Sementara itu di kawasan Ancol, di sebuah rumah paling mewah di kawasan tersebut, tampak seorang wanita berparas cantik rupawan tengah tersenyum sendiri sambil memandangi pantulan wajahnya di sebuah cermin besar di hadapannya.
Perempuan itu adalah Kania, sejak bercerai dengan Arga dua tahun lalu, Kania memilih untuk pergi meninggalkan rumah suaminya di Pondok Indah dan memilih membeli rumah sendiri di sebuah kawasan elit di Ancol.
Usai mengakhiri panggilan videonya, Kania tertawa terbahak-bahak, dia merasa sangat bahagia karena ternyata ajian pengasihan Jaran Goyang yang dia dapat dari Nyai Lakeswari, salah satu sesepuh adat salah satu suku di Blambyangan, ahli teluh luar biasa hebat dan sakti, berhasil memikat Andra bahkan belum sampai satu hari dari waktu mereka bertemu. Tidak percuma dulu dia mengeluarkan banyak uang untuk menemui perempuan sakti itu hingga ke pelosok hutan di ujung timur Pulau Jawa.
'Well Andra
Sementara itu tanpa Kania sadari boneka jerami berbalut kafan yang sudah lama tidak disentuhnya itu tiba-tiba bergerak sendiri tanpa disentuh oleh siapa pun, mata boneka yang semula tidak berwarna pun berubah menjadi semerah darah, lilin yang sebelumnya mati pun mendadak menyala sendiri, dan tiba-tiba kepala boneka itu ... menoleh ke arah pintu kamar, memandang Kania yang sedang berjalan menuju ke kantor dengan tatapan penuh misteri.Boneka jerami berbalut kafan itu masih terus memandangi Kania hingga hilang dari pandangan. Dengan tatapan kemarahan, dia bermaksud mencelakai Kania karena telah mengacuhkan dirinya sekian lama. Namun, boneka jerami itu dikagetkan dengan kemunculan suara Mahesa secara tiba-tiba di belakangnya."Kirana! Aku tahu kamu ingin berbuat jahat kepada Kania! Kuperingatkan kau, jangan pernah kau berani berbuat jahat kepadanya kalau kamu ingin selamat!" Ancam Raden Mahesa kepada Kirana tegas."Ka
Sementara itu di kediaman Arga di Pondok Indah, Arga dan Rasti sedang beradu mulut karena Rasti merasa jengkel dengan sikap Arga yang dirasanya mulai berubah sejak kematian anak mereka. Rasti merasa Arga tidak lagi perhatian kepadanya dan terus menerus melamun tanpa mempedulikan sekitarnya. Sedangkan Arga merasa jengah dengan sikap Rasti yang sekarang terlalu menuntut darinya, Arga merasa lelah dengan sikap Rasti yang dirasakannya semakin lama semakin egois, mau menang sendiri. "Mas, kenapa ya sejak kematian anak kita, aku merasa sikap Mas Arga kepadaku nggak seperti dulu lagi! Mas Arga sekarang berubah, Mas Arga yang sekarang beda dengan Mas Arga yang dulu aku kenal!" keluh Rasti dengan nada ketus melihat sikap suaminya yang dirasanya mulai berubah. "Beda gimana sih? Aku biasa aja, nggak ada yang beda. Kamu kali yang berubah, kamu sudah nggak semanis dulu lagi sama aku. Rasti yang sekarang terlalu banyak menuntut,
Namun, petugas keamanan itu segera meneruskan kembali langkahnya setelah melihat Rasti tengah menatapnya dengan pandangan tidak suka dan menusuk seolah ingin mencongkel bola matanya, selain ancaman dan makian yang dilontarkan kepadanya."Apa lu lihat-lihat, hah! Pergi nggak lu, atau lu mau gue bunuh terus gue congkel biji mata elu karena udah berani kepo sama urusan gue! Pergi nggak lu! Pergi!" teriak Rasti nyaring sehingga mengagetkan petugas keamanan perumahan itu dan membuatnya segera meninggalkan rumah Rasti dan Arga dengan setengah berlari sambil menempelkan jari telunjuknya di dahi.Rasti yang dari sebelumnya sudah merasa sangat marah kepada Arga pun semakin marah dan melemparkan pot bunga yang berada di dekatnya, kemudian masuk ke dalam rumah dan membanting pintu kencang-kencang.Dengan penuh amarah, Rasti berlari menuju kamarnya untuk menyiapkan peralatan ritual yang akan dikerjakannya nanti tengah malam di hari
