Beranda / Rumah Tangga / Satu Malam Bersama Adik Suamiku / Bab 13: Bersandar pada Bayang yang Salah

Share

Bab 13: Bersandar pada Bayang yang Salah

Penulis: Rizki Adinda
last update Terakhir Diperbarui: 2025-01-09 11:33:50

Pagi itu hujan turun dengan lembut, membasahi jalanan dan menyisakan bau tanah basah yang menyenangkan. Ayla duduk di meja dapur dengan secangkir teh di tangannya.

Matanya menatap kosong ke arah jendela, di mana tetes-tetes hujan beradu dengan kaca, membentuk pola yang terus berubah. Hujan selalu membawa ketenangan untuknya, tapi pagi ini ketenangan itu terasa seperti sebuah ilusi.

Ponselnya yang tergeletak di atas meja tiba-tiba bergetar. Ia melirik layar dan melihat nama Rita berkedip di sana. Sahabatnya. Ayla ragu sejenak sebelum akhirnya mengangkat panggilan itu.

"Halo?" suara Rita terdengar ceria di seberang sana, seperti biasa.

"Halo, Rita," jawab Ayla, suaranya pelan tapi hangat.

"Kamu di rumah? Aku lagi dekat rumah ka

Bab Terkunci
Membaca bab selanjutnya di APP

Bab terkait

  • Satu Malam Bersama Adik Suamiku   Bab 14: Bram Bersama Wanita

    Sore itu, Ayla sedang merapikan kamar tamu ketika suara langkah kaki Adrian terdengar mendekat. Ia mengetuk pintu pelan sebelum masuk, membawa setumpuk buku di tangannya."Kamu lagi sibuk?" tanyanya, senyumnya muncul seperti biasanya—hangat dan ramah.Ayla menggeleng, lalu tersenyum kecil. "Nggak, aku cuma merapikan ini sedikit."Adrian meletakkan buku-buku itu di meja kecil dekat jendela, lalu bersandar pada kusen pintu. "Aku bisa bantu kalau kamu butuh," katanya sambil menyilangkan tangannya di dada.Ayla menggeleng lagi, kali ini dengan senyum yang lebih tulus. "Nggak perlu, aku bisa sendiri. Lagipula, ini cuma pekerjaan kecil."Adrian memandang Ayla dengan tatapan yang sulit ditebak. Ia tahu ada sesuatu yang berbeda denga

    Terakhir Diperbarui : 2025-01-09
  • Satu Malam Bersama Adik Suamiku   Bab 15: Kekecewaan Pada Bram

    Ketika akhirnya ia sampai di tempat itu, Ayla duduk diam di dalam mobil selama beberapa detik. Ia menatap restoran yang terlihat hangat dari luar, dengan lampu kuning yang memancarkan cahaya lembut ke jalanan yang basah. Jantungnya berdegup kencang.Ia tidak tahu apa yang akan ia temukan di dalam, tapi ia tahu bahwa ia tidak bisa mundur sekarang.Ayla melangkah masuk ke restoran dengan hati-hati, matanya langsung menyapu ruangan. Butuh waktu beberapa detik sebelum ia menemukannya—Bram duduk di meja dekat jendela, bersama seorang wanita muda berambut panjang.Wanita itu tertawa kecil sambil menyentuh lengan Bram, dan Bram membalas dengan senyum yang tidak pernah Ayla lihat lagi di rumah.Ayla berdiri terpaku di tempatnya. Rasanya seperti dunia di sekitarnya berhenti. Suar

    Terakhir Diperbarui : 2025-01-10
  • Satu Malam Bersama Adik Suamiku   Bab 16: Dukungan dari Adrian

    Adrian tidak memaksa. Ia hanya duduk di sana, bahunya hampir menyentuh bahu Ayla, memberikan kehadiran yang tenang. Hening menyelimuti mereka selama beberapa menit, hanya suara hujan di luar yang terdengar mengisi ruang kosong di antara mereka.Akhirnya, Adrian berbicara. “Aku tahu ini berat buat kamu,” katanya pelan, matanya memandang lurus ke depan. “Dan aku nggak akan bilang aku ngerti sepenuhnya apa yang kamu rasain. Tapi… aku ada di sini, Ayla.”Ayla mengangkat wajahnya sedikit, menatap profil Adrian yang tampak tenang. Kata-katanya sederhana, tapi ada kejujuran yang membuat hati Ayla terasa sedikit lebih ringan.“Adrian,” katanya dengan suara bergetar, “Kenapa semua ini terjadi? Apa aku yang salah?”Adrian menoleh, menatap Ayla dengan mata yang penuh kesedihan dan

