Senopati Utama akhirnya kembali mendatangi Rawai Tingkis yang telah menunggu di luar beberapa hari lamanya.“Paling tidak kau membawakan aku makanan, Paman…” Rawai Tingkis harus mencari binatang yang berkeliaran di sini, untuk mengisi perutnya. “Apa yang kau dapatkan?”Senopati Utama kemudian menjelaskan kepada Rawai Tingkis mengenai informasi yang diberikan oleh Janka. Yaitu mengenai Mutiara Emas yang dia dapatkan.Dari penjelasan Janka, ada sebuah pasar gelap yang berada cukup jauh dari kota ini. Pasar itu menjual berbagai macam senjata, dan itu juga menjual Mutiara Emas.Namun menurutnya, Mutiara Emas yang dibeli Janka berasal dari Ilmuan Dunia yang dipasok oleh seorang pria kaya raya dengan pengaruh besar di sebuah kerajaan.Akan sangat sulit untuk masuk ke dalam pasar gelap itu, karena mereka tidak sembarangan menerima para pembeli. Hanya mereka yang memiliki hubungan dengan beberapa orang penting di pasar gelap yang diterima di pasar gelap.Namun Janka menolak untuk memberi tahu
Ronggo adalah teman kecil Rawai Tingkis, dia adalah satu-satunya anak segenerasi dengan Rawai Tingkis yang tidak mengikuti Metode Kuno dalam percobaan di Pulau Tengkorak.Selebihnya, semua anak-anak telah tewas setelah mengikuti percobaan kelas s yang dilakukan oleh ilmuan Indra Pura.Setelah berhasil mendapatkan mutiara emas, dan kemudian dikembangkan oleh para ilmuan, semua anak-anak yang didatangkan ke Pulau Tengkorak telah menjadi mesin pembunuh yang taat pada satu perintah saja. Yaitu perintah Putra Mahkota.Ya, anak-anak ini adalah pasukan utama yang dimiliki oleh Putra Mahkota untuk menggulingkan pemerintahan baru di Kerajaan Indra Pura.Ronggo adalah pemimpin utama mesin pembunuh ini. Sekarang dia sudah cukup dewasa, berusia lebih tua 3 tahun dari Rawai Tingkis.Kekejaman Ronggo dan perasaanya yang dingin, mungkin menjadikan dirinya satu-satunya mesin pembunuh yang paling harus diwaspadai oleh Istana Indra Pura.Dia pula secara khusus mendapatkan lebih banyak mutiara emas berk
Rawai Tingkis menatap para pasukan kuda yang baru saja datang. Jumlah mereka sekitar 2 lusinan, semuanya membawa tombak sebagai senjata utama. Dilihat dari pakaiannya, ini adalah prajurit elit yang bertugas di Istana.“Para Tuan sekalian, kenapa datang di saat kami belum musim panen?” tanya salah satu warga desa.Mata para prajurit tajam seperti elang, menggetarkan tulang belulang warga desa. Salah satu dari mereka turun dari atas kuda, tapi kemudian tatapannya jatuh pada sosok Rawai Tingkis yang masih terikat di tonggak eksekusi.Warga desa menjelaskan jika bocah ini telah mencuri jagung-jagung mereka, jadi sekarang mereka ingin menghukum bocah ini.Hukuman potong tangan tampaknya tidak terlalu buruk, ini akan membuat Rawai Tingkis menjadi jera.“Bawa dia!” ucap prajurit itu, “Dia akan berguna untuk menghadapi musuh!”“Tunggu, akan dibawa kemana diriku?” tanya Rawai Tingkis, “aku bukan budak yang bisa kalian …ah…sial…aku masih lapar.” Rawai Tingkis tampaknya tidak memiliki daya sama
Benar, Prabu Dera sepertinya ingin meniru cara Pangeran Nundra, dengan memanfaatkan pemuda sebagai pasukan garda terdepan.Dia sepertinya ingin menciptakan pemuda yang berani mati untuk melindungi Istana dari para pemberontak. Ini mungkin terdengar seperti mesin pembunuh, hanya saja tanpa menggunakan bantuan mutiara emas.Senopati Kauman bekerja sama dengan para senopati muda yang ada di Istana, untuk menyusun rencana pelatihan bagi anak-anak muda ini.“Kita akan meningkatkan kekuatan pisik mereka!” usul salah satu Senopati Muda. “Mereka harus cukup kuat untuk mengangkat tombak, atau pula pedang.”Umumnya, bobot pedang dan tombak bervariasi, tergantung logam untuk membuatnya, tapi pedang dan tombak di istana ini memang lebih berat dibandingkan dengan senjata yang ada di pasaran.Seorang Empu bernama Lempu beserta seluruh anak buahnya, adalah orang yang berada di belakang pembuatan senjata tersebut.Empu ini sendiri berada di puncak bukit yang berada tidak jauh dari pusat Istana. Keber
