Detik demi detik bergulir memengaruhi pergeseran konstelasi di angkasabsetiap harinya. Malam ini, sepasang netra Louis menyaksikan pertemuan dewan bintang selagi duduk bersila di atas rumput taman belakang kediaman yang tampaknya dua kali lebih besar dari sebelumnya. Ia berusaha menemukan konstelasi zodiaknya di atas sana. Namun, ia tak mampu. Mungkin benar ucapan Tuan Sadie saat itu, apabila dia tak memerhatikan pelajaran sains di sekolahnya, ia tak akan tahu mengenai konstelasi.Sementara ada kediaman yang lain di seberang tempatnya terduduk, ia sudah tak keheranan. Ayahnya secara sah membeli kediaman keluarga Davies yang berada tepat di belakang kediaman Wistletone untuk memperluas taman belakang serta membangunkan rumah ideal bagi keluarga Stefar (Celestine dan Joseph).Awalnya Louis tak terima mendengar Joseph dengan mudahnya memiliki rumah tanpa jerih payah sedikit pun. Padahal dia telah menjadi kepala keluarga sejak sepuluh bulan lalu. Namun, fakta di mana Joseph hanya mampu me
Di pagi hari yang lain, Virginia tak lagi meninggalkan kediaman Wistletone untuk menuntut ilmu. Ia memilih tinggal di rumah selagi memikirkan bagaimana nasibnya akan dilukis setelah kelulusan. Sementara itu, Richard pergi dengan mobilnya bersama Louis. Anthony justru memilih berkendara seorang diri. Ia berkata, "Sudah tanggung jawab seorang pria yang memiliki kekasih untuk selalu siap mengantarnya ke mana pun. Namun, tetap mematuhi peraturan sekolah untuk tak terlambat."Pernyataan itu membuat Louis menghinanya sehingga mereka terjebak dalam perdebatan kecil hingga Richard meminta Louis bergegas menuju sekolah.Perjalanan pagi itu terasa begitu cepat karena jalanan yang tak dipadati kendaraan maupun pejalan kaki. Mobil ini yang baru saja melewati toko sepatu La Volpe membuat Louis menjulurkan leher karena tanda tutup di balik jendelanya berubah menjadi buka terlalu awal tak seperti biasa. Namun, tak ada hal lain yang membuatnya tertarik pada toko itu selain kejadian yang baru saja dis
Setelah kabar persetujuan Emma atas tawaran Louis mengetuk gendang telinga keluarga Wistletone, tanggapan pertama yang mereka tunjukkan adalah keterkejutan. Pasalnya Louis tak pernah membicarakan atau merencanakan ini sebelumnya. Namun, bagi Louis perencanaan untuk membuat keputusan di mana ia harus mengikat janji dengan seseorang seperti Emma, tak membutuhkan pertimbangan yang lama. Oleh karena pengakuan Louis tersebut di hadapan Richard, ia pun tak merasa ragu untuk menganggukkan kepala sebagai restu pertama bagi kehidupan yang akan mereka bagi.Meskipun demikian, pada akhirnya Anthony sedikit menyesal karena harus menunda pernikahannya sampai musim gugur atau lebih buruk lagi pertengahan musim gugur. Bukan karena dia tak ingin didahului Louis, melainkan persiapannya yang telah matang kini harus diambil alih Louis yang tak memiliki banyak waktu untuk hubungan yang akan ia jalin.Anthony tak pernah membiarkan pestanya tampak biasa. Bahkan jika ia harus mengeluarkan separo harta kekay
Keramaian menghiasi setiap ruang dalam sebuah gereja berarsitektur Victorian di Atherstone. Berbagai macam senyuman dengan makna berbeda terpantul dalam netra Louis yang menyimpan kegugupan di sana. Berulang kali tangannya merapikan jas yang bahkan kelewat sempurna di netra para tamu. Namun, ia tetap tak bisa menghentikan aktivitas itu seolah inilah cara pengalihan dari kegugupan yang menabuh relung hatinya.Sementara para tamu duduk dengan kegembiraan di kantong mereka, suara kereta kuda terdengar samar-samar dari kejauhan. Louis menutup netra sekilas tatkala seorang pendeta tersenyum menatap tentara Britania yang gugup ini. Namun, tak ada hal lain yang membuat suara drum di jantungnya berbunyi lebih lantang selain fakta di mana kereta kuda itu telah berhenti dengan sempurna di hadapan jalan setapak gereja. Kemudian seorang pria turun dari sana mengulurkan lengannya untuk diraih seorang wanita bergaun putih dengan sebuket bunga di genggaman.Seolah jantung Louis berhenti berdegup sed
