnya.

    Terakhir Diperbarui : 2025-01-24
  • Satu Malam Bersama Adik Suamiku   Bab 44: Rencana yang Terungkap

    Ketika langit malam semakin gelap dan bintang-bintang menghiasi pekatnya, Adrian akhirnya memutuskan untuk meninggalkan vila, memberikan kesendirian yang mungkin dibutuhkan Ayla untuk berpikir.Namun, jauh dari ketenangan vila itu, Bram menetapkan dirinya dalam keheningan mobilnya yang terparkir. Wajahnya yang biasanya ceria, kini terlihat dingin dan serius. Matanya tak lepas dari layar ponsel, menelaah pesan dari seseorang yang telah berhasil melacak keberadaan Ayla.Dengan suara rendah namun penuh kepastian, ia bergumam, "Aku sudah tahu di mana kamu, Ayla. Kamu tidak akan bisa bersembunyi lagi dariku."Di pagi yang cerah, Ayla berusaha menyibukkan diri dengan merapikan ruang tamu di vila kecilnya yang dikelilingi udara pegunungan yang sejuk dan segar. Setiap gerakannya mencoba mengalihkan pikiran dari kekhawatiran akan pertemuan yang tak terelakkan dengan Bram.Meski jendela terbuka lebar membiarkan hawa dingin masuk, hatinya terasa hangat karena kenang

    Terakhir Diperbarui : 2025-01-24
  • Satu Malam Bersama Adik Suamiku   Bab 45: Konfrontasi Emosional

    Di sudut yang berbeda, Bram duduk termenung di ruang tamu rumahnya, tangannya gemetar saat memegang bingkai foto pernikahannya dengan Ayla. Getaran di tangannya bukanlah pertanda kesedihan, melainkan api kemarahan yang berkobar dalam dada.Lama ia menatap foto itu, kemudian dengan gerakan tiba-tiba, meletakkannya dengan kasar di atas meja. Pikirannya hanya terfokus pada satu tujuan yang menggebu: membawa Ayla kembali, dan menghancurkan siapapun yang berani menghalanginya.Dengan tegas, Bram meraih teleponnya sekali lagi, kali ini menghubungi seseorang yang sangat ia percayai untuk melancarkan rencananya dengan cepat. "Aku ingin tahu segalanya sebelum aku sampai di sana besok," ucapnya dengan nada yang dingin."Dan pastikan dia tahu dia nggak punya tempat untuk lari." Setelah panggilan berakhir, Bram kembali duduk, matanya menatap tajam ke depan, penuh dengan niat yang tak tergoyahkan. "Ayla, kamu milikku. Dan aku akan pastikan kamu tahu itu."Keheningan p

    Terakhir Diperbarui : 2025-01-25

Bab terbaru

  • Satu Malam Bersama Adik Suamiku   Bab 176: Cinta yang Terus Hidup

    Siang itu, di antara kehangatan matahari yang lembut, Adrian dan Aruna melangkah memasuki toko bunga. Mereka sepakat untuk menambahkan tanaman baru ke taman kecil di rumah, sebuah tempat yang selalu terasa seperti ruang istimewa untuk keluarga mereka.Rak-rak yang dipenuhi bunga warna-warni menyapa mereka dengan aroma segar dan pemandangan yang memanjakan mata.Saat melewati deretan bunga mawar, langkah Aruna terhenti di depan mawar putih yang tersusun rapi dalam keranjang rotan. Jemarinya dengan hati-hati menyentuh kelopak salah satu bunga, seolah takut merusaknya."Mama suka mawar putih, kan, Pa?" tanyanya sambil menoleh ke arah Adrian, matanya penuh kenangan.Adrian tersenyum kecil, lalu mengangguk pelan. "Iya. Dia bilang mawar putih itu lambang cinta yang murni. Meja makan kita hampir selalu dihiasi bunga ini."Aruna tersenyum, seolah menemukan jawaban atas kerinduan yang samar. Ia mengambil beberapa tangkai mawar, memeluknya dengan lembut sepe

  • Satu Malam Bersama Adik Suamiku   Bab 175: Cinta yang Membanggakan

    Sore itu, Adrian dan Aruna duduk di ruang kerja Ayla, sebuah sudut kecil yang seakan menyimpan jiwa pemiliknya. Rak-rak penuh buku berjajar rapi, dihiasi benda-benda kecil yang seolah berbicara tentang kenangan masa lalu.Cahaya matahari sore masuk melalui jendela, memantulkan rona keemasan di dinding ruangan.Aruna, yang sedang menelusuri rak buku, tiba-tiba menemukan sebuah jurnal tua dengan nama Ayla tertulis di sampulnya. Tulisan tangan itu sederhana, tetapi penuh makna.“Ini jurnal Mama?” tanya Aruna dengan nada ingin tahu sambil membuka halaman pertama.Adrian yang duduk di sofa dekat jendela mengangguk perlahan. “Iya. Mama kamu selalu suka menulis. Baginya, itu cara terbaik untuk menyampaikan apa yang tidak sempat diungkapkan dengan kata-kata.”Dengan hati-hati, Aruna mulai membaca halaman demi halaman. Tulisan Ayla mencatat berbagai momen penting dalam hidupnya—dari pertemuan pertamanya dengan Adrian hingga keb

