Sore itu Rasti mengundang Arga, Kania dan Andra menghadiri acara pengajian kirim doa untuk Sasti kembarannya yang sudah meninggal. Kania yang kebetulan hari itu pulang dari pabrik lebih awal memutuskan datang lebih dulu sepengetahuan Arga, suaminya yang kebetulan tidak bisa menghadiri undangan Rasti karena ada pertemuan dengan klien dari Amerika.
"Hai! Kania, kok elu datang sendiri, mana Arga?" tanya Rasti ketika mendapati Kania datang ke rumahnya seorang diri.
"Iya, Ras. Maaf ya, Arga nggak bisa datang. Dia ada meeting sama kliennya nanti habis makan malam, jadi gue sendirian deh ke sininya. Nggak apa-apa 'kan?" Kania balik bertanya kepada Rasti.
"Nggak apa-apa. Yuk, masuk, sebentar lagi acara dimulai," ajak Rasti menggandeng tangan Kania masuk ke dalam.
Baru saja mereka akan melangkahkan kaki melewati pintu depan, ketika terdengar suara bariton milik lelaki yang mereka kenal.
"Jadi, gue nggak disambut nih sama tuan rumah?" tegur pemilik suar
"Hei, kalian berdua kenapa? Kalian sakit? Kok wajah kalian merah begitu?" tanya Rasti pura-pura tidak tahu. "Aku ... engh ... ahh." Kania berusaha keras menahan rasa yang ada, tetapi suaranya malah lebih mirip dengan desahan. Tatapan keduanya tampak kosong seperti manusia tidak bernyawa, bahkan mereka tidak bereaksi terhadap apa pun selain suara Rasti saja, dan itu membuat Rasti menyeringai puas, 'ternyata hebat juga sihir Mbah Kromo, mampu menghipnotis ahli ibadah seperti Kania, nggak sia-sia aku bayar dia mahal," batin Rasti senang. Rasti yang sudah menunggu hal itu segera mengantarkan mereka berdua masuk ke dalam kamarnya setelah memastikan papa dan mamanya sudah berada di kamar mereka. Di dalam kamarnya, rupanya Rasti sudah siap memasang sebuah kamera cctv dan sebuah lilin aprodisiak yang akan semakin menaikkan libido mereka berdua. Ketika syahwat sudah di ubun-ubun, tidak ada lagi logika dan etika selain rasa ingin segera menuntaskannya dalam per
Akan tetapi, Kania sudah tidak bisa lagi ditenangkan, dia merasa sangat terhina dengan apa yang telah dilakukan Andra kepadanya. Harga dirinya bagaikan diinjak dan dibenamkan di tempat sampah paling menjijikkan sepanjang hidupnya. "Apa! Bisa-bisanya kau menyuruh aku diam dan tenang! Di mana perasaanmu, hah! Kau sudah seenaknya menodaiku dan sekarang kau suruh aku diam dan tenang! Brengsek kamu, Ndra!" maki Kania semakin keras. Ceklek! Suara pintu kamar yang terbuka, sontak mereka berdua memalingkan kepalanya masing-masing. Seperti dua orang pencuri pencuri yang tertangkap basah, mereka menundukkan kepalanya dalam-dalam sambil menyembunyikan ekspresi wajah masing-masing. 'Habis gue! Bakalan mati gue kalau sampai gue diseret keluar dan akhirnya dipukuli massa, walau pun gue nggak sepenuhnya bersalah,' rutuk Kania dalam hati. Sementara di sebelahnya, Andra melirik ke arah Kania, terlihat senyuman ... tidak ... bukan senyuman, lebih tepatnya sebua
"Ndra, gue minta tolong sama elu, ceritakan yang sebenarnya sama suami gue, Ndra tentang apa yang elu rasakan setelah elu minum sirup yang diberikan Rasti ke elu. Tolong gue, Ndra," pinta Kania mengiba. "Gue memang merasakan ada janggal dengan tubuh gue setelah minum sirup itu, tapi nggak seperti yang elu rasain, dan soal kejadian itu ... bukan gue yang ajak elu ke kamar Rasti, tapi elu yang ajak gue ke sana. Elu yang merayu gue, Kania," tegas Andra kepada Kania. Arga yang merasa frustasi dengan cerita mereka bertiga pun berpaling kepada Rasti untuk menanyakan apakah Rasti memiliki bukti akurat yang akan membuktikan siapa yang telah berkata tidak benar. Rasti tampak berpikir sejenak, dan akhirnya dia mengatakan bahwa di kamarnya ada sebuah kamera cctv yang pasti merekam semua kejadian tadi. Arga pun meminta Rasti untuk mengirim video rekaman cctv itu melalui pesan chat di aplikasi hijau kepadanya. Rasti menuruti permintaan Arga untuk mengirimkan
