“Mommy Aleta–” Suara Renata tercekat melihat Aleta berada di ruang privat dipesannya bersama David. Lebih gila lagi, percakapan mereka tengah didengarkan oleh Aleta.Renata kembali karena dia harus mengambil kunci mobil yang ketinggalan tapi harus menerima kenyataan melihat Aleta di ruangan itu lebih gila lagi telah mengetahui jika dia pembunuh Amaira.Mata Aleta memerah, menatap tajam ke arah Renata yang tengah berada di ambang pintu. Tatapan penuh kebencian sangat jelas tergambar dari raut wajah wanita paruh baya di hadapannya itu. “A-apa yang–”Renata tidak bisa melanjutkan pertanyaannya sebab dia mendengar rekamannya sendiri, itu suaranya saat mengobrol dengan David tadi. Dia benar-benar tidak menyangka jika Aleta mengikutinya. Rasa ketakutan menjalar di sekujur tubuh Renata saat itu juga. Wajahnya pucat, keringat dingin mulai muncul. Aleta melangkah mendekat ke arah Renata dengan tatapan penuh kebencian.“M-mo–Arrrggh!” Suara pekikan Renata saat itu terdengar. Aleta menarik ramb
“Nyonya kita–”“Ke kantor Langit. Aku harus memberitahu kebusukan Renata padanya. Wanita itu benar-benar iblis, bagaimana bisa selama beberapa tahun memasang wajah malaikat,” desis Aleta membuat alis sang sopir mengerut. Dia tahu jika Renata adalah wanita kesayangan sang tuan, bahkan Nyonya Danas yang dinikahi tapi melihat kekesalan Aleta mungkin sesuatu terjadi. Walaupun dia penasaran tapi tidak berani menanyakan apa yang sebenarnya tadi, dia hanya seorang sopir.Sesuai perintah, dia keluar dari basement mall, dia bahkan mendengar teriakan kekasih sang tuan berteriak, dari kaca spion dia pun melihat wanita itu begitu kesal. Aleta benar-benar ingin ke perusahaan Langit untuk melaporkan apa yang baru saja dilihat dan didengarnya. Berbeda dengan Renata, dengan penuh kekesalan. David yang sejak tadi menunggunya, melihat Renata dengan wajah seperti itu mengerutkan kening. Pintu mobil, dibanting dengan keras saat Renata baru saja masuk ke dalam mobil. “David, brengsek kau! Semuanya gara-
“Aku tidak mau mati,” teriak Renata, saat David memperlaju mobilnya.Kecepatan yang sekarang ini, pasti akan mempertaruhkan hidup mereka. “David! Aku tidak mau mati!”Terlambat! Suara tabrakan terdengar begitu kuat, bahkan Renata yang berada di dalam mobil memekik karena dia juga takut jika hal buruk akan menimpanya. Mata terpejam, ia tidak menyaksikan bagaimana David menabrak mobil Aleta dengan kecepatan tinggi.Tubuh Renata terguncang ke depan, untuk saja dia memakai seatbelt dan berpegangan dengan sangat kuat, jika tidak, mungkin tubuhnya akan terjungkal ke depan dengan kuat. David yang menekan pedal rem dengan kuat membuat suara decitan dari ban mobil bergesekan di aspal, bahkan membuat tanda di jalanan.Berbeda dengan David, dia bisa melihat jelas bagaimana mobil yang ditabraknya dengan kuat itu terjun bebas dari palang jembatan, bahkan dia bisa mendengar suara gedebuk dan percikan api. Begitu juga dengan Renata, dia melihat mobil Aleta. Tidak ada yang harus ditakuti saat ini,
Mobil yang mendadak berhenti, membuatnya mendapatkan umpatan dari beberapa pengendara. Namun, Langit tidak memperdulikan itu, dia harus segera sampai ke rumah sakit. Ada yang lebih penting dari apapun yang tengah terjadi.“Kami dari Kepolisian ingin menyampaikan jika Ibu Aleta mengalami kecelakaan, saat ini beliau di bawa ke RS Aditama.”Saat tiba, langkah kaki Langit perlahan-lahan terhenti, saat melihat seorang wanita tengah berdiri di depan ruang operasi, menangis. Dia mengenal wanita yang tengah menangis itu, Danas. Wanita itu lebih dulu tiba karena jarak rumah sakit tidak memakan waktu lama.Walaupun Aleta sering berperilaku kasar, mengingat apa yang dikatakan wanita itu membuatnya telah memaafkan.“Mama sudah tahu kebenarannya. Danas, Mama minta maaf, terlalu bodoh percaya pada wanita itu.”Itu kalimat yang menghilangkan seluruh amarah pada mertuanya.Danas melihat Langit yang baru saja datang. Dia bisa melihat bagaimana hancur pria itu, itu sama seperti lima tahun lalu. Kini di
