Jagad melihat Danas pergi sambil membanting pintu kamar. Terlihat jelas jika Danas benar-benar kesal.Raut wajah Jagad berubah sedetik kemudian, melihat ke arah Langit. “Kau benar-benar keterlaluan, Langit.”“Keterlaluan? Apa kau membela wanita itu?”“Dia istrimu, bukan wanita itu,” bantah Jagad sambil melangkah keluar.“Apa kau menyukai istriku?” tanya Langit membuat langkah jagad terhenti, terdengar suara kekehan pelan berasal dari Jagad, ia tersenyum kemudian keluar kamar tanpa menjawab pertanyaan Langit.Senyuman Jagad yang seperti itu membuat perasaan Langit tidak karuan. Pikirannya mendadak ingat dengan apa yang dikatakan sang mama beberapa waktu lalu.Jagad yang keluar mencari keberadaan Danas. Tempat yang dituju adalah taman, dia tahu jika Danas akan berada di sana.“Apa itu tadi?” Sebuah suara mengejutkan Danas.“Kak Jagad.”“Tidak seperti biasanya.”Danas menghela napas kasar. “Dia mengejekku,” gerutu Danas sambil menggembungkan pipi membuat Jagad tidak bisa tidak mengusap p
Danas dan Davina berlari keluar rumah dengan perasaan gugup.“Huh, lama-lama aku mati muda jika melihat wajah Kak Langit seperti itu,” gerutu Davina masuk ke dalam mobil. Danas segera menyandarkan tubuhnya di kursi mobil dengan kasar. “Pakai seatbelt-mu,” seru Davina menghidupkan mobil. “Untung saja dia mengizinkan kau keluar,” seru Davina kemudian menjalankan mobil. Saat berhadapan dengan Langit, tubuhnya sedikit gemetar mengingat perkataan Danas jika suasana hati Langit sedang buruk karena Renata yang jatuh pingsan. “Aku gugup minta izin tadi,” gerutu Davina.“Tidak ditanya kita akan pergi ke mana?”Davina menggelengkan kepala. “Tenang saja, jika aku yang ajak Kak Langit tidak akan menanyakan itu, paling dia tahu jika kita akan pergi ke taman jajan cilok dan main-main doang.”Laju mobil dipercepat, Davina mulai fokus pada kemudinya. “Kak Jagad sudah menunggu kita dengan temannya.”“Teman?” Danas melirik ke arah Davina.“Em. Teman detektifnya, Kakak punya teman yang bekerja sebagai
Renata begitu gemetar melihat foto yang dikirimkan David padanya. Foto memperlihatkan Danas dan Davina tengah bersama dua orang pria. Pesan pertama David membuat Renata ketakutan, disusul dengan sebuah pesan yang membuat tubuhnya semakin bergetar. Dia seketika tahu jika David saat ini berada di Indonesia, pria itu pasti telah mengetahui jika dia telah mengambil rekaman video.“Kau pikir mengambil video itu akan mengubah fakta jika kau pelakunya?”“Tsk, kau sekarang mungkin lagi bersenang-senang dengan pria yang telah kau bunuh adiknya tapi kau pikir akan bertahan lama, Renata? Tidak. Mantan sahabatmu sedang membahas bagaimana kematian Amaira terungkap, kau tau itu ‘kan?”Langit yang saat ini bersama dengan Renata melihat ekspresi yang begitu pucat itu bertanya. “Are you okay, babe?” Langit bertanya tapi tidak ada jawaban dari wanita yang ditanyai. “Babe?” Langit kembali memanggil Renata hingga sang kekasih itu sadar tengah dipanggil.“Iya, kenapa?” tanya Renata dengan suara bergetar