    Terakhir Diperbarui : 2025-01-10
  • Satu Malam Bersama Adik Suamiku   Bab 1: Malapetaka di Tengah Malam

    Langit malam memeluk bumi dengan sunyi yang pekat. Jam dinding di kamar Ayla berdetik pelan, hampir tenggelam oleh keheningan. Pukul sudah lewat tengah malam, dan kasur di sebelahnya tetap dingin.Ayla menarik selimut lebih erat ke tubuhnya, mencoba menahan dingin yang menusuk, entah dari udara malam atau dari hatinya yang terasa semakin sepi.Di bawah bias temaram lampu meja yang nyaris padam, wajah Ayla tampak tenang, meski pikirannya jauh dari kata itu. Bram tidak pulang lagi malam ini. Ia tidak perlu repot-repot mencari alasan—lembur, pekerjaan kantor yang menumpuk, atau klien yang tak bisa ditinggalkan.Semua itu sudah menjadi bagian dari narasi yang biasa ia dengar.Ayla sudah terbiasa, atau setidaknya ia mencoba membiasakan diri. Tapi tidak malam ini. Ada sesuatu yang berbeda. Sebuah perasaan asing merayap di dadanya, mencengkeram hatinya dengan dingin yang sulit dijelaskan.Ia merapatkan selimutnya lebih erat lagi, menatap langit-langit kamar yang kosong, berharap kantuk datan

    Terakhir Diperbarui : 2024-11-14
  • Satu Malam Bersama Adik Suamiku   Bab 2: Kesepakatan Tak Terucap

    Trang!Denting piring yang beradu dengan sendok menjadi satu-satunya suara di meja makan pagi itu. Bram, seperti biasa, duduk di kursi ujung, matanya terpaku pada layar ponselnya. Jarinya terus menggulir layar, sesekali mengetik sesuatu.Ayla duduk di seberangnya, memandang semangkuk bubur ayam di depannya yang sudah dingin tanpa pernah disentuh.Namun, yang membuat Ayla lebih canggung adalah sosok di sebelahnya—Adrian. Pria itu tampak sama gelisahnya. Ia memegang sendok, tetapi tidak benar-benar makan. Matanya menunduk, tidak berani mengangkat wajahnya dari mangkuk yang ia aduk-aduk dengan gerakan mekanis.Hening itu mencekam. Meski di luar matahari bersinar cerah dan burung-burung berkicau, udara di dalam rumah terasa berat. Seperti ada sesuatu yang menggantung di antara mereka, sesuatu yang keduanya ingin lupakan, tapi tak tahu bagaimana caranya.“Ayla,” suara Bram tiba-tiba memecah keheningan. Mata Ayla langsung menoleh, tubuhnya menegang.“Iya?” suaranya terdengar lebih pelan dar

    Terakhir Diperbarui : 2024-11-14
  • Satu Malam Bersama Adik Suamiku   Bab 3: Tatapan yang Mulai Menyentuh

    Ayla bahkan baru sadar jika hujan pagi itu berhenti sekitar pukul sembilan.Namun, udara dingin masih mengendap di setiap sudut rumah, membuat Ayla sedikit merapatkan cardigan abu-abunya.Ia duduk di ruang tamu, di sofa kecil dekat jendela, dengan secangkir teh hangat di tangannya. Dari tempatnya duduk, ia bisa mendengar suara Adrian dari ruang makan, entah sedang mengetik sesuatu di laptopnya atau hanya mengetuk-ngetukkan jarinya ke meja.Ayla mencoba fokus pada buku di tangannya, sebuah novel dengan sampul cokelat pudar yang sudah lama ingin ia baca. Tapi kalimat-kalimat di halaman itu terasa seperti tinta yang mengabur, sulit ia pahami.Ia membaca berulang-ulang satu paragraf yang sama, tapi pikirannya terus melayang ke arah suara di ruang makan."Jangan lihat," bisiknya pada dirinya sendiri, memaksa matanya tetap tertuju pada halaman buku. Tapi pikirannya terus bergulir tanpa henti.Ia membayangkan Adrian duduk di kursi itu, dengan rambut hitamnya yang sedikit acak-acakan, alisnya

