Situasi di pulau itu mulai bertambah kacau, dengan kedatangan empat kapal dalam waktu yang bersamaan.Para satria suci Penjaga Dunia, turun dari kapal seperti gerlombolan semut yang mengincar setumpuk gula.Mereka berwajah garang, dengan jubah Penjaga Dunia melekat di punggung mereka.Semuanya berseru lantang, mengucapkan kata, “hancurkan para pemberontak yang menentang Penjaga Dunia!”Hanya mendengar suara sepatu yang mereka kenakan, bulu kuduk para warga langsung merinding. Jelas mereka sangat ketakutan.Sialnya, hanya ada lima petarung yang akan menghadapi mereka, dan sialnya satu petarung malah sibuk membantai musuh di atas kapal.Beberapa kelompok satria penjaga dunia, masuk ke dalam rumah warga, menghamburkan seisi rumah, sebelum kemudian meratakannya dengan tanah.“Siapapun juga yang bersembunyi di dalam rumah, segera tangkap! Jika perlu bunuh saja!” ucap komandan pasukan tersebut.Tidak butuh waktu lama bagi mereka, untuk menyapu rumah warga yang ada di pulau tersebut. Dengan
Teknik menyalurkan tenaga dalam milik Rinjani mungkin terdengar umum dikalangan anggota Padepokan Surya, tapi cara yang dilakukan oleh kebanyakan mereka berbeda dengan gadis ini.Umumnya, mereka menyalurkan tenaga dalam dengan cara berkontak kulit secara langsung. Meletakan telapak tangan ke pundak seseorang, adalah cara paling umum dilakukan.Namun berbeda dengan Rinjani, dia mampu menyalurkan tenaga dalam dari jarak yang cukup jauh.Sekitar 5 depa jauhnya, Rinjani masih mampu untuk mengirimkan tenaga dalam miliknya, seperti yang dilakukan oleh gadis itu kepada Danur Jaya.Bukan hanya itu saja, dia mampu mengobati Danur Jaya, jika pemuda tersebut mungkin terkena serangan dari pihak lawan.Saat ini, Rinjani masih mempelajari cara menyerap ramuan atau obat-obatan, untuk disalurkan kepada pasien dari jarak yang cukup jauh.Jika teknik ini berhasil dilakukan, kemungkinan besar Rinjani akan menjadi penyumbang bantuan paling besar di kelompok Rawai Tingkis.Dia mungkin akan menjadi orang
Sebelum menghadapi komandan tersebut, Rawai Tingkis menghadapi puluhan satria penjaga dunia yang ingin menjajal kekuatan atau hanya sekedar mengantar nyawa.Namun sejak tadi, Rawai Tingkis tidak menahan diri lagi. Dia tahu jika dalam situasi seperti ini, masih bercanda dan setengah hati, kemungkinan besar warga di pulau ini dalam bahaya.Karena itu, Rawai Tingkis menjelma menjadi dewa kematian bagi satria-satria tersebut.Tidak ada yang sanggup menahan tebasan gading cempaka, tidak ada! Bahkan untuk menjatuhkan tiga sampai lima orang musuhnya, Rawai Tingkis hanya membutuhkan satu kali tebasan saja.Langkah Rawai Tingkis kini meninggalkan genangan darah dan mayat musuh. Mata berwarna kuning, begitu tajam menatap lawan-lawannya yang datang tak ada habisnya.Sesekali, Rawai Tingkis tersenyum dingin, sebelum darah melintasi bibirnya yang tipis.Danur Jaya menatap pertarungan itu dari jauh, akhirnya memutuskan untuk tidak mengkhawatirkan Rawai Tingkis.Sekarang, sebenarnya tidak ada satupu
Rawai Tingkis dan teman-temannya tinggal di pulau ini beberapa hari, sembari berjaga-jaga, khawatir jika musuh datang kembali dengan pasukan yang jauh lebih besar dari sebelumnya.Namun sampai hari ini, tidak ada satupun satria penjaga dunia yang menampakan batang hidungnya.Di puncak bukit kecil itu, Rawai Tingkis dan teman-temannya menatap satu batu nisan lagi yang di tempatkan di sebelah nisan Prabu Dera.“Ini adalah sedikit orang yang kita ketahui, telah meninggal dunia karena mempertahankan prinsip, keluarga, dan martabatnya sebagai manusia …” ucap Rawai Tingkis. “Di luar sana, mungkin ratusan atau bahkan ribuan orang mati setiap bulannya. Kita manusia tidak hancur oleh roh suci, kita manusia hancur karena kita sendiri, terkadang aku tidak tahu apakah prinsipku ini benar atau salah, memberikan dampak baik atau bahkan sebaliknya, namun aku tegaskan! Penjaga Dunia harus dimusnahkan!”“Rawai Tingkis, apa yang akan kita lakukan?” tanya Danur Jaya.“Kita akan mengambil Pulau Tengkorak
