Beranda / Rumah Tangga / Satu Malam Bersama Adik Suamiku / Bab 140: Petualangan Keluarga Kecil

Share

Bab 140: Petualangan Keluarga Kecil

Penulis: Rizki Adinda
last update Terakhir Diperbarui: 2025-03-13 18:34:49

"Terima kasih," ucap Ayla tiba-tiba, suaranya lembut namun penuh dengan rasa syukur yang mendalam.

Adrian menoleh, keheranan tergambar dari alisnya yang terangkat. "Untuk apa?" tanyanya, rasa ingin tahu memenuhi suaranya.

"Untuk semuanya," lanjut Ayla, matanya menatap Adrian dengan penuh arti. "Untuk tetap di sini, untuk mencintai aku apa adanya... bahkan ketika aku merasa bukan siapa-siapa lagi." Suaranya semakin lembut, seolah-olah takut mengganggu kesunyian yang menyelimuti ruangan itu.

Adrian tidak ragu-ragu, bangkit dari kursinya, dan duduk tepat di sebelah Ayla di sofa empuk itu. Dengan perlahan, ia menarik Ayla ke dalam pelukannya, sebuah pelukan yang memberikan kehangatan dan perlindungan.

"Kamu tidak pernah menjadi 'bukan siapa-siapa', Ay. Bagiku, kamu adalah segalanya. Kamu adalah rumahku. Kamu tahu itu, bukan?"

Di bawah naungan pelukan itu, Ayla mengangguk, biarkan detak jantung Adrian, yang terdengar stabil dan menenangkan, menjadi iram

Lanjutkan membaca buku ini secara gratis
Pindai kode untuk mengunduh Aplikasi
Bab Terkunci

Bab terkait

  • Satu Malam Bersama Adik Suamiku   Bab 1: Malapetaka di Tengah Malam

    Langit malam memeluk bumi dengan sunyi yang pekat. Jam dinding di kamar Ayla berdetik pelan, hampir tenggelam oleh keheningan. Pukul sudah lewat tengah malam, dan kasur di sebelahnya tetap dingin.Ayla menarik selimut lebih erat ke tubuhnya, mencoba menahan dingin yang menusuk, entah dari udara malam atau dari hatinya yang terasa semakin sepi.Di bawah bias temaram lampu meja yang nyaris padam, wajah Ayla tampak tenang, meski pikirannya jauh dari kata itu. Bram tidak pulang lagi malam ini. Ia tidak perlu repot-repot mencari alasan—lembur, pekerjaan kantor yang menumpuk, atau klien yang tak bisa ditinggalkan.Semua itu sudah menjadi bagian dari narasi yang biasa ia dengar.Ayla sudah terbiasa, atau setidaknya ia mencoba membiasakan diri. Tapi tidak malam ini. Ada sesuatu yang berbeda. Sebuah perasaan asing merayap di dadanya, mencengkeram hatinya dengan dingin yang sulit dijelaskan.Ia merapatkan selimutnya lebih erat lagi, menatap langit-langit kamar yang kosong, berharap kantuk datan

    Terakhir Diperbarui : 2024-11-14
  • Satu Malam Bersama Adik Suamiku   Bab 2: Kesepakatan Tak Terucap

    Trang!Denting piring yang beradu dengan sendok menjadi satu-satunya suara di meja makan pagi itu. Bram, seperti biasa, duduk di kursi ujung, matanya terpaku pada layar ponselnya. Jarinya terus menggulir layar, sesekali mengetik sesuatu.Ayla duduk di seberangnya, memandang semangkuk bubur ayam di depannya yang sudah dingin tanpa pernah disentuh.Namun, yang membuat Ayla lebih canggung adalah sosok di sebelahnya—Adrian. Pria itu tampak sama gelisahnya. Ia memegang sendok, tetapi tidak benar-benar makan. Matanya menunduk, tidak berani mengangkat wajahnya dari mangkuk yang ia aduk-aduk dengan gerakan mekanis.Hening itu mencekam. Meski di luar matahari bersinar cerah dan burung-burung berkicau, udara di dalam rumah terasa berat. Seperti ada sesuatu yang menggantung di antara mereka, sesuatu yang keduanya ingin lupakan, tapi tak tahu bagaimana caranya.“Ayla,” suara Bram tiba-tiba memecah keheningan. Mata Ayla langsung menoleh, tubuhnya menegang.“Iya?” suaranya terdengar lebih pelan dar