Danas sejak tadi mondar-mandir di depan kamar Langit, raut wajahnya tampak begitu gelisah. Sejak kemarin, Langit belum juga keluar dari dalam kamar bahkan tidak menyentuh sedikit makanan.“Tolong ambilkan kunci cadangan,” pinta Danas pada salah satu maid, dia sangat khawatir pada Langit.Tidak membutuhkan waktu lama bagi Danas untuk masuk dengan bantuan kunci cadangan.Saat masuk ke dalam kamar, dia melihat Langit yang tengah terbaring di tempat tidur. Pria itu masih memakai pakaian yang sama saat pemakaman kemarin. Danas berinisiatif untuk melepaskan kemeja yang dipakai Langit.Namun, saat menyentuh tubuh suaminya, Danas merasakan tubuh langit panas. Ia bergegas ke dapur untuk mengambil air. Walaupun beberapa kali Langit menghempaskan tangannya tapi Danas tidak menyerah untuk merawat pria itu. Dia tahu, jika apa yang tengah dilakukan tidak akan membuat Langit luluh. Sudah tiga hari Langit beristirahat full, dirawat oleh Danas dengan begitu telaten. Bagaimana dengan Renata? Wanita it
Ponsel Marvin terus saja berdering menampilkan satu nama panggilan di layarnya tapi dimatikan saat itu juga.Sedangkan di rumah Danas sibuk menghubungi Marvin untuk menanyakan kondisi Langit yang pergi di saat kondisinya masih belum pulih.“Nyonya, Anda tenang saja. Tuan baik-baik saja, kami akan pulang setelah urusan di rumah sakit selesai.”“Pastikan dia makan, Marvin. Dia masih sakit, kau sudah meminta obat pada dokter ‘kan?” seru Danas.Marvin bisa mendengar suara kegelisahan di seberang telpon. Wanita yang menikah dengan tuannya benar-benar mengkhawatirkan sang tuan. Dia tidak tahu, apa yang dipikirkan Langit menyia-nyiakan wanita sebaik Danas.“Sudah, Nyonya. Anda tidak perlu khawatir,” ucap Marvin mencoba menenangkan Danas. Setelah itu panggilan pun terputus. “Siapa Marvin?”“Nyonya menanyakan keadaan Anda, dia menyuruhku mengingatkan Anda untuk makan dan minum obat.”Walaupun wajah Langit masih datar, tapi sudut bibirnya naik. “Ayo kita kembali,” seru Langit kemudian melangk
Rencana Renata yang sejak awal datang untuk tidur dengan Langit, mengurungkan niatnya. Apalagi mendengar perkataan Danas jika Langit tengah menyelidiki mengenai kecelakaan sang mama. Tidak mungkin dia tidak ketakutan, mengingat hidup Danas menderita karena perbuatan Langit, membuatnya menggigit jari.“Sebaiknya kau pulang, pergi ke gereja dan memohon agar Tuhan menutupi kebusukanmu, Ren,” ejek Danas.Tangan Renata mengepal menatap tajam ke arah Danas penuh kebencian. Dia tidak tahu keberanian dari mana di dapatkan oleh Danas. “Danas kau–”“Kenapa kau masih di sini? Apa kau tidak akan pergi berdoa pada Tuhan? Sepertinya kau benar-benar tidak takut jika Langit mengetahui semua kebusukanmu, ya? Jika dia tahu wanita yang dia pikir lemah lembut, yang mencintainya kau pikir apa yang akan terjadi?”“Jangan harap kau bisa merebut Langit dariku.”Danas seketika tertawa. “Bukankah kau sudah kalah dariku? Bahkan tanpa aku rebutpun, pria itu sendiri yang memilihku. Sepertinya, sangat bagus saat k
Setelah semalaman Renata tidak menghubungi David, bahkan tidak ada panggilan ulang dari pria itu. Renata memutuskan untuk datang ke apartemen David, bahkan mengabaikan panggilan Langit.Saat membuka pintu, Renata mendengar apa yang tengah terjadi di dalam. Suara khas orang yang tengah bercinta. Bianca berdiri menatap David dengan tatapan marah. "Bagaimana kau bisa begitu santai? Langit sedang menyelidiki kematian mamanya, dan kau malah duduk di sini seperti tidak terjadi apa-apa!"Renata memasuki apartemen dengan cepat dan berjalan menuju ruang tamu. Dia tidak membutuhkan kata-kata untuk menjelaskan alasan kedatangannya. Di sana, di sofa, dia menemukan wanita yang tidak asing baginya. Mata Renata membulat ketika melihat wanita itu."Renata, apa yang kamu lakukan di sini?" tanyanya, suaranya sedikit cadel.“Kau tidak menelponku lagi dan semalam bersama dengan wanita j*alang ini?” tanya Renata dengan tatapan kesal.Wanita itu, yang tampaknya bingung dan terkejut, mencoba untuk mengambi