Aluna menjalani kehidupannya seperti biasa. Pagi hari dia bersiap berangkat ke kantor tempat dia bekerja. Dia berusaha terlihat tenang meski segala beban memenuhi pikirannya.‘’Aluna!’’ sahut Bastian saat melihat wanita itu berjalan di koridor kantor menuju ruangannya.Langkah Aluna terhenti, memutar badan menoleh ke arah seseorang yang memanggil namanya.‘’Pak Bastian?’’ Aluna sedikit membungkukkan badan, memberi hormat pada atasannya.‘’Jangan panggil, Pak, panggil saja Bastian.’’ Pria itu kini berdiri di hadapan Aluna.‘’Tidak, Pak, Anda ini atasan saya. Sangat tidak sopan jika saya harus memanggil nama,’’ tolak Aluna tersenyum ramah.‘’Ya udah gak apa-apa kalau begitu. Oh iya, Aluna, lusa nanti kamu ikut saya untuk mempromosikan kerjasama kita pada klien. Kita bersaing dengan beberapa perusahaan untuk mendapatkan projek ini,’’ perintah Bastian.‘’Baik, Pak, akan saya catat jadwalnya. Lusa kan, Pak?’’ ucap Aluna.‘’Ya, lusa.’’ Bastian menatap Aluna yang sedang mencatat jadwa perte
‘’Aluna? Kenapa kamu di sini?’’ suara Megan bernada tajam .‘’Aku hanya ada urusan sebentar,’’ jawab Aluna mencoba terdengar santai.Megan memandangnya dari ujung kepala hingga kaki, seolah-olah sedang menilai sesuatu. ‘’Urusan? Ah- aku tahu kenapa kamu di sini.;; Megan melanjutkan, suaranya semakin tajam. ‘’Kamu pasti ingin memeriksakan kehamilan, ya? Sayangnya, aku rasa kamu sudah terlambat untuk itu. Kamu harus sadar kalau Faisal tak akan pernah peduli lagi denganmu.’’Kata-kata itu menohok hati Aluna. Ia berusaha tetap tenang, tetapi dalam hatinya, luka lama kembali menganga. Megan selalu punya cara untuk membuatnya merasa kecil.‘’Kalau begitu semoga urusanmu cepat selesai,’’ ujar Megan dingin sebelum kembali ke tempat duduknya.Aluna menarik napas panjang dan memilih untuk tidak melanjutkan percakapan. Ia tahu Megan hanya ingin memancing emosi, sesuatu yang sudah menjadi kebiasaan sejak dulu.Setelah mengetahui keberadaan Megan di sini. Aluna memilih untuk menunggu waktu istirah
‘’Adrian, aku datang ke sini bukan untuk memeriksakan diri. Tapi, ada hal penting yang ingin aku tanyakan,’’ ujar Aluna suaranya menjadi lebih serius.Aluna membuka tas kecil yang disandangnya, mengeluarkan sebuah berkas yang dia temukan di apartemen, kemudian dia berikan pada Adrian, dokter yang dia cari yang ternyata adalah teman lamanya.‘’Aku ingin meminta bantuan darimu.’’ Aluna meletakkan berkas itu di atas meja.’’Adrian menatapnya dengan alis sedikit terangkat. ‘’Tentu. Apa itu? Aku akan membantu semampuku.’’Pria itu meraih berkas yang diletakkan Aluna di atas meja kerjanya. Membacanya dengan seksama. Kedua alis pria itu saling bertautan, sesaat memandang ke arah Aluna lalu kembali menatap kertas di tangannya.‘’Dari mana kamu punya kertas ini dan … apa yang bisa kubantu?’’ tanya Adrian masih mencerna maksud dan keinginan Aluna.‘’Itu berkas seorang pasien yang memeriksakan kandungannya kepadamu, bukan? Aku menemukannya di apartemen.’’‘’Lalu? Apa hubungannya denganmu? Kamu m
