"Aku ingin bicara denganmu, Kania tentang Nyai Lakeswari, apa kau ingat dengannya?" Kirana menyebutkan tujuannya kembali menemui Kania.
'Tentu saja aku ingat. Sekarang ikut aku ke kantorku," ajak Kania kepada Kirana yang langsung melesat masuk ke dalam ruang kerja Kania.
Melihat Kirana sudah mendahului dirinya masuk ke dalam ruangan kerjanya, Kania bergegas menuju ruang kerjanya dan segera mengunci pintunya setelah masuk ke dalam.
Mengetahui pintu ruang kerja itu telah di tutup, Kirana pun menampakkan diri dalam wujud wanita cantik dan menyampaikan maksud kemunculannya di kantor Kania.
"Ada apa? Mau apa kau kemari, Kirana?" tanya Kania pada wanita cantik jelmaan Kirana itu.
"Seperti yang kubilang tadi, aku ingin bicara padamu tentang Nyai Lakeswari," ucap Kirana mengulang kembali perkataannya sewaktu di luar tadi.
"Ada apa dengan Nyai Lakeswari? Kenapa tiba-tiba kau ingin membicarakan dirinya?" Kembali Kania mengajukan sebuah pertanyaan kepa
"Apa benar begitu? Apa kau yakin bila aku menerima tawaran Nyai Lakeswari untuk menyalin semua ilmu miliknya, maka aku akan menjadi yang terkuat dan terhebat, sehingga bisa membuat semua dendamku terbalaskan?" Rupanya Kania mulai sedikit terpancing dengan rayuan Kirana."Tentu saja, sebab bila engkau bersedia mewarisi semua ilmu Nyai maka engkau akan mampu menaklukkan semua makhluk halus seperti kami, tanpa terkecuali. Bukankah itu akan memudahkanmu untuk membalas dendam?" Kirana semakin gencar mengeluarkan rayuannya.Dalam hati, Kania membenarkan semua ucapan Kirana. Memang benar secara tak kasat mata hal itu akan lebih memudahkan dirinya meluluskan niat guna membalaskan dendamnya pada Rasti, Arga dan Andra.Akhirnya, karena keinginannya untuk bisa membalas dendam itu masih sangat kuat, Kania menyetujui permintaan Kirana untuk menjadi murid Nyai Lakeswari."Baiklah, Kirana, aku setuju. Katakan pada Nyai Lakeswari bahwa aku bersedia untuk menjadi mu
Karena masih merasakan mual, Rasti lalu memutuskan untuk minum jus jeruk untuk mengurangi mual di perutnya.'Apa aku minum jus jeruk aja biar hilang mualnya,' pikir Rasti sambil mengambil jus jeruk dari dalam kulkas.Gegas Rasti menuang segelas kecil jus jeruk lalu diminumnya hingga tandas tak bersisa. Namun, tidak sampai satu menit kemudian, mual itu kembali menyerang.Hoek! Hoek!Gegas Rasti berlari kembali ke wastafel yang hanya berjarak lima langkah dari tempatnya berdiri sekarang, dan kembali mencoba memuntahkan semua yang ada di dalam perutnya, kali ini Rasti berhasil mengeluarkan jus jeruk yang baru saja dia minum.'Argh -- malah makin nggak enak banget rasanya, asem campur pahit. Duh -- kenapa sih aku ini?' sungut Rasti karena merasa semakin tidak nyaman setelah minum jus jeruk.Demi menghilangkan rasa asam dan pahit di mulutnya, Rasti memutuskan berkumur dengan air hangat, tetapi belum sampai selesai dia berkumur, rasa mual itu kemb
Sementara itu di sebuah cafe di kawasan Kemang, tampak Kania dan Sita sedang melobi para calon investor dari Korea itu supaya jadi berinvestasi di PT. Andara Steel Mining milik Irvan.Usai berhasil meyakinkan para investor itu, Kania dan Sita bermaksud kembali lagi ke pabrik, ketika Kania tidak sengaja melihat seorang laki-laki yang sangat dikenalnya berjalan ke arah cafe tersebut.Kania tercekat dan langkahnya terhenti sejenak, di benaknya langsung berputar kembali kejadian di saat dia diceraikan oleh laki-laki itu. Ya, laki-laki yang dilihat Kania tersebut adalah Arga, mantan suaminya."Bu, Ibu nggak apa-apa? Apa Ibu sakit? Kok wajah Ibu berubah pucat ini?" tanya Sita tiba-tiba, mengagetkan Kania yang sempat terpaku beberapa lama."E -- eh, iya nggak apa-apa. Aku nggak sakit kok, coba kamu lihat siapa yang berdiri di depan pintu masuk itu, Sita?" titah Kania sambil menunjuk ke arah pintu cafe dengan kepalanya.Sita sontak memalingkan wajahnya ke