Masa SekarangTidak terasa, dua tahun sudah Arga dan Kania telah resmi berpisah. Selama itu pula, Arga telah berhasil melupakan Kania, menghilangkan bayangan Kania dari ingatannya terlebih setelah dirinya menikah dengan Rasti satu setengah tahun lalu. Akan tetapi, entah kenapa setelah peristiwa anaknya lahir dalam keadaan meninggal itu perasaan Arga terhadap istrinya itu tidak lagi menggebu-gebu seperti saat pertama bertemu setelah perceraiannya dengan Kania. Dia merasa ada sesuatu yang aneh dengan istrinya, tetapi Arga tidak tahu apa itu.Malah sebaliknya, kini ingatannya kepada Kania, mantan istrinya menjadi semakin nyata, semakin kuat dan hal itu membuat Arga sangat tertekan seperti saat ini."KANIAAAAAA!" Arga berteriak sekencang-kencangnya, untung ruangannya itu dilapisi peredam suara, kalau tidak ... entah berapa stafnya akan berdatangan menghampirinya ke ruang kerjanya sekarang.Arga merasa di
'Kania. Kenapa aku jadi teringat terus pada perempuan itu ya? Apa karena dosaku di masa lalu yang membuatku kembali ingat kepadanya?' resah dan gelisah rasa hati Andra memikirkan kejahatan yang selalu berusaha dilupakannya itu.Semakin Andra merasa bersalah kepada Kania, semakin ingatannya tertuju kepada sosok Kania. Sosok yang begitu ceria saat bertemu dengannya kemarin, seakan di antara mereka tidak pernah ada masalah apa pun.Keresahan hati Andra membuatnya merasa begitu lelah dan mengantuk, sehingga dia memutuskan untuk memejamkan matanya sejenak untuk mengistirahatkan pikirannya dari mengingat Kania.'Aahh ... lelah sekali rasanya dan mataku pun mengantuk. Mumpung masih ada waktu satu setengah jam, lebih baik aku tidur sejenak. Siapa tahu dengan cara itu, aku tidak lagi mengingat Kania,' gumam Andra sambil merebahkan badannya di ranjang dan mulai memejamkan matanya.Namun, belum sampai sepuluh m
Sementara itu di kawasan Ancol, di sebuah rumah paling mewah di kawasan tersebut, tampak seorang wanita berparas cantik rupawan tengah tersenyum sendiri sambil memandangi pantulan wajahnya di sebuah cermin besar di hadapannya. Perempuan itu adalah Kania, sejak bercerai dengan Arga dua tahun lalu, Kania memilih untuk pergi meninggalkan rumah suaminya di Pondok Indah dan memilih membeli rumah sendiri di sebuah kawasan elit di Ancol. Usai mengakhiri panggilan videonya, Kania tertawa terbahak-bahak, dia merasa sangat bahagia karena ternyata ajian pengasihan Jaran Goyang yang dia dapat dari Nyai Lakeswari, salah satu sesepuh adat salah satu suku di Blambyangan, ahli teluh luar biasa hebat dan sakti, berhasil memikat Andra bahkan belum sampai satu hari dari waktu mereka bertemu. Tidak percuma dulu dia mengeluarkan banyak uang untuk menemui perempuan sakti itu hingga ke pelosok hutan di ujung timur Pulau Jawa. 'Well Andra
Sementara itu tanpa Kania sadari boneka jerami berbalut kafan yang sudah lama tidak disentuhnya itu tiba-tiba bergerak sendiri tanpa disentuh oleh siapa pun, mata boneka yang semula tidak berwarna pun berubah menjadi semerah darah, lilin yang sebelumnya mati pun mendadak menyala sendiri, dan tiba-tiba kepala boneka itu ... menoleh ke arah pintu kamar, memandang Kania yang sedang berjalan menuju ke kantor dengan tatapan penuh misteri.Boneka jerami berbalut kafan itu masih terus memandangi Kania hingga hilang dari pandangan. Dengan tatapan kemarahan, dia bermaksud mencelakai Kania karena telah mengacuhkan dirinya sekian lama. Namun, boneka jerami itu dikagetkan dengan kemunculan suara Mahesa secara tiba-tiba di belakangnya."Kirana! Aku tahu kamu ingin berbuat jahat kepada Kania! Kuperingatkan kau, jangan pernah kau berani berbuat jahat kepadanya kalau kamu ingin selamat!" Ancam Raden Mahesa kepada Kirana tegas."Ka
Sementara itu di kediaman Arga di Pondok Indah, Arga dan Rasti sedang beradu mulut karena Rasti merasa jengkel dengan sikap Arga yang dirasanya mulai berubah sejak kematian anak mereka. Rasti merasa Arga tidak lagi perhatian kepadanya dan terus menerus melamun tanpa mempedulikan sekitarnya. Sedangkan Arga merasa jengah dengan sikap Rasti yang sekarang terlalu menuntut darinya, Arga merasa lelah dengan sikap Rasti yang dirasakannya semakin lama semakin egois, mau menang sendiri. "Mas, kenapa ya sejak kematian anak kita, aku merasa sikap Mas Arga kepadaku nggak seperti dulu lagi! Mas Arga sekarang berubah, Mas Arga yang sekarang beda dengan Mas Arga yang dulu aku kenal!" keluh Rasti dengan nada ketus melihat sikap suaminya yang dirasanya mulai berubah. "Beda gimana sih? Aku biasa aja, nggak ada yang beda. Kamu kali yang berubah, kamu sudah nggak semanis dulu lagi sama aku. Rasti yang sekarang terlalu banyak menuntut,