    Terakhir Diperbarui : 2024-11-14
  • Satu Malam Bersama Adik Suamiku   Bab 3: Tatapan yang Mulai Menyentuh

    Ayla bahkan baru sadar jika hujan pagi itu berhenti sekitar pukul sembilan.Namun, udara dingin masih mengendap di setiap sudut rumah, membuat Ayla sedikit merapatkan cardigan abu-abunya.Ia duduk di ruang tamu, di sofa kecil dekat jendela, dengan secangkir teh hangat di tangannya. Dari tempatnya duduk, ia bisa mendengar suara Adrian dari ruang makan, entah sedang mengetik sesuatu di laptopnya atau hanya mengetuk-ngetukkan jarinya ke meja.Ayla mencoba fokus pada buku di tangannya, sebuah novel dengan sampul cokelat pudar yang sudah lama ingin ia baca. Tapi kalimat-kalimat di halaman itu terasa seperti tinta yang mengabur, sulit ia pahami.Ia membaca berulang-ulang satu paragraf yang sama, tapi pikirannya terus melayang ke arah suara di ruang makan."Jangan lihat," bisiknya pada dirinya sendiri, memaksa matanya tetap tertuju pada halaman buku. Tapi pikirannya terus bergulir tanpa henti.Ia membayangkan Adrian duduk di kursi itu, dengan rambut hitamnya yang sedikit acak-acakan, alisnya

    Terakhir Diperbarui : 2024-11-14
  • Satu Malam Bersama Adik Suamiku   Bab 4: Kemarahan yang Menghujam

    “Aku nggak maksud bikin kamu susah,” katanya pelan, menunduk sedikit.Deg!Ayla menatapnya sejenak, lalu menghela napas panjang. Ia tidak tahu bagaimana mengakhiri percakapan ini tanpa membuat semuanya semakin canggung. “Aku tahu. Aku cuma… aku butuh waktu. Itu saja.”Adrian mengangguk kecil, lalu perlahan melangkah mundur. “Oke,” katanya sebelum berbalik dan meninggalkan dapur.Ketika ia sudah pergi, Ayla bersandar pada meja, menutup wajahnya dengan kedua tangan. Ia menarik napas panjang, mencoba menenangkan detak jantungnya yang tak karuan.Tatapan itu… tatapan Adrian yang tadi, entah bagaimana, terus terngiang di pikirannya. Seolah ada sesuatu di balik tatapan itu yang menolak pergi, sesuatu yang mencoba merengkuhnya meski ia berusaha menjauh.***Brak!Suara bantingan pintu depan menggema di rumah. Bram baru saja pulang, lebih awal dari biasanya, tapi bukan itu yang membuat Ayla terkejut.Cara pintu itu terbanting, langkah kakinya yang berat di lantai kayu, dan nada kasarnya ketik

    Terakhir Diperbarui : 2024-11-14
  • Satu Malam Bersama Adik Suamiku   Bab 5: Saat Kehadiran Menjadi Penghibur

    Ayla ingin membalas, tapi tidak ada kata-kata yang keluar. Di balik kata-kata Adrian, ia merasakan ketulusan yang begitu kuat.“Cuma…” Adrian melanjutkan, suaranya melembut. “Aku cuma ingin kamu tahu kalau kamu nggak sendirian.”Ayla menatap Adrian lebih lama kali ini. Ada sesuatu di matanya yang membuat hatinya bergetar. Ia ingin mengatakan terima kasih, tapi yang keluar dari mulutnya hanyalah gumaman pelan. Sayangnya, Ayla dilema.Cuaca bahkan mendukungnya dengan kembalinya hujan mengguyur di pagi hari. Di sana, Ayla tampak berdiri sambil memandangi panci yang mengepul di atas kompor.Tangannya dengan hati-hati mengaduk bubur ayam yang sedang ia masak, gerakan sendok kayunya pelan dan teratur. Di sebelahnya, ada piring-piring kecil berisi irisan daun bawang, bawang goreng, dan potongan cabai rawit.Semua itu tersusun rapi, seperti cerminan dari bagaimana Ayla selalu berusaha menjaga segala sesuatu di hidupnya tetap teratur—meski di dalam hatinya, semuanya sedang berantakan.Dari b

