Share

108

Penulis: Maylafaisha
last update Terakhir Diperbarui: 2025-03-09 09:29:17

Cahaya lilin kembali berkedip-kedip, menciptakan bayangan menari di dinding yang seakan hidup. Sosok itu masih berdiri di sana—diam, tetapi keberadaannya memenuhi ruangan dengan hawa dingin yang menyesakkan.

Rahayu semakin erat mencengkeram lengan Roy, tubuhnya gemetar. “T-tidak… Ini tidak mungkin…” suaranya nyaris tak terdengar.

Roy menelan ludah, otot-ototnya menegang. Ia ingin melindungi istrinya, tetapi tubuhnya terasa berat, seakan sesuatu menahannya.

Arga masih terpaku di tempatnya. Matanya tidak bisa lepas dari sosok itu. Wujud itu memang terlihat seperti Rasti… tapi ada sesuatu yang sangat salah.

Wajah itu.

Saat masih hidup, Rasti memiliki tatapan tajam penuh emosi. Tapi yang berdiri di hadapan mereka sekarang hanya memiliki mata kosong, merah membara, seakan dipenuhi api neraka yang berpendar dalam kegelapan.

"Kau pikir ini sudah berakhir, Arga?" Suara itu menggema, lebih berat, lebih dalam.

Lalu… ia mulai melangkah.

Bukan dengan cara manusia berjalan.

Tetap
Bab Terkunci
Lanjutkan Membaca di GoodNovel
Pindai kode untuk mengunduh Aplikasi

Bab terkait

  • Santet Pengantin   109

    Keheningan yang mencekam menggantung di udara.Ruangan yang tadinya dipenuhi bisikan dan suara tawa menyeramkan kini terasa sunyi. Namun, hawa dingin yang menyelimuti mereka belum sepenuhnya pergi.Arga masih terduduk di lantai, merasakan sisa-sisa nyeri akibat hantaman keras tadi. Napasnya masih berat, pikirannya kacau. Ia mengalihkan pandangannya ke Kania, yang masih berdiri tegap dengan belati di tangannya.Kania tetap waspada, matanya mengitari ruangan, seakan mencari tanda-tanda keberadaan sosok tadi.Rahayu masih terisak di sudut ruangan, sementara Roy berdiri kaku di sampingnya. Wajahnya pucat, tangannya bergetar.Ia tidak pernah percaya pada hal-hal seperti ini sebelumnya. Tapi kini?**Ia baru saja melihat putrinya yang telah mati… atau sesuatu yang menyerupainya.**

    Terakhir Diperbarui : 2025-03-10
  • Santet Pengantin   Part 1

    Di dalam kamarnya yang hanya diterangi dengan sebuah lilin, Kania mengambil boneka yang sudah tertempel foto Rasti. Tanpa ampun, Kania menusuk bagian perut boneka itu berkali-kali."Rasakan itu, Rasti! Arga lebih pantas untukku!" ucap Kania dengan tawa bahagia.Sejenak Kania terdiam mengingat kenangan manisnya bersama Arga, dan raut wajahnya kembali mengeras ketika dia mengingat kembali luka yang disebabkan oleh lelaki itu dan sahabatnya, Rasti."Arga, kamu adalah milikku! Selamanya tetap milikku! Hanya milikku!".Tiba-tiba angin berhembus tak wajar ke dalam kamarnya yang tertutup rapat itu. Seketika tengkuk Kania meremang, dia semakin yakin dendamnya akan terbalaskan.Kania benar-benar sudah tidak bisa berpikir jernih lagi, karena luka yang tergores dalam di hatinya.Dalam benak Kania sekarang yang ada hanyalah mewujudkan keinginannya untuk membalaskan dendam, sakit hati, kecewa, malu, marah kepada pasangan suami istri tersebut.

