Seharusnya Louis tak dihadapkan pada situasi di mana dahi orang-orang mengerutkan kecemasan ketika melihat dirinya kembali dengan ransel dan seragam tentara kebanggan. Namun, itulah yang terjadi setelah sepasang kakinya melewati gerbang kediaman Wistletone. Bahkan, Richard segera memerintahkan salah satu sopirnya untuk menarik kunci mobil dari gantungan dan mengembalikan Louis ke barak. Nyatanya, penjelasan Louis diabaikan hingga dia berkata, "Sumpah, Pap, aku dipulangkan. Kau tak lihat wajahku?"Richard yang sejak tadi kehilangan akal karena kepulangan mendadak Louis seketika terdiam. Sepasang netra mengoreksi apa yang salah dari wajah putranya hingga ia menemukan kebenarannya.Sepasang tangan dilarikan untuk menangkup setiap sisi wajahnya sebelum berkata, "Demi Tuhan, Louis. Apa yang terjadi padamu?"Louis mengukir segaris senyuman pada wajahnya. "Misi terakhirku di Belfast berakhir kacau. Aku diserang orang-orang IRA dan sempat terjebak semalaman di sana. Oleh karena itu, kemiliter
Detik demi detik bergulir memengaruhi pergeseran konstelasi di angkasabsetiap harinya. Malam ini, sepasang netra Louis menyaksikan pertemuan dewan bintang selagi duduk bersila di atas rumput taman belakang kediaman yang tampaknya dua kali lebih besar dari sebelumnya. Ia berusaha menemukan konstelasi zodiaknya di atas sana. Namun, ia tak mampu. Mungkin benar ucapan Tuan Sadie saat itu, apabila dia tak memerhatikan pelajaran sains di sekolahnya, ia tak akan tahu mengenai konstelasi.Sementara ada kediaman yang lain di seberang tempatnya terduduk, ia sudah tak keheranan. Ayahnya secara sah membeli kediaman keluarga Davies yang berada tepat di belakang kediaman Wistletone untuk memperluas taman belakang serta membangunkan rumah ideal bagi keluarga Stefar (Celestine dan Joseph).Awalnya Louis tak terima mendengar Joseph dengan mudahnya memiliki rumah tanpa jerih payah sedikit pun. Padahal dia telah menjadi kepala keluarga sejak sepuluh bulan lalu. Namun, fakta di mana Joseph hanya mampu me
Di pagi hari yang lain, Virginia tak lagi meninggalkan kediaman Wistletone untuk menuntut ilmu. Ia memilih tinggal di rumah selagi memikirkan bagaimana nasibnya akan dilukis setelah kelulusan. Sementara itu, Richard pergi dengan mobilnya bersama Louis. Anthony justru memilih berkendara seorang diri. Ia berkata, "Sudah tanggung jawab seorang pria yang memiliki kekasih untuk selalu siap mengantarnya ke mana pun. Namun, tetap mematuhi peraturan sekolah untuk tak terlambat."Pernyataan itu membuat Louis menghinanya sehingga mereka terjebak dalam perdebatan kecil hingga Richard meminta Louis bergegas menuju sekolah.Perjalanan pagi itu terasa begitu cepat karena jalanan yang tak dipadati kendaraan maupun pejalan kaki. Mobil ini yang baru saja melewati toko sepatu La Volpe membuat Louis menjulurkan leher karena tanda tutup di balik jendelanya berubah menjadi buka terlalu awal tak seperti biasa. Namun, tak ada hal lain yang membuatnya tertarik pada toko itu selain kejadian yang baru saja dis
Setelah kabar persetujuan Emma atas tawaran Louis mengetuk gendang telinga keluarga Wistletone, tanggapan pertama yang mereka tunjukkan adalah keterkejutan. Pasalnya Louis tak pernah membicarakan atau merencanakan ini sebelumnya. Namun, bagi Louis perencanaan untuk membuat keputusan di mana ia harus mengikat janji dengan seseorang seperti Emma, tak membutuhkan pertimbangan yang lama. Oleh karena pengakuan Louis tersebut di hadapan Richard, ia pun tak merasa ragu untuk menganggukkan kepala sebagai restu pertama bagi kehidupan yang akan mereka bagi.Meskipun demikian, pada akhirnya Anthony sedikit menyesal karena harus menunda pernikahannya sampai musim gugur atau lebih buruk lagi pertengahan musim gugur. Bukan karena dia tak ingin didahului Louis, melainkan persiapannya yang telah matang kini harus diambil alih Louis yang tak memiliki banyak waktu untuk hubungan yang akan ia jalin.Anthony tak pernah membiarkan pestanya tampak biasa. Bahkan jika ia harus mengeluarkan separo harta kekay
