Pada akhirnya, kobaran api kobaran memadam bersama dengan es yang mencair. Namun, tidak ada yang tersisa dari Kota tersebut, semuanya telah terbakar habis, dan kini berubah menjadi puing-puing bangunan yang gosong.Kota paling dekat dengan Istana Bukit Batu, kin itelah menjadi kota gosong nan hitam legam.Kota ini pula menjadi saksi atas terbunuhnya banyak satria biasa, para prajurit dan para bandit setelah pertarungan yang sengit antara banyak kelompok yang berbeda-beda.Di tengah tumpukan puing-puing bangunan itu, Rawai Tingkis dan Rawas Kalat duduk berdua, setelah cukup lama menyapu kota untuk mencari beberapa jenazah.Sayangnya, sebagian banyak mayat telah hangus terbakar, dan sisanya dalam kondisi yang sangat mengenaskan.Rawai Tingkis hanya menggelengkan kepala, memandangi semua yang telah terjadi. Tidak ada tempat indah di Kota ini, tidak ada rumah bordil yang dijadikan sebagai tempat hiburan bagi lelaki berhidung belang.Semuanya telah hilang dalam hitungan jam saja.“Menurutm
Kakek Tua itu menginfokan tentang kerajaan Bukit Batu yang mulai kehilangan keseimbangannya.Pengaruh bangsawan Kerajaan mulai diperlemah oleh beberapa orang pintar yang berasal dari Indra Pura. Jelasnya, mereka ini adalah anggota Bulan Merah.Mereka datang ke sini sebagai penjual Mutiara Emas, tapi lambat laun mulai masuk ke dalam pemerintahan kerajaan Bukit Batu.Kedatangan mereka, mulai menimbulkan banyak permasalahan di dalam keluarga bangsawan. Mulai dari perpecahan antar putra putri Raja, sampai juga pada para prajurit Istana.Puncak dari perpecahan di Kerajaan Bukit Batu semakin memuncak setelah salah satu dari bangsawan kerajaan dinyatakan tewas diracuni.Tuduhan terarah kepada Pangeran Bungsu, yang saat itu menjabat sebagai senopati utama di kerajaan.Terdengar masuk akal, sebab Pangeran Bungsu lebih pintar dan cerdas dibandingkan dengan Putra Mahkota.Akibatnya, Pangeran Bungsu kini mendekam di dalam penjara bawah tanah.Ada banyak bawahan Pangeran Bungsu, mencoba membawa di
Ucapan yang dilontarkan oleh Rawai Tingkis, sebenarnya merupakan sebuah perintah, dan Danur Jaya sebagai tipe pemikir harus mencari cara untuk dapat mengeluarkan harimau dari dalam kandangnya. Menggiring harimau itu ke dalam jebakan.Tentu akan sangat sulit melakukan hal seperti itu, lagipula musuh tidak punya alasan untuk keluar dari benteng istana, dan mengejar umpan yang diberikan.Danur Jaya meminta sedikit waktu untuk berpikir saat ini. Dia bermain dengan selembar kertas lebar, menulis beberapa rencana di dalam kertas tersebut.Bagi Rawai Tingkis, kertas itu penuh dengan banyak coretan tangan, yang Rawai Tingkis tidak tahu apapun tentang gambaran sederhana itu.Bersama dengan Danur Jaya, sesekali Rawas Kalat, Rinjani dan Putri Intan Kumala memberi masukan, dan Rawai Tingkis memilih tidur mendengkur di bangku panjang yang berada di dekat meja.“Kita akan mengatur jebakan di sini, lalu di sini, dan di sini …” ucap Danur Jaya, membuat lingkaran di atas kertas tersebut.“Jika kita be
Rawai Tingkis berhasil masuk ke dalam benteng, sedikit lebih rapi dari biasanya. Biasanya dia cendrung membuat keributan saat masuk ke dalam markas musuh, tapi kali ini dia dengan sangat trampil berhasil menumbangkan beberapa penjaga tanpa diketahui oleh musuh-musuhnya.Setelah beberapa saat kemudian, Rawai Tingkis berhasil masuk ke dalam ruang dalam istana.Pintu besar yang dijaga oleh banyak pasukan, tidak mungkin dilalui Rawai Tingkis, jadi dia memanfaatkan jendela yang berada tidak jauh dari tanam Istana.Ah, ini tidak bisa disebut sebagai taman istana, karena lebih banyak peralatan perang dibandingkan bunga-bunga di tempat itu.“Jangan membunuh lagi,” ucap Roh Naga Kecil yang ada di dalam liontin kalungnya. “Kau akan segera diketahui oleh ribuan pasukan, Teman.”“Ya, aku mengerti …” ucap Rawai Tingkis, “tapi, kemana arah menuju penjara?”Rawai Tingkis berniat mengeluarkan Pangeran Gadang Saba, dan memang inilah umpan paling baik untuk mengeluarkan semua monster di dalam istana in
