Sekarang, dengan resmi Pulau Kura Purba menjadi markas besar bagi Kelompok Bayangkara.Rawai Tingkis meminta kepada Putri Intan Kumala untuk merajut sebuah bendera Bayang Kara berukuran besar, yang akan dikibarkan di atas pulau itu.Berkat bantuan para Suku Baba, Putri Intan Kumala merajut benang sutra dari ulat sutra yang ada di pulau tersebut.Entah seperti ada sihir di pulau itu, semua ulat sutra dengan bergerombol membantu menyediakan bahan untuk dibuat sutra.Seolah, seluruh penduduk pulau telah bersatu padu untuk membantu Rawai Tingkis.Di sisi lain, Rawas Kalat mulai mengumpulkan banyak kayu untuk membuat sebuah benteng berdasarkan rancangan yang dibuat oleh Danur Jaya.Bantuan Suku Baba begitu besar, mereka menarik kayu-kayu besar, sebelum dibelah atau dipotong menjadi ukuran yang lebih kecil.“Aku membutuhkan batu dan banyak telur, untuk membuat pondasi yang kokoh…” Rawas Kalat melapor pada Rawai Tingkis. “Kita harus mendarat di pulau terdekat untuk membawa bebatuan.”“Danur
Dua bulan telah berlalu, Bayangkara masih belum bergerak. Banyak orang menunggu berita mengenai kelompok kecil ini, tapi pada akhirnya Rawai Tingkis masih berada di Pulau Kura Purba.Dua bulan ini digunakan oleh kelompok mereka untuk meningkatkan kekuatan. Rinjani berhasil menciptakan beberapa pil untuk meningkatkan kekuatan tubuh teman-temannya.Dia juga mulai mengembangkan gas beracun menjadi lebih bervariasi, dan dapat dikendalikan menggunakan tenaga dalamnya.Rinjani mulai mengembangkan metode pengobatan dari jarak jauh sebagaimana dia menyalurkan tenaga dalamnya dari jarak jauh.Sebagai garda paling belakang yang memiliki sedikit sekali teknik serangan, Rinjani berhasil menciptakan sebuah teknik khusus untuk mempertahankan diri dari serangan musuh.“Kelopak Bunga …” Rinjani menamakan teknik baru yang dimilikinya.Kelopak bunga terbentuk dari tenaga dalamnya dan bantuan beberapa sumber daya yang dia buat. Mirip seperti kelopak bunga rafflesia, yang akan melindungi Rinjani dari ser
Setibanya di tepi Dermaga, Rawai Tingkis dan Rawas Kalat menuju kedai paling besar yang ada di tepi pantai.Sudah sangat lamat diak mencicipi , daging bakar besar setelah sekian lama mengapung di tengah lautan.Rawas Kalat yang biasanya tidak menyukai tuak, hari ini malah memesan tuak di kedai tersebut.“Kau tidak akan mabuk?” tanya Rawai Tingkis, “Akan sangat merepotkan jika kau sampai teler …”“Tidak akan, tuak di sini tidak begitu kuat, hanya tuak yang pernah dibuat oleh Kakek yang mampu membuatku mabuk,” timpal Rawas Kalat.Pemuda itu kemudian menoleh ke arah pemilik kedai, dengan mengangkat dua jari tangannya, “ Dua kendi tuak …!”“Satu kambing bakar,” sambung Rawai Tingkis.“Apa kau punya uang?” bisik Rawas Kalat.“Hehehe …pinjamkan aku uang, besok aku kembalikan …”“Eleh, gayamu memesang satu ekor kambing panggang?”“Ayolah, aku tidak tahan lagi …”Beruntung Rawas Kalat membawa uang, jika tidak mereka akan datang ke kedai ini dengan perasaan malu.Setelah mencari tempat duduk y
“Apa yang terjadi, kenapa aku merasa begitu takut?” salah satu dari 7 berandalan itu menampakan ekspresi luar biasa takut, dengan peluh sebesar biji jagung yang jatuh membasahi dadanya.“Apa yang akan kalian lakukan Orang-orang jahil?” Rawai Tingkis berjalan mendekati kedai tersebut, dengan tatapan mata yang tajam dan mengintimidasi.“Ku …kurang ajar? Siapa …siapa dirimu? Berani sekali kau melakukan trik seperti ini kepada kelompok Bayangkara! Kau tidak takut melawan Pimpinan Kami, dia adalah orang yang mampu menghancurkan Markas Cabang di Pulau Tengkorak! Jangan macam-macam dengan kami?”“Apa yang kalian katakana?” Rawai Tingkis mengambil sebilah kayu di dekat tong air yang berada di sudut bangunan kedai.“Katakan kepada Pimpinanmu!” ucap Rawai Tingkis, sembari mengangkat bilah kayu itu, “Carilah lawan yang sepadan, jangan hanya berani dengan rakyat biasa!”Setelah berkata seperti itu, Rawai Tingkis memukul mereka dengan kayu. Kekuatan pukulan itu, masih sama seperti kala dia menggun