Keramaian menghiasi setiap ruang dalam sebuah gereja berarsitektur Victorian di Atherstone. Berbagai macam senyuman dengan makna berbeda terpantul dalam netra Louis yang menyimpan kegugupan di sana. Berulang kali tangannya merapikan jas yang bahkan kelewat sempurna di netra para tamu. Namun, ia tetap tak bisa menghentikan aktivitas itu seolah inilah cara pengalihan dari kegugupan yang menabuh relung hatinya.Sementara para tamu duduk dengan kegembiraan di kantong mereka, suara kereta kuda terdengar samar-samar dari kejauhan. Louis menutup netra sekilas tatkala seorang pendeta tersenyum menatap tentara Britania yang gugup ini. Namun, tak ada hal lain yang membuat suara drum di jantungnya berbunyi lebih lantang selain fakta di mana kereta kuda itu telah berhenti dengan sempurna di hadapan jalan setapak gereja. Kemudian seorang pria turun dari sana mengulurkan lengannya untuk diraih seorang wanita bergaun putih dengan sebuket bunga di genggaman.Seolah jantung Louis berhenti berdegup sed
Semenjak hari itu, kehidupan Louis sepenuhnya berubah. Luka yang ia bawa pulang, kemudian memudar. Keraguan yang sempat menghantuinya, kini tak meninggalkan bayangan. Dimulai dari malam di mana Emma bertatapan dengan sayatan di sisi perut Louis hingga sepasang netranya terbuka menatap jendela yang digedor-gedor gorden tak terikat. Angin sempat menyentil pori-pori kulitnya sehingga wanita itu menarik sepasang sudut bibir tak kuasa memendam perasaan bahagia semenjak janji itu dilontarkan sepasang bibir insan.Meski rasanya aneh menatap sisi ranjang yang kosong melompong, Emma tak segera bangkit dari sana untuk mencari sosok yang mendiami sisi itu pada ranjangnya. Ia hanya bangkit untuk menarik gembor kecil di sisi jendela dan menyalurkan mineral dalam perut si gembor pada setiap helai tanamam hias dalam pot kecil sepanjang raknya tepat di bawah wajah jendela.Jiwa Lambeth tak begitu menyetrum setiap nadinya karena suara penghuni di dalam yang tak cukup kuat menembus tembok antara jalana
Momen yang terjadi kemarin adalah salah satu bukti kebahagiaan mereka selama ini, tetapi keduanya siap menuliskan jutaan kata lainnya untuk menceritakan kebahagiaan mendatang, atau menyimpannya dalam otak untuk dikatakan secara langsung, atau menarik kamera dari dalam lemari untuk mengabadikannya secara visual, karena cinta yang terlanjur mereka ciptakan saat ini, tak akan cukup berlangsung dalam satu kehidupan—atau tak cukup berlangsung dalam satu bulan.Nyatanya, surya yang menyapa pagi ini, akan menyaksikan momen yang tak semanis kata-kata Emma kemarin. Sementara itu, pertemuan mereka yang tadinya disaksikan sekawanan domba, kini disaksikan lusinan manusia yang menunggu jadwal pemberangkatan kereta.Tangan Louis masih menggenggam jemari koper sementara tatapan Emma masih menyisakan ketidakrelaan untuk melepas pria itu. Tampaknya perpisahan hari ini terasa lebih sulit ketimbang dua tahun lalu. Setelah apa yang mereka lalu, jelas semuanya tak akan semudah membenarkan posisi topi yang
