Hallo, bagaimana bab ini? Jangan lupa komentar, ya. Novel ini akan tamat di Bab 140. Akan ada Season 2 di Novel lain, berbeda dengan ini. Ditunggu, ya. 😉 Novel Season 2 penuh dengan penyesalan Langit, loh. Tinggalkan komentar, kalian ingin liat Langit menderita seperti apa? 🤭
“Nyonya kita–”“Ke kantor Langit. Aku harus memberitahu kebusukan Renata padanya. Wanita itu benar-benar iblis, bagaimana bisa selama beberapa tahun memasang wajah malaikat,” desis Aleta membuat alis sang sopir mengerut. Dia tahu jika Renata adalah wanita kesayangan sang tuan, bahkan Nyonya Danas yang dinikahi tapi melihat kekesalan Aleta mungkin sesuatu terjadi. Walaupun dia penasaran tapi tidak berani menanyakan apa yang sebenarnya tadi, dia hanya seorang sopir.Sesuai perintah, dia keluar dari basement mall, dia bahkan mendengar teriakan kekasih sang tuan berteriak, dari kaca spion dia pun melihat wanita itu begitu kesal. Aleta benar-benar ingin ke perusahaan Langit untuk melaporkan apa yang baru saja dilihat dan didengarnya. Berbeda dengan Renata, dengan penuh kekesalan. David yang sejak tadi menunggunya, melihat Renata dengan wajah seperti itu mengerutkan kening. Pintu mobil, dibanting dengan keras saat Renata baru saja masuk ke dalam mobil. “David, brengsek kau! Semuanya gara-
“Aku tidak mau mati,” teriak Renata, saat David memperlaju mobilnya.Kecepatan yang sekarang ini, pasti akan mempertaruhkan hidup mereka. “David! Aku tidak mau mati!”Terlambat! Suara tabrakan terdengar begitu kuat, bahkan Renata yang berada di dalam mobil memekik karena dia juga takut jika hal buruk akan menimpanya. Mata terpejam, ia tidak menyaksikan bagaimana David menabrak mobil Aleta dengan kecepatan tinggi.Tubuh Renata terguncang ke depan, untuk saja dia memakai seatbelt dan berpegangan dengan sangat kuat, jika tidak, mungkin tubuhnya akan terjungkal ke depan dengan kuat. David yang menekan pedal rem dengan kuat membuat suara decitan dari ban mobil bergesekan di aspal, bahkan membuat tanda di jalanan.Berbeda dengan David, dia bisa melihat jelas bagaimana mobil yang ditabraknya dengan kuat itu terjun bebas dari palang jembatan, bahkan dia bisa mendengar suara gedebuk dan percikan api. Begitu juga dengan Renata, dia melihat mobil Aleta. Tidak ada yang harus ditakuti saat ini,
Mobil yang mendadak berhenti, membuatnya mendapatkan umpatan dari beberapa pengendara. Namun, Langit tidak memperdulikan itu, dia harus segera sampai ke rumah sakit. Ada yang lebih penting dari apapun yang tengah terjadi.“Kami dari Kepolisian ingin menyampaikan jika Ibu Aleta mengalami kecelakaan, saat ini beliau di bawa ke RS Aditama.”Saat tiba, langkah kaki Langit perlahan-lahan terhenti, saat melihat seorang wanita tengah berdiri di depan ruang operasi, menangis. Dia mengenal wanita yang tengah menangis itu, Danas. Wanita itu lebih dulu tiba karena jarak rumah sakit tidak memakan waktu lama.Walaupun Aleta sering berperilaku kasar, mengingat apa yang dikatakan wanita itu membuatnya telah memaafkan.“Mama sudah tahu kebenarannya. Danas, Mama minta maaf, terlalu bodoh percaya pada wanita itu.”Itu kalimat yang menghilangkan seluruh amarah pada mertuanya.Danas melihat Langit yang baru saja datang. Dia bisa melihat bagaimana hancur pria itu, itu sama seperti lima tahun lalu. Kini di