  • Satu Malam Bersama Adik Suamiku   Bab 174: Mengenang yang Terkasih

    Malam itu, setelah Aruna kembali ke rumahnya sendiri, Adrian duduk sendirian di ruang keluarga. Di hadapannya tergeletak sebuah album foto yang penuh dengan jejak-jejak masa lalu.Jari-jarinya perlahan membuka halaman demi halaman, menghidupkan kembali senyum Ayla yang terbingkai dalam setiap gambar. Setiap potret adalah pengingat akan cinta dan kebahagiaan yang pernah memenuhi hidupnya.Tangannya terhenti pada sebuah foto pernikahan. Ayla tampak memukau dalam balutan gaun putih yang anggun, sementara Adrian di sampingnya terlihat muda, penuh semangat, dan percaya diri. Ia memandang gambar itu lama, seolah ingin menangkap kembali momen kebahagiaan yang tak tergantikan.“Ayla,” bisiknya dengan suara yang serak oleh emosi. “Aku harap kamu tahu... aku selalu mencintai kamu. Setiap hari. Setiap detik.”Ia memejamkan mata, membiarkan arus kenangan membanjiri pikirannya. Meski dadanya terasa sesak oleh rasa rindu yang menusuk, ada kehang

  • Satu Malam Bersama Adik Suamiku   Bab 173: Warisan Cinta

    Hari-hari setelah kepergian Ayla adalah masa yang sulit bagi Adrian. Kesedihan seperti bayangan yang selalu mengikutinya, tetapi ia tahu, Ayla tidak pernah benar-benar pergi. Setiap sudut rumah mereka menyimpan kenangan; dindingnya seolah berbisik tentang tawa dan percakapan mereka.Setiap bunga yang mekar di taman menjadi peringatan akan cinta yang mereka bangun dengan penuh kasih sayang.Di malam-malam sunyi, Adrian sering duduk di kursi goyang di teras belakang, memandang bintang-bintang yang berkelip di langit gelap. Ada rasa damai sekaligus rindu yang melingkupi hatinya."Aku nggak akan lupa janji kita, Ay," gumamnya pelan, suaranya hampir tenggelam di antara desir angin. "Aku akan terus hidup dengan bahagia, untukmu."Cinta mereka tidak berhenti di situ. Cinta itu tetap hidup, bersemayam dalam setiap kenangan yang mereka ciptakan, dalam napas Aruna—putri kecil mereka yang menjadi buah hati dari kisah cinta yang tak tergantikan.

  • Satu Malam Bersama Adik Suamiku   Bab 172: Saling Menemani Hingga Akhir

    Hujan turun perlahan, butirannya meliuk-liuk di kaca jendela kamar Ayla dan Adrian, seakan menari dalam kesunyian malam.Udara dingin menembus hingga ke tulang, namun di dalam kamar itu, kehangatan terasa begitu nyata—kehangatan yang berasal dari cinta yang telah mereka rawat bersama selama bertahun-tahun. Ayla terbaring di tempat tidur, tubuh mungilnya dibalut selimut tebal.Wajahnya tampak pucat, tapi sorot matanya tetap memancarkan kelembutan yang menjadi ciri khasnya, kelembutan yang selalu membuat Adrian jatuh cinta.Adrian duduk di kursi kecil di samping tempat tidur, sebuah buku terbuka di tangannya. Suaranya lembut saat ia membacakan cerita, setiap kata meluncur seperti irama yang menenangkan. Ia seolah ingin menjadikan kata-kata itu jubah hangat yang membungkus hati Ayla.“...dan akhirnya, sang putri menemukan kebahagiaan di tempat yang tak pernah ia duga sebelumnya. Sebuah akhir yang mungkin tak sempurna, tapi cukup untuk membuatnya

  • Satu Malam Bersama Adik Suamiku   Bab 171: Kehidupan Penuh Cinta

    Di meja makan, aroma kopi yang baru diseduh dan roti panggang yang masih hangat memenuhi udara pagi itu. Adrian duduk di seberang Ayla, mengaduk kopinya dengan gerakan pelan, sesekali melirik istrinya yang tengah menikmati sarapannya.Keheningan di antara mereka terasa nyaman, seolah tak perlu ada kata-kata untuk mengisi ruang. Namun tiba-tiba, Adrian membuka suara, suaranya lembut namun cukup jelas memecah kesunyian."Aku ingat," katanya, senyuman tipis menghiasi wajahnya.Ayla mengangkat alis, meletakkan sendoknya dengan hati-hati. Tatapannya penuh rasa ingin tahu. "Ingat apa?" tanyanya lembut.Adrian tersenyum kecil, matanya menatap Ayla dengan sorot yang sulit diartikan. "Waktu pertama kali aku sadar kalau aku jatuh cinta sama kamu," ucapnya pelan, seperti berbicara langsung dari hatinya.Kata-kata itu membuat Ayla tertegun. Dia tidak menduga Adrian akan mengungkit kenangan itu. Sudut bibirnya melengkung membentuk senyuman, tapi s