Kapal yang dibuat oleh Rawas Kalat dengan bantuan Danur Jaya akhirnya berhasil dibuat. Sebuah kapal yang sangat indah tapi juga tidak mengurangi tingkat kekuatannya.Rawai Tingkis naik ke atas kapal, dan menyapukan pandangan ke segala arah.Sepertinya, Rawai Tingkis sedang memikirkan sesuatu, terlihat dari kerutan di kening pemuda itu.Danur Jaya yang tanggap langsung mendekati Rawai Tingkis, “Apa lagi yang kau pikirkan saat ini, jangan bilang jika maalah burung atau ikan?”“Danur Jaya, apa kau pernah mendengar kerajaan maritim?” tanya Rawai Tingkis. “Aku memikirkan hal tersebut, bagaimana jika kita tinggal di atas kapal? Menjadikan kapal ini sebagai markas utama kita? Itu terdengar menarik, sebuah markas yang tidak pernah ada di dalam peta, berpindah tempat seperti ikan?”Danur Jaya tersenyum mendengar ucapan Rawai Tingkis, dia jelas tidak menduga Rawai Tingkis memiliki pemikiran sejauh itu, bahkan mengetahui istilah kerajaan maritim.Meskipun, konsepnya sedikit berbeda dengan Keraja
Danur Jaya sebenarnya tidak yakin dengan perintah Rawai Tingkis, sebeb musuh yang harus dihadapi mereka berjumlah sangat banyak. Tak terhitung berapa ratus satria yang akan mereka hadapi hari ini.Karenanya, Danur Jaya membuat sebuah rencana yang sedikit berbeda, meskipun pada dasarnya tidak menetang perintah Rawai Tingkis.Namun, Rawai Tingkis setelah memberi perintah langsung pergi lebih dahulu. Dia menyelinap dari kapal ke kapal, lalu melompat ke pinggiran pantai, dan terus melaju menuju markas cabang Penjaga Dunia.Sementara itu, setiap langkah Rawai Tingkis membuat perasaan Putri Intan Kumala menjadi gundah gulana. Jikalah bukan karena perintah Rawai Tingkis, gadis itu sudah sejak tadi mengikuti pemuda tersebut.“Kakang Danur Jaya,” ucap Rawas Kalat, “aku rasa Rawai Tingkis tidak bisa dilepaskan seperti itu, kabarnya pulau ini adalah kampung halamannya, tapi aku tidak yakin dia akan tiba di markas cabang musuh.”“Biarkan saja,” ucap Danur Jaya. “Dia pasti akan menemukan petunjuk.
Jika memang ada sesuatu di dalam jurang tanpa batas, kemungkinan mereka sengaja menggenangkan air di jurang tersebut, untuk membawa benda yang mereka inginkan.“Sepertinya jurang itu memiliki batasnya,” timpal Rawas Kalat, sembari mengelus dagunya. “Kenapa pula kau berni nama jurang tanpa batas?”“Eh, sejak aku berada di sini, jurang itu sudah bernama tanpa batas, tanyakan kepada orang tua dulu yang menemukan Pulau Tengkorak!”“Eh, satria itu sepertinya lebih pintar, mereka tahu ada rahasia di dalam jurang tersebut …”“Mungkin saja,” ucap Rawai Tingkis, “eh, kenapa kau menatapku seperti itu? Sudah aku katakan, bukan aku yang memberi nama jurang itu!”“Ah…baiklah, sekarang mari kita pergi ke jurang! Untuk memastikan dugaan kita berdua!” ucap Rawas Kalat.Setelah meniti jalanan yang terjal, mendaki tebing curam yang lincin, sembari bersembunyi dari pengejaran para satria Penjaga Dunia, akhirnya dua orang ini tiba pula di sebuah bangunan aneh.Rawai Tingkis tidak pernah melihat bangunan
Setelah menghabisi serigala tersebut, Rawai Tingkis kembali memasuki beberapa ruangan yang ada di dalam bangunan terebut, tapi sampai sekarang dia belum menemukan aliran sungai di dalam bangunan atau pula jurang kuno.Namun, perjalanan mereka kali ini sedikit lebih menegangkan karena bertemu dengan hewan-hewan yang sama dengan serigala barusan.Semua hewan berukuran besar, bahkan kelinci sekalipun memiliki tubuh sebesar anak sapi, dan begitu buas.Ah, tidak ada satupun hewan jinak di dalam bangunan ini.Bagi Rawas Kalat, pirmida ini bukan hanya menyimpan sebuah pertanyaan, tapi juga merupakan kandang bagi hewan-hewan raksasa.Sampai sekarangpun, telah lebih dari 20 hewan raksasa yang mereka habisi, dan belum menemukan petunjuk mengenai hewan tersebut.Tidak ada satupun lorong atau ruangan yang tidak memiliki hewan besar, tapi kebanyakan dari mereka dirantai dan dibelenggu.Sekali lagi, tidak ada satupun dari hewan itu yang luput dari pedang gading cempaka, seolah mereka adalah roh suc