    Terakhir Diperbarui : 2021-12-18
  • Santet Pengantin   Part 2

    Sementara itu di dalam kamar sebuah rumah di kawasan Cempaka Putih, tampak Kania masih terus menusuk boneka Rasti dengan senyum jahatnya.'Kamu harus mati, Rasti! Kamu harus merasakan pembalasanku! Aku akan terus mengejarmu, ke neraka sekalipun.' desis Kania.Di kejauhan suara lolongan anjing semakin keras terdengar bersahut-sahutan dengan suara burung gagak, udara di kamarnya terasa dingin dan sangat pengap terasa seakan menusuk tulang, tirai-tirai di kamarnya berkibar-kibar. Bisikan tak kasat mata itu kembali terdengar di telinganya.'Bagus. Bagus sekali Kania, saudaraku. Minta apa pun kepadaku. Minta apa saja yang kau inginkan. Aku pasti akan mengabulkannya,' bisikan itu terdengar sangat lirih dan parau.Seringaian Kania semakin nyata terlihat di bibirnya. Keinginan untuk membalas dendam itu semakin kuat tertanam di dadanya. Kebencian itu semakin kuat mengakar.'Aku ingin perempuan dalam foto ini mati dengan perlahan-lahan, agar dia tahu b

    Terakhir Diperbarui : 2021-12-18
  • Santet Pengantin   Part 3

    Malam harinya usai menyelesaikan semua rangkaian kegiatan, Arga pun mengantarkan Kania, tunangannya pulang."Yang, aku pulang dulu ya. Habis ini, kamu langsung mandi terus istirahat. Jangan begadang, kita udah cukup capek hari ini. Besok pagi aku jemput kamu seperti biasa, begitu selesai bimbingan skripsi kita lanjutin lagi nyari souvenir dan undangan," pamit Arga pada Kania, kekasihnya."Iya, Sayang. Kamu juga sampai di rumah nanti langsung mandi, makan dan istirahat ya. Jangan lupa salat dulu." ujar Kania dengan tatapan mesra pada Arga."Siap, Jenderal! Kamu juga jangan lupa makan dan salat ya. Makasih udah selalu diingetin. I love you, Kania Andarini Prasetyo."Arga mengangkat tangan kanannya, bersikap hormat pada Kania. Kania merasa gemas sekaligus malu karena melihat sikap calon suaminya yang selalu saja menggodanya di setiap kesempatan."Ish, apaan sih Arga. Udah kewajiban aku buat ngingetin calon imamku, biar semakin istiqomah nanti kalau ud

    Terakhir Diperbarui : 2021-12-18
  • Santet Pengantin   Part 4

    Sementara itu di sebuah rumah mewah di kawasan Permata Hijau, Arga baru saja keluar dari kamar mandi ketika terdengar suara dering dari ponselnya. Sedikit tergesa, Arga mencari-cari di mana ponselnya tadi disimpan."Ish, mana lagi tu ponsel! Pakai acara ngumpet segala lagi!" gerutu Arga sambil terus mencari. "Nah, ini dia. Ketemu juga akhirnya," sambung Arga setelah menemukan ponselnya di bawah tumpukan baju kotornya yang masih berserakan di atas karpet kamarnya.Arga bermaksud mengecek siapa yang baru saja meneleponnya ketika suara dering ponselnya kembali terdengar, sekilas dilihatnya nama MAMI tertera di layar ponsel berlogo apel digigit itu.[Assalamualaikum, Mami. Mami, Papi apa kabarnya? Kapan mami sama papi pulang dari Dubai? Arga kangen mami papi!]Sapa Arga setelah panggilan video dengan maminya terhubung.[Waalaikumsalam, Ga. Ya ampun, Arga kalau mau tanya satu-satu dong. Pelan-pelan ngomongnya, mami jadi bingung nih mau jawab yang

    Terakhir Diperbarui : 2021-12-18
  • Santet Pengantin   Part 5

    Di tempat lain, di sebuah Pub tampak seorang gadis cantik duduk seorang diri menikmati kepulan asap yang lolos dari bibir seksinya. Dalam diam, gadis itu teringat kembali pada sebuah lembaran kenangan yang masih sangat terasa menyakitkan untuknya."Perempuan itu melabrakku, Kak. Dia menyebutku sebagai perempuan murahan, perempuan itu juga menyuruh seseorang untuk menyakiti dan memaksaku meninggalkan Mas Pras, padahal di antara kami nggak ada apa-apa. Aku takut papa dan Adi marah. Adi pasti ninggalin aku kalau tahu aku udah nggak perawan lagi gara-gara lelaki suruhan perempuan itu, Kak. Rasanya aku nggak sanggup bila harus hidup menanggung malu, Kak. Lebih baik aku mati," isak Sasti, adik perempuan kesayangannya kembali terngiang di telinga dan ingatannya.'Aaarrggh! Bangsat! Sialan! Kakak akan membalaskan sakit hatimu sama mereka, Dek! Kakak janji, Kakak nggak akan lepasin mereka sebelum mereka merasakan penderitaan seumur hidup yang akan membuat mereka menyesal karena