Kediaman Mbah Kromo.Seusai menerima panggilan suara dari Rasti, Mbah Kromo bergegas menyiapkan berbagai perlengkapan yang akan dipakai untuk melaksanakan ritual guna mengulur waktu kepulangan Arga ke rumah nanti sore.Dupa yang telah habis diganti dengan yang baru, dan mulai dinyalakan membuat wangi asapnya menguar ke seluruh ruangan. Selarik demi selarik mantra dirapal di bibir hitamnya yang tebal. Membuat suasana yang tadinya biasa berubah menjadi tegang dan mencekam meski pun saat itu masih siang hari.Angin deras dan dingin mulai menerpa ke dalam ruangan kecil yang dipakai lelaki tua itu untuk ritual berdukun, membuat benda-benda yang ada di dalam sana bergoyang. Hawa panas dan dingin bercampur menjadi satu, aroma telur busuk memaksa masuk ke dalam indera penciuman. Dan dalam sekejap mata sosok yang dipanggil pun muncul, mendatangi tuannya."Ada apa Mbah memanggil saya? Tugas apa yang harus saya lakukan kali ini?" tanya sosok berwarna putih tinggi, b
"Baik. Aku akan memenuhi persyaratanmu, malam ini juga akan kubu*nuh kedua orang tuaku. Kamu akan melihat bukti cintaku kepadamu." Kromo memantabkan tekatnya demi menikahi wanita idaman hatinya dan terjadilah apa yang diinginkan oleh wanita itu.Kromo berhasil membun*uh kedua orang tuanya tetapi nasib apes menimpa dirinya saat hendak membuang jasad kedua orang tuanya itu Kromo tertangkap basah oleh seseorang yang ternyata adalah suruhan Marni dan harus mendekam di penjara selama beberapa tahun.Sekali lagi demi mendapatkan wanitanya, Kromo rela menjalani hukuman itu dengan harapan bisa menikahi Marni setelah dia keluar dari penjara nanti.Namun, apa yang terjadi? Setelah Kromo muda menjalani hukumannya, ternyata wanita itu, Marni meninggalkan dirinya dan menikah dengan pria lain. Tidak hanya itu saja, Marni bahkan menghinanya habis-habisan dan menyebutnya sebagai pembun*uh berdarah dingin sehingga membuat dirinya menjadi
Setelah beberapa kali panggilan videonya diabaikan, tiba-tiba panggilan video yang entah ke berapa kalinya dijawab oleh Arga, di sana tampak beberapa tumpukan berkas yang sedang dikerjakan Arga menunjukkan bahwa Arga baik-baik saja, bahkan tampak Arga sedang melahap makan siang yang baru sempat dipesannya karena banyaknya pekerjaan yang menunggu persetujuan dari dirinya.[Mas, lagi apa?] tanya Rasti mengawali percakapan dengan Arga.[Ya, seperti yang kamu lihat. Aku sedang makan siang sekarang, pekerjaanku lagi banyak banget jadi baru sempet makan.] Arga menunjukkan tempat makan siangnya dari sebuah restoran makanan Jepang.[Syukurlah Mas, kalau kamu baik-baik saja. Maaf ya, Mas tadi pagi aku marah-marah.] Rasti menghembuskan nafas lega melihat suaminya baik-baik saja.[Ya, aku juga minta maaf ya, Sayang. Ohya, kamu sudah makan belum? Kalau belum, makan dulu sana, aku mau nyelesaiin pekerjaanku lagi nih biar nanti