Perdebatan antara Aleta dan sahabatnya membuat Danas sedikit ketakutan. Pertanyaan Davina saat pulang pada ibu mertuanya benar-benar berani. Namun, dia pun senang karena memiliki Davina yang membelanya.Danas baru saja akan berbaring di tempat tidurnya, mencoba untuk beristirahat setelah perdebatan ibu mertuanya dan Davina yang melelahkan. Dia baru saja akan tertidur ketika dia mendengar pintu kamarnya terbuka. Padahal baru saja berbaring di ranjang, siap untuk beristirahat dari segala drama yang terjadi. Namun, ketenangannya terusik oleh kedatangan mendadak Renata yang langsung menyerbu masuk ke kamarnya.“Danas?" Suara Renata terdengar saat wanita itu masuk dengan terburu-buru. Danas membuka matanya dan melihat Renata berdiri di ambang pintu. Renata yang baru saja sampai dan langsung menuju kamar Danas itu, sedang berada di perasaan kalut. DIa baru saja berdebat dengan David, ditambah dengan ancaman David padanya. Rekaman yang dicurinya, hanyalah salah satu dari rekaman salin
Renata sedang berada di mall untuk memeriksa butik miliknya. Dia sedang sibuk menghitung stok barang dan memastikan semuanya rapi saat ponselnya berdering. Dia melihat layar dan melihat bahwa itu adalah David. Saat ini tengah sibuk membuatnya mengabaikan panggilan dari David tapi ponselnya terus saja berdering. Mau tidak mau dia harus mengangkat panggilan itu agar David tidak terus menghubunginya. “Apa kau mengabaikan panggilanku Ren?” Sebuah suara menggema di seberang telpon, terdengar kesal saat panggilan diangkat Renata.Helaan napas kasar dan pendek terdengar dari mulut Renata. “Aku sedang sibuk di butik hari ini!” bantah Renata mengenai tuduhan David padanya. Walaupun tidak sepenuhnya benar jika dia sibuk.“Ayo bertemu!”“Bisakah lain hari saja?”“Renata! Kau menolakku?” bentak David dari ujung telpon.“Huh. Baiklah, di mana? Setelah dari butik aku akan menemuimu,” ucap Renata sambil memijat dahinya.Mereka baru saja berdebat beberapa hari lalu sekarang pria itu menghubunginya
“Mommy Aleta–” Suara Renata tercekat melihat Aleta berada di ruang privat dipesannya bersama David. Lebih gila lagi, percakapan mereka tengah didengarkan oleh Aleta.Renata kembali karena dia harus mengambil kunci mobil yang ketinggalan tapi harus menerima kenyataan melihat Aleta di ruangan itu lebih gila lagi telah mengetahui jika dia pembunuh Amaira.Mata Aleta memerah, menatap tajam ke arah Renata yang tengah berada di ambang pintu. Tatapan penuh kebencian sangat jelas tergambar dari raut wajah wanita paruh baya di hadapannya itu. “A-apa yang–”Renata tidak bisa melanjutkan pertanyaannya sebab dia mendengar rekamannya sendiri, itu suaranya saat mengobrol dengan David tadi. Dia benar-benar tidak menyangka jika Aleta mengikutinya. Rasa ketakutan menjalar di sekujur tubuh Renata saat itu juga. Wajahnya pucat, keringat dingin mulai muncul. Aleta melangkah mendekat ke arah Renata dengan tatapan penuh kebencian.“M-mo–Arrrggh!” Suara pekikan Renata saat itu terdengar. Aleta menarik ramb
“Nyonya kita–”“Ke kantor Langit. Aku harus memberitahu kebusukan Renata padanya. Wanita itu benar-benar iblis, bagaimana bisa selama beberapa tahun memasang wajah malaikat,” desis Aleta membuat alis sang sopir mengerut. Dia tahu jika Renata adalah wanita kesayangan sang tuan, bahkan Nyonya Danas yang dinikahi tapi melihat kekesalan Aleta mungkin sesuatu terjadi. Walaupun dia penasaran tapi tidak berani menanyakan apa yang sebenarnya tadi, dia hanya seorang sopir.Sesuai perintah, dia keluar dari basement mall, dia bahkan mendengar teriakan kekasih sang tuan berteriak, dari kaca spion dia pun melihat wanita itu begitu kesal. Aleta benar-benar ingin ke perusahaan Langit untuk melaporkan apa yang baru saja dilihat dan didengarnya. Berbeda dengan Renata, dengan penuh kekesalan. David yang sejak tadi menunggunya, melihat Renata dengan wajah seperti itu mengerutkan kening. Pintu mobil, dibanting dengan keras saat Renata baru saja masuk ke dalam mobil. “David, brengsek kau! Semuanya gara-
