"Kenan? Bukannya masih banyak cucu yang lain?" tanya tamu yang lain seraya berbisik.
"Hanya Kenan yang peduli padanya. Yang lain cuma peduli uangnya. Lihat saja, apa mereka datang? Ulang tahun Rumini dan hanya Kenan satu-satunya cucu yang hadir."
"Sayang anakku udah kawin. Kalau belum, mau kujodohin sama Kenan."
"Selera Kenan tinggi, Bro. Anak-anak kita biar dipoles MUA atau operasi plastik di Thailand juga nggak akan mampu memikatnya. Beda jauh dengan wanita bergaun biru itu. Tuh! Belum pernah lihat Kenan sebahagia itu selagi bicara dengan wanita."
Naah, kan!
Oo, jadi jelmaan si Colin itu namanya Kenan. Bryan mengikuti pandangan kedua tamu itu dengan gigi bergemeletukan menahan amarah yang membuncah. Sial, dari mana Kayla mengenal mereka, seharusnya cukup dirinya saja yang berkenalan dengan orang-orang berada dan terkenal, agar relasinya semakin luas dan kesempatan membangun kerjasama semakin besar. Apa urusannya dengan Kayla?
Mereka membicarakan cantiknya Kayla dan betapa bahagianya Kenan. Sabar, Bryan. Jangan buat keributan!
Setengah berlari Bryan ke luar melewati sekumpulan pria dan wanita setengah baya yang entah tengah menggunjingkan apa.
Sekilas dia mendengar kata "Cantiknya wanita bergaun biru" dan itu membuatnya semakin gila. Siapa lagi wanita cantik bergaun biru di pesta ini selain Kayla?
Betapa istimewa Kayla di mata orang-orang ini? Atau karena sepuluh tahun Bryan melihatnya berkutat dengan rumah tangga dan empat anak sehingga baginya Kayla biasa saja. Ya cantik saja tidak ada istimewanya. Atau matanya saja yang buta? Entah.
Aneh melihat banyak mata di ruangan ini terpesona memerhatikannya bagai melihat bidadari turun ke bumi. Bryan semakin gerah. Keringat membasahi tengkuk hingga kerah kemeja terasa lengket menempel pada leher.
Dia menepuk jidat berkali-kali.
"Bapak sakit?" Suara seseorang mengagetkan.
Ya, sakit hati! Mau apa?
"Aah nggak, kepala saya cuma sedikit pusing, lelah. Tadi dari kantor langsung ke sini, jalanan macet" jawab Bryan sekenanya. Tau apa dia soal urusan hati dan cemburu, dari tampangnya saja sepertinya dia jomlo akut.
Pelayan berseragam itu bergerak cepat mengambilkan semangkuk salad yang kebetulan berada di sisi kiri.
"Coba makan salad buah ini, Pak. Mungkin bisa menghilangkan kepala bapak, eeh maksud saya sakit kepala bapak. Maaf saya latah," ujar pelayan laki-laki itu seraya membungkuk dengan sikap bersalah.
"Aku benci hari ini!" gerutu Bryan.
Bryan memerhatikan salad dan hidangan lain yang tertata rapi, sungguh menggiurkan bila saja hari ini berpihak padanya. Sayangnya, ini bukan hari baik.
Dia menyingkirkan mangkuk salad berisi potongan anggur dan teman-temannya dengan kasar. Sepotong anggur meluncur tak tahu diri mengenai lengan seorang wanita. Bryan mempercepat langkah pura-pura tak melihat raut masam di wajah wanita dengan atasan berpayet warna warni itu.
Dia harus segera meninggalkan tempat ini sebelum amarah memuncak. Huuh!
Bergegas melewati security yang sedang duduk santai menikmati kopi dan camilan. Semua orang bersenang-senang malam ini kecuali dirinya.
"Sepertinya sebentar lagi akan ada pesta meriah di tempat ini."