    Terakhir Diperbarui : 2024-11-14
  • Satu Malam Bersama Adik Suamiku   Bab 4: Kemarahan yang Menghujam

    “Aku nggak maksud bikin kamu susah,” katanya pelan, menunduk sedikit.Deg!Ayla menatapnya sejenak, lalu menghela napas panjang. Ia tidak tahu bagaimana mengakhiri percakapan ini tanpa membuat semuanya semakin canggung. “Aku tahu. Aku cuma… aku butuh waktu. Itu saja.”Adrian mengangguk kecil, lalu perlahan melangkah mundur. “Oke,” katanya sebelum berbalik dan meninggalkan dapur.Ketika ia sudah pergi, Ayla bersandar pada meja, menutup wajahnya dengan kedua tangan. Ia menarik napas panjang, mencoba menenangkan detak jantungnya yang tak karuan.Tatapan itu… tatapan Adrian yang tadi, entah bagaimana, terus terngiang di pikirannya. Seolah ada sesuatu di balik tatapan itu yang menolak pergi, sesuatu yang mencoba merengkuhnya meski ia berusaha menjauh.***Brak!Suara bantingan pintu depan menggema di rumah. Bram baru saja pulang, lebih awal dari biasanya, tapi bukan itu yang membuat Ayla terkejut.Cara pintu itu terbanting, langkah kakinya yang berat di lantai kayu, dan nada kasarnya ketik

    Terakhir Diperbarui : 2024-11-14
  • Satu Malam Bersama Adik Suamiku   Bab 5: Saat Kehadiran Menjadi Penghibur

    Ayla ingin membalas, tapi tidak ada kata-kata yang keluar. Di balik kata-kata Adrian, ia merasakan ketulusan yang begitu kuat.“Cuma…” Adrian melanjutkan, suaranya melembut. “Aku cuma ingin kamu tahu kalau kamu nggak sendirian.”Ayla menatap Adrian lebih lama kali ini. Ada sesuatu di matanya yang membuat hatinya bergetar. Ia ingin mengatakan terima kasih, tapi yang keluar dari mulutnya hanyalah gumaman pelan. Sayangnya, Ayla dilema.Cuaca bahkan mendukungnya dengan kembalinya hujan mengguyur di pagi hari. Di sana, Ayla tampak berdiri sambil memandangi panci yang mengepul di atas kompor.Tangannya dengan hati-hati mengaduk bubur ayam yang sedang ia masak, gerakan sendok kayunya pelan dan teratur. Di sebelahnya, ada piring-piring kecil berisi irisan daun bawang, bawang goreng, dan potongan cabai rawit.Semua itu tersusun rapi, seperti cerminan dari bagaimana Ayla selalu berusaha menjaga segala sesuatu di hidupnya tetap teratur—meski di dalam hatinya, semuanya sedang berantakan.Dari b

    Terakhir Diperbarui : 2024-11-15

Bab terbaru

  • Satu Malam Bersama Adik Suamiku   Bab 16: Dukungan dari Adrian

    Adrian tidak memaksa. Ia hanya duduk di sana, bahunya hampir menyentuh bahu Ayla, memberikan kehadiran yang tenang. Hening menyelimuti mereka selama beberapa menit, hanya suara hujan di luar yang terdengar mengisi ruang kosong di antara mereka.Akhirnya, Adrian berbicara. “Aku tahu ini berat buat kamu,” katanya pelan, matanya memandang lurus ke depan. “Dan aku nggak akan bilang aku ngerti sepenuhnya apa yang kamu rasain. Tapi… aku ada di sini, Ayla.”Ayla mengangkat wajahnya sedikit, menatap profil Adrian yang tampak tenang. Kata-katanya sederhana, tapi ada kejujuran yang membuat hati Ayla terasa sedikit lebih ringan.“Adrian,” katanya dengan suara bergetar, “Kenapa semua ini terjadi? Apa aku yang salah?”Adrian menoleh, menatap Ayla dengan mata yang penuh kesedihan dan