Dengan sekejap mata, Pocong Marni pun segera kembali ke rumah Mbah Kromo untuk melaporkan hasil kerjanya. Mbah Kromo mengangguk-angguk mendengar laporan Pocong Marni, dia meras cukup puas dengan hasil kerja anak buahnya walau pun belum sepenuhnya sempurna.Bertepatan dengan usainya laporan dari Pocong Marni, di pintu depan rumah Mbah Kromo terdengar seperti ada orang yang mengetok. Dan benar saja, persis seperti dugaannya, Rasti sudah berada di depan pintu rumahnya. Terburu-buru Mbah Kromo menyuruh Pocong Marni untuk pergi dari situ."Masuk!" Mbah Kromo berteriak menyuruh Rasti masuk ke dalam rumahnya.Mendengar suara Mbah Kromo, Rasti pun bergegas masuk karena dia masih selalu merasa merinding setiap kali datang ke rumah itu, padahal dia sudah termasuk sering mendatangi rumah Mbah Kromo."Ada apa?" Tanpa basa-basi, Mbah Kromo langsung menanyakan maksud kedatangan Rasti ke rumahnya, "tunggu dulu aku
"Ada, tapi Mbah nggak tahu apa kamu mau melakukannya setelah tahu syaratnya?" sindir Mbah Kromo kepada Rasti yang begitu serius mendengarkan setiap perkataannya dan menatapnya dengan intens.Tanpa pikir panjang, Rasti langsung saja mengiyakan perkataan Mbah Kromo, "mau, Mbah. Saya mau melakukannya, apa pun itu."Mbah Kromo menampakkan smirk dengan wajah menghina kepada Rasti. Baginya perempuan di depannya ini selain sudah menjadi budak setan juga sudah tidak lagi memiliki harga diri."Yakin? Kamu mau?" Mbah Kromo kembali bertanya kepada Rasti untuk meyakinkan perempuan itu pada keputusannya."Yakin, Mbah. Seratus persen yakin!" Rasti menjawab dengan tegas.Rasti sudah tidak peduli harus melakukan cara sesesat apa hanya demi mengikat Arga supaya tidak kembali kepada Kania."Baiklah kalau kamu benar-benar yakin. Syaratnya mudah dan enak sekali, kamu cukup
[Iya, Pak. Saya mau kali ini bapak awasi Rasti, menantu saya. Saya curiga dia melakukan hal yang tidak baik di belakang Arga, anak laki-laki saya yang juga adalah suaminya.]Perintah Risa kepada Dino, detektif swasta berusia tiga puluh lima tahun.[Baik, Bu. Saya akan kerjakan tugas dari Bu Hartawan, untuk bukti-buktinya akan saya kirim langsung ke pesan singkat di aplikasi hijau milik ibu.]Jawab Dino dengan nada tegas dan yakin.[Oke, saya tunggu hasilnya. Uang mukanya sebanyak lima puluh persen sudah saya kirim langsung ke nomor rekening Pak Dino, sisanya akan saya transfer setelah semua beres.]Tulis Risa dalam pesan singkatnya, dan mengakhiri pesannya kepada Dino.[Baik, Bu. Terima kasih.]Tutup Dino, kemudian membuka sebuah pesan singkat lainnya yang berisi sebuah pemberitahuan dari m-banking bahwa isi rekeningnya telah bertambah lima belas juta rupiah.Usai mengirim pesan singkat kepada Dino, Risa Hartawan membuka galeri
Laki-laki di seberang gagang telepon itu terus tertawa, masih dengan tawanya yang mengejek, dia menunjukkan bahwa dirinya telah berhasil melakukan transfer melalui m-banking ke nomor rekening Rasti yang dia peroleh dari salah satu temannya yang pernah memakai jasa Rasti.[Seratus juta, tidak kurang. Malam ini, aku tunggu kedatanganmu di Hotel Permana Buana, lantai empat, kamar lima kosong satu. Awas kalau kau tidak datang!]Tandas laki-laki berwajah tampan itu, lalu menyebutkan nama sebuah hotel dan kamar di mana Rasti harus mendatanginya malam ini.[Aku pasti akan datang, dan aku jamin kau tidak akan merasa kehilangan uang yang telah kau bayarkan, karena aku pasti akan memberikan kepuasan kepadamu.]Ucap Rasti memberikan sebuah janji pada laki-laki yang mengaku bernama Henry itu.[Oke, ku tunggu kau jam tujuh malam ini ya, Beb. Jangan kecewakan aku.]Ucap lelaki itu sebelum memutuskan untuk mengakhiri sambungan panggilan videonya dengan Ras
