Share

#002. Dukungan?

Elizabeth kini terduduk di sofa, pakaiannya telah terganti menjadi kemeja laki-laki itu, sementara rambutnya masih tergerai.

Secepat dia datang, Pentious telah melihat gaunnya yang sedikit berantakan dan rambutnya yang tak lagi terikat. Dan dia merasa sedikit lebih tenang ketika laki-laki itu meminjamkan kemejanya.

Elizabeth menyukai wangi yang menempel di pakaiannya, dan mungkin akan terus menempel disana hingga kapanpun.

Dia menyukai bagaimana Pentious memainkan helainya, sementara dia mendekat padanya, meletakkan kepala di dada. Dia tahu bahwa laki-laki itu tengah tersenyum, bibir mendekat untuk mengecup pucuk kepalanya.

Dan dia tahu bahwa laki-laki itu sadar akan pikirannya yang terganggu. “Sesuatu terjadi ‘kan?”

Elizabeth mendongak, melihatnya. "Apa yang membuatmu berpikir seperti itu?”

Dia dapat melihatnya menghela nafas, menyandarkan kepalanya sendiri. Namun Elizabeth berusaha untuk tak mengindahkannya — dia datang untuk menenangkan diri, bukan untuk mengatakan apa masalahnya di rumah.

Sayang sekali bahwa perbedaan antara dia dan Pentious adalah bahwa dia akan mencari peralihan hingga dia dapat melupakan masalah itu. Sementara laki-laki tersebut selalu berpikir bahwa itu takkan menyakiti siapa pun untuk bercerita dan meminta sebuah pertolongan.

Dia memiliki sedikit waktu untuk meletakkan kepalanya kembali di dadanya. Tak untuk waktu lama, karena Pentious kembali bicara, jantung di dadanya bergedup kencang.

“Aku hanya tahu,” gumamnya. Dan gadis itu mendongak ketika dia membisikkan sebuah hal lain. “Kau takkan kemari jika tak terjadi apapun.”

Gadis itu mengerutkan dahi, menatapnya. Dia menyadari betapa tersinggungnya wajahnya saat ini — dahinya berkerut dan bibirnya mengkerut ke bawah.

“Itu tak benar,” dia membela diri. “Bagaimana bisa kau mengatakan itu?”

“Lalu,” ucapnya, menarik lengan yang tengah merengkuhnya tadinya sebelum duduk tegak di samping gadis itu. “Benarkah jika memang tak ada yang terjadi?”

Elizabeth terdiam — dia mungkin tak bisa membela diri untuk yang satu ini. Gadis itu mengalihkan pandangan, ke arah jendela yang menampakkan gelap malam kota, dengan hanya cahaya palsu lampu jalanan menyinarinya.

Pentious pernah mengatakan padanya bahwa dia menyukai pemandangan itu — bahwa dia telah memiliki kesempatan untuk berada di kota. Namun Elizabeth menyadari bahwa dia takkan pernah menikmati itu.

Dia telah memiliki waktu terlalu lama disana hingga hanya ada rasa sesak yang mengalir di dalam dirinya ketika dia melihat pemandangan itu. Namun Elizabeth mendapati dirinya beralih, berjalan ke arah jendela.

Gadis itu dapat merasakan pandangan laki-laki tersebut di belakangnya, mengawasinya seolah dia memiliki banyak sekali hal untuk dijelaskan.

Dia melipat kedua tangannya di dada, menghela nafas sementara matanya menatap hiruk pikuk orang-orang.

Mungkin memang benar.

Cepat atau lambat, Elizabeth sadar benar bahwa dia harus mengatakan apa yang terjadi padanya.

Cepat atau lambat, Elizabeth harus meninggalkannya.

Namun apakah dia tak diizinkan untuk melupakan hal itu untuk sejenak? Tak bisakah dia kembali ke kehidupannya nanti?

Bukankah sudah cukup bagi kakak dan ayahnya untuk mengganggunya? Dia tak akan kemari jika dia menginginkan sebuah gangguan lain.

Mungkin Pentious benar — dia hanya datang ketika dia tak ingin mengingat apa yang terjadi di rumahnya. Dan ketika dia menggigit sedikit dari kuku bermanikurnya, dia menyadari betapa itu mungkin menyakiti hati sang laki-laki.

Elizabeth dapat merasakannya berjalan ke arahnya, mendekat dan meletakkan kedua tangan di pundaknya.

“Kau tahu kau bisa mengatakan apapun padaku ‘kan?”

Dia menutup mata. “Apapun?”

Pentious mengangguk, meletakkan kepala di atas pundaknya. Dan gerakan itu cukup bagi Elizabeth untuk menghela nafas dan merasakan jantungnya jatuh karena rasa bersalah.

“Apapun,” janjinya.

“Bahkan jika,” dia menarik nafas. “Bahkan jika aku telah dijodohkan dengan orang lain?”

Dia dapat merasakan gerakan laki-laki itu berhenti, dan tubuhnya menegang di belakang. “Apa?”

Bisikan itu membuat Elizabeth melepas rengkuhannya, berbalik untuk melihatnya.

Gadis itu dapat menyadari binar terluka disana, dan bagaimana kepala Pentious bergantung di lehernya seolah dia berusaha mencerna apa yang baru saja dia katakan.

Hanya saja, Elizabeth memiliki sedikit gambaran.

Bahwa Pentious tak ingin menerimanya?

Bab terkait

Bab terbaru

DMCA.com Protection Status