Semenjak hari itu, kehidupan Louis sepenuhnya berubah. Luka yang ia bawa pulang, kemudian memudar. Keraguan yang sempat menghantuinya, kini tak meninggalkan bayangan. Dimulai dari malam di mana Emma bertatapan dengan sayatan di sisi perut Louis hingga sepasang netranya terbuka menatap jendela yang digedor-gedor gorden tak terikat. Angin sempat menyentil pori-pori kulitnya sehingga wanita itu menarik sepasang sudut bibir tak kuasa memendam perasaan bahagia semenjak janji itu dilontarkan sepasang bibir insan.Meski rasanya aneh menatap sisi ranjang yang kosong melompong, Emma tak segera bangkit dari sana untuk mencari sosok yang mendiami sisi itu pada ranjangnya. Ia hanya bangkit untuk menarik gembor kecil di sisi jendela dan menyalurkan mineral dalam perut si gembor pada setiap helai tanamam hias dalam pot kecil sepanjang raknya tepat di bawah wajah jendela.Jiwa Lambeth tak begitu menyetrum setiap nadinya karena suara penghuni di dalam yang tak cukup kuat menembus tembok antara jalana
Momen yang terjadi kemarin adalah salah satu bukti kebahagiaan mereka selama ini, tetapi keduanya siap menuliskan jutaan kata lainnya untuk menceritakan kebahagiaan mendatang, atau menyimpannya dalam otak untuk dikatakan secara langsung, atau menarik kamera dari dalam lemari untuk mengabadikannya secara visual, karena cinta yang terlanjur mereka ciptakan saat ini, tak akan cukup berlangsung dalam satu kehidupan—atau tak cukup berlangsung dalam satu bulan.Nyatanya, surya yang menyapa pagi ini, akan menyaksikan momen yang tak semanis kata-kata Emma kemarin. Sementara itu, pertemuan mereka yang tadinya disaksikan sekawanan domba, kini disaksikan lusinan manusia yang menunggu jadwal pemberangkatan kereta.Tangan Louis masih menggenggam jemari koper sementara tatapan Emma masih menyisakan ketidakrelaan untuk melepas pria itu. Tampaknya perpisahan hari ini terasa lebih sulit ketimbang dua tahun lalu. Setelah apa yang mereka lalu, jelas semuanya tak akan semudah membenarkan posisi topi yang
Semenjak sepasang sepatu menyalami tanah Devon lagi, drum di balik tulang rusuknya serasa ditabuh begitu keras hingga terowongan itu bergetar hebat. Tak henti-hentinya tangan diangkat hanya untuk memastikan jarum arloji barunya menunjuk angka yang berbeda. Bahkan tubuh itu pun mulai menciptakan irama layaknya acapella.Dimulai dari bertemunya salah satu telapak sepatu dengan wajah lantai, kemudian suara-suara tulang jemari tangan bahkan leher yang sengaja dikumandangkan, hingga intonasi deru napas yang berubah-ubah. Namun, selama itu ia berusaha menghibur diri dan kembali menyetujui nurani untuk menerima uluran tangan kemiliteran, pintu ruangan si pengurus Wyverns Barrack belum juga terbuka untuknya. Louis tak berpikir ia secara resmi ditendang dari kemiliteran karena ia berhasil menutup mulut selama ini—kecuali ada seseorang yang menulis cerita sebaliknya kemudian membacakannya di depan para petinggi kemiliteran. Prasangka itu mengingatkannya dengan sebaris kata dari puisi Ian pada
Rasa syukur mengguyur pertemuan tak terduga oleh mereka yang sempat merasakan kegelisahan yang sama. Kata yang tadinya terjebak dalam kerongkongan, ragu untuk dimuntahkan keluar, kini sudah terlanjur terucap. Maka acara makan siang hari ini terasa berbeda bagi Louis begitu ketiga rekan lamanya menceritakan kisah perjalanan di Belfast dalam perspektif mereka.Apabila seseorang bertanya siapa yang menjadi juru topik dalam percakapan siang ini, maka jawabnya adalah Lachance."Sungguh-sungguh kemiliteran tak ingin buka mulut soal keadaanmu!" pekiknya agak keras meskipun seisi ruang makan tak peduli dengan itu. Kemudian secuil daging yang tertancap pada garpunya menghilang dilahap mulut hingga gigi-gigi itu pun bergelut dengan si daging sebelum meluncur di sepanjang kerongkongan.Sesungguhnya Louis penasaran dengan kalimat Lachance berikutnya, tapi ia harus menghargai pilihan Lachance untuk menelan secuil daging itu terlebih dahulu. Barulah setelah urusannya dengan si daging usai, ia melan