Share

#005. Permintaan

Orvil dapat mendengar dentum kuku kakaknya di atas meja, seolah menunggu keputusannya, bersamaan dengan pelayan yang berada di depan mereka, masih berdiri dengan setia dan menunggu perintahnya.

“Nah,” ucap Jennifer, mengangkat alis. “Kau tak bisa membuat seorang gadis menunggu, Adik.”

“Aku tak tahu apa yang kau bicarakan,” dia menghela nafas, menoleh pada pelayan tersebut. “Apa dia mengatakan sesuatu tentang kenapa dia berada disini?”

Pelayan itu berkedip, bibirnya terbuka sementara dia menoleh pada kakak tuannya — seolah meminta bantuan. Dan dia dapat mendengar kakaknya tertawa.

“Jangan lihat aku,” tegurnya. “Jawab dia.”

“Dia tak mengatakan apapun,” jelasnya. “Hanya bahwa dia perlu menemui Tuan Orvil. Dia berkata bahwa dia memiliki sesuatu untuk dikatakan.”

Dan jika dia menghela nafas sekali lagi, Orvil menyadari bahwa paru-parunya akan mengeluarkan protes jika mereka bisa bicara. Laki-laki itu tak mengerti kenapa Elizabeth Leigh memiliki keberanian untuk datang kemari — terutama ketika dia yakin sekali bahwa gadis itu tak memiliki suara dalam perjodohan ini.

Dia seharusnya tak menebak bahwa Elizabeth Leigh tengah merencanakan pelarian dirinya. Karena gadis itu telah memutuskan untuk mendatangi tempat yang akan menjadi sarangnya beberapa jam setelah Jennifer membawakan kabarnya.

Ada rasa tak peduli yang dia miliki, ketika dia menyeruput minumnya kembali dan kakaknya menggelengkan kepala, mengibaskan tangan untuk mengusir pelayan itu.

Dan Orvil sangat tahu bahwa Elizabeth Leigh (jika dia keras kepala) akan berada di pintu depan sepanjang malam.

Namun ada sedikit rasa penasaran, terutama tentang kenapa dia tiba-tiba datang kemari. Mungkin gadis hanya ingin menyapanya. Namun dia adalah seorang Leigh — mustahil baginya untuk memiliki pikiran sepolos itu.

“Tunggu,” sahutnya, dan dia dapat melihat mereka berdua menoleh padanya. “Bawa dia ke ruang tamu. Katakan padanya untuk menungguku.”

Jennifer tertawa, mengalihkan pandangan darinya. “Kau selalu menganggap dirimu keji, Adikku,” ucapnya. “Sayang sekali bahwa kau akan selalu gagal menutupinya.”

“Aku tidak,” dia membela diri, bangkit dari kursinya dan memperbaiki lengan kemejanya. “Akan kuhargai jika kau tak mengganggu kami.”

Wanita itu merentangkan tangan, menurunkan dua sudut bibirnya hingga sebuah senyum ke bawah terlihat. “Aku takkan berani.”

Orvil memberinya satu tatapan lain sebelum memutar mata, berjalan pergi. Dia dapat mendengar denting gelas dan botol dari belakangnya. Terserah. Jennifer dapat meminum seluruh alkoholnya jika dia akan menggantinya nanti.

Lorong-lorong tak pernah gelap, Orvil selalu memastikan bahwa dia menyalakan lampu di setiap tepinya. Dan dari lorong, muncullah ruang tamu dengan sofa-sofa yang jika tak selalu dibersihkan akan berdebu karena tak ada satu pun tamu yang datang.

Dia dapat melihat seorang gadis duduk disana, menunduk sementara tangannya terlipat di pahanya.

Elizabeth Leigh.

Laki-laki itu menaikkan alis. Dia pasti memiliki terlalu banyak pikiran, terutama ketika gadis itu tak bergeming sama sekali ketika dia duduk di depannya. Minuman yang ada di cangkirnya masih terisi penuh.

“Kau tak menyukai tehnya?”

Gadis itu mendongak, matanya membulat. Orvil menegakkan kepalanya. Elizabeth memiliki wajah angkuh para Leigh yang selalu dia ingat. Bahkan dengan hanya beberapa kali bertemu dengan mereka, dia segera memahami bahwa mereka memiliki garis yang sama.

“Kau Orvil Gellert?”

Dia mengangguk, menyandarkan tubuh ke sofanya, sementara dia mengawasinya meraih cangkirnya, meminumnya. Sebuah kerutan muncul di dahinya, dan gadis itu menunduk untuk melihat minuman tersebut.

“Teh rosella,” dia menyelesaikan rasa penasarannya. “Kau belum pernah meminumnya?”

“Belum,” gumam gadis itu, meletakkan cangkir tersebut kembali ke cawan. “Apa kau benar-benar Orvil Gellert?”

Laki-laki itu mengalihkan pandangan, sebelum menghela nafas dan menatapnya. “Untuk apa aku datang jika aku bukan?”

“Tak ada yang pernah melihatmu,” ucap Elizabeth, masih membalas tatapannya. “Bagaimana caraku tahu bahwa kau adalah Orvil Gellert jika aku tak pernah — bukan. Jika tak ada yang pernah melihatmu?”

Orvil menegakkan tubuhnya, menautkan semua jemarinya. “Berapa banyak rumor yang kau dengar tentangku?”

“Aku tak membicarakan rumor,” dia membalas. “Bahkan jika aku membahasnya, akan mudah bagimu untuk menepisnya. Aku tak tahu apapun — kau tahu segalanya.”

“Aku juga tak pernah melihatmu,” dia mengatakan, membalik ucapannya. “Bagaimana aku tahu bahwa kau adalah putri William Leigh?”

Gadis itu terdiam, mengalihkan pandangan.

“Kita tahu sesuatu yang salah satu dari kita tak ketahui,” dia menyimpulkan. “Itu adalah hal yang adil.”

Dia tertawa ketika melihat tatapan tajamnya. Dan sadarlah dia bahwa Elizabeth Leigh jarang memiliki lawan yang membuatnya merasa lebih bodoh dari mereka.

“Jika kita berdua palsu, kau akan segera berjalan keluar tanpa mengatakan apa yang ingin kau katakan. Jadi, Nona Leigh,” ucapnya. “Apa yang ingin kau bicarakan denganku?”

Bab terkait

Bab terbaru

DMCA.com Protection Status