Semenjak sepasang sepatu menyalami tanah Devon lagi, drum di balik tulang rusuknya serasa ditabuh begitu keras hingga terowongan itu bergetar hebat. Tak henti-hentinya tangan diangkat hanya untuk memastikan jarum arloji barunya menunjuk angka yang berbeda. Bahkan tubuh itu pun mulai menciptakan irama layaknya acapella.Dimulai dari bertemunya salah satu telapak sepatu dengan wajah lantai, kemudian suara-suara tulang jemari tangan bahkan leher yang sengaja dikumandangkan, hingga intonasi deru napas yang berubah-ubah. Namun, selama itu ia berusaha menghibur diri dan kembali menyetujui nurani untuk menerima uluran tangan kemiliteran, pintu ruangan si pengurus Wyverns Barrack belum juga terbuka untuknya. Louis tak berpikir ia secara resmi ditendang dari kemiliteran karena ia berhasil menutup mulut selama ini—kecuali ada seseorang yang menulis cerita sebaliknya kemudian membacakannya di depan para petinggi kemiliteran. Prasangka itu mengingatkannya dengan sebaris kata dari puisi Ian pada
Dua bulan semenjak pertemuannya dengan Dan Nordstrom, dia masih belum menemukan jawaban. Sebuah kotak—sama persis dengan milik Louis Wistletone ketika ia masih menjadi kepala sekolah di sana—berdiri di sudut meja yang sama. Kebenaran dan kebohongan ada di dalamnya. Apabila Pete mencoba memilih mana yang harus dikatakan lebih dulu, ia tak tahu. Keduanya harus dikatakan bersamaan. Sehingga sore ini ia memilih untuk pulang, kendati tinggal di asrama Wistletone’s School seperti beberapa hari sebelumnya.Jikalau kotak itu milik Louis yang diwariskan untuknya, maka ia memiliki benda untuk diwariskan pula nantinya; sebuah jurnal. Mungkin terdengar tak menyenangkan, tapi sama seperti kotak Louis dengan rahasia di dalamnya, ia juga memiliki beberapa di dalam jurnal itu. Yang Pete butuhkan hanyalah seseorang untuk dipercaya menjaga rahasia dalam jurnal dia.Ia baru saja menuruni beberapa anak tangga ketika kotak itu nyaris lolos dari dekapannya sebab sepasang anak laki-laki berumur 14 tahunan b
The Teahouse tampak berbeda di abad kedua puluh satu. Tidak, bukan karena pelayannya telah digantikan robot semenjak Nyonya Bache pergi. Tidak juga karena interior antiknya berubah mengusung gaya Inggris modern. Mereka tetap serupa, tapi di bawah naungan atmosfer yang berbeda. Bahkan tempat ini sekarang menyajikan kopi semenjak kebudayaan mengonsumsi kopi tak lagi asing di lidah masyarakat Inggris. Tempat ini pun memiliki tambahan & Cafè setelah kata Teahouse dan mereka menghapus awalan The. Meskipun demikian, pria dengan koper persegi panjang di lantai tak pernah mengubah selera tehnya meski kopi mulai menjajaki daftar terfavorit.Pria itu kini memandang beberapa lembar kertas di dalam sebuah stopmap selagi menanti teh pesanannya tiba untuk dicicipi. Ketika ia selesai menumpuk rapi semua kertas dan memasukkannya kembali ke dalam koper, sebuah jurnal dari dalam sana mengganti posisi si stopmap. Tangan menarikan pena itu untuk menulis 28 April 2010. Tak ada perubahan. Masih aku. Masih
Ketika halaman Wistletone's School tampak senyap sebab semua orang disibukkan dengan pembelajaran, sepasang anak laki-laki justru mengendap-endap menuju sisi lain lapangan utama Wistletone's untuk sebuah aksi. Salah satu dari mereka tampak ketakutan dan hampir mengurungkan aksi yang terencana, tapi satunya lagi justru tampak bersemangat dan berkata, "Jangan khawatir, Alexis. Ini akan menyenangkan! Aku berani jamin!" Ia pun mendorong diri lebih jauh menuju objek incarannya."Tapi kita bisa terlibat masalah, Knox! Aku tak ingin dimarahi ayah lagi."Teman sebayanya pun segera melambaikan tangan di udara. "Jangan pedulikan. Ikuti saja perintahku untuk lari setelah ini, maka kau akan selamat dari kejaran bapa."Meski Alexis tampak ingin melontarkan patah kata lainnya, si anak bernama Knox sudah dulu memegangi sebuah tali yang cukup tebal.Kini, Alexis pun terpaksa menggenggam tali itu dan keduanya menghitung dengan cekikikan—atau justru hanya Knox yang tampak bersemangat. "Satu, dua, tiga!