Danas sejak tadi mondar-mandir di depan kamar Langit, raut wajahnya tampak begitu gelisah. Sejak kemarin, Langit belum juga keluar dari dalam kamar bahkan tidak menyentuh sedikit makanan.“Tolong ambilkan kunci cadangan,” pinta Danas pada salah satu maid, dia sangat khawatir pada Langit.Tidak membutuhkan waktu lama bagi Danas untuk masuk dengan bantuan kunci cadangan.Saat masuk ke dalam kamar, dia melihat Langit yang tengah terbaring di tempat tidur. Pria itu masih memakai pakaian yang sama saat pemakaman kemarin. Danas berinisiatif untuk melepaskan kemeja yang dipakai Langit.Namun, saat menyentuh tubuh suaminya, Danas merasakan tubuh langit panas. Ia bergegas ke dapur untuk mengambil air. Walaupun beberapa kali Langit menghempaskan tangannya tapi Danas tidak menyerah untuk merawat pria itu. Dia tahu, jika apa yang tengah dilakukan tidak akan membuat Langit luluh. Sudah tiga hari Langit beristirahat full, dirawat oleh Danas dengan begitu telaten. Bagaimana dengan Renata? Wanita it
Ponsel Marvin terus saja berdering menampilkan satu nama panggilan di layarnya tapi dimatikan saat itu juga.Sedangkan di rumah Danas sibuk menghubungi Marvin untuk menanyakan kondisi Langit yang pergi di saat kondisinya masih belum pulih.“Nyonya, Anda tenang saja. Tuan baik-baik saja, kami akan pulang setelah urusan di rumah sakit selesai.”“Pastikan dia makan, Marvin. Dia masih sakit, kau sudah meminta obat pada dokter ‘kan?” seru Danas.Marvin bisa mendengar suara kegelisahan di seberang telpon. Wanita yang menikah dengan tuannya benar-benar mengkhawatirkan sang tuan. Dia tidak tahu, apa yang dipikirkan Langit menyia-nyiakan wanita sebaik Danas.“Sudah, Nyonya. Anda tidak perlu khawatir,” ucap Marvin mencoba menenangkan Danas. Setelah itu panggilan pun terputus. “Siapa Marvin?”“Nyonya menanyakan keadaan Anda, dia menyuruhku mengingatkan Anda untuk makan dan minum obat.”Walaupun wajah Langit masih datar, tapi sudut bibirnya naik. “Ayo kita kembali,” seru Langit kemudian melangk
Rencana Renata yang sejak awal datang untuk tidur dengan Langit, mengurungkan niatnya. Apalagi mendengar perkataan Danas jika Langit tengah menyelidiki mengenai kecelakaan sang mama. Tidak mungkin dia tidak ketakutan, mengingat hidup Danas menderita karena perbuatan Langit, membuatnya menggigit jari.“Sebaiknya kau pulang, pergi ke gereja dan memohon agar Tuhan menutupi kebusukanmu, Ren,” ejek Danas.Tangan Renata mengepal menatap tajam ke arah Danas penuh kebencian. Dia tidak tahu keberanian dari mana di dapatkan oleh Danas. “Danas kau–”“Kenapa kau masih di sini? Apa kau tidak akan pergi berdoa pada Tuhan? Sepertinya kau benar-benar tidak takut jika Langit mengetahui semua kebusukanmu, ya? Jika dia tahu wanita yang dia pikir lemah lembut, yang mencintainya kau pikir apa yang akan terjadi?”“Jangan harap kau bisa merebut Langit dariku.”Danas seketika tertawa. “Bukankah kau sudah kalah dariku? Bahkan tanpa aku rebutpun, pria itu sendiri yang memilihku. Sepertinya, sangat bagus saat k