‘’Nikahi wanita itu, Mas!’’ gumam Aluna dengan suara bergetar.‘’Kamu ini bicara apa? Wanita mana yang kamu maksud?’’ tanya Faisal tak mengerti apa yang dikatakan oleh istrinya.‘’Adelia. Siapa lagi?’’ tegas Aluna. Dadanya begitu sesak saat berkata. Meski sakit dia tetap harus menyampaikan hal ini.Faisal terlihat gelagapan. Fajar baru saja menjelang, dia baru pulang dari apartemennya yang ditempati oleh sang sekretaris bernama Adelia. Suatu hal telah terjadi di antara dia dengan Adelia. Entah bagaimana ceritanya, Faisal tiba-tiba bangun dalam keadaan tanpa busana, berbaring di tempat tidur yang sama dengan wanita itu.Faisal tidak ingat apa-apa. Semalam dia datang ke apartemen atas permintaan Adelia. Melindungi wanita itu dari gangguan mantannya yang terus mengusik kehidupan Adelia. Suatu hari Adelia sempat meminta tolong karena mendapat ancaman dari mantannya yang saiko. Hingga Faisal menyuruh Adelia menempati apartemen miliknya demi keamanan wanita itu. Dan semalam, Adelia menghub
‘’Kamu harus segera menikahi Adelia!’’ Suara Sarah menggema mengisi seluruh penjuru ruangan. Mengundang semua penghuni rumah bermunculan dari kamar mereka di suasana subuh yang memilukan.‘’Bu, aku tidak melakukan apa-apa dengannya. Ini salah paham!’’ bela Faisal.‘’Mas, kamu lupa kalau semalam kita ….’’ Kalimat Adelia terputus karena tangisnya pecah. Dia berlaku seolah menjadi korban yang paling tersakiti di sini. Senyatanya apa yang sedang dilakukannya saat ini hanya sebuah akting belaka.‘’Ada apa ini?’’ Megan, anak sulung Sarah muncul dan pura-pura terkejut mendengar keributan yang terjadi di depan kamar Faisal.‘’Mbak Adel? Kenapa pagi-pagi sudah ada di sini? Kenapa kamu menangis?’’ tanya Shela, adik Faisal. Anak nomor tiga di keluarga itu.‘’Mas kalian telah merenggut kehormatan Adelia. Sekarang, ibu meminta agar Faisal mau bertanggung jawab dan menikahi Adelia,’’ jelas Sarah membuat dua anak perempuannya membuka mulut lebar dan melotot karena terkejut. Ralat! Mereka hanya pura-
‘’Bagaimana para saksi sah?’’ ujar penghulu.‘’Sah!’’ Kompak semua yang ada di ruangan itu berseru.Tak perlu menunggu lama setelah kejadian tempo hari. Sarah segera menentukan tanggal pernikahan putranya bersama Adelia.Pernikahan digelar di sebuah rumah seorang pemuka agama di kota itu. Wali nikah yang merupakan ayah dari Adelia datang dari luar kota setelah mengetahui putrinya akan menikah secara siri dengan atasannya.Raut-raut bahagia terpancar di wajah mereka. Keluarga Faisal maupun keluarga mempelai wanita. Namun Faisal sendiri sama sekali tak menyangka ia akan menikahi wanita lain, mengkhianati cinta sucinya kepada sang istri, Aluna. Faisal masih berharap ini hanya mimpi baginya, meski tak dipungkiri secara sadar dia menyadari jika semua ini adalah kenyataan.‘’Selamat atas pernikahan kalian, semoga langgeng.’’ Megan menyalami kedua mempelai. Adik kandung serta iparnya yang kini tengah berbahagia di hari pernikahan mereka.‘’Aamiin, makasih,’’ ujar Adelia dengan wajah sumringa
Oliv menutup pintu rumah lalu menguncinya. Dia menatap iba wajah kakak iparnya yang masih mematung berdiri di ruang utama dengan raut wajah pilu.‘’Sabar Mbak Alun. Aku tahu Mbak orangnya kuat,’’ ujar Oliv mengelus bahu Aluna, mencoba menenangkan hati wanita itu. Meski tidak berpengaruh banyak, setidaknya masih ada yang peduli pada Aluna.‘’Makasih, Liv,’’ gumam Aluna dengan suara serak. Lalu keduanya melangkah masuk ke dalam ruangan lain.Terdengar Sarah memanggil asisten rumah tangga mereka.‘’Mbok Painem!’’ sahutnya dan yang dipanggil pun tergopoh-gopoh berjalan keluar dari arah dapur.‘’Iya, Bu?’’ Wanita berusia senja yang sudah mengabdi puluhan tahun di keluarga Aditama, kini berdiri di hadapan majikannya dengan badan merengkuh sopan.‘’Kamu sudah siapkan kamar pengantin untuk Faisal dan Adel?’’ tanya Sarah.‘’Sudah, Bu. Semuanya sudah rapi,’’ jawab wanita tua itu. Sekilas melirik ke arah Aluna yang baru muncul dari ruang depan. Pancaran mata Aluna menyiratkan kesedihan, membuat