"Tidak mungkin di tempat ini. Tuan muda pernah cerita kelak kalau dia nikah mau pesta di Inter … InterColagen gitu namanya, kalau nggak salah di Pondok Indah. Itu lho, salah satu hotel paling mewah di Jakarta."
Rekan si security terpingkal-pingkal sembari memegang perutnya.
"Yang benar InterComponen! Collagen itu buat emak-emak supaya cantik. Itu ada suplemen kecantikan dan kesehatan kulit. Pokoknya gitulah," ujarnya seraya terbahak-bahak.
Bryan berhenti sejenak dan hampir tersedak menahan tawa. Kedua orang itu saling menyalahkan padahal sama-sama salah. Bryan memutar tubuh menghadap mereka lalu ingin berucap bahwa yang dimaksud mereka adalah Hotel InterContinental Pondok Indah.
"Tuan Kenan gitu lho, seleranya super. Tapi orangnya baik banget. Nggak pernah lihat orang kaya seperti dia. Uuuh, nggak pelit. Minggu lalu saya dikasih bonus buat ngerayain ulang tahun anak."
Ucapan salah satu di antaranya sukses membuat kaki Bryan terpaku. Tawa bahagia kedua security saling memuji kebaikan tuannya terdengar seperti kembang api yang meledak dekat telinga. Ternyata yang dibicarakan mereka itu si Kenan!
"Kenan, pernikahan, wanita bergaun biru." Kepala merangkai kata yang terdengar dan fakta yang terlihat malam ini.
Bryan merasa seperti manusia bodoh padahal tarif sekali show puluhan juta. Siapa yang tak kenal Bryan Santana Putra, motivator hebat ternama yang terkenal dengan quotes bijaknya.
Bryan menahan diri untuk tetap tenang, Kayla tak akan mungkin berkhianat. Tak mungkin.
Sekarang dirinya harus pulang dan bersiap menunggu Kayla di rumah. Wanita itu membuatnya seperti pria yang tak punya harga diri.
Tunggu saja Kayla, kau akan merasakan akibatnya nanti.
Selangkah lagi sampai ke mobil, mendadak teringat sesuatu. Bryan meraba pergelangan tangan, kosong. Ke mana jam tangan mahal itu?
***
Membungkuk menyusuri jalan yang dilewati waktu keluar rumah itu tadi. Mata memindai bebatuan di taman, tanaman di dalam pot, bahkan di antara kaki para tamu.
Keringat membanjiri tubuh dan emosi menguasai hati. Benda berwarna silver keemasan itu tak juga ditemukan.
"Pak Bryan?!" Seseorang memegang pundak saat mata sedang memindai di antara hidangan di atas meja bertaplak putih. Mungkin saja benda itu terjatuh saat ia melewatinya lalu terselip di antara piring saji.
Siapa lagi ini orang menyapa dengan hangat di saat tidak tepat?
"Betul," jawab Bryan setelah berhasil mengatur napas dan berdiri tegak berusaha menampilkan pesona. Mata jelalatan memindai arena, jangan sampai wanita bergaun biru apalagi si Kenan itu melihat keberadaannya.
"Saya pak Hendri. Saya dan istri, penggemar berat pak Bryan."
"Ooo, Pak Hendri. Senang berkenalan dengan bapak." Bryan menyambut uluran tangan dengan ramah. Hanya saja ia ingin segera meninggalkan tempat yang tidak ramah ini.
"Pak Hendri, maaf saya harus segera pergi. Udah janji mau nemani anak-anak bermain sebelum mereka tidur."
"Luar biasa pak Bryan. Tidak salah kami mengidolakan bapak, hebat pintar sayang keluarga."
Hidung kembang kempis, pujian serupa sudah yang ke sekian juta kali didengar, namun mendengarnya lagi malam ini terdengar sangat menghibur.
"Begini pak. Mumpung ketemu, saya ingin mengundang bapak beserta keluarga makan malam bersama di rumah saya. Ya jadwalnya tentu menyesuaikan kesibukan pak Bryan. Bersedia ya, Pak? Istri saya pasti sangat senang bisa berbincang-bincang langsung dengan idolanya."