Setelah semalaman Renata tidak menghubungi David, bahkan tidak ada panggilan ulang dari pria itu. Renata memutuskan untuk datang ke apartemen David, bahkan mengabaikan panggilan Langit.Saat membuka pintu, Renata mendengar apa yang tengah terjadi di dalam. Suara khas orang yang tengah bercinta. Bianca berdiri menatap David dengan tatapan marah. "Bagaimana kau bisa begitu santai? Langit sedang menyelidiki kematian mamanya, dan kau malah duduk di sini seperti tidak terjadi apa-apa!"Renata memasuki apartemen dengan cepat dan berjalan menuju ruang tamu. Dia tidak membutuhkan kata-kata untuk menjelaskan alasan kedatangannya. Di sana, di sofa, dia menemukan wanita yang tidak asing baginya. Mata Renata membulat ketika melihat wanita itu."Renata, apa yang kamu lakukan di sini?" tanyanya, suaranya sedikit cadel.“Kau tidak menelponku lagi dan semalam bersama dengan wanita j*alang ini?” tanya Renata dengan tatapan kesal.Wanita itu, yang tampaknya bingung dan terkejut, mencoba untuk mengambi
Marvin melangkah dengan terburu-buru masuk ke ruang Langit. Tiga kali mengetuk kemudian membuka pintu.“Ada apa?”“Saya sudah berhasil mendapatkan rekaman CCTV di mana Nyonya Aleta pergi hari itu, Tuna,” ucap Marvin. Ada sedikit nada berat dari suaranya yang serak saat mengatakan itu. “Apa yang kau tunggu, cepat putar.”Langit duduk dengan mata lelah memandang layar televisi yang menampilkan rekaman CCTV. Bola matanya membulat sempurna saat melihat apa yang ada di layar. "Tidak, tidak bisa benar," bisik Langit dengan mata yang penuh dengan air mata.Langit mematikan pemutar DVD dengan gemetar. Dia merasa seperti dunia ini runtuh di atasnya. Ibunya, orang yang ia cintai dan rindukan selama bertahun-tahun, telah dibunuh oleh seseorang yang dikenal. Luka di hatinya semakin dalam saat ia menyadari bahwa ia tidak tahu apa-apa tentang siapa yang melakukannya.Langit segera meraih jas miliknya. Dia ingin meminta penjelasan pada Danas. Tidak, bukan penjelasan, dia ingin tahu alasan dari sang
"Kau pasti bercanda dia bertemu dengan Langit," desis Jagad, berusaha meyakinkan dirinya sendiri bahwa cerita tersebut hanya sebuah kesalahpahaman belaka.Jagad merasakan detak jantungnya cepat saat mendengar cerita Davina. Matanya terbelalak, dan kepalanya seakan dipenuhi oleh bisingan yang mengaburkan pikirannya. Zanetra, cahaya dalam hidupnya, saat ini Jagad mungkin tengah terancam oleh sosok Langit. Wajahnya pucat dan dadanya sesak saat memikirkan kemungkinan terburuk yang bisa saja terjadi.“Aku tidak bohong Kak. Untung apa aku berbohong soal ini, huh?”“Ini yang aku takutkan jika aku tidak bersamanya,” keluh Jagad, wajahnya terlihat khawatir.“Kakak cepatlah ke Indonesia, kalian harus segera menikah. Kau harus segera menikah agar pria itu tidak memiliki kesempatan untuk mendekati Danas.”“Jangan pernah menyebutnya dengan nama itu lagi, Davina. Namanya bukan Danas, dia Zanetra, apa kau lupa?”
Mata Zanetra terbelalak saat seorang pria yang tidak dikenalinya memeluknya dengan hangat. Tidak pernah ada perasaan hangat seperti yang saat ini dirasakan. Dia merasa ada getaran aneh di antara mereka, sesuatu yang sulit dijelaskan.“Danas, aku merindukanmu.” Langit semakin mempererat pelukannya seakan tidak ingin melepaskan pelukannya.Langit ingin waktu berhenti sesaat, dia tidak ingin melepaskan pelukannya. Kerinduannya hampir tidak bisa dibendung, saat melihat wanita yang mirip istri, langkah kakinya tidak bisa dihentikan, akal sehatnya tidak terpakai hanya ada satu yang terpikirkan saat itu juga. Memeluk.Marvin terkejut dengan tindakan Langit, dia juga terpaku melihat sang nyonya, bukan wanita yang mirip tapi benar-benar sang nyonya-Nyonya Danas.Bagi Zanetra, ini adalah paling gila karena ada yang menganggapnya sebagai Danas bahkan sampai memeluk. Kenyamanan itu membuatnya hampir lupa diri jika pria yang memeluknya adalah pria asing.