Belum puas rasanya menghajar Rawai Tingkis Palsu, Putri Intan Kumala melepaskan beberapa banyak kerikil musuhnya.“Kumala, ap aitu tidak berlebihan?” gumam Rawai Tingkis.Barulah Putri Intan Kumala menghentikan tindakannya, setelah lawan kehilangan kesadaran. Tidak terhitung lagi berapa banyak serangan yang diarahkan kepada musuhnya, Putri Intan Kumala tidak peduli.Bagi dirinya, menghina Rawai Tingkis berarti mencari mati.Melihat Rawai Tingkis Palsu yang dihajar habis-habisan, semua orang di sana hanya terbelalak. Mata mereka bak akan melompat keluar dari kelopaknya.“Apa yang terjadi sebenarnya?” ucap mereka. “Kenapa Rawai Tingkis dapat dikalahkan dengan begitu mudah oleh gadis tersebut?”“Rawai Tingkis? Rawai Tingkis apanya?!” bentak Putri Intan Kumala. “Aku akan menarik lidah kalian keluar dari mulut dan akal bodoh kalian, jika menyebut pria ini sebagai Rawai Tingkis.”Putri Intan Kumala kemudian menunjuk pemuda di belakangnya, dan berkata kepada mereka, “Inilah Rawai Tingkis itu
Hari yang sama, Danur Jaya mencari nformasi mengenai Dermaga tersebut. Rupanya, Dermaga ini sebenarnya dikuasai oleh salah satu Adipati.Ada satu kadipaten kecil di tempat ini, yang memiliki wilayah terbentang di sepanjang pesisir pantai.Namun, Adipati itu dilengserkan dari kekuasaanya oleh anak-anak buahnya sendiri, para prajurit dan para senopati muda.“Dulunya, kami lebih tentram dan tenang, tapi kini Kadipaten Pantai Anyar telah menjadi wilayah yang diperebutkan oleh banyak kelompok.”Menurut penuturan salah satu warga yang ditemui oleh Danur Jaya, semenjak kelengseran Adipati sebelumnya, para Senopati Muda yang telah mengambil alih kursi jabatan tidak dapat menjalankan tugas mereka dengan benar.Kebanyakan dari mereka adalah pengguna Mutiara Emas, artinya para Satria Suci.Dengan dibatasinya mutiara emas oleh Indra Pura, perederan sumber daya kekuatan itu menjadi sangat terbatas.Muncul lagi beberapa konflik internal di dalam istana Kadipaten yang meruncing pada kehancuran.Tang
Rawai Tingkis meninggalkan tempat itu dengan para penipu yang dijadikan sebagai pengaman dermaga.Namun, ada beberapa aturan diterapkan kepada para penipu tersebut. Pertama mereka tidak boleh mengambil pajak keamanan lebih dari 10 keping perak setiap bulannya. Jika aturan ini dilarang, mereka akan berhadapan dengan Rawai Tingkis, dengan sesal berkepanjangan.Ke dua, mereka boleh menguasai dermaga kecil ini. Awalnya bangunan dermaga memang dikuasai oleh pemerintah Kadipaten Pantai Anyar, tapi karena kadipaten itu telah runtuh, kepemilikan dermaga ini jatuh kepada kelompok yang menguasainya.30% dari pendapatakan dermaga ini akan diberikan kepada para penipu ini, sebagai upah, dan 70% akan diberikan kepada Kelompok Bayangkara.Rawai Tingkis, menyerahkan semua pendapatannya untuk membangun kesejahteraan rakyat. Hal ini dilakukan, agar tidak ada satupun rakyat yang bekerja sebagai pencuri, perampok atau pula penjual di pasar kegelapan.Tidak ada keutungan bagi Kelompok Bayangkara. Satu pe
“Siapa yang kau bilang sudah mati?” Rinjani menimpali, “Jaga bicara kalian, meski demikian, Rawai Tingkis juga pernah tinggal di Padepokan Surya. Dia mendapatkan banyak kepercayaan dari petinggi Padepokan.”“Itu karena di penjilat,” timpal satunya lagi. “Begini saja, bagaimana jika kalian berdua bergabung bersama kami, bukankah itu lebih baik. Danur Jaya! Kau adalah pemanah hebat, begitu disayangkan jika menjadi bawahan Rawai Tingkis yang lemah itu.”“Aku tidak akan menghianati temanku,” timpal Danur Jaya. “Apa kalian tidak ada kerjaan? Banyak hal yang bisa dilakukan di sini, daripada menghina orang yang jelas-jelas lebih kuat dari kalian semua.”Setelah berkata seperti itu, Danur Jaya langsung meninggalkan ke lima Manusia Murni.Namun salah satunya malah memanggil Rinjani, dan mengajaknya bergabung dengan kelompok mereka.Kehebatan Rinjani dalam dunia pengobatan, pasti akan berkembang lebih baik dengan bergabung bersama dengan lima orang itu, dibandingkan dengan Rawai Tingkis.Rinjan