Idola? Hmmm boleh banget, ini yang diperlukan saat ini.
"Tentu saja pak Hendri. Dengan senang hati. Nanti kita bicarakan lagi mengenai jadwalnya," jawab Bryan dengan wibawa dibuat-buat.
"Baik, pak Bryan. Saya akan info Kenan juga supaya meluangkan waktunya."
Senyum sumringah mendadak hilang dari wajah. Apa tidak salah dengar?
"Kenan? Si-siapa Kenan?"
"Itu dia yang sedang berbicara dengan wanita bergaun biru. Ayah Kenan adik kandung saya. Saya menganggap Kenan sebagai anak sendiri sejak kedua orangtuanya meninggal dalam kecelakaan mobil tahun lalu." Hendri mengarahkan tatapan ke tengah ruangan yang setiap sudut bertabur lampu-lampu temaram. Di mana Kenan tengah berbincang hangat dengan Kayla.
Bryan tahu, ia tak perlu mengikuti arah tatapannya. Ia segera pamit, dan menyeret kaki secepatnya keluar dari rumah ini.
Lalu lalang mobil ke luar masuk halaman rumah yang terletak di kawasan Kemang Pratama itu masih terlihat ramai. Semakin malam semakin ramai. Di ruangan bertabur cahaya yang memancar dari lampu-lampu dengan bentuknya yang indah, para pelayan berseragam tampak sibuk menambah hidangan. Semakin malam semakin banyak tamu yang datang. Berbagai menu menggugah selera tak habis-habisnya disajikan. Rumini duduk diapit teman-teman sebaya di sebuah sofa bermotif bunga Tulip. Keriuhan terjadi ketika seorang di antara mereka mulai berdansa bersama pasangannya saat musik mulai berganti. Lagu-lagu nostalgia era 80-an terdengar mengalun lembut. Sejenak Rumini terdiam, matanya berkaca-kaca lalu kembali berbinar ketika seorang temannya mengajak berbincang. Di sudut berbeda, Kayla terlihat tengah menyantap sepotong cake. Kenan tak pernah jauh dari sisinya, membuat wanita itu kerap salah tingkah. Setelah aksi Rumini memamerkan kebaikannya di tengah huj
Sejak tiga tahun lalu, Kenan menutup hati bagi semua wanita di luar sana. Sejak Mariska sang kekasih meninggalkannya begitu saja tanpa alasan. Kabar burung sampai ke telinganya, Mariska kepincut bule asal Australia yang ditemuinya di kelab malam. Entah ke mana Mariska pergi, Kenan tak pernah berusaha mencarinya. Hatinya terlalu sakit oleh pengkhianatan wanita yang telah menjalin hubungan serius selama dua tahun itu. Rencana naik ke pelaminan sebelum Rumini makin menua, pupus sudah.Malam ini, rasa yang telah lama hilang itu mendadak muncul begitu saja. Menatap pesona Kayla bagai menemukan mata air di padang pasir. Dadanya berdesir hangat, apalagi ketika wanita itu mengurai senyum dan tawa. Ada bahagia dalam tawa yang menulari hatinya.Bahkan setelah mengetahui usia Kayla, ia tetap bahagia."Kenan, ajak Kayla melihat koleksi lukisanmu." Tiba-tiba Rumini sudah berada di sebelah Kayla. Entah sejak kapan wanita yang membiarkan uban tumb