    Terakhir Diperbarui : 2024-11-15
  • Satu Malam Bersama Adik Suamiku   Bab 6: Perdebatan Batin

    Ayla terdiam, menatap Adrian dengan mata yang penuh kebingungan. Kata-kata itu sederhana, tapi cara Adrian mengatakannya membuatnya merasa seperti ada sesuatu yang jauh lebih besar di baliknya.“Adrian…” Ayla akhirnya membuka mulut, tapi suaranya terhenti. Ia tidak tahu apa yang harus ia katakan.“Maaf,” potong Adrian cepat, tersenyum kecil. “Aku cuma mau bilang kalau aku ada di sini, itu saja.”Ayla tersenyum samar, lalu kembali ke pekerjaannya. Tapi di dalam hatinya, kata-kata Adrian terus terngiang.Sore harinya, hujan kembali turun, lebih deras dari sebelumnya. Ayla duduk di ruang tamu dengan selimut tipis melilit tubuhnya, menatap ke luar jendela. Adrian muncul dari dapur membawa dua cangkir teh, uapnya mengepul lembut di udara.“Ini buat kamu,” katanya sambil menyerahkan salah satu cangkir.Ayla menerimanya dengan hati-hati, merasakan hangatnya langsung menjalar ke telapak tangannya. “Terima kasih,” katanya pelan.Adrian duduk di sofa di sebelahnya, menjaga jarak yang cukup tapi

    Terakhir Diperbarui : 2024-11-15
  • Satu Malam Bersama Adik Suamiku   Bab 7: Jatuh di Pangkuan yang Salah

    “Kamu ngerasa sendirian,” sambung Adrian, mengisi kekosongan itu. Suaranya lembut, tapi matanya tajam, seolah ia bisa membaca semua perasaan yang Ayla coba sembunyikan.Ayla mengangguk pelan, air matanya akhirnya jatuh. “Iya. Aku merasa sendirian, Adrian. Aku merasa seperti… aku hilang.”Adrian ingin mendekat, ingin meraih tangan Ayla dan meyakinkannya bahwa ia tidak sendirian. Tapi ia menahan dirinya. Ada batas yang tidak boleh ia lewati, tidak peduli seberapa besar keinginannya untuk melindungi Ayla.“Kamu nggak hilang, Ayla,” katanya pelan. “Kamu cuma lupa gimana rasanya jadi kamu yang sebenarnya. Dan itu nggak salah. Kadang kita butuh waktu untuk nemuin diri kita lagi.”Ayla menatap Adrian, matanya yang basah bertemu dengan tatapan penuh kepastian. Kata-kata itu sederhana, tapi entah kenapa terasa seperti pelukan yang hangat. Untuk pertama kalinya dalam waktu yang lama, ia merasa seperti ada seseorang yang benar-benar memahaminya.“Terima kasih,” bisiknya, hampir tidak terdengar.

    Terakhir Diperbarui : 2024-11-15
  • Satu Malam Bersama Adik Suamiku   Bab 8: Sekali Lagi, Tatapan yang Menggugah

    Setelah Bram kembali ke ruang kerjanya dan suasana rumah kembali hening, Adrian menghela napas panjang. Ia akhirnya melangkah pelan ke ruang tamu, menghapus jarak antara dirinya dan Ayla."Ayla?" panggilnya dengan nada lembut.Ayla tersentak kecil, buru-buru menyeka air matanya dengan punggung tangan. Ia menoleh ke arah Adrian, mencoba memasang senyum yang tidak meyakinkan. “Adrian? Kamu belum tidur?”Adrian menggeleng pelan, tatapannya tetap melekat pada wajah Ayla yang tampak kusut dan letih. “Aku nggak bisa tidur.”Ia berjalan mendekat, lalu duduk di ujung sofa, menjaga jarak yang sopan. “Apa kamu baik-baik saja?” tanyanya, suaranya hampir seperti bisikan.Ayla tertawa kecil, suara yang lebih terdengar seperti isakan. "Aku baik-baik saja," jawabnya, meski matanya yang merah dan bengkak jelas mengatakan sebaliknya.Adrian menatap Ayla tanpa berkata-kata. Keheningan di antara mereka terasa berat, penuh dengan pertanyaan yang tidak terucap.“Aku nggak tahu, Adrian,” kata Ayla tiba-tib