Selepas sholat subuh, seperti biasa Aluna segera ke dapur membantu Mbok Painem menyiapkan sarapan.‘’Mbak Alun gak usah bantuin Mbok. Biar Mbok kerjain semuanya sendiri,’’ ujar wanita berusia senja mencegah Aluna membantunya di dapur.‘’Gak apa-apa, Mbok. Biasanya juga aku bantu, kenapa sekarang gak boleh?’’ tukas Aluna sambil tersenyum.Mbok Painem menatap wajah Aluna yang sembab. Dia tahu jika semalaman wanita muda ini pasti tak bisa tidur. Ia bisa merasakan apa yang Aluna rasakan. Bisa jadi semalaman ini Aluna menghabiskan waktu dengan menangis. Hati perempuan mana yang tidak akan terluka saat suaminya menghabiskan malam pertama bersama wanita lain, bahkan harus seatap dengannya. Tak bisa dibayangkan seperti apa hancurnya hati Aluna.‘’Kenapa Mbok menatapku seperti itu?’’ tanya Aluna menyadari tatapan Mbok Painem yang begitu dalam memindai wajahnya.‘’Mbok tahu Mbak Alun sedang sedih. Makanya Mbok gak mau Mbak Alun bantuin Mbok di dapur. Lebih baik Mbak Alun istirahat saja di kamar
‘’Adrian, aku datang ke sini bukan untuk memeriksakan diri. Tapi, ada hal penting yang ingin aku tanyakan,’’ ujar Aluna suaranya menjadi lebih serius.Aluna membuka tas kecil yang disandangnya, mengeluarkan sebuah berkas yang dia temukan di apartemen, kemudian dia berikan pada Adrian, dokter yang dia cari yang ternyata adalah teman lamanya.‘’Aku ingin meminta bantuan darimu.’’ Aluna meletakkan berkas itu di atas meja.’’Adrian menatapnya dengan alis sedikit terangkat. ‘’Tentu. Apa itu? Aku akan membantu semampuku.’’Pria itu meraih berkas yang diletakkan Aluna di atas meja kerjanya. Membacanya dengan seksama. Kedua alis pria itu saling bertautan, sesaat memandang ke arah Aluna lalu kembali menatap kertas di tangannya.‘’Dari mana kamu punya kertas ini dan … apa yang bisa kubantu?’’ tanya Adrian masih mencerna maksud dan keinginan Aluna.‘’Itu berkas seorang pasien yang memeriksakan kandungannya kepadamu, bukan? Aku menemukannya di apartemen.’’‘’Lalu? Apa hubungannya denganmu? Kamu m
‘’Aluna? Kenapa kamu di sini?’’ suara Megan bernada tajam .‘’Aku hanya ada urusan sebentar,’’ jawab Aluna mencoba terdengar santai.Megan memandangnya dari ujung kepala hingga kaki, seolah-olah sedang menilai sesuatu. ‘’Urusan? Ah- aku tahu kenapa kamu di sini.;; Megan melanjutkan, suaranya semakin tajam. ‘’Kamu pasti ingin memeriksakan kehamilan, ya? Sayangnya, aku rasa kamu sudah terlambat untuk itu. Kamu harus sadar kalau Faisal tak akan pernah peduli lagi denganmu.’’Kata-kata itu menohok hati Aluna. Ia berusaha tetap tenang, tetapi dalam hatinya, luka lama kembali menganga. Megan selalu punya cara untuk membuatnya merasa kecil.‘’Kalau begitu semoga urusanmu cepat selesai,’’ ujar Megan dingin sebelum kembali ke tempat duduknya.Aluna menarik napas panjang dan memilih untuk tidak melanjutkan percakapan. Ia tahu Megan hanya ingin memancing emosi, sesuatu yang sudah menjadi kebiasaan sejak dulu.Setelah mengetahui keberadaan Megan di sini. Aluna memilih untuk menunggu waktu istirah