  • Satu Malam Bersama Adik Suamiku   Bab 15: Kekecewaan Pada Bram

    Ketika akhirnya ia sampai di tempat itu, Ayla duduk diam di dalam mobil selama beberapa detik. Ia menatap restoran yang terlihat hangat dari luar, dengan lampu kuning yang memancarkan cahaya lembut ke jalanan yang basah. Jantungnya berdegup kencang.Ia tidak tahu apa yang akan ia temukan di dalam, tapi ia tahu bahwa ia tidak bisa mundur sekarang.Ayla melangkah masuk ke restoran dengan hati-hati, matanya langsung menyapu ruangan. Butuh waktu beberapa detik sebelum ia menemukannya—Bram duduk di meja dekat jendela, bersama seorang wanita muda berambut panjang.Wanita itu tertawa kecil sambil menyentuh lengan Bram, dan Bram membalas dengan senyum yang tidak pernah Ayla lihat lagi di rumah.Ayla berdiri terpaku di tempatnya. Rasanya seperti dunia di sekitarnya berhenti. Suar

  • Satu Malam Bersama Adik Suamiku   Bab 14: Bram Bersama Wanita

    Sore itu, Ayla sedang merapikan kamar tamu ketika suara langkah kaki Adrian terdengar mendekat. Ia mengetuk pintu pelan sebelum masuk, membawa setumpuk buku di tangannya."Kamu lagi sibuk?" tanyanya, senyumnya muncul seperti biasanya—hangat dan ramah.Ayla menggeleng, lalu tersenyum kecil. "Nggak, aku cuma merapikan ini sedikit."Adrian meletakkan buku-buku itu di meja kecil dekat jendela, lalu bersandar pada kusen pintu. "Aku bisa bantu kalau kamu butuh," katanya sambil menyilangkan tangannya di dada.Ayla menggeleng lagi, kali ini dengan senyum yang lebih tulus. "Nggak perlu, aku bisa sendiri. Lagipula, ini cuma pekerjaan kecil."Adrian memandang Ayla dengan tatapan yang sulit ditebak. Ia tahu ada sesuatu yang berbeda denga

  • Satu Malam Bersama Adik Suamiku   Bab 13: Bersandar pada Bayang yang Salah

    Pagi itu hujan turun dengan lembut, membasahi jalanan dan menyisakan bau tanah basah yang menyenangkan. Ayla duduk di meja dapur dengan secangkir teh di tangannya.Matanya menatap kosong ke arah jendela, di mana tetes-tetes hujan beradu dengan kaca, membentuk pola yang terus berubah. Hujan selalu membawa ketenangan untuknya, tapi pagi ini ketenangan itu terasa seperti sebuah ilusi.Ponselnya yang tergeletak di atas meja tiba-tiba bergetar. Ia melirik layar dan melihat nama Rita berkedip di sana. Sahabatnya. Ayla ragu sejenak sebelum akhirnya mengangkat panggilan itu."Halo?" suara Rita terdengar ceria di seberang sana, seperti biasa."Halo, Rita," jawab Ayla, suaranya pelan tapi hangat."Kamu di rumah? Aku lagi dekat rumah ka

  • Satu Malam Bersama Adik Suamiku   Bab 12: Terlalu Merindukan Adrian

    Adrian muncul dari dapur beberapa menit kemudian, membawa dua cangkir teh hangat. Ia melihat Ayla masih duduk di meja makan, memandangi cangkir kopinya yang belum tersentuh. Langkahnya melambat saat ia mendekat, dan senyumnya kecil muncul di wajahnya.“Kamu nggak minum kopi itu?” tanya Adrian, meletakkan salah satu cangkir teh di meja di depan Ayla.Ayla mendongak, menatap Adrian yang kini sudah duduk di kursi di seberangnya. “Aku lupa,” katanya pelan, mengangkat bahu. “Aku cuma… mikir.”Adrian memiringkan kepalanya, menatap Ayla dengan ekspresi yang penuh perhatian. “Mikir apa?”Ayla tersenyum kecil, tapi senyum itu tidak sampai ke matanya. “Aku nggak tahu. Mungkin mikir tentang semuanya.”Adrian mengangguk pelan, matanya ti

  • Satu Malam Bersama Adik Suamiku   Bab 11: Perbedaan Perhatian

    “Jadi,” katanya perlahan, “Apa buku terakhir yang kamu baca?”Ayla mengernyit, mengingat-ingat. “Aku… aku lupa,” jawabnya, sedikit malu. “Kayaknya sudah lama banget sejak aku baca buku sampai selesai.”Adrian tertawa kecil, matanya menatap Ayla dengan penuh perhatian. “Wah, itu artinya kita harus mulai lagi. Kamu mau pinjam salah satu dari koleksiku?”Ayla tertawa pelan. “Aku nggak tahu, Adrian. Buku-bukumu kelihatan terlalu serius buat aku.”Mereka berdua tertawa kecil, dan untuk pertama kalinya malam itu, Ayla merasa beban di dadanya sedikit berkurang. Percakapan sederhana itu membawa kehangatan yang sudah lama hilang dari hidupnya.Waktu berlalu tanpa mereka sadari. Angin malam berhembus pelan melalui jendela ruang tamu ya