    Terakhir Diperbarui : 2024-11-15

Bab terbaru

  • Satu Malam Bersama Adik Suamiku   Bab 140: Petualangan Keluarga Kecil

    "Terima kasih," ucap Ayla tiba-tiba, suaranya lembut namun penuh dengan rasa syukur yang mendalam.Adrian menoleh, keheranan tergambar dari alisnya yang terangkat. "Untuk apa?" tanyanya, rasa ingin tahu memenuhi suaranya."Untuk semuanya," lanjut Ayla, matanya menatap Adrian dengan penuh arti. "Untuk tetap di sini, untuk mencintai aku apa adanya... bahkan ketika aku merasa bukan siapa-siapa lagi." Suaranya semakin lembut, seolah-olah takut mengganggu kesunyian yang menyelimuti ruangan itu.Adrian tidak ragu-ragu, bangkit dari kursinya, dan duduk tepat di sebelah Ayla di sofa empuk itu. Dengan perlahan, ia menarik Ayla ke dalam pelukannya, sebuah pelukan yang memberikan kehangatan dan perlindungan."Kamu tidak pernah menjadi 'bukan siapa-siapa', Ay. Bagiku, kamu adalah segalanya. Kamu adalah rumahku. Kamu tahu itu, bukan?"Di bawah naungan pelukan itu, Ayla mengangguk, biarkan detak jantung Adrian, yang terdengar stabil dan menenangkan, menjadi iram

  • Satu Malam Bersama Adik Suamiku   Bab 139: Menjaga Api Cinta

    Mereka berkendara menuju sebuah danau kecil di pinggiran kota, tempat yang dulu kerap mereka singgahi sebelum kehadiran Aruna. Udara segar dan pemandangan yang berwarna-warni hijau itu menyambut mereka, menghadirkan kedamaian yang telah lama mereka idamkan.Adrian memandang ke sekeliling dengan rasa takjub. "Aku enggak percaya kamu masih ingat jalan ke tempat ini," ucapnya penuh keheranan."Tentu saja aku ingat," sahut Ayla sambil membuka keranjang piknik yang telah ia persiapkan dengan teliti. "Di sini, di tempat ini, kamu pertama kali mengungkapkan cintamu padaku."Sebuah tawa kecil terlepas dari bibir Adrian, wajahnya memerah seketika. "Itu adalah salah satu momen yang paling menggetarkan hatiku. Aku takut sekali kamu tidak akan membalas perasaanku," kenangnya."Namun aku membalasnya, bukan?" Ayla membalas dengan senyum menggoda yang memancar dari matanya.Adrian tertawa lagi, lalu dengan lembut duduk di samping Ayla. "Kamu lebih dari seka

  • Satu Malam Bersama Adik Suamiku   Bab 138: Tanpa Gangguan

    Janji itu mulai diwujudkan Ayla beberapa hari kemudian. Dengan semangat baru, ia berusaha mengatur ulang jadwalnya, menyelesaikan pekerjaan dengan lebih cepat sehingga malam-malamnya bisa dihabiskan bersama Adrian dan Aruna.Suasana rumah pun kini lebih hangat, setiap detik bersama terasa lebih berharga.Pada suatu malam yang dingin, Ayla menyiapkan kejutan manis untuk Adrian. Setelah Aruna terlelap, ia mengubah ruang tamu menjadi oasis kecil yang tenang dan romantis dengan lampu redup dan lilin aromaterapi yang memenuhi udara dengan wangi yang menenangkan.Di atas meja kecil, ia menata dua cangkir teh hangat yang menguap dan beberapa camilan ringan yang menggugah selera.Ketika Adrian melangkah keluar dari kamar Aruna, ia terkejut dan terpesona melihat transformasi ruang tamu mereka. “Ini apa?” tanyanya, bibirnya mengembang dalam senyum yang tak bisa disembunyikan.“Ini malam kita,” jawab Ayla lembut, matanya berbinar saat