Pertanyaan Kenan membuat Kayla gelagapan. Ia tak pernah berpikir sejauh itu.Kesadarannya kembali, Kenan belum tahu siapa dirinya. Ya, dia harus jujur tentang statusnya."Huum, maaf saya harus memberitahukan sesuatu. Sebenarnya saya …." Entah mengapa, sesaat Kayla menikmati momen ini. Momen di mana dirinya diinginkan oleh seseorang, dihargai dan dihormati. Namun ia tahu ini salah dan tak boleh terlarut di dalamnya. Kayla tak ingin merangkai kebohongan di atas sebuah hubungan."Katakan saja. Saya siap mendengar yang terburuk. Maaf saya tak pernah seperti ini sebelumnya, maafkan saya." Kenan memasukkan tangan ke saku celana, dia berdiri gelisah seperti anak SMA mau nembak pacar tapi takut ditolak. Pandangannya mengarah ke lantai kadang menatap Kayla yang tak kalah gugupnya."Saya … saya telah menikah," lirih Kayla dengan napas tert
Wajah di hadapan Kenan membeku, menatap lurus menembus kaca mobil. Ia tampak berusaha mengendalikan amarahnya."Maaf menempatkanmu pada situasi sulit tadi. Saya lepas kendali dan saya memanfaatkan ketidaktahuan Oma Rumi atas statusmu," ujarnya pelan berusaha mencairkan kebekuan. Ia merasa tak enak hati."Seharusnya kau jujur saja padanya," pungkas Kayla."Saya terbawa perasaan. Maafkanlah." Lelaki itu menunduk lesu."Lupakan, saya hanya ingin pulang," jawab Kayla menahan sesak menghimpit di dada. Malam ini ia berada dalam kubangan perasaan paling aneh dari semua rasa yang pernah hinggap.Bangga, sedih, marah, dan bingung jadi satu. Bila tak mengingat anak-anaknya, mungkin ia akan memilih melajukan mobil entah berakhir di mana."Berikan nomormu. Just in case Oma ing
Seharusnya, benak Kayla menari-nari. Terlalu banyak kata seharusnya yang ingin ia tumpahkan. Tapi apa gunanya? Siapa yang akan mendengar keluh kesahnya selain angin malam? Apa yang dialaminya sekarang terasa sangat tidak manusiawi, membayangkan saja sangat mengerikan apalagi mengalaminya. Hanya demi anak-anak, Kayla memilih menahan amarah, malam ini. Malam sudah terlalu larut untuk keributan yang sangat mungkin mengganggu ketenangan mereka. Kedua manusia di hadapannya malah tertawa sinis melihat Kayla menahan amarah. Kayla tak sanggup menahan perih yang menusuk saat Leny menghina ayah ibunya di Subang. Menangis dalam diam, hanya itu yang bisa dilakukannya kini. I
Hati Kayla bagai diiris, ingat sang ayah yang mengendarai motor butut ke mana-mana. Bahkan harga tas Larissa yang dibelikan Bryan, jauh lebih mahal dari motor itu.Apa yang harus kulakukan? Dari mana harus memulai? Bagaimana melawan kesewenang-wenangan keluarga suami tanpa resiko kehilangan ke-4 buah hatinya? Kayla membatin."Selamat tidur, Kayla. Have a nice dream." Ponsel di tangan bergetar, sebuah pesan teks masuk.Walau tidak ada nama tertera, ia tahu siapa pengirimnya.Matanya nanar menatap barisan kata yang diakhiri emoticon bunga. Salahkah bila hatinya menghangat saat membaca rangkaian kata itu?Aaah.