  • Satu Malam Bersama Adik Suamiku   Bab 10: Menghabiskan Waktu Bersama

    Namun, di balik kehangatan itu, Ayla tahu. Ia tahu bahwa apa yang sedang terjadi di antara mereka adalah sesuatu yang tidak seharusnya ada. Sesuatu yang salah, tapi terasa begitu benar.Adrian tersenyum kecil, lalu berkata, “Apa pun yang kamu butuhkan, Ayla… aku ada di sini.”Dan untuk saat itu, Ayla memutuskan untuk mempercayainya. Meskipun hatinya masih berperang, meskipun ia tahu bahwa semua ini akan membawa komplikasi yang lebih besar, ia membiarkan dirinya tenggelam dalam kehadiran Adrian. Hanya untuk saat ini. Hanya untuk sekali lagi.Malam itu, rumah terasa sepi. Sejak senja tadi, Bram mengirim pesan singkat kepada Ayla bahwa ia akan pulang larut malam. Seperti biasa, tidak ada alasan panjang, hanya sebuah pesan kaku yang lebih terdengar seperti perintah: "Jangan tunggu aku, lembur."Ayla memandang layar ponselnya cukup lama, membaca pesan itu berkali-kali meski ia tahu isinya tidak akan berubah. Ia tahu Bram akan pulang dengan wajah letih dan marah. Ia tahu, tidak akan ada per

  • Satu Malam Bersama Adik Suamiku   Bab 9: Malam yang Sunyi namun Hangat

    Sementara itu, dari balik pintu dapur, Adrian memperhatikan mereka. Ia berdiri di sana dengan diam, menyandarkan tubuhnya ke kusen pintu, kedua tangannya menyilang di depan dada.Mata Adrian mengamati bagaimana Ayla duduk di meja itu, tubuhnya terlihat kecil dan kaku, seperti seseorang yang sedang berusaha keras menyembunyikan luka.Tatapan Adrian beralih ke Bram, yang tidak memberikan satu pun perhatian pada Ayla. Rahang Adrian mengencang, tapi ia menahan diri untuk tidak berbuat apa-apa.Sebuah dorongan muncul di hatinya—keinginan untuk menghentikan semua ini, untuk menarik Ayla keluar dari situasi yang begitu dingin dan menyakitkan. Tapi ia tahu, ada batas yang tidak bisa ia lewati.Setelah beberapa saat, Adrian melangkah masuk ke ruang makan, membuat kursi kayu di lantai sedikit berderit. Ayla menoleh, seperti baru sadar bahwa Adrian ada di sana. Matanya bertemu dengan mata Adrian, dan dalam sekejap, udara di antara mereka terasa berubah.“Pagi,” sapa Adrian lembut, suaranya terde

  • Satu Malam Bersama Adik Suamiku   Bab 8: Sekali Lagi, Tatapan yang Menggugah

    Setelah Bram kembali ke ruang kerjanya dan suasana rumah kembali hening, Adrian menghela napas panjang. Ia akhirnya melangkah pelan ke ruang tamu, menghapus jarak antara dirinya dan Ayla."Ayla?" panggilnya dengan nada lembut.Ayla tersentak kecil, buru-buru menyeka air matanya dengan punggung tangan. Ia menoleh ke arah Adrian, mencoba memasang senyum yang tidak meyakinkan. “Adrian? Kamu belum tidur?”Adrian menggeleng pelan, tatapannya tetap melekat pada wajah Ayla yang tampak kusut dan letih. “Aku nggak bisa tidur.”Ia berjalan mendekat, lalu duduk di ujung sofa, menjaga jarak yang sopan. “Apa kamu baik-baik saja?” tanyanya, suaranya hampir seperti bisikan.Ayla tertawa kecil, suara yang lebih terdengar seperti isakan. "Aku baik-baik saja," jawabnya, meski matanya yang merah dan bengkak jelas mengatakan sebaliknya.Adrian menatap Ayla tanpa berkata-kata. Keheningan di antara mereka terasa berat, penuh dengan pertanyaan yang tidak terucap.“Aku nggak tahu, Adrian,” kata Ayla tiba-tib

DMCA.com Protection Status