  • Satu Malam Bersama Adik Suamiku   Bab 137: Kesibukan yang Menyita

    Pagi itu, sinar matahari menerobos jendela rumah kecil itu, menari-nari di antara aroma kopi yang baru saja diseduh. Ayla, dengan lengan blusnya yang tergulung rapi, tengah sibuk berkelana di dapur sambil sesekali memeriksa daftar tugas yang berderet di layar ponselnya.Di meja makan, suasana menjadi lebih hangat saat Adrian dengan lembut menyuapi Aruna, putri kecil mereka yang ceria, sambil sesekali membuat suara lucu, “aaaa… nyam!” yang selalu berhasil membuat Aruna tertawa gembira.“Aduh, Adrian, kamu nggak lihat file presentasiku di meja kerja, kan?” tanya Ayla, suaranya terdengar memantul dari dapur ke ruang tengah. “Kayaknya tadi malam aku taruh di sana deh.”Dengan alisnya yang sedikit terangkat, Adrian menoleh, “Yang file biru itu? Udah aku simpan di rak paling atas, biar Aruna nggak jadi mainan lagi.”“Ah, iya, benar sekali. Makasih ya,” sahut Ayla, sambil berlari kecil menuju rak

  • Satu Malam Bersama Adik Suamiku   Bab 136: Perkenalan dengan Nadya

    Pertemuan yang semula kikuk itu mulai mencair berkat usaha Nadya. Dengan nada ramah, ia memperkenalkan diri,"Namaku Nadya," ucapnya sambil menyunggingkan senyum hangat kepada Ayla dan Adrian. "Senang sekali bisa berjumpa dengan kalian berdua. Bram sering sekali menceritakan tentang kalian."Ayla, terbawa suasana hangat tersebut, membalas dengan senyum lembut. "Senang bertemu denganmu juga, Nadya. Kamu terlihat seperti seseorang yang hangat dan menyenangkan."Nadya tertawa kecil, matanya berbinar saat menoleh ke arah Bram dengan penuh kelembutan. "Terima kasih, Ayla. Mungkin itu juga pengaruh dari Bram, dia memang orang yang istimewa."Ayla memperhatikan senyum tipis yang tersungging di wajah Bram—sesuatu yang langka ia saksikan. Bram tampaknya lebih santai, lebih terbuka, seperti terbebas dari beban.Adrian, yang ingin memastikan percakapan tetap mengalir, bertanya, "Jadi, kapan kalian berencana menikah?""Dua bulan lagi," sahut Nadya

  • Satu Malam Bersama Adik Suamiku   Bab 135: Kehadiran Baru dalam Hidup Bram

    Acara pertunangan itu berlangsung dengan gemerlap dan penuh tawa, namun bagi Ayla, sorotan malam itu bukanlah pada Bram dan Nadya.Sorotan itu tertuju pada kesadaran mendalam yang muncul di antara dia dan Adrian, tentang bagaimana mereka telah tumbuh dan berkembang bersama sebagai sepasang kekasih.Di sebuah sudut ruangan yang tenang, mereka berdua duduk bersisian di meja kecil, menikmati seiris kue yang lezat sambil terlibat dalam percakapan yang ringan namun penuh makna.Adrian dengan lembut menyeka sisa krim yang terselip di sudut bibir Ayla menggunakan ibu jarinya, suatu gerakan kecil yang mengundang tawa lembut dari Ayla."Kamu ini, selalu saja punya cara untuk membuatku tersipu," ujar Ayla sembari memberikan tepukan ringan di lengan Adrian.Adrian hanya tersenyum simpul, matanya berbinar dengan keseriusan. "Aku hanya ingin kamu tahu betapa berharganya kamu di hatiku. Sayang, kita sudah melewati banyak hal bersama. Terkadang aku bertanya-tanya