Rawai Tingkis berlari cepat melewati benteng Istana, melompat-lompat seperti kodok.Di saat yang sama, Danur Jaya tersenyum tipis.“Dia sudah datang,” ucap Danur Jaya.“Astaga, berapa banyak orang yang mengejarnya,” ucap Rawas Kalat.“Bukankah itu semakin baik …?” Putri Intan Kumala menunjukan senyum tipis nan menarik, tapi sorot matanya tajam menusuk ke jiwa.Paman Tinu diintstuksikan untuk tinggal di benteng batu yang dibuat oleh Putri Intan Kumala.Bersama dengan 100 pasukannya, mereka sudah siap melepaskan anak panah yang telah dilapisi oleh emas.Dua menit yang lalu, 100 orang ini terpaksa menggunakan mutiara emas, yang membuat mereka berubah menjadi Satria Suci. Tidak ada pilihan lain, meskipun mereka tidak ingin menggunakannya, tapi dalam situasi seperti ini, kekuatan dari Mutiara Emas sangat dibutuhkan.Di saat yang sama, Rawas Kalat langsung meninggalkan posisinya. Dia memandu Rawai Tingkis, membawa pemuda itu ke jalan yang lebih aman, sementara musuh akan melewati jalan jeba
Hujan batu yang dilakukan oleh Putri Intan Kumala, telah menyapu sebagian kecil kelompok musuh yang datang mendekati mereka.Sekarang, Paman Tinu dan lainnya, baru tahu manfaat dari banyak batu yang dikumpulkan, selain dari untuk membuat benteng rupanya dapat dijadikan sebagai senjata.Beberapa saat setelah itu, musuh mencapai benteng batu, tapi dengan tombak yang telah dilapisi emas, mereka bisa menahan serangan musuh yang begitu banyak.Bersama pula dengan itu, Putri Intan Kumala mencoba menyelamatkan semua pasukannya.Wush wush wush.Panah menderu dari jauh, menghantam satu satria Bulan Merah, lalu meledak tubuhnya.Ledakan yang mengandung tekanan gelombang kejut, berhasil melempar baris depan musuh yang berada di sekitar Benteng Batu.Melihat situasinya mulai sulit, Rawas Kalat menarik pohon tumbang, lalu melempar pohon itu ke arah musuh.Nyaris saja, satu musuh hampir membunuh salah satu pasukan Bayangkara yang ada di dalam benteng batu, jika bukan karena lemparan Rawas Kalat ya
Rawai Tingkis berhasil mengalahkan salah satu pejabat tinggi, memenggal kepalanya dengan satu kali ayunan pedang.Pemdangan yang mengerikan disaksikan langsung oleh pejabat yang lain, tapi mereka tidak lantas menjadi takut.Mereka berpikir keberuntungan masih berpihak kepada Rawai Tingkis, lagipula mereka mengira ini hanya sebauh kebetulan belaka.Tidak mungkin pejiabat tinggi kerajaan bisa dibunuh hanya dengan satu kali tebasan saja, kecuali kalau bukan sebuah kebetulan semata.Jadi mereka dengan penuh percaya diri, terus melancarkan perlawanan kepada pemuda tersebut.Sayangnya, beberapa saat kemudian, satu orang tewas di tangan Rawai Tingkis, setelah tubuhnya ditikam oleh ujung mata pedang gading cempaka.Di sini musuh baru menyadari jika tebasan dan juga pedang gading cempaka begitu kuat, hingga mampu melukai kulit seorang pejabat tinggi yang telah menggunakan mutiara emas berkualitas lebih baik dibandingkan dengan yang lainnnya.-Tebasan Bulan Sabit!-Rawai Tingkis bergerak cepat,
Di sisi lain, para keluarga bangsawan kerajaan yang berada di dalam istana, saat ini sedang berdebat sengit antar sesama mereka.Berdasarkan laporan, dari beberapa prajurit yang melihat pertempuran di luar benteng istana, para bangsawan kerajaan mulai berselisih pendapat terkait masa depan mereka di istana ini.“Bagaimana jika pasukan itu berhasil menguasai Kerajaan Bukit Batu, mengalahkan seluruh prajurit yang kita miliki, apa yang akan terjadi dengan hidup kita?” salah satu pria tua, yang tidak lain masih paman bagi Gadang Saba, menunjukan ekspresi takut saat ini.Sebagian dari mereka, mengusulkan untuk melarikan diri dari Istana, sebelum Bayangkara datang ke sini setelah menyapu bersih para musuhnya.Tidak sedikit dari mereka juga merasa penuh percaya diri dengan kemampuan prajurit yang asalnya dari Bulan Merah.Tidak mungkin ribuan orang dapat dikalahkan hanya dengan segilintir orang saja. Singa mana yang sanggup bertahan saat diserang oleh kawanan serigala berujmlah ribuan ekor i