Kania semakin melajukan langkahnya, tak mempedulikan panggilan Arga dan tatapan orang-orang kepadanya, dan langsung saja menekan remote mobilnya untuk membuka pintu mobilnya yang terparkir di parkiran VVIP cafe tersebut.Sesampainya di depan pintu mobilnya, Kania menyuruh Sita untuk segera masuk ke dalam mobil dan langsung menginjak pedal gasnya, begitu pintu mobil terkunci sempurna.Arga yang terus mengejar Kania dan Sita terpaksa harus meloncat mundur supaya tidak tertabrak mobil Kania saat mantan istrinya itu berlalu di hadapannya dengan kecepatan lumayan tinggi."Shit! Kania!" pekik Arga nyaring, tetapi Kania tetap tidak menghentikan laju mobil miliknya.Sesaat Arga meragu, antara mengejar atau membiarkan Kania berlalu begitu saja. Namun, didorong oleh rasa rindu kepada mantan istrinya itu, Arga memutuskan mengejar mobil Kania.Arga segera masuk ke mobil Ferrarinya yang kebetulan diparkir tidak jauh dari tempatnya berdiri, lalu segera menginjak
Sita termenung mendengar pertanyaan dari Kania, sebenarnya dia merasa malas bila harus mengingat kembali kejadian saat dia masih duduk di kelas tiga sekolah dasar, tapi karena Kania yang bertanya, mau tidak mau dia harus menjawabnya."Iya, Bu. Saya dan papa saya pernah mengalami sebuah kecelakaan hebat saat saya masih kelas tiga sekolah dasar. Pada waktu itu, papa menjemput saya pulang sekolah sekalian beliau mau makan siang di rumah." Sita mulai bercerita, "siang itu, papa memarkirkan mobilnya di seberang sekolah saya, saat kami menyeberang mau kembali ke mobil, tiba-tiba datang sebuah mobil yang melaju dengan kecepatan tinggi ke arah kami, lalu ... ." Sita menggantung kalimatnya, hatinya terasa sesak bila harus mengingat itu semua.Sita tampak beberapa kali menghela nafas panjang, berusaha menenangkan dirinya, "lalu mobil itu menabrak kami hingga kami terpental beberapa meter, menyebabkan saya koma selama beberapa bulan, dan papa -- papa meninggal di tempat, sehingga
Masih di jalan raya wilayah kemang, Arga mengurangi laju mobilnya setelah merasa tidak mampu lagi mengejar Kania.Raut wajahnya tampak kesal karena dirinya tertinggal jauh, Arga menggebrak kemudi mobilnya dan berteriak melampiaskan rasa kesalnya, "argh! Kaniaaaaaa!" Suara Arga terdengar sangat nyaring di kabin mobil miliknya itu.Masih dengan setumpuk rasa kesal di dalam dada, Arga memutuskan memutar ke arah Permata Hijau, dia memutuskan untuk pergi ke rumah orang tuanya saja untuk menghilangkan perasaan galaunya.'Mending gue, ke rumah mami papi aja deh, daripada perasaan gue makin galau, makin nggak karuan kaya gini. Nanti sorean aja gue pulang." Arga bergumam seorang diri.Dengan menambah sedikit kecepatan, Arga lalu mengarahkan Ferrarinya ke Permata Hijau. Sesampainya di sana, Arga langsung mendatangi maminya yang sedang sibuk di dapur."Masak apa, Mi? Harum bener baunya, jadi makin laper aku." Arga tiba-tiba sudah berada di belakang Risa, meng
Uhuk-uhuk! Uhuk-uhuk-uhuk!Arga tersedak air jeruk sehingga membuat dirinya terbatuk-batuk beberapa kali dan baru berhenti setelah meneguk segelas air putih.Arga baru tersadar maksud pertanyaan maminya tadi setelah kesedakkannya berhenti, hingga membuatnya menepuk dahinya keras-keras."Ish, Mami! Apa sih, Mi. Nggaklah Rasti masak kok, Mi tapi aku lagi pengen makan masakan Mami. Udah lama aku nggak ke sini, jadi kangen masakan Mami," jelas Arga berusaha menutupi kekurangan Rasti."Iya, tapi setelah meninggalnya anak kalian, dia tidak lagi perhatian 'kan sama anak mami ini? Nggak kaya Kania, coba kamu dulu nggak keburu cerai sama dia, Ga ... ." Risa menghela nafas panjang, ingatannya kembali pada Kania, mantan menantunya yang sangat disayanginya hingga saat ini.Dalam hatinya Arga membenarkan semua yang dikatakan oleh Risa bahwa Kania jauh lebih baik daripada Rasti, bahkan tanpa disuruh atau diberitahu pun Kania sudah tahu hak dan kewajibannya.