“Aku tidak mau mati,” teriak Renata, saat David memperlaju mobilnya.Kecepatan yang sekarang ini, pasti akan mempertaruhkan hidup mereka. “David! Aku tidak mau mati!”Terlambat! Suara tabrakan terdengar begitu kuat, bahkan Renata yang berada di dalam mobil memekik karena dia juga takut jika hal buruk akan menimpanya. Mata terpejam, ia tidak menyaksikan bagaimana David menabrak mobil Aleta dengan kecepatan tinggi.Tubuh Renata terguncang ke depan, untuk saja dia memakai seatbelt dan berpegangan dengan sangat kuat, jika tidak, mungkin tubuhnya akan terjungkal ke depan dengan kuat. David yang menekan pedal rem dengan kuat membuat suara decitan dari ban mobil bergesekan di aspal, bahkan membuat tanda di jalanan.Berbeda dengan David, dia bisa melihat jelas bagaimana mobil yang ditabraknya dengan kuat itu terjun bebas dari palang jembatan, bahkan dia bisa mendengar suara gedebuk dan percikan api. Begitu juga dengan Renata, dia melihat mobil Aleta. Tidak ada yang harus ditakuti saat ini,
"Kau pasti bercanda dia bertemu dengan Langit," desis Jagad, berusaha meyakinkan dirinya sendiri bahwa cerita tersebut hanya sebuah kesalahpahaman belaka.Jagad merasakan detak jantungnya cepat saat mendengar cerita Davina. Matanya terbelalak, dan kepalanya seakan dipenuhi oleh bisingan yang mengaburkan pikirannya. Zanetra, cahaya dalam hidupnya, saat ini Jagad mungkin tengah terancam oleh sosok Langit. Wajahnya pucat dan dadanya sesak saat memikirkan kemungkinan terburuk yang bisa saja terjadi.“Aku tidak bohong Kak. Untung apa aku berbohong soal ini, huh?”“Ini yang aku takutkan jika aku tidak bersamanya,” keluh Jagad, wajahnya terlihat khawatir.“Kakak cepatlah ke Indonesia, kalian harus segera menikah. Kau harus segera menikah agar pria itu tidak memiliki kesempatan untuk mendekati Danas.”“Jangan pernah menyebutnya dengan nama itu lagi, Davina. Namanya bukan Danas, dia Zanetra, apa kau lupa?”
Mata Zanetra terbelalak saat seorang pria yang tidak dikenalinya memeluknya dengan hangat. Tidak pernah ada perasaan hangat seperti yang saat ini dirasakan. Dia merasa ada getaran aneh di antara mereka, sesuatu yang sulit dijelaskan.“Danas, aku merindukanmu.” Langit semakin mempererat pelukannya seakan tidak ingin melepaskan pelukannya.Langit ingin waktu berhenti sesaat, dia tidak ingin melepaskan pelukannya. Kerinduannya hampir tidak bisa dibendung, saat melihat wanita yang mirip istri, langkah kakinya tidak bisa dihentikan, akal sehatnya tidak terpakai hanya ada satu yang terpikirkan saat itu juga. Memeluk.Marvin terkejut dengan tindakan Langit, dia juga terpaku melihat sang nyonya, bukan wanita yang mirip tapi benar-benar sang nyonya-Nyonya Danas.Bagi Zanetra, ini adalah paling gila karena ada yang menganggapnya sebagai Danas bahkan sampai memeluk. Kenyamanan itu membuatnya hampir lupa diri jika pria yang memeluknya adalah pria asing.