  • Satu Malam Bersama Adik Suamiku   Bab 134: Kedewasaan Cinta

    Hari pernikahan Bram tiba lebih cepat dari yang Ayla bayangkan. Setelah memutar berbagai pertimbangan dalam pikirannya, ia akhirnya memutuskan untuk absen. Baginya, hadir hanya akan membuka kembali luka lama yang telah ia usahakan untuk sembuh.Namun, pada malam yang sama, suasana di ruang tamu rumah Ayla terasa hangat dan nyaman. Ayla dan Adrian tenggelam dalam dunia film yang mereka tonton, ditemani tawa riang Aruna yang sesekali terdengar.Suasana itu sempat terhenti ketika Adrian tiba-tiba bertanya dengan nada penuh perhatian, "Kamu yakin dengan keputusanmu itu?"Ayla menoleh, matanya menatap Adrian dengan tatapan yang mengandung kebulatan tekad. "Yakin," jawabnya, mantap. "Aku sudah melangkah terlalu jauh untuk mundur. Bram sekarang punya kehidupannya, dan aku juga. Tidak perlu aku membuktikan sesuatu dengan kehadiranku di sana."Senyum mengembang di wajah Adrian, dia kemudian meraih tangan Ayla, menggenggamnya erat. "Kamu sudah melangkah sangat jauh

  • Satu Malam Bersama Adik Suamiku   Bab 133: Kejutan Tak Terduga

    Pagi itu, semerbak aroma kopi yang baru diseduh memenuhi setiap sudut dapur kecil mereka. Ayla, sambil menyajikan kopi, mengamati Aruna yang asyik bermain dengan balok-balok berwarna cerah di lantai.Di sisi lain, Adrian tampak serius memandangi layar ponselnya, dahi berkerut menandakan ada sesuatu yang mengganggunya."Ada yang tidak beres?" Ayla bertanya, penuh kekhawatiran, seraya menaruh secangkir kopi hangat di depan Adrian. Ia lantas duduk di samping suaminya, mencoba mencari tahu apa yang sedang terjadi.Adrian meletakkan ponselnya, lalu dengan gerak yang ragu, mengusap tengkuknya. "Hmm, ada berita yang mungkin akan membuatmu terkejut," ujarnya dengan nada yang mencoba menenangkan.Ayla mengernyit, rasa penasaran terpampang jelas di wajahnya. "Berita apa itu?"Mengambil napas dalam, Adrian akhirnya berbicara, "Bram, dia baru saja mengumumkan pertunangannya."Kabar itu jatuh seperti petir di siang bolong, meresap pelan ke dalam dada Ayl

  • Satu Malam Bersama Adik Suamiku   Bab 132: Ayla yang Membanggakan

    Saat Ayla melangkah ke dalam kantor kliennya—sebuah perusahaan kecil yang tengah menyegarkan kembali ruang kerjanya—perasaan gugup bercampur dengan gelora semangat menyelinap dalam dirinya.Langkahnya mungkin terlihat ragu, tetapi begitu dia mulai berinteraksi dengan tim di sana, semangatnya kembali membara. Instingnya sebagai desainer interior terpicu, memandu setiap langkah dan keputusan yang diambilnya dengan cermat.Dengan penuh keyakinan, ia memperkenalkan beberapa sketsa desain yang telah ia rancang, menguraikan tiap detail dengan jelas dan percaya diri. Setiap kali ada masukan atau pertanyaan dari hadirin, Ayla menanggapinya dengan tenang dan penuh pertimbangan.Di tengah presentasi, sebuah realisasi menghampirinya—betapa ia merindukan momen-momen seperti ini. Baginya, ini seperti kembali ke rumah, ke tempat di mana ia dapat sepenuhnya menjadi diri sendiri.Setelah hari yang panjang, Ayla pulang dengan langkah yang lebih ringan, m

Jelajahi dan baca novel bagus secara gratis
Akses gratis ke berbagai novel bagus di aplikasi GoodNovel. Unduh buku yang kamu suka dan baca di mana saja & kapan saja.
Baca buku gratis di Aplikasi
Pindai kode untuk membaca di Aplikasi
DMCA.com Protection Status