Sambil memikirkan langkah-langkah yang akan dia ambil untuk menyelidiki Rasti nantinya, Risa bergegas menyelesaikan pekerjaannya menyiapkan makan siang lalu menelepon suaminya.Tut! Tut! Tut!Suara nada sambung dari ponsel Risa terdengar jelas di ruang makan yang hanya diisinya sendirian. Tidak lama terdengar suara sambungan teleponnya tersambung dengan suaminya.[Assalamualaikum, Mi. Ada apa? Kangen sama papi ya?"]Goda Indra Hartawan pada istri tercintanya Risa Hartawan itu.[Wa'alaikumsalam, Pi. Ish, papi nih, seneng bener ngusilin mami. Papi mau pulang jam berapa? Ini makan siang udah siap semua, dan kali ini juga ada tamu istimewa yang akan ikut kita makan siang, Pi.]Ucap Risa Hartawan sambil mengupas buah jeruk untuk dirinya sendiri.[Hahaha, tapi mami suka 'kan diusilin sama papi? Iya, sebentar lagi papi pulang, Mi. Papi masih harus nyelesaiin dokumen yang harus segera diperiksa dan ditandatangani hari ini juga soalnya. Ya uda
[Iya, Pak. Saya mau kali ini bapak awasi Rasti, menantu saya. Saya curiga dia melakukan hal yang tidak baik di belakang Arga, anak laki-laki saya yang juga adalah suaminya.]Perintah Risa kepada Dino, detektif swasta berusia tiga puluh lima tahun.[Baik, Bu. Saya akan kerjakan tugas dari Bu Hartawan, untuk bukti-buktinya akan saya kirim langsung ke pesan singkat di aplikasi hijau milik ibu.]Jawab Dino dengan nada tegas dan yakin.[Oke, saya tunggu hasilnya. Uang mukanya sebanyak lima puluh persen sudah saya kirim langsung ke nomor rekening Pak Dino, sisanya akan saya transfer setelah semua beres.]Tulis Risa dalam pesan singkatnya, dan mengakhiri pesannya kepada Dino.[Baik, Bu. Terima kasih.]Tutup Dino, kemudian membuka sebuah pesan singkat lainnya yang berisi sebuah pemberitahuan dari m-banking bahwa isi rekeningnya telah bertambah lima belas juta rupiah.Usai mengirim pesan singkat kepada Dino, Risa Hartawan membuka galeri
Laki-laki di seberang gagang telepon itu terus tertawa, masih dengan tawanya yang mengejek, dia menunjukkan bahwa dirinya telah berhasil melakukan transfer melalui m-banking ke nomor rekening Rasti yang dia peroleh dari salah satu temannya yang pernah memakai jasa Rasti.[Seratus juta, tidak kurang. Malam ini, aku tunggu kedatanganmu di Hotel Permana Buana, lantai empat, kamar lima kosong satu. Awas kalau kau tidak datang!]Tandas laki-laki berwajah tampan itu, lalu menyebutkan nama sebuah hotel dan kamar di mana Rasti harus mendatanginya malam ini.[Aku pasti akan datang, dan aku jamin kau tidak akan merasa kehilangan uang yang telah kau bayarkan, karena aku pasti akan memberikan kepuasan kepadamu.]Ucap Rasti memberikan sebuah janji pada laki-laki yang mengaku bernama Henry itu.[Oke, ku tunggu kau jam tujuh malam ini ya, Beb. Jangan kecewakan aku.]Ucap lelaki itu sebelum memutuskan untuk mengakhiri sambungan panggilan videonya dengan Ras