"Kamu sudah siap, Zane?" tanya Davina sambil tersenyum hangat.Zanetra tersenyum, meskipun ada keraguan di matanya, dia hanya menganggukan kepala."Tentu saja Nona Davina. Ayo kita mulai petualangan kita!" Lisa terlalu bersemangat melebihi dua orang lainnya, seakan tidak merasakan kelelahan.Mereka berjalan melalui jalan-jalan kecil di sekitar perumahan, mencicipi makanan lezat yang dijajakan oleh pedagang kaki lima. Davina membimbing mereka dari satu tempat ke tempat lain, menjelaskan dengan penuh semangat tentang makanan-makanan khas Jakarta."Jakarta itu keren banget!" ujar Lisa. "Aku suka suasananya yang ramai dan penuh energi.""Iya. Jakarta memang kota yang tak ada habisnya untuk dijelajahi." Timpal Davina.Mereka berhenti di sebuah gerobak jajanan kaki lima. Davina memesan nasi goreng, Zanetra memesan bakso, dan Lisa memesan martabak. Mereka duduk di pinggir jalan sambil menikmati makanan mereka."Aku suka nasi gorengnya," kata
“Wanita kemarin mirip Danas,” gumamnya. “Tapi tidak mungkin itu Danas. Huh!”Langit duduk di ujung meja panjang yang terbuat dari kayu, ruangan rapat yang terasa semakin sempit dengan setiap helaan napasnya. Wajah-wajah yang mengelilinginya tampak cemas, semua orang tahu betapa pentingnya rapat ini bagi perusahaan mereka. Dan di tengah-tengah kesibukan itu, Langit merasa sepertinya ada yang tidak beres.Dia merenung dalam-dalam, pikirannya terusik oleh seorang wanita yang baru saja ia lihat di bandara beberapa hari yang lalu. Wanita itu sangat mirip dengan istrinya. Meskipun dia tahu bahwa itu hanya kebetulan, namun hatinya terasa begitu berat.“Pak!” Maarvin berbisik, dia bahkan lupa jika dirinya saat ini tengah berada di ruang rapat. Terlihatsemua orang di dalam ruangan menegang, takut membuat kesalahan dan menjadi pelampiasan kemarahan Langit."Lanjutkan saja," kata Langit, berusaha menenangkan diri. "Saya hanya sedi
Langit menghela nafas panjang saat menarik pegangan pintu rumahnya. Harinya telah berlari begitu cepat, meninggalkan jejak kelelahan yang merambat di setiap serat ototnya. Seiring langkahnya merangkak masuk ke dalam ruangan yang tenang, seberkas senyum kecil menghampirinya dengan langkah-langkah gemulai."Papa!" seru Cahaya dengan riang.Langit tersenyum dan memeluk Cahaya dengan erat. Rasa lelahnya seketika hilang ketika melihat senyum putri kecilnya."Cahaya!" serunya, merasakan hatinya menghangat hanya dengan melihat putri kecilnya itu. "Apa yang sedang kamu lakukan di sini sendirian?"Cahaya, dengan balutan gaun merah muda yang menggemaskan, merengkuh lehernya dengan gembira. Langit merasakan segala kekhawatiran dan kecemasan yang menjeratnya sepanjang hari itu, mulai mencair seketika. Dia menggendong Cahaya dan berjalan menuju ruang keluarga, tempat kemudian ia duduk di sofa dan menaruh Cahaya di pangkuannya."Daddy pulang, ya?" tanya Cahaya, mata cokelatnya yang lucu menatap taj