Semalam, awan menangis hebat untuk alasan yang tak pasti. Sehingga pagi ini, dedaunan masih berkeringat dingin menanti sang surya membasuh peluh itu. Atmosfer pun mendingin meski sinar surya berhasil menembus kumpulan awan tipis yang menjulurkan leher mereka untuk mengintip kehidupan di Newcastle pada awal musim gugur, tepatnya pada tanggal sembilan september seribu sembilan ratus delapah puluh sembilan.Seorang pria yang telah mengenakan kemeja dengan balutan vest pun masih berdiri di hadapan kaca selagi gigi saling bergulat menghancurkan secuil roti di dalam mulut. Ia menarik sebuah sisir dari tempatnya untuk merapikan tatanan rambut yang sudah sempurna. Bahkan pagi ini, ia baru saja membersihkan kumis dan berewok seolah sungguh bersiap untuk sebuah pertemuan istimewa.Begitu suara ketukan pintu terdengar, ia segera meletakkan sisirnya dan meneguk habis teh dalam cangkir. Ditariklah gagang pintu itu menampakkan seorang pria dengan sebuket bunga besar yang tampak segar. Ia pun puas m
Sang surya terus didorong rotasi bumi menuju cakrawala yang masih jauh di seberang sana. Sementara itu, Ruenna sendiri baru saja melambaikan tangan setelah mengucapkan terima kasih sehingga Anthony bisa melanjutkan perjalanannya menuju Grainger Town yang diramaikan beberapa pelayat pula untuk jamuan.Puluhan topik melilit percakapan antara dua orang bahkan lebih ketika Louis mendorong diri mengisi salah satu ruang di ruang tamunya. Beberapa hidangan pun tampak mulai dicicipi lidah-lidah para pelayat yang sempat menunjukkan simpati mereka kepada Louis. Pria itu hanya mengangguk, tapi tak tertarik untuk melibatkan diri pada topik yang mereka tawarkan. Sebagai gantinya, ia mencoba menemukan Sylvia yang masih bersama Virginia di perpustakaan sejak ia menuju Jesmond.Ia menyadari bahwa Judith Hope baru saja mendorong diri meninggalkan perpustakaan dengan nampan di tangan. Ketika ia mencoba mengacuhkan wanita itu, ia justru mengelus bahu Louis sekilas selagi netra mencoba memberikan kekuata
Ketika para pelayat mulai berdatangan dan ibadah penghiburan terlalui sudah, peti Emma kembali mengisi ruang di perut ambulan menuju tempat di mana jutaan kisah tinggal. Kali ini Louis ada di sisinya tanpa Sylvia yang kemungkinan berada di bawah asuhan Virginia. Sementara seberhenti ambulan itu tepat di hadapan gerbang berkarat setinggi perut milik pemakaman Jesmond, beberapa orang sudah mendahului Louis mengisi ruang di beberapa sisi lubang galian untuk peti Emma.Pintu ambulan yang terbuka membuat Richard bertatapan dengan emosi Louis yang baru saja menetes tanpa disadari. Pria itu pun menarik napas perlahan sebelum melarikan tangan untuk menggenggam tangan putranya. ❝Whose heart plowing an ungainly perpetually, will never find an undaunted space.❞Namun, ucapan itu membuat Louis menggelengkan kepala sehingga tetesan emosi lainnya luruh sudah. "Jangan memberiku nasihat yang tak bisa dipraktikan, Pap. Aku sudah menyinggung soal kehidupan kita yang berbeda. Semua ini tak akan mudah un
