Kania semakin melajukan langkahnya, tak mempedulikan panggilan Arga dan tatapan orang-orang kepadanya, dan langsung saja menekan remote mobilnya untuk membuka pintu mobilnya yang terparkir di parkiran VVIP cafe tersebut.
Sesampainya di depan pintu mobilnya, Kania menyuruh Sita untuk segera masuk ke dalam mobil dan langsung menginjak pedal gasnya, begitu pintu mobil terkunci sempurna.
Arga yang terus mengejar Kania dan Sita terpaksa harus meloncat mundur supaya tidak tertabrak mobil Kania saat mantan istrinya itu berlalu di hadapannya dengan kecepatan lumayan tinggi.
"Shit! Kania!" pekik Arga nyaring, tetapi Kania tetap tidak menghentikan laju mobil miliknya.
Sesaat Arga meragu, antara mengejar atau membiarkan Kania berlalu begitu saja. Namun, didorong oleh rasa rindu kepada mantan istrinya itu, Arga memutuskan mengejar mobil Kania.
Arga segera masuk ke mobil Ferrarinya yang kebetulan diparkir tidak jauh dari tempatnya berdiri, lalu segera menginjak
Sita termenung mendengar pertanyaan dari Kania, sebenarnya dia merasa malas bila harus mengingat kembali kejadian saat dia masih duduk di kelas tiga sekolah dasar, tapi karena Kania yang bertanya, mau tidak mau dia harus menjawabnya."Iya, Bu. Saya dan papa saya pernah mengalami sebuah kecelakaan hebat saat saya masih kelas tiga sekolah dasar. Pada waktu itu, papa menjemput saya pulang sekolah sekalian beliau mau makan siang di rumah." Sita mulai bercerita, "siang itu, papa memarkirkan mobilnya di seberang sekolah saya, saat kami menyeberang mau kembali ke mobil, tiba-tiba datang sebuah mobil yang melaju dengan kecepatan tinggi ke arah kami, lalu ... ." Sita menggantung kalimatnya, hatinya terasa sesak bila harus mengingat itu semua.Sita tampak beberapa kali menghela nafas panjang, berusaha menenangkan dirinya, "lalu mobil itu menabrak kami hingga kami terpental beberapa meter, menyebabkan saya koma selama beberapa bulan, dan papa -- papa meninggal di tempat, sehingga
Masih di jalan raya wilayah kemang, Arga mengurangi laju mobilnya setelah merasa tidak mampu lagi mengejar Kania.Raut wajahnya tampak kesal karena dirinya tertinggal jauh, Arga menggebrak kemudi mobilnya dan berteriak melampiaskan rasa kesalnya, "argh! Kaniaaaaaa!" Suara Arga terdengar sangat nyaring di kabin mobil miliknya itu.Masih dengan setumpuk rasa kesal di dalam dada, Arga memutuskan memutar ke arah Permata Hijau, dia memutuskan untuk pergi ke rumah orang tuanya saja untuk menghilangkan perasaan galaunya.'Mending gue, ke rumah mami papi aja deh, daripada perasaan gue makin galau, makin nggak karuan kaya gini. Nanti sorean aja gue pulang." Arga bergumam seorang diri.Dengan menambah sedikit kecepatan, Arga lalu mengarahkan Ferrarinya ke Permata Hijau. Sesampainya di sana, Arga langsung mendatangi maminya yang sedang sibuk di dapur."Masak apa, Mi? Harum bener baunya, jadi makin laper aku." Arga tiba-tiba sudah berada di belakang Risa, meng
Uhuk-uhuk! Uhuk-uhuk-uhuk!Arga tersedak air jeruk sehingga membuat dirinya terbatuk-batuk beberapa kali dan baru berhenti setelah meneguk segelas air putih.Arga baru tersadar maksud pertanyaan maminya tadi setelah kesedakkannya berhenti, hingga membuatnya menepuk dahinya keras-keras."Ish, Mami! Apa sih, Mi. Nggaklah Rasti masak kok, Mi tapi aku lagi pengen makan masakan Mami. Udah lama aku nggak ke sini, jadi kangen masakan Mami," jelas Arga berusaha menutupi kekurangan Rasti."Iya, tapi setelah meninggalnya anak kalian, dia tidak lagi perhatian 'kan sama anak mami ini? Nggak kaya Kania, coba kamu dulu nggak keburu cerai sama dia, Ga ... ." Risa menghela nafas panjang, ingatannya kembali pada Kania, mantan menantunya yang sangat disayanginya hingga saat ini.Dalam hatinya Arga membenarkan semua yang dikatakan oleh Risa bahwa Kania jauh lebih baik daripada Rasti, bahkan tanpa disuruh atau diberitahu pun Kania sudah tahu hak dan kewajibannya.