Suara dentingan pisau terdengar beradu, aroma rempah-rempah dan daging yang dipanggang menyebarkan keharuman yang menggugah selera. Zanetra, dengan wajah penuh konsentrasi, berdiri di depan kompor sambil mengaduk adonan yang sedang dimasak.Saat sedang asik memasak, Zanetra merasa sentuhan lembut di pinggangnya. Langkah Jagad yang pelan membuatnya mendekati Zanetra tanpa terdengar. Dengan lembut, dia melingkarkan tangannya di pinggang Zanetra, membuatnya melompat kaget.Tubuhnya mendadak bergetar, dan ia hampir saja berteriak histeris. Tapi, saat ia melihat wajah lelaki yang memeluknya dengan erat, rasa terkejutnya berubah menjadi senyuman hangat.“Kak Jagad, kau membuatku kaget!” serunya, sambil melepas spatula yang dipegang.Jagad mengendus apa yang sedang dimasak, dagunya diletakan di atas bahu wanita itu, sambil mempererat pelukan, Jagad tidak lupa mengambil kesempatan mencium lembut leher Zanetra."Kau kembali lebih awal!" seru Zanetra. "Aku pikir kau akan pulang terlambat malam
Mobil berhenti tepat di studio Zanetra, senyuman pria yang mengantarnya terlihat tulus. “Masuklah,” ucap Jagad. Saat Zanetra melangkahkan kaki masuk, “Zane …” Panggilan itu mampu membuat Zanetra menghentikan langkahnya. “Tidak. Masuklah. Hari ini aku pulang telat, kalian tidak perlu menungguku malam malam.”Zanetra menganggukan kepala, ia segera masuk ke ruang pribadi miliknya.“Menikah, ya,” gumamnya sambil merebahkan tubuhnya di sofa. Ada perasaan yang tidak bisa dia katakan pada orang lain. Dia mengangkat tangan ke atas, melihat cincin yang tersemat di jarinya.Kenapa dia begitu gelisah? Bukankah Jagad selalu ada untuknya? Bahkan studio fashionnya dibuat oleh Jagad sebagai hadiah telah berjuang sembuh. Apa hanya karena dia berada di titik karir sampai dia belum ingin menikah? Kata
Danas duduk di sebuah studio desain di Zurich, Swiss, fokus pada potongan kain sutra yang terbentang di depannya. Rasa gembira meluap dalam dirinya karena karyanya yang indah. Dalam tiga tahun terakhir, dia telah berhasil membangun nama Zanetra sebagai desainer terkenal. Meskipun dia tidak ingat lagi namanya yang sebenarnya, dia menikmati hidupnya sebagai Zanetra.Studio miliknya dipenuhi dengan karya seni yang indah, dari gaun pengantin mewah hingga pakaian haute couture yang memukau. Ia dikelilingi oleh sekelompok asisten dan penjahit yang setia, yang membantu mewujudkan kreasi-kreasinya yang brilian.Kehidupan Zanetra bukan hanya tentang karirnya yang gemilang. Cinta pun telah memasuki hatinya dengan indah. Jagad, pria yang dulu dia tidak ingat selain dari nama yang diucapkannya, telah menjadi bagian integral dari hidupnya. Mereka telah menjalin hubungan yang erat selama dua tahun terakhir, dan akhirnya, Jagad telah melamar Zanetra. Mereka akan segera menjadi suami
S2-8 PertemuanLangit duduk di ruang kerjanya yang terletak di ujung mansion yang masih dalam proses renovasi. Dia memeriksa beberapa rencana terbaru untuk proyek renovasi yang telah memakan banyak waktunya dalam beberapa bulan terakhir. Mansion tua itu begitu besar dan penuh potensi, dan Langit merasa bahwa ini adalah cara terbaik untuk menghormati kenangan istrinya, Danas.“Bagaimana renovasi taman?” tanya Langit pada Marvin. “Jangan sampai bunga-bunga yang dirawatnya rusak.”“Semuanya dikerjakan sesuai dengan keinginan Anda, Tuan. Ah, karya-karya Nyonya sudah saya beli dari beberapa orang.”“Kau tidak melewatkan sketsa pakaian ‘kan?”“Tidak.”“Dia sangat ingin jadi desainer.”“Seluruh karya Nyonya ada di ruangan itu