    Terakhir Diperbarui : 2021-12-18
  • Santet Pengantin   Part 6

    Senyum Rasti mengembang seketika, saat sesosok pemuda itu mendatangi dan mencium kedua belah pipinya bergantian. Pemuda tampan dengan tinggi 189 itu adalah Andra, sahabat Rasti dari kecil.Rasti merasa sangat antusias dengan kehadiran Andra, karena hanya Andra yang bisa membuatnya melupakan lukanya di masa lalu. Setiap kali rasa marah itu datang, seketika itu juga hilang saat lelaki itu datang dan berada di sisinya."Hai, Putri Tidur apa kabar lu? Udah lama banget kita nggak ketemu. Gue kangen banget tahu sama elu, elu itu kemana aja sih? Emak gue nanyain elu tuh, katanya mana calon mantu emak kok udah lama nggak pernah main ke sini lagi? Sampai-sampai emak gue ngira gue marahan sama elu. Padahal mah boro-boro marahan, ketemu juga nggak. Ya kan," cerocos pemuda tampan berhidung bangir itu.Rasti yang mendengar cerocosan sahabat kecilnya itu hanya tersenyum geli dan memeluk Andra erat."Ndra, gue juga kangen banget sama elu, ibu, adik-adik elu, pokoknya se

    Terakhir Diperbarui : 2021-12-18
  • Santet Pengantin   Part 7

    Masa Sekarang Satu setengah jam kemudian, Arga dan Rasti sampai di rumah sakit terdekat. Tergopoh-gopoh, Arga berlari kesana kemari sambil berteriak meminta brankar untuk mengangkat tubuh istrinya yang sudah tidak berdaya itu. "Pak, tolong saya minta brankar! Keadaan istri saya sudah sangat kritis, saya mohon, Pak!" Arga berteriak histeris, tidak dipedulikannya beberapa pasang mata yang menatapnya heran. "Awas! Permisi! Minggir! Ini Pak, brankar yang Bapak minta!" seru seorang petugas keamanan tengah mendorong sebuah brankar mendekati Arga. Arga segera menyambut brankar yang diserahkan kepadanya. Bergegas dia mendorong brankar itu mendekati pintu kursi pemandu, dengan tergesa dia membuka pintu mobilnya dan mengangkat istrinya yang tengah hamil tujuh bulan itu untuk dibaringkan di atas brankar. Kemudian dia meminta tolong kepada seorang petugas medis yang kebetulan lewat untu membantu mendorong brankar yang berisikan tubuh istrinya sement

    Terakhir Diperbarui : 2022-01-07

Bab terbaru

  • Santet Pengantin   109

    Keheningan yang mencekam menggantung di udara.Ruangan yang tadinya dipenuhi bisikan dan suara tawa menyeramkan kini terasa sunyi. Namun, hawa dingin yang menyelimuti mereka belum sepenuhnya pergi.Arga masih terduduk di lantai, merasakan sisa-sisa nyeri akibat hantaman keras tadi. Napasnya masih berat, pikirannya kacau. Ia mengalihkan pandangannya ke Kania, yang masih berdiri tegap dengan belati di tangannya.Kania tetap waspada, matanya mengitari ruangan, seakan mencari tanda-tanda keberadaan sosok tadi.Rahayu masih terisak di sudut ruangan, sementara Roy berdiri kaku di sampingnya. Wajahnya pucat, tangannya bergetar.Ia tidak pernah percaya pada hal-hal seperti ini sebelumnya. Tapi kini?**Ia baru saja melihat putrinya yang telah mati… atau sesuatu yang menyerupainya.**

  • Santet Pengantin   108

    Cahaya lilin kembali berkedip-kedip, menciptakan bayangan menari di dinding yang seakan hidup. Sosok itu masih berdiri di sana—diam, tetapi keberadaannya memenuhi ruangan dengan hawa dingin yang menyesakkan. Rahayu semakin erat mencengkeram lengan Roy, tubuhnya gemetar. “T-tidak… Ini tidak mungkin…” suaranya nyaris tak terdengar. Roy menelan ludah, otot-ototnya menegang. Ia ingin melindungi istrinya, tetapi tubuhnya terasa berat, seakan sesuatu menahannya. Arga masih terpaku di tempatnya. Matanya tidak bisa lepas dari sosok itu. Wujud itu memang terlihat seperti Rasti… tapi ada sesuatu yang sangat salah. Wajah itu. Saat masih hidup, Rasti memiliki tatapan tajam penuh emosi. Tapi yang berdiri di hadapan mereka sekarang hanya memiliki mata kosong, merah membara, seakan dipenuhi api neraka yang berpendar dalam kegelapan. "Kau pikir ini sudah berakhir, Arga?" Suara itu menggema, lebih berat, lebih dalam. Lalu… ia mulai melangkah. Bukan dengan cara manusia berjalan. Tetap