Ketika rembulan belum bersedia ditelan cakrawala, tak ada satu hal pun yang mampu menyelamatkannya dari duka. Bahkan memori kebohongan semalam pun sempat terganti begitu beberapa orang melenggang masuk ke dalam kamarnya hanya untuk membawa Emma pergi dari belenggu kehidupan yang ingin ditinggalkan.Orang-orang dari rumah sakit segera mengevakuasi tubuh tak tersentuh kehidupan itu beberapa jam setelah semua sandiwara Louis terlaksana. Hal itu pula yang menyebabkan beberapa orang dari rumah sakit tak menyimpan banyak tanda tanya di kepala begitu melihat wajah Colin Marlowe.Tampaknya skenario kebohongan Louis yang terencana disetujui oleh Tuhan seolah Tuhan pun ingin menyelamatkan nasib Louis kali ini yang terikat nama keluarga dan latar belakang Sylvia—Joan Creveld. Namun, semua skenario yang telah ditulis tak sama sekali membantu Louis menerima takdir ketika kakinya menginjak lantai rumah sakit untuk menyaksikan betapa kering tubuh Emma seperti harapan si wanita. Ia merasa bersalah se
Sepasang iris Louis berdetak menyaksikan seseorang tak jauh dari tempatnya berdiri. Ia pun mendorong kaki itu cepat menuju seorang wanita yang terbaring lemah di atas ubin yang sangat terawat. Begitu si wanita sudah dalam jangkauan, diangkatlah kepala itu mencoba membawanya kembali ke kehidupan. Tubuh pun sempat diguncang berkali-kali sementara jantung Louis sudah diramaikan ketakutan."Emma!" pekiknya cukup keras selagi tangan menampar pelan pipinya. Namun, wanita itu tak membuka netra. Tubuhnya pun tampak tak bergerak sama sekali. Meski itu gerakan alamiah untuk menunjukkan bekerjanya pernapasan pun, hal itu tak mampu Louis lihat. Sementara sepanjang pipi hingga dagu menampakkan jejak tangisan yang kentara sekali belum sempat dihapus.Ketika Louis mendorong telunjuk mencoba menemukan deru napas meluncur dari lubang hidungnya, hal itu tak dapat dirasakan. Digeletakkan lagi wanita itu di atas ubin, denyut nadi maupun jantung tak lagi bergejolak seolah tubuh itu sudah kehilangan segala
Beberapa momen tercipta sangatlah serupa dengan ekspetasi. Beberapa lagi tercipta lebih baik dari garis rata-rata ekspetasi. Namun, kali ini, momen tak begitu menyenangkan kembali menghampiri akibat waktu yang selalu merespons layaknya gazelle di balik semak-semak. Mereka berlarian begitu cepat untuk mengubah jam menjadi hari. Akibat ulah si waktu yang kelewat cepat untuk sebuah hal fana, sepasang kekasih yang telah mencicipi berbagai rasa kehidupan kembali disaksikan stasiun serupa.Mungkin beberapa hal tampak sama di netra Louis. Namun, selalu ada hal berbeda yang disuguhkan untuknya setiap kali kata perpisahan mengantarkan ke area stasiun bersama setelan jasnya. Bibir masih terkatup ketika tangan itu bertengger di sisi wajah Emma sementara Sylvia ada di gendongan Alma. Gigi gerahamnya bertemu menciptakan bunyi ting yang sangatlah pelan guna menghapus keraguan."Aku tak akan pergi untuk selamanya. Jangan berikan aku kejutan, Emma. Ketika aku pulang, tak ada lagi kesengsaraan yang ka