"Untuk sementara ini, sepertinya nggak, Bu. Kania masih nggak berminat untuk dekat dengan lelaki, mereka hanya bisa menuduh tanpa berusaha membuktikan. Kania malas dengan laki-laki seperti itu, lebih percaya orang lain daripada pasangan sendiri," jelas Kania.Irvan dan Citra saling menatap, sekarang mereka tahu bahwa luka hati Kania belum sembuh, bahkan mungkin akan memakan waktu yang lama untuk hilang tanpa bekas.Citra memegang tangan Kania, dia merasa prihatin pada anak perempuannya yang selalu berusaha kuat dan tegar menjalani semuanya sendirian. Sementara Irvan menepuk-nepuk bahu kiri Kania, berusaha kembali menguatkan anak tercintanya. Kania tersenyum bahagia dengan perhatian kedua orang tuanya. Orang tua yang selalu berusaha mendukungnya, menguatkannya apa pun yang terjadi.Ting!Suara microwave menyadarkan mereka bertiga, Citra menarik tangannya dari atas tangan Kania, lalu beranjak mengambil makanan yang sudah matang dari dalam microwave.
Seminggu kemudian.Pagi ini, Kania sedang menunggu giliran masuk ke dalam pesawat, ketika tiba-tiba ada sebuah suara seorang perempuan tanpa sosok yang menyuruhnya pergi ke Banyuwangi, di hari ke lima belas dia di Bali nanti.'Kania ... datanglah ke Banyuwangi tepat di hari ke lima belas kunjunganmu ke Bali. Kita akan segera memulai perjanjian kita,' bisik suara tak kasat mata itu berulang kali.'Baiklah, aku akan datang untuk memenuhi perintahmu,' jawab Kania melalui telepati.Bertepatan dengan itu terdengar panggilan dari pengeras suara yang meminta seluruh penumpang pesawat Rajawali Air tujuan ke Bali supaya naik ke pesawat.Kania pun segera berdiri dan melangkah menuju ke pintu keberangkatan, kemudian melangkah masuk ke dalam bis yang akan membawanya ke tempat parkir pesawat yang akan ditumpanginya ke Bali.Kurang lebih satu jam setengah, Kania menempuh perjalanan dari Jakarta ke Bali, akhirnya sampai juga dia di Bandara I Gusti Ngurah R
Kirana terbang ke rumpun bambu di depan rumah Lakeswari, dia menari-nari bahagia di sana."Sebentar lagi ... sebentar lagi, hihihihi." Kikikannya pecah menggelegar, menggema memekakkan telinga, membuat merinding siapa pun yang mendengar tawa kuntilanak merah itu.Kirana begitu gembira membayangkan bahwa dirinya nanti akan mendapatkan banyak tumbal segar dari Kania."Biarlah kali ini aku mengalah, meminum darah binatang pun tak mengapa untuk sementara waktu, karena sebentar lagi aku akan kembali merasakan segarnya darah dan enaknya daging makhluk-makhluk kecil yang ditumbalkan oleh Kania maupun oleh orang-orang yang meminta tolong padanya. Bersabarlah Kirana, semua akan berakhir tidak lama lagi. Hihihihi." Kembali terdengar suara kuntilanak merah itu mengikik keras di keheningan malam, meningkahi suara gemerisik daun-daun pucuk bambu yang saling bergesekkan menambah kengerian suasana malam itu.Sedetik kemudian tampak sekelebat satu bayangan merah terbang