"Sudah kutransfer ke rekeningmu yang baru, Kay." Suara seorang wanita di seberang telepon terdengar riang."Thanx, May. Maaf merepotkanmu."Keduanya tertawa puas membayangkan banyaknya uang mengendap aman di rekening yang baru dibuat Kayla tadi pagi. Ia memohon pada Leny agar menjaga anak-anak sebentar dengan dalih akan memasak makanan kesukaan Bryan dan ada beberapa bahan yang perlu didapatkannya di beberapa tempat berbeda. Akan lama sekali bila harus membawa ke-4 anaknya.Mayleen satu-satunya sahabat yang bisa dipercaya saat ini. Awalnya Mayleen menganggap Kayla sangat beruntung memiliki Bryan tetapi anggapan itu berubah ketika ia melihat dengan mata kepala sendiri bagaimana Bryan membentak Kayla di depannya ketika Mayleen sedang berkunjung ke rumahnya. Sejak i
Memikirkan hal itu mendadak rasa bersalah mendera hatinya. Bayangan wajah teduh Kayla yang menyembunyikan sesuatu kembali hadir di pelupuk matanya. Kayla, semoga kau baik-baik saja di sana."Huuuh.""Hey, kau tampaknya sedang memikirkan sesuatu?" tanya Lorina melihat Kenan menarik napas panjang lalu mengembuskannya kasar. Walau Lorina tahu apa penyebabnya tapi dia pura-pura tidak mengerti. Apalagi yang membuat Kenan-nya galau bila bukan wanita istimewa yang baru saja berlalu itu?"Duduk, yuuk," ajak Lorina seraya menyentuh tangan Kenan. Keakraban mereka sudah terjalin sangat lama, sehingga ia tidak merasa canggung terhadap Kenan. Lelaki itu tersentak hingga memundurkan tubuhnya.Sikap Kenan
Jalan itu dulu kecil, hanya dilapisi tanah merah dan lebar jalan muat satu mobil. Bila ada mobil datang dari arah depan maka salah satu harus mundur sampai menemukan tempat untuk menepi. Beberapa kali Kayla mengunjungi mereka mobil sempat amblas akibat jalanan becek bekas hujan. Itu juga sebabnya Bryan selalu menggerutu bila harus ikut pulang kampung.Kini jalan tersebut telah di aspal dan lebar muat dua arah mobil."Siapa yang bangun ini jalan. Kalau orang di kampung sini mana mau. Jalan yang kemarin itu juga udah cukup," Kayla mengoceh sendiri.Mendekati area rumahnya Kayla dibuat semakin melongo. Dulu kiri kanan ditumbuhi semak kini digantikan tanaman cemara berbaris rapi. Berada di pertigaan, bila mengambil arah kanan maka menuju rumah-rumah penduduk lain. Bila ke arah kiri menuju rumah kayla yang terletak di tengah kebun pisang dan rambutan. Mobil mengarah ke kiri mengikuti jalur cemara.
"Berapa lama?""Paling tiga minggu. Dana mau keliling-keliling mumpung ke sana," ujar Vivian. Cerita tentang Dana sang sahabat yang merupakan istri pengusaha tajir tak henti mengalir dari bibir Vivian. Bryan berdiri bergegas masuk ke kamar, rasanya ia ingin mati saja."Mas, jangan lupa nanti sofanya diganti, yaa Vi gak suka warna sofanya!" teriak Vivian sebelum tubuh Bryan menghilang dibalik pintu kamar. Mimpi apa dirinya, membuang Kayla lalu mendapat wanita seperti Vivian?Dia pikir semudah itu memgganti perabot. Bryan teringat sofa itu kesukaan Kayla. Mendadak hatinya perih, ia ingat Kayla tak pernah menuntutnya. Apa yang dikatakannya selalu dituruti Kayla. Kayla membenarkan apa yang salah, menyempurnakan apa yang kurang.
Pandangan menghakimi ditujukan pada Kayla, maklum saja banyak wanita nekat melakukan apa saja agar menjadi bagian keluarga konglomerat, tidak terkecuali Kayla yang berbohong tentang statusnya. Setidaknya itulah yang ada di benak orang-orang.Kayla merasa tak ada tempat lagi baginya di rumah ini. Bagaimana pun pembelaannya, kebohongan tak pernah baik akibatnya bagi banyak orang. Ia berpikir yang terbaik baginya ialah meninggalkan tempat ini sekarang juga."Saya minta maaf sekali lagi. Tidak ada maksud apa pun, saya hanya mengikuti ke mana kaki mengarahkan langkah. Saya beruntung bisa bertemu Oma Rumi dan Kenan, kalian menempati tempat spesial di hati saya. Setelah hari ini, siakan benci saya, anggap tak pernah ada dan saya tak akan muncul lagi," pamit Kayla seraya melepaskan pegangan Kenan pada lengannya
Baik Kayla maupun Kenan tercengang tak percaya. Keduanya memang menjalin hubungan serius namun sama sekali belum ada pembicaraan mengarah pada pernikahan apalagi di depan Rumini. Namun demi menjaga perasaan Rumini, Kenan bersikap santun dengan menarik tangan Kayla agar bertiga berdiri bersisian di hadapan para tamu. Tangan Kenan memeluk pinggang Kayla dengan mesra seakan menunjukkkan bahwa benar ia akan segera menikahi Kayla.Kayla sangat gugup, jemarinya basah oleh keringat dingin. Sesungguhnya bukan ucapan Rumini yang membuatnya takut namun sampai saat ini Rumini masih mengira dirinya sebagai seorang gadis. Saat ini di depan semua orang Rumini penuh keyakinan Kayla akan menjadi istri sang cucu, bagaimana bila kebenarannya ia ketahui? Akankah ia menerima seorang janda anak empat menjadi istri cucu kesayangannya?