  • Santet Pengantin   107

    Suasana di dalam rumah duka semakin terasa berat. Waktu seolah berhenti, meninggalkan hanya isak tangis yang menggema di antara dinding.Rahayu masih terisak, wajahnya basah oleh air mata, sementara Roy tetap duduk diam, menatap lantai dengan pandangan kosong.Arga tak mengatakan apa-apa lagi. Semua yang perlu ia sampaikan sudah keluar. Namun, di dalam dirinya, perasaan bersalah tetap menyelubungi.Kania masih berdiri di sudut ruangan, diam-diam memperhatikan ekspresi Arga. Ada sesuatu dalam tatapannya—sebuah kehampaan yang begitu dalam, seolah ia telah kehilangan lebih dari sekadar istri.Namun, ketegangan belum sepenuhnya reda.Sebuah suara lirih akhirnya keluar dari mulut Rahayu.“Jika Rasti memang sudah... pergi, kenapa aku masih bisa merasakannya?”Arga menoleh,

  • Santet Pengantin   106

    Langit kelabu seolah berduka, menurunkan gerimis yang tipis namun dingin. Angin membawa aroma tanah basah, menyelimuti pemakaman dengan kesunyian yang berat.Sejumlah orang berpakaian hitam berdiri di sekitar pusara yang masih merah, menundukkan kepala. Payung-payung terbuka, melindungi mereka dari hujan, tapi tidak bisa melindungi hati mereka dari luka yang menganga.Kania berdiri di antara mereka, tanpa payung, membiarkan hujan membasahi wajahnya yang sudah dipenuhi air mata.Di depannya, Arga berdiri kaku, tatapannya kosong. Ia tak berkedip saat tanah perlahan menutupi peti Lilian. Di sampingnya, Darma hanya terdiam, wajahnya mengeras seperti batu, tapi tangan yang mengepal menunjukkan emosi yang ia tahan mati-matian.Kania tidak bisa menatap mereka lama-lama. Terutama Darma.Ia tahu, di mata Darma, dirinya adalah penyebab semua ini.Ketika doa terakhir selesai dibacakan, satu per satu orang mulai beranjak pergi. Beberapa menyentuh bahu Arga dengan lembut, memberi dukungan dalam di

  • Santet Pengantin   105

    Darah membanjiri tanah.Tubuh Kania gemetar. Nafasnya tersengal. Luka di perutnya menganga, mengalirkan cairan merah yang tak henti-hentinya.Matanya kabur, kepalanya pening.Dia seharusnya mati.Seharusnya…Tapi, di depan matanya—Darma yang kini telah berubah menjadi makhluk kegelapan tengah menatapnya dengan senyum menyeramkan.Di sampingnya, Rasti berdiri penuh kemenangan.“Kau sudah selesai, Kania,” ujar Rasti dengan nada penuh kepuasan. “Terimalah takdirmu. Tak ada lagi yang bisa menolongmu.”Kania mengatupkan giginya.Tidak.Aku belum kalah.&nb

  • Santet Pengantin   104

    Lorong itu menjadi saksi keheningan yang mencekik.Sisa energi dari tubuh Lilian masih berpendar di udara, bercampur dengan bayangan yang kini berputar liar, seperti haus akan korban baru. Darma masih membeku, tangannya gemetar di atas lantai yang dingin."Lilian..." Namanya meluncur dari bibirnya seperti doa yang tertunda—sebuah panggilan yang tak akan pernah dijawab lagi. Arga mengepalkan tangan, rahangnya mengeras. "Brengsek!"Matanya menatap Rasti—atau makhluk yang kini bersemayam dalam tubuh Rasti—dengan api amarah yang menyala-nyala.Tapi sebelum Arga bisa bergerak, Kania sudah lebih dulu maju.Wajahnya berubah. Bukan lagi ketakutan. Bukan lagi keraguan.Hanya dendam.Dan sesuatu yang lebih gelap dari itu. "Aku akan menghabisimu." Suara Kania lirih, tetapi menggetarkan udara di sekitar mereka. Makhluk dalam tubuh Rasti hanya menyeringai."Oh? Apa kau benar-benar yakin, Kania? Aku sudah mengambil satu. Kau mau jadi yang berikutnya?"DUARRR!!Kania tidak menjawab dengan