"Kamu sudah siap, Zane?" tanya Davina sambil tersenyum hangat.Zanetra tersenyum, meskipun ada keraguan di matanya, dia hanya menganggukan kepala."Tentu saja Nona Davina. Ayo kita mulai petualangan kita!" Lisa terlalu bersemangat melebihi dua orang lainnya, seakan tidak merasakan kelelahan.Mereka berjalan melalui jalan-jalan kecil di sekitar perumahan, mencicipi makanan lezat yang dijajakan oleh pedagang kaki lima. Davina membimbing mereka dari satu tempat ke tempat lain, menjelaskan dengan penuh semangat tentang makanan-makanan khas Jakarta."Jakarta itu keren banget!" ujar Lisa. "Aku suka suasananya yang ramai dan penuh energi.""Iya. Jakarta memang kota yang tak ada habisnya untuk dijelajahi." Timpal Davina.Mereka berhenti di sebuah gerobak jajanan kaki lima. Davina memesan nasi goreng, Zanetra memesan bakso, dan Lisa memesan martabak. Mereka duduk di pinggir jalan sambil menikmati makanan mereka."Aku suka nasi gorengnya," kata
“Wanita kemarin mirip Danas,” gumamnya. “Tapi tidak mungkin itu Danas. Huh!”Langit duduk di ujung meja panjang yang terbuat dari kayu, ruangan rapat yang terasa semakin sempit dengan setiap helaan napasnya. Wajah-wajah yang mengelilinginya tampak cemas, semua orang tahu betapa pentingnya rapat ini bagi perusahaan mereka. Dan di tengah-tengah kesibukan itu, Langit merasa sepertinya ada yang tidak beres.Dia merenung dalam-dalam, pikirannya terusik oleh seorang wanita yang baru saja ia lihat di bandara beberapa hari yang lalu. Wanita itu sangat mirip dengan istrinya. Meskipun dia tahu bahwa itu hanya kebetulan, namun hatinya terasa begitu berat.“Pak!” Maarvin berbisik, dia bahkan lupa jika dirinya saat ini tengah berada di ruang rapat. Terlihatsemua orang di dalam ruangan menegang, takut membuat kesalahan dan menjadi pelampiasan kemarahan Langit."Lanjutkan saja," kata Langit, berusaha menenangkan diri. "Saya hanya sedi
Langit menghela nafas panjang saat menarik pegangan pintu rumahnya. Harinya telah berlari begitu cepat, meninggalkan jejak kelelahan yang merambat di setiap serat ototnya. Seiring langkahnya merangkak masuk ke dalam ruangan yang tenang, seberkas senyum kecil menghampirinya dengan langkah-langkah gemulai."Papa!" seru Cahaya dengan riang.Langit tersenyum dan memeluk Cahaya dengan erat. Rasa lelahnya seketika hilang ketika melihat senyum putri kecilnya."Cahaya!" serunya, merasakan hatinya menghangat hanya dengan melihat putri kecilnya itu. "Apa yang sedang kamu lakukan di sini sendirian?"Cahaya, dengan balutan gaun merah muda yang menggemaskan, merengkuh lehernya dengan gembira. Langit merasakan segala kekhawatiran dan kecemasan yang menjeratnya sepanjang hari itu, mulai mencair seketika. Dia menggendong Cahaya dan berjalan menuju ruang keluarga, tempat kemudian ia duduk di sofa dan menaruh Cahaya di pangkuannya."Daddy pulang, ya?" tanya Cahaya, mata cokelatnya yang lucu menatap taj