Aluna menjalani kehidupannya seperti biasa. Pagi hari dia bersiap berangkat ke kantor tempat dia bekerja. Dia berusaha terlihat tenang meski segala beban memenuhi pikirannya.‘’Aluna!’’ sahut Bastian saat melihat wanita itu berjalan di koridor kantor menuju ruangannya.Langkah Aluna terhenti, memutar badan menoleh ke arah seseorang yang memanggil namanya.‘’Pak Bastian?’’ Aluna sedikit membungkukkan badan, memberi hormat pada atasannya.‘’Jangan panggil, Pak, panggil saja Bastian.’’ Pria itu kini berdiri di hadapan Aluna.‘’Tidak, Pak, Anda ini atasan saya. Sangat tidak sopan jika saya harus memanggil nama,’’ tolak Aluna tersenyum ramah.‘’Ya udah gak apa-apa kalau begitu. Oh iya, Aluna, lusa nanti kamu ikut saya untuk mempromosikan kerjasama kita pada klien. Kita bersaing dengan beberapa perusahaan untuk mendapatkan projek ini,’’ perintah Bastian.‘’Baik, Pak, akan saya catat jadwalnya. Lusa kan, Pak?’’ ucap Aluna.‘’Ya, lusa.’’ Bastian menatap Aluna yang sedang mencatat jadwa perte
Aluna duduk di ujung tempat tidur, memandang tumpukan pakaian dan barang-barangnya yang sudah terkemas rapih di koper. Hatinya berdegup cepat, bukan karena kegembiraan, tetapi karena kebingungannya yang semakin dalam. Selama bertahun-tahun, dia menahan perasaan, berusaha menjadi istri yang baik bagi Faisal, dan menyesuaikan diri dengan kehidupannya yang terasa seperti sebuah rutinitas tanpa akhir di rumah mertuanya.Dia sedang dilema. Antara harus pergi meninggalkan rumah ini atau tetap bertahan dan menghadapi badai rumah tangga yang tak pernah berakhir. Sebagai seorang istri yang baik, memang seharusnya dia tidak boleh pergi selangkah pun tanpa seizin suaminya.Akan tetapi, jika dia terus diam. Maka harga dirinya akan terus diinjak-injak oleh madunya juga keluarga suaminya. Aluna pergi bukan karena ia tidak patuh pada suami. Tetapi dia harus menjaga mental dan kewarasan, terlebih saat ini dia sedang hamil. Lagipula, dia pergi ke tempat Faisal juga. Sebuah apartemen milik suaminya yan
Aluna sudah lebih dulu tiba di depan rumah orang tuanya. Ia melangkah pelan, membawa beban berat di dada. Taksi online yang mengantarnya baru saja berlalu, meninggalkan jejak debu tipis di jalan. Kini, wanita berhijab itu berdiri mematung, ragu-ragu untuk mengetuk pintu.Tangannya terulur, lalu berhenti di udara. Baru setelah menarik napas panjang, Aluna mengetuk pelan. Tak perlu waktu lama, pintu terbuka. Wajah seorang wanita tua menyembul dari baliknya—wajah ibunya, Murni, dengan keriput yang menghiasi kulit dan uban yang mulai mendominasi rambutnya.Tatapan Murni langsung melembut, namun penuh luka yang terlihat jelas di matanya. Aluna segera meraih tangan kurus itu, mengecupnya dengan mata terpejam. Air mata jatuh tanpa permisi, membasahi kulit ibunya yang hangat namun rapuh.Murni, tanpa berkata sepatah kata pun, menarik Aluna ke dalam pelukannya. Tangis kedua wanita itu pecah, menggema di rumah kecil itu. Danu, ayah Aluna, muncul dari balik pintu ruang tengah. Wajahnya berubah t
Nazwa mengayun langkah cepat menuju ruangan Aluna. Tiba di sana, dia langsung membuka pintu tanpa permisi. Tentu saja hal itu membuat Aluna yang ada di dalam ruangan kaget setengah mati.‘’Nazwa?’’ Aluna mengelus dada. Jantungnya seakan ingin melompat dari tempatnya.‘’Bisa kan mengetuk pintu dulu apa mengucapkan salam. Jangan nyelonong begitu, bikin aku kaget saja. Mentang-mentang perusahaan milik tunangannya,’’ sungut Aluna setengah bercanda tapi juga meluapkan kekesalannya.Namun tanggapan Nazwa terlihat aneh. Temannya itu menatap Aluna dengan tatapan yang sulit dijelaskan.‘’Kamu kenapa? Ada masalah?’’ Aluna memiringkan kepalanya, menatap wajah Nazwa yang begitu serius.‘’Bukankah aku yang harusnya bertanya sama kamu. Ada masalah apa kamu dengan Mas Faisal? Dengan rumah tanggamu sehingga kamu harus bekerja di sini!’’ tegas Nazwa menatap tajam ke arah Aluna.Aluna mengedipkan matanya beberapa kali, menghindari tatapan Nazwa yang menusuk. Dia meneguk saliva yang terasa pahit, berpur
