Share

#004. Tunangan

Di sisi lain, Orvil yang menjadi sumber masalah Elizabeth, tengah menikmati waktunya bersama gelas dan botolnya yang terisi penuh.

Bagi Orvil, ketidakpedulian akan sesuatu akan memberinya sedikit ketenangan hidup.

Sayangnya, semua terganggu kala kakaknya yang berjalan ke arahnya.

“Aku sudah mengatakan pada William Leigh bahwa kau menerimanya,” ucapnya, duduk di samping Orvil.

Laki-laki itu menghela nafas ketika melihatnya meraih gelas yang ada di depannya. “Ambil minumanmu sendiri.”

Jennifer tertawa, meneguk minumannya. “Ibu selalu mengatakan bahwa kau memiliki kesulitan untuk berbagi.”

Orvil meraih kembali gelasnya, mengisinya hingga penuh dan meminumnya dengan segera, menyembunyikan botol jauh dari tempat duduk kakaknya. “Ibu tak ada disini.”

“Jangan terlalu nelangsa.”

“Aku tidak,” dia membela diri, namun ucapan itu justru membuat sang kakak kembali tertawa.

Orvil kembali mengintipnya melalui sudut mata. Kakaknya tengah memainkan gelas kosong, rambutnya tergerai sementara dia menyadari bahwa wanita itu tepat baru kembali dari pesta para Leigh.

“Apa yang kau lakukan, Jen?” ujarnya. “Kau sudah menyampaikan beritamu — kau takkan tetap tinggal jika kau tak menginginkan sesuatu.”

Jennifer menoleh padanya, menaikkan satu sudut bibir sebelum menghela nafas. “Apa aku tak boleh bertemu dengan adikku?” ucapnya. “Lihatlah dirimu, memenuhi lemari dengan alkohol.”

“Aku tak memenuhi mereka,” dia membela diri, mengangkat gelas untuk menutupi mulutnya. “Aku memenuhi seperempatnya.”

Wanita itu tertawa kembali. “Jangan kira aku tak mendengarnya, Orvil,” tegur sang kakak. “Kau bisa menutupi seluruh dirimu, bahkan kehadiranmu, pada semua orang. Kecuali padaku.”

“Kau tak perlu mengingatkanku soal itu,” dia bergumam.

Bebannya saat masih kecil dulu adalah beban kakaknya. Namun dia adalah seseorang yang dewasa sekarang — dia tak lagi membutuhkan perlindungannya. Terkadang, Jennifer lupa akan hal itu.

Yang lebih tua mengalihkan pandangan, menarik nafasnya. “Apapun, terserah,” ucapnya pada akhirnya. “Aku bertemu dengan tunanganmu tadi.”

“Dia bukan tunanganku.”

Belum resmi menjadi tunanganmu,” ralat sang kakak, kukunya bermain di atas meja. “Gadis manis. Dia terlihat terlalu polos untukmu.”

“Dia adalah seorang Leigh,” ucapnya. “Dia takkan mungkin sepolos itu.”

“Oh, kita semua tahu soal itu,” dia tertawa. “Kurasa kau harus menemuinya. Hanya agar kalian berdua saling mengenal. Dia terlihat begitu terkejut tadi.”

Orvil mengangkat alis, ucapan tadi dengan segera menarik perhatiannya. Laki-laki itu membuka mulut, menoleh. “Kau mengatakan bahwa William Leigh tak mengatakan apapun pada putrinya sebelum menawarkannya padaku?”

“Gadis malang, bukankah begitu?” senyum kakaknya, memiringkan kepala. “Tapi aku yakin bahwa dia akan baik-baik saja. Kau yang mengatakannya — dia adalah seorang Leigh.”

Bahkan jika dia adalah seorang dari keluarga pesaingnya–

Orvil menghela nafas, menyapukan tangan pada helai rambutnya. Jika dia adalah gadis itu, dia akan mengamuk. Dia akan melemparkan semua yang dia miliki dan melarikan diri dari rumahnya.

Mungkin itu yang tengah dia lakukan pada malam itu. Mungkin gadis itu tengah menyusun rencana untuk lari, dan mereka semua akan mendengar beritanya besok. Orvil ingin tahu bagaimana rupa para Leigh ketika mengatakan bahwa mereka harus membatalkan perjodohan mereka.

Mungkinkah itu disebut perjodohan jika ayah gadis itu sendiri yang menawarkan diri padanya?

Mungkin mereka dapat menyebut hal ini sebagai sebuah pinangan melainkan perjodohan.

Namun Orvil, setelah lama sekali menderita karena bujukan kakaknya, dapat mengatakan bahwa dia kurang lebih setuju — tidak setuju sepenuhnya. Kurang lebih.

Jadi mungkin memang kata perjodohan cocok untuk keadaan mereka.

Laki-laki itu memainkan gelasnya, melihat lekuk halusnya sebelum menuangkan alkohol ke dalamnya. Sang kakak kembali memperhatikan botol tersebut, mata memicing dan dia menyadari bahwa wanita itu tengah mengincarnya.

“Siapa namanya?”

Jennifer mengalihkan pandangan pada sang adik. “Kau penasaran?”

“Kau mengatakannya sendiri,” dia berucap, menoleh padanya, meletakkan gelas dekat padanya kembali. “Dia adalah tunanganku.”

Wanita itu mengalihkan pandangan, menampakkan seringainya hingga dia tertawa, menutup mulut dengan punggung tangannya. “Kau menerima nasibmu dengan baik, Adik.”

“Aku adalah putra Ibu,” ucapnya. “Tentu saja aku tunduk pada takdir.”

Jennifer semakin mengeraskan tawanya, menggelengkan kepala. “Kau lucu sekali,” dia menghela nafas. “Namanya, ya.”

Orvil menganggukkan kepala. “Namanya.”

Namun sang kakak belum sempat membuka mulutnya kembali ketika seorang pelayan datang ke arah mereka, membungkukkan tubuh.

Laki-laki itu menghela nafas. “Bicara.”

“Seorang gadis datang menemui anda, Tuan.” Dan ucapan itu membuat keduanya menoleh, mata sama bulatnya. “Dia mengaku bernama Elizabeth Leigh.”

Orvil meletakkan gelasnya dengan debuman keras, sementara sang kakak beralih padanya, mata berbinar dengan seringai yang mengingatkannya akan serigala yang telah melihat seekor kelinci.

“Itu dia,” ucapnya, tersenyum. “Tunanganmu — Elizabeth Leigh.”

Laki-laki itu menghela nafas kembali, memperhatikan alkohol yang ada dalam gelasnya. Untuk apa dia datang ke mari?

Bab terkait

Bab terbaru

DMCA.com Protection Status