Suara dentingan pisau terdengar beradu, aroma rempah-rempah dan daging yang dipanggang menyebarkan keharuman yang menggugah selera. Zanetra, dengan wajah penuh konsentrasi, berdiri di depan kompor sambil mengaduk adonan yang sedang dimasak.Saat sedang asik memasak, Zanetra merasa sentuhan lembut di pinggangnya. Langkah Jagad yang pelan membuatnya mendekati Zanetra tanpa terdengar. Dengan lembut, dia melingkarkan tangannya di pinggang Zanetra, membuatnya melompat kaget.Tubuhnya mendadak bergetar, dan ia hampir saja berteriak histeris. Tapi, saat ia melihat wajah lelaki yang memeluknya dengan erat, rasa terkejutnya berubah menjadi senyuman hangat.“Kak Jagad, kau membuatku kaget!” serunya, sambil melepas spatula yang dipegang.Jagad mengendus apa yang sedang dimasak, dagunya diletakan di atas bahu wanita itu, sambil mempererat pelukan, Jagad tidak lupa mengambil kesempatan mencium lembut leher Zanetra."Kau kembali lebih awal!" seru Zanetra. "Aku pikir kau akan pulang terlambat malam
Mobil berhenti tepat di studio Zanetra, senyuman pria yang mengantarnya terlihat tulus. “Masuklah,” ucap Jagad. Saat Zanetra melangkahkan kaki masuk, “Zane …” Panggilan itu mampu membuat Zanetra menghentikan langkahnya. “Tidak. Masuklah. Hari ini aku pulang telat, kalian tidak perlu menungguku malam malam.”Zanetra menganggukan kepala, ia segera masuk ke ruang pribadi miliknya.“Menikah, ya,” gumamnya sambil merebahkan tubuhnya di sofa. Ada perasaan yang tidak bisa dia katakan pada orang lain. Dia mengangkat tangan ke atas, melihat cincin yang tersemat di jarinya.Kenapa dia begitu gelisah? Bukankah Jagad selalu ada untuknya? Bahkan studio fashionnya dibuat oleh Jagad sebagai hadiah telah berjuang sembuh. Apa hanya karena dia berada di titik karir sampai dia belum ingin menikah? Kata
Danas duduk di sebuah studio desain di Zurich, Swiss, fokus pada potongan kain sutra yang terbentang di depannya. Rasa gembira meluap dalam dirinya karena karyanya yang indah. Dalam tiga tahun terakhir, dia telah berhasil membangun nama Zanetra sebagai desainer terkenal. Meskipun dia tidak ingat lagi namanya yang sebenarnya, dia menikmati hidupnya sebagai Zanetra.Studio miliknya dipenuhi dengan karya seni yang indah, dari gaun pengantin mewah hingga pakaian haute couture yang memukau. Ia dikelilingi oleh sekelompok asisten dan penjahit yang setia, yang membantu mewujudkan kreasi-kreasinya yang brilian.Kehidupan Zanetra bukan hanya tentang karirnya yang gemilang. Cinta pun telah memasuki hatinya dengan indah. Jagad, pria yang dulu dia tidak ingat selain dari nama yang diucapkannya, telah menjadi bagian integral dari hidupnya. Mereka telah menjalin hubungan yang erat selama dua tahun terakhir, dan akhirnya, Jagad telah melamar Zanetra. Mereka akan segera menjadi suami
S2-8 PertemuanLangit duduk di ruang kerjanya yang terletak di ujung mansion yang masih dalam proses renovasi. Dia memeriksa beberapa rencana terbaru untuk proyek renovasi yang telah memakan banyak waktunya dalam beberapa bulan terakhir. Mansion tua itu begitu besar dan penuh potensi, dan Langit merasa bahwa ini adalah cara terbaik untuk menghormati kenangan istrinya, Danas.“Bagaimana renovasi taman?” tanya Langit pada Marvin. “Jangan sampai bunga-bunga yang dirawatnya rusak.”“Semuanya dikerjakan sesuai dengan keinginan Anda, Tuan. Ah, karya-karya Nyonya sudah saya beli dari beberapa orang.”“Kau tidak melewatkan sketsa pakaian ‘kan?”“Tidak.”“Dia sangat ingin jadi desainer.”“Seluruh karya Nyonya ada di ruangan itu