  • Satu Malam Bersama Adik Suamiku   Bab 170: Perpisahan Menguatkan

    Adrian terdiam. Tatapannya mengabur, diselimuti emosi yang terus ia tahan agar tak tumpah. "Ay, aku nggak mau membicarakan itu sekarang," ucapnya pelan, nyaris berbisik."Tapi aku perlu kamu dengar, Din," balas Ayla, suaranya tegas namun tetap lembut, seperti angin sore yang menyentuh kulit tanpa melukai. "Aku tahu kamu mencintaiku. Aku tahu kamu rela melakukan apa saja untukku. Tapi, Din, aku juga ingin kamu tahu… kebahagiaanmu penting buatku. Sama pentingnya."Adrian menatap Ayla lama, seolah-olah sedang mencari sesuatu di dalam matanya—sebuah harapan, mungkin. Matanya, yang biasa penuh dengan ketenangan, kini berkilat, dihiasi air mata yang menunggu untuk jatuh."Aku nggak bisa bayangkan hidup tanpa kamu, Ay," gumamnya akhirnya, suaranya nyaris pecah.Ayla tersenyum, walaupun air mata mulai menitik di pipinya. "Aku nggak akan pernah benar-benar pergi, Din. Aku akan selalu ada di sini." Jemarinya perlahan menyent

  • Satu Malam Bersama Adik Suamiku   Bab 169: Tantangan Terakhir

    Sesampainya di rumah, Adrian langsung mengantar Ayla ke kamar. Dengan penuh perhatian, ia merapikan bantal dan menyelimuti tubuh istrinya yang tampak kelelahan. Ayla hanya bisa tertawa kecil, senyumnya menghangatkan suasana."Din, aku bukan anak kecil," ucap Ayla lembut, tangannya menyentuh pipi Adrian dengan kehangatan yang membuatnya sejenak terhenti.Adrian mendekat dan duduk di tepi tempat tidur. Tatapannya penuh kasih. "Aku tahu kamu bukan anak kecil. Tapi kamu istriku, Ay, dan aku akan selalu memastikan kamu baik-baik saja."Nada suaranya—tenang namun tegas—membuat Ayla terdiam. Ia meraih tangan Adrian, menatapnya dengan mata yang mulai berkaca-kaca. "Kamu tahu, Din? Aku nggak pernah merasa seaman ini sebelumnya. Terima kasih karena selalu ada untukku."Adrian tersenyum lembut. Ia membawa tangan Ayla ke bibirnya, mengecupnya dengan perlahan. "Aku nggak akan pernah pergi, Ay. Kita sudah melewati banyak hal bersama. Nggak ada yang bisa mem

  • Satu Malam Bersama Adik Suamiku   Bab 168: Momen dalam Kedamaian

    Hari itu berlalu dalam kehangatan yang sederhana, namun begitu membekas di hati. Setelah sarapan bersama—ritual pagi yang selalu mereka nikmati dengan tawa kecil dan obrolan ringan—Ayla mengusulkan ide untuk mencoba resep baru yang ia temukan di buku masak lamanya.Adrian, yang awalnya ragu, akhirnya setuju untuk ikut terjun ke dapur.“Duh, ini kayaknya kebanyakan gula, deh,” keluh Adrian sambil mengaduk adonan kue dengan raut penuh keraguan.Ayla tertawa kecil, melirik suaminya dengan tatapan geli sembari tangannya cekatan memotong cokelat hitam. “Nggak apa-apa, kalau terlalu manis, kita kasih aja ke anak-anak tetangga. Mereka pasti suka.”Adrian mengangguk pelan, meski garis ragu di keningnya belum juga sirna. Ia mencuri pandang ke arah Ayla, yang tengah sibuk bekerja dengan senyum tipis menghiasi wajahnya. "Kamu tahu nggak, Ay? Ada satu hal lagi yang bikin aku bangga selain Aruna."Ayla berhenti sejenak, alisn

Jelajahi dan baca novel bagus secara gratis
Akses gratis ke berbagai novel bagus di aplikasi GoodNovel. Unduh buku yang kamu suka dan baca di mana saja & kapan saja.
Baca buku gratis di Aplikasi
Pindai kode untuk membaca di Aplikasi
DMCA.com Protection Status