"Untuk sementara ini, sepertinya nggak, Bu. Kania masih nggak berminat untuk dekat dengan lelaki, mereka hanya bisa menuduh tanpa berusaha membuktikan. Kania malas dengan laki-laki seperti itu, lebih percaya orang lain daripada pasangan sendiri," jelas Kania.Irvan dan Citra saling menatap, sekarang mereka tahu bahwa luka hati Kania belum sembuh, bahkan mungkin akan memakan waktu yang lama untuk hilang tanpa bekas.Citra memegang tangan Kania, dia merasa prihatin pada anak perempuannya yang selalu berusaha kuat dan tegar menjalani semuanya sendirian. Sementara Irvan menepuk-nepuk bahu kiri Kania, berusaha kembali menguatkan anak tercintanya. Kania tersenyum bahagia dengan perhatian kedua orang tuanya. Orang tua yang selalu berusaha mendukungnya, menguatkannya apa pun yang terjadi.Ting!Suara microwave menyadarkan mereka bertiga, Citra menarik tangannya dari atas tangan Kania, lalu beranjak mengambil makanan yang sudah matang dari dalam microwave.
Seminggu kemudian.Pagi ini, Kania sedang menunggu giliran masuk ke dalam pesawat, ketika tiba-tiba ada sebuah suara seorang perempuan tanpa sosok yang menyuruhnya pergi ke Banyuwangi, di hari ke lima belas dia di Bali nanti.'Kania ... datanglah ke Banyuwangi tepat di hari ke lima belas kunjunganmu ke Bali. Kita akan segera memulai perjanjian kita,' bisik suara tak kasat mata itu berulang kali.'Baiklah, aku akan datang untuk memenuhi perintahmu,' jawab Kania melalui telepati.Bertepatan dengan itu terdengar panggilan dari pengeras suara yang meminta seluruh penumpang pesawat Rajawali Air tujuan ke Bali supaya naik ke pesawat.Kania pun segera berdiri dan melangkah menuju ke pintu keberangkatan, kemudian melangkah masuk ke dalam bis yang akan membawanya ke tempat parkir pesawat yang akan ditumpanginya ke Bali.Kurang lebih satu jam setengah, Kania menempuh perjalanan dari Jakarta ke Bali, akhirnya sampai juga dia di Bandara I Gusti Ngurah R
Kirana terbang ke rumpun bambu di depan rumah Lakeswari, dia menari-nari bahagia di sana."Sebentar lagi ... sebentar lagi, hihihihi." Kikikannya pecah menggelegar, menggema memekakkan telinga, membuat merinding siapa pun yang mendengar tawa kuntilanak merah itu.Kirana begitu gembira membayangkan bahwa dirinya nanti akan mendapatkan banyak tumbal segar dari Kania."Biarlah kali ini aku mengalah, meminum darah binatang pun tak mengapa untuk sementara waktu, karena sebentar lagi aku akan kembali merasakan segarnya darah dan enaknya daging makhluk-makhluk kecil yang ditumbalkan oleh Kania maupun oleh orang-orang yang meminta tolong padanya. Bersabarlah Kirana, semua akan berakhir tidak lama lagi. Hihihihi." Kembali terdengar suara kuntilanak merah itu mengikik keras di keheningan malam, meningkahi suara gemerisik daun-daun pucuk bambu yang saling bergesekkan menambah kengerian suasana malam itu.Sedetik kemudian tampak sekelebat satu bayangan merah terbang
Sesampainya di kantor, Kania menyuruh Sita mengecek semua agenda pertemuan dengan klien maupun calon kliennya dalam beberapa waktu yang akan datang.Kania bermaksud meninggalkan semua keributan di Jakarta untuk menemui kedua orang tuanya di Bali.Setelah memastikan bahwa agendanya aman dan bisa dialih tugaskan kepada wakilnya, serta mengagenda ulang semua pertemuan yang tidak bisa ditinggalkannya dengan online meeting mulai minggu depan, Kania bergegas menyelesaikan semua pekerjaan yang menumpuk di meja.[Sita, semua dokumen yang memerlukan persetujuan dariku sudah kutanda tangani.Ambil semuanya nanti di meja. Kalau ada lagi dokumen penting yang memerlukan persetujuanku, segera bawa ke sini.]Kania memerintahkan agar Sita membawa semua dokumen yang perlu persetujuan darinya untuk segera dibawa ke ruangan kerjanya supaya bisa diselesaikan sebelum dia cuti.[Baik, Bu.]Jawab Sita lalu mempersiapkan semua dokumen penting yang di minta ole