Sesampainya di kantor, Kania menyuruh Sita mengecek semua agenda pertemuan dengan klien maupun calon kliennya dalam beberapa waktu yang akan datang.Kania bermaksud meninggalkan semua keributan di Jakarta untuk menemui kedua orang tuanya di Bali.Setelah memastikan bahwa agendanya aman dan bisa dialih tugaskan kepada wakilnya, serta mengagenda ulang semua pertemuan yang tidak bisa ditinggalkannya dengan online meeting mulai minggu depan, Kania bergegas menyelesaikan semua pekerjaan yang menumpuk di meja.[Sita, semua dokumen yang memerlukan persetujuan dariku sudah kutanda tangani.Ambil semuanya nanti di meja. Kalau ada lagi dokumen penting yang memerlukan persetujuanku, segera bawa ke sini.]Kania memerintahkan agar Sita membawa semua dokumen yang perlu persetujuan darinya untuk segera dibawa ke ruangan kerjanya supaya bisa diselesaikan sebelum dia cuti.[Baik, Bu.]Jawab Sita lalu mempersiapkan semua dokumen penting yang di minta ole
Sementara itu di sebuah kamar di rumah mewah Perumahan Permata Hijau, tampak Arga sedang gundah. Dia masih mengingat pertemuannya dengan Kania.Hati kecil Arga terus berbisik bahwa Kania, mantan istrinya itu tidak bersalah, Kania hanya berada di waktu dan tempat yang tak semestinya saat itu.'Benarkah seperti itu? Benarkah Kania tidak bersalah? Jika benar, lalu siapa yang telah merencanakan semua kejahatan ini?' Kata hati Arga terus bergejolak, merangkai tanya yang belum ada jawabnya.Wajah tampan Arga tampak begitu kacau setelah pertemuannya dengan Kania, hati kecilnya terus memberontak tetapi Arga tetap berusaha menyangkalnya.'Nggak ... nggak mungkin kalau semua itu hanya kebetulan saja, pasti Kania sudah merencanakan itu semua. Jangan-jangan Kania dan laki-laki itu sudah berhubungan dari sebelum peristiwa itu?' Arga terus saja berusaha menyangkal kata hatinya.Tok! Tok! Tok!Tiba-tiba terdengar suara pintu diketuk dari luar, dengan sedik
Sesampainya di kantor, Kania menyuruh Sita mengecek semua agenda pertemuan dengan klien maupun calon kliennya dalam beberapa waktu yang akan datang.Kania bermaksud meninggalkan semua keributan di Jakarta untuk menemui kedua orang tuanya di Bali.Setelah memastikan bahwa agendanya aman dan bisa dialih tugaskan kepada wakilnya, serta mengagenda ulang semua pertemuan yang tidak bisa ditinggalkannya dengan online meeting mulai minggu depan, Kania bergegas menyelesaikan semua pekerjaan yang menumpuk di meja.[Sita, semua dokumen yang memerlukan persetujuan dariku sudah kutanda tangani.Ambil semuanya nanti di meja. Kalau ada lagi dokumen penting yang memerlukan persetujuanku, segera bawa ke sini.]Kania memerintahkan agar Sita membawa semua dokumen yang perlu persetujuan darinya untuk segera dibawa ke ruangan kerjanya supaya bisa diselesaikan sebelum dia cuti.[Baik, Bu.]Jawab Sita lalu mempersiapkan semua dokumen penting yang di minta ole
Sambil memikirkan langkah-langkah yang akan dia ambil untuk menyelidiki Rasti nantinya, Risa bergegas menyelesaikan pekerjaannya menyiapkan makan siang lalu menelepon suaminya.Tut! Tut! Tut!Suara nada sambung dari ponsel Risa terdengar jelas di ruang makan yang hanya diisinya sendirian. Tidak lama terdengar suara sambungan teleponnya tersambung dengan suaminya.[Assalamualaikum, Mi. Ada apa? Kangen sama papi ya?"]Goda Indra Hartawan pada istri tercintanya Risa Hartawan itu.[Wa'alaikumsalam, Pi. Ish, papi nih, seneng bener ngusilin mami. Papi mau pulang jam berapa? Ini makan siang udah siap semua, dan kali ini juga ada tamu istimewa yang akan ikut kita makan siang, Pi.]Ucap Risa Hartawan sambil mengupas buah jeruk untuk dirinya sendiri.[Hahaha, tapi mami suka 'kan diusilin sama papi? Iya, sebentar lagi papi pulang, Mi. Papi masih harus nyelesaiin dokumen yang harus segera diperiksa dan ditandatangani hari ini juga soalnya. Ya uda