Senopati Kauman menatap Rawai Tingkis cukup lama, lalu dia mendekati remaja itu dan bertanya, “apa kau bisa menggunakan pedang?”Rawai Tingkis menggaruk dagunya beberapa kali, lalu tersenyum lebar seraya menganggukan kepala.“Aku bisa-“ bocah itu memperagakan cara menebas, tapi sedetik kemudian dia menatap telapak tangannya dalam-dalam, ada yang salah tampaknya saat ini, “Ahkkkk dimana pedangku?”Remaja itu menyapu pandangan dengan cepat, tapi dia tidak menemukan pedangnya.Bahkan dia mencari di barisan para pemuda, dan masih belum menemukannya di manapun.“Dimana pedangku? Siapa yang membawaku ke sini? Dia pasti telah menyembunyikan pedangku?” Rawai Tingkis menatap wajah-wajah prajurit, tapi tidak ada satupun yang dikenalinya saat ini.“Itu hartaku paling berharga selain kantong menyan, siapa yang mencurinya?”“Tidak ada yang mencuri pedangmu!” bentak Senopati Kauman.“Jangan bohong, aku jika tidak dicuri, kenapa pedangku tidak ada di sini …” Dia menunjuk telapak tangan kanannya ber
Setelah mendapatkan pedangnya, Rawai Tingkis berniat meninggalkan tempat ini, tapi Senopati Kauman memberi perintah kepada seluruh pasukan untuk menghentikan remaja tersebut.“Hoi, apa yang kau lakukan? Kenapa menahanku?!” Rawai Tingkis kembali menatap Senopati Kauman, lalu menatap ratusan prajurit yang telah mengarahkan mata tombak ke arah dirinya. “Apa kau masih belum puas?! Jangan libatkan orang lain jika ingin bertarung, aku akan melayanimu.”“Kau berutang kepadaku,” ucap Senopati Kauman.“Hutang apa, aku tidak memiliki hutang apapun.”“Pertama, kau telah mencuri jagung warga, itu adalah tindakan kriminal, dan kau harus dihukum karena itu, ke dua, kau berhutang banyak makanan kepadaku. Jika aku tidak memberimu makanan, hari ini kau tidak akan sanggup memegang pedang itu lagi.”“Aku akan membayar hutang itu-““Tidak, setiap daging berharga 10 keping emas, dan kau menghabiskan 10 potong daging, belum lagi yang lain.”“Ahkkk, kau ingin memerasku?! Bagaimana bisa sepotong daging berha
Rawai Tingkis tidak akan tunduk atau akan memberi hormat kepada siapapun, kecuali kepada Gurunya. Ini terkesan sedikit sombong, tapi iinilah Rawai Tingkis.Tunduk kepada orang yang tidak dikenal bena-benar membuatnya kesal, bahkan meskipun itu sekalipun adalah keluarga bangsawan dari sebuah kerajaan.Lalu inilah yang terjadi dengan dirinya.Pangeran yang dia tidak tahu bernama siapa itu, memberi perintah kepada beberapa prajurit untuk memukulinya.“Eh, kenapa menyerangku?” Rawai Tingkis menggaruk kepalanya beberapa kali, merasa jika dia tidak melakukan kesalahan apapun terhadap pangeran itu.Namun tentu saja para prajurit tidak akan mendengarkan ucapan dirinya, jadi mereka dengan serentak langsung menyerang Rawai Tingkis.“Hoi, kalian ini kenapa?” Rawai Tingkis masih bingung, seraya menghindari semua serangan lawan-lawannya. “Aku tidak mencuri makanan hari ini, kenapa menyerangku?”“Bocah ini pasti berada di desa tertinggal, dari penampilannya dan tingkah lakunya, dia bukan anak berpe
Rawai Tingkis menghentikan langkah kakinya, lalu kembali menatap Raja Indra Pura itu dalam-dalam.“Aku tidak pernah melihat dirimu sebelumnya, tapi kau sedikit mirip dengan orang itu.”“Apa yang kau katakana?”“Sekarang aku mengerti, situasi kalian,” ucap Rawai Tingkis, “Kerajaan ini akan menghadapi ancaman besar. Mesin pembunuh telah tercipta, mereka akan datang dari Pulau Tengkorak.”Setelah mendengar hal itu, semua orang langsung terkejut mendengar ucapan Rawai Tingkis. Tidak ada manusia biasa yang tahu menahu mengenai Pulau Tengkorak, bahkan tidak ada satupun pejabat tinggi yang pernah pergi ke tempat tersebut.Mereka kini mulai melihat Rawai Tingkis dari sudut pandang yang berbeda. Mereka yang tidak percaya, kini mulai memasang wajah serius.Namun ada dua orang Senopati yang malah langsung mencurigai Rawai Tingkis. Dia dianggap sebagai mata-mata.Patih Yuda yang sebelumnya tidak menganggap Rawai Tingkis sebagai sosok yang penting, kini langsung bertanya, “siapa dirimu? Kenapa kau