Sementara itu di sebuah kamar di rumah mewah Perumahan Permata Hijau, tampak Arga sedang gundah. Dia masih mengingat pertemuannya dengan Kania.Hati kecil Arga terus berbisik bahwa Kania, mantan istrinya itu tidak bersalah, Kania hanya berada di waktu dan tempat yang tak semestinya saat itu.'Benarkah seperti itu? Benarkah Kania tidak bersalah? Jika benar, lalu siapa yang telah merencanakan semua kejahatan ini?' Kata hati Arga terus bergejolak, merangkai tanya yang belum ada jawabnya.Wajah tampan Arga tampak begitu kacau setelah pertemuannya dengan Kania, hati kecilnya terus memberontak tetapi Arga tetap berusaha menyangkalnya.'Nggak ... nggak mungkin kalau semua itu hanya kebetulan saja, pasti Kania sudah merencanakan itu semua. Jangan-jangan Kania dan laki-laki itu sudah berhubungan dari sebelum peristiwa itu?' Arga terus saja berusaha menyangkal kata hatinya.Tok! Tok! Tok!Tiba-tiba terdengar suara pintu diketuk dari luar, dengan sedik
Sesampainya di kantor, Kania menyuruh Sita mengecek semua agenda pertemuan dengan klien maupun calon kliennya dalam beberapa waktu yang akan datang.Kania bermaksud meninggalkan semua keributan di Jakarta untuk menemui kedua orang tuanya di Bali.Setelah memastikan bahwa agendanya aman dan bisa dialih tugaskan kepada wakilnya, serta mengagenda ulang semua pertemuan yang tidak bisa ditinggalkannya dengan online meeting mulai minggu depan, Kania bergegas menyelesaikan semua pekerjaan yang menumpuk di meja.[Sita, semua dokumen yang memerlukan persetujuan dariku sudah kutanda tangani.Ambil semuanya nanti di meja. Kalau ada lagi dokumen penting yang memerlukan persetujuanku, segera bawa ke sini.]Kania memerintahkan agar Sita membawa semua dokumen yang perlu persetujuan darinya untuk segera dibawa ke ruangan kerjanya supaya bisa diselesaikan sebelum dia cuti.[Baik, Bu.]Jawab Sita lalu mempersiapkan semua dokumen penting yang di minta ole
Sambil memikirkan langkah-langkah yang akan dia ambil untuk menyelidiki Rasti nantinya, Risa bergegas menyelesaikan pekerjaannya menyiapkan makan siang lalu menelepon suaminya.Tut! Tut! Tut!Suara nada sambung dari ponsel Risa terdengar jelas di ruang makan yang hanya diisinya sendirian. Tidak lama terdengar suara sambungan teleponnya tersambung dengan suaminya.[Assalamualaikum, Mi. Ada apa? Kangen sama papi ya?"]Goda Indra Hartawan pada istri tercintanya Risa Hartawan itu.[Wa'alaikumsalam, Pi. Ish, papi nih, seneng bener ngusilin mami. Papi mau pulang jam berapa? Ini makan siang udah siap semua, dan kali ini juga ada tamu istimewa yang akan ikut kita makan siang, Pi.]Ucap Risa Hartawan sambil mengupas buah jeruk untuk dirinya sendiri.[Hahaha, tapi mami suka 'kan diusilin sama papi? Iya, sebentar lagi papi pulang, Mi. Papi masih harus nyelesaiin dokumen yang harus segera diperiksa dan ditandatangani hari ini juga soalnya. Ya uda