  • Santet Pengantin   103

    Lorong itu meledak dalam lautan energi ghoib.Cahaya ungu dan kegelapan pekat saling menghantam, menciptakan dentuman yang mengguncang tanah hingga serpihan batu berjatuhan dari langit-langit.Lilian dan Darma masih terperangkap dalam jeratan bayangan hitam."AAARGHHH!!!"Lilian berteriak, tubuhnya bergetar hebat saat sesuatu merasuk ke dalam dirinya. Bayangan itu bukan hanya mencengkeram, tapi menyusup ke dalam darahnya, merayapi sarafnya seperti racun.Mata Lilian melotot, berubah pekat seiring jeritan pilunya. "Darma!" Arga berlari, nekat menerjang kegelapan untuk menarik Lilian keluar. Tapi begitu tangannya menyentuh kulit Lilian, sesuatu menghantamnya dengan keras. DUARR!!Tubuh Arga mental ke belakang, terpelanting hingga menghantam batu dengan suara keras. Sementara itu, Darma masih tersekap dalam pusaran bayangan yang menyedotnya lebih dalam. "TIDAK! AKU... AKU TIDAK AKAN TAKLUK!"Tapi suaranya semakin melemah. Bayangan itu mulai melilit erat tubuhnya seperti akar hidu

  • Santet Pengantin   102

    Lorong itu kini telah berubah menjadi medan perang.Energi hitam dan ungu berputar liar di udara, menghantam dinding-dinding batu hingga retak. Jeritan makhluk-makhluk tak kasatmata bergema, seolah ikut merayakan kebangkitan sesuatu yang lebih besar. Di tengah pusaran kekacauan itu, Rasti dan Kania saling berhadapan. Tapi kini, sesuatu yang lain ikut masuk ke dalam permainan. Dari dalam tubuh Rasti, sosok raksasa dengan mata merah menyala semakin keluar. Tangannya yang hitam pekat mencengkeram tubuh Rasti, seolah ingin merobeknya dari dalam. Rasti berusaha melawan, tubuhnya bergetar hebat. “Tidak… aku yang mengendalikanmu! Aku yang berkuasa di sini!” Makhluk itu tertawa pelan, suaranya dalam dan bergema di segala arah. “Kau? Mengendalikan aku?”“Tidak, Rasti. Kini, akulah yang mengendalikanmu.” BRAK!Tiba-tiba, tubuh Rasti mencelat ke belakang, menghantam dinding dengan keras. Darah hitam menyembur dari bibirnya, dan seketika aura di sekelilingnya berubah. Dia bukan lagi Ras

  • Santet Pengantin   101

    Lorong itu telah lenyap. Yang tersisa hanyalah kegelapan yang seolah bernapas, berdenyut, menelan segala yang ada di dalamnya. Di tengah kehampaan itu, dua sosok berdiri berhadapan—Kania dan Rasti. Atau lebih tepatnya, dua entitas yang kini mengendalikan mereka. Arga, Lilian, dan Darma tidak bisa berbuat apa-apa. Mereka tersekap dalam ruang gelap yang seakan membekukan waktu. Nafas mereka tersengal, tubuh mereka terasa berat seolah ada ribuan tangan tak kasatmata yang menahan mereka tetap diam. Sementara itu, dua entitas yang menguasai Kania dan Rasti mulai bergerak. Rasti tersenyum tipis, atau lebih tepatnya makhluk di dalam dirinya. “Seharusnya kau tahu… tak ada tempat untuk dua penguasa dalam satu dunia.” Kania, dengan tatapan yang kini lebih tajam dan penuh keangkuhan, tersenyum sinis. “Dan seharusnya kau tahu… aku tidak pernah suka berbagi.” Udara di antara mereka bergetar. Kemudian, semuanya terjadi dalam sekejap. Bayangan pertama melesat.Sosok-sosok hitam men

Pindai kode untuk membaca di Aplikasi
DMCA.com Protection Status