Sambil memikirkan langkah-langkah yang akan dia ambil untuk menyelidiki Rasti nantinya, Risa bergegas menyelesaikan pekerjaannya menyiapkan makan siang lalu menelepon suaminya.Tut! Tut! Tut!Suara nada sambung dari ponsel Risa terdengar jelas di ruang makan yang hanya diisinya sendirian. Tidak lama terdengar suara sambungan teleponnya tersambung dengan suaminya.[Assalamualaikum, Mi. Ada apa? Kangen sama papi ya?"]Goda Indra Hartawan pada istri tercintanya Risa Hartawan itu.[Wa'alaikumsalam, Pi. Ish, papi nih, seneng bener ngusilin mami. Papi mau pulang jam berapa? Ini makan siang udah siap semua, dan kali ini juga ada tamu istimewa yang akan ikut kita makan siang, Pi.]Ucap Risa Hartawan sambil mengupas buah jeruk untuk dirinya sendiri.[Hahaha, tapi mami suka 'kan diusilin sama papi? Iya, sebentar lagi papi pulang, Mi. Papi masih harus nyelesaiin dokumen yang harus segera diperiksa dan ditandatangani hari ini juga soalnya. Ya uda
Sesampainya di kantor, Kania menyuruh Sita mengecek semua agenda pertemuan dengan klien maupun calon kliennya dalam beberapa waktu yang akan datang.Kania bermaksud meninggalkan semua keributan di Jakarta untuk menemui kedua orang tuanya di Bali.Setelah memastikan bahwa agendanya aman dan bisa dialih tugaskan kepada wakilnya, serta mengagenda ulang semua pertemuan yang tidak bisa ditinggalkannya dengan online meeting mulai minggu depan, Kania bergegas menyelesaikan semua pekerjaan yang menumpuk di meja.[Sita, semua dokumen yang memerlukan persetujuan dariku sudah kutanda tangani.Ambil semuanya nanti di meja. Kalau ada lagi dokumen penting yang memerlukan persetujuanku, segera bawa ke sini.]Kania memerintahkan agar Sita membawa semua dokumen yang perlu persetujuan darinya untuk segera dibawa ke ruangan kerjanya supaya bisa diselesaikan sebelum dia cuti.[Baik, Bu.]Jawab Sita lalu mempersiapkan semua dokumen penting yang di minta ole
Sementara itu di sebuah kamar di rumah mewah Perumahan Permata Hijau, tampak Arga sedang gundah. Dia masih mengingat pertemuannya dengan Kania.Hati kecil Arga terus berbisik bahwa Kania, mantan istrinya itu tidak bersalah, Kania hanya berada di waktu dan tempat yang tak semestinya saat itu.'Benarkah seperti itu? Benarkah Kania tidak bersalah? Jika benar, lalu siapa yang telah merencanakan semua kejahatan ini?' Kata hati Arga terus bergejolak, merangkai tanya yang belum ada jawabnya.Wajah tampan Arga tampak begitu kacau setelah pertemuannya dengan Kania, hati kecilnya terus memberontak tetapi Arga tetap berusaha menyangkalnya.'Nggak ... nggak mungkin kalau semua itu hanya kebetulan saja, pasti Kania sudah merencanakan itu semua. Jangan-jangan Kania dan laki-laki itu sudah berhubungan dari sebelum peristiwa itu?' Arga terus saja berusaha menyangkal kata hatinya.Tok! Tok! Tok!Tiba-tiba terdengar suara pintu diketuk dari luar, dengan sedik
Sesampainya di kantor, Kania menyuruh Sita mengecek semua agenda pertemuan dengan klien maupun calon kliennya dalam beberapa waktu yang akan datang.Kania bermaksud meninggalkan semua keributan di Jakarta untuk menemui kedua orang tuanya di Bali.Setelah memastikan bahwa agendanya aman dan bisa dialih tugaskan kepada wakilnya, serta mengagenda ulang semua pertemuan yang tidak bisa ditinggalkannya dengan online meeting mulai minggu depan, Kania bergegas menyelesaikan semua pekerjaan yang menumpuk di meja.[Sita, semua dokumen yang memerlukan persetujuan dariku sudah kutanda tangani.Ambil semuanya nanti di meja. Kalau ada lagi dokumen penting yang memerlukan persetujuanku, segera bawa ke sini.]Kania memerintahkan agar Sita membawa semua dokumen yang perlu persetujuan darinya untuk segera dibawa ke ruangan kerjanya supaya bisa diselesaikan sebelum dia cuti.[Baik, Bu.]Jawab Sita lalu mempersiapkan semua dokumen penting yang di minta ole
Kirana terbang ke rumpun bambu di depan rumah Lakeswari, dia menari-nari bahagia di sana."Sebentar lagi ... sebentar lagi, hihihihi." Kikikannya pecah menggelegar, menggema memekakkan telinga, membuat merinding siapa pun yang mendengar tawa kuntilanak merah itu.Kirana begitu gembira membayangkan bahwa dirinya nanti akan mendapatkan banyak tumbal segar dari Kania."Biarlah kali ini aku mengalah, meminum darah binatang pun tak mengapa untuk sementara waktu, karena sebentar lagi aku akan kembali merasakan segarnya darah dan enaknya daging makhluk-makhluk kecil yang ditumbalkan oleh Kania maupun oleh orang-orang yang meminta tolong padanya. Bersabarlah Kirana, semua akan berakhir tidak lama lagi. Hihihihi." Kembali terdengar suara kuntilanak merah itu mengikik keras di keheningan malam, meningkahi suara gemerisik daun-daun pucuk bambu yang saling bergesekkan menambah kengerian suasana malam itu.Sedetik kemudian tampak sekelebat satu bayangan merah terbang