‘’Adelia? Kamu kenapa?’’ Faisal mengurungkan niatnya pergi dari ruang makan melihat Adelia memegangi perut sambil meringis sakit.‘’Perutku kram. Bisa tolong bantu aku ke kamar?’’ pinta wanita itu berbohong. Dia sengaja bersandiwara hanya untuk membuat Faisal cemas sehingga melupakan Aluna.Faisal segera menggendong Adelia menuju kamar mereka. Lalu dibaringkan di atas tempat tidur. Sarah mengikuti langkah mereka sebab mengkhawatirkan kondisi kehamilan menantu kesayangannya.‘’Kamu gak apa-apa, Adelia? Kita panggil dokter ya,’’ tutur Sarah menghampiri menantunya yang kini terbaring di tempat tidur.‘’Tidak usah, Bu. Nanti juga baikan kok,’’ tolak Adelia, senyatanya dia hanya berpura-pura.‘’Benar kamu gak kenapa-kenapa. Kalau masih sakit mending kita panggil dokter saja, biar ketahuan apakah kondisi bayi kita baik-baik saja atau bermasalah.’’ Faisal ikut menyarankan, sebab dia mencemaskan bayi dalam kandungan Adelia. Hanya bayinya saja yang dia khawatirkan. ‘’Aku gak apa-apa, Mas. Asa
‘’Kamu pikir hanya karena sakit kepala dan mual muntah lantas kamu berpikir kamu hamil?’’ sungut Megan yang juga muncul bersama Adelia dan Shela.‘’Palingan kamu meriang,’’ celotehnya sambil diiringi tawa.‘’Merindukan kasih sayang, maksudnya?’’ celetuk Shela dengan tawa yang semakin pecah menertawakan Aluna.‘’Tapi, aku beneran hamil.’’ Aluna merogoh saku pakaiannya bermaksud mengeluarkan alat tes kehamilan yang dia simpan di dalam sana. Belum sempat ia menunjukkan benda itu kepada Faisal, Adelia sudah lebih dulu mengajak Faisal masuk ke dalam.‘’Mas, ayo kita ke kamar. Kamu pasti capek kan? Oh iya, bayi kita tadi menendang-nendang terus. Kayaknya dia nyariin kamu, pengen di elus,’’ ujar Adelia menggiring Faisal masuk ke ruangan lain, sengaja ingin menjauhkan dia dari Aluna.Faisal berlalu begitu saja bersama Adelia dari hadapan Aluna yang belum selesai menjelaskan perihal kehamilannya. Faisal merasa penasaran, tapi dia bingung karena Adelia memaksanya pergi dari sana.Megan dan Shel
‘’Kamu baik-baik saja?’’ tanya salah satu rekan kerja Aluna yang berada di satu toilet yang sama.Aluna mengulas senyum meski rasa pusing di kepalanya membuatnya kurang nyaman. ‘’Aku baik-baik saja, kok.’’‘’Wajahmu pucat, sebaiknya kamu izin pulang ke bos,’’ ujar rekan kerjanya tadi.‘’Ini hari pertama aku kerja. Gak mungkin aku izin, gak enak juga kan sama yang lain. Nanti juga sembuh, kayaknya cuma masuk angin biasa.’’ Aluna mencuci tangan di wastafel. Memperbaiki make-up yang sedikit berantakan setelah muntah-muntah.‘’Tadi pagi udah kerasa? Seharusnya kamu gak usah masuk tau lagi sakit. Walaupun hari pertama kerja, tapi kan bisa mengganggu kerjaan kamu kalau keadaan kamu sendiri kurang sehat. Bos kita itu baik, dia pasti ngerti,’’ balas wanita itu.‘’Tadi pagi sih baik-baik saja. Tiba-tiba mual sama pusing, gak tahu kenapa,’’ timpal Aluna.‘’Jangan-jangan kamu hamil. Kamu udah nikah kan?’’ ‘’Hamil?’’ Seketika Aluna terdiam. Dia memang sudah telat datang bulan, tapi dia tidak ber