[Kenan cucu kesayanganku, oma hanya ingin dia bahagia dan kaulah bahagianya, Kayla. Hanya kau yang membuatnya tetap semangat menjalani hari-hari. Please oma udah gak tau harus bagaimana untuk meyakinkanmu bahwa kalian ditakdirkan untuk bersatu.][Bagaimana dengan Mariska?] tanya Kayla akhirnya. Kayla menunggu namun pesan itu tak berbalas hingga malam tiba. Sepanjang malam Kayla tak bisa memejamkan mata. Rumini tak tahu tentang penantian Kenan di taman bunga besok tepat di hari ulang tahunnya. Bila ia datang ke pesta ulang tahun Kenan artinya ia harus datang lebih dulu ke taman di mana Kenan menunggunya.Bila dirinya menemui Kenan sama saja ia menerima pernyataan cinta lelaki ini.Esok hari, hubungannya dengan Kenan akan diten
Potongan buah tertata menggiurkan di atas meja makan. Lauk pauk lengkap untuk makan malam setara kebutuhan makan satu keluarga kelas bawah untuk satu minggu.Namun Bryan membiarkan nikmatnya hidangan itu hanya sebatas penciuman.Selera makan telah pergi sejak tadi, sejak Vivian tak henti membela Arka dan kebiasaan-kebiasaannya."Dia cuma anak-anak, nanti juga bisa menyesuaikan diri," pungkas Vivian tak mau disalahkan. Selama ini ia memang tak begitu peduli perkembangan Arka, sehari-hari anak itu diurus pembantu sementara dirinya melakukan apapun yang disukainya termasuk tidak pulang berhari-hari, libur ke mana dia suka, nginap di mana dia mau.Semua bisa dibayar dengan uang, kenapa dia har
"Jadi kau telah berpisah?" Kayla tak menceritakan perihal rumah tangganya yang juga mengalami kehancuran. Ia berjanji akan menjadi pendengar yang baik malam ini."Ya, tapi aku masih trauma. Bukan saja luka secara psikis dan fisik tapi harta pun habis. Orangtuaku bangkrut, hartaku diporotin sama Fauzan. Sekarang bertahan dengan yang ada saja," keluh Shinta.Ini yang membuatmu tampak berbeda, batin Kayla.Cerita mengalir tentang penyesalan Shinta melepas Adrian. Shinta berharap ia tak pernah melakukan kesalahan sebodoh itu."Entah apa kabar Adrian, semoga dia bertemu wanita lain yang bisa membahagiakannya. Bila kau bertemu seseorang yang mencintaimu, jangan pernah lepaskan dia. Lebih baik bersama orang yang mencintai kita dengan tulus daripada kita kejar orang yang kita pikir kita cinta. Seseorang yang mencintai kita akan melak
"Kayla?!"Kayla mengernyitkan kening, ia tak mampu mengingat siapa seseorang yang tampaknya sangat mengenalnya. Wanita itu membentangkan kedua tangan hendak memeluknya namun demi melihat kebingungan di wajah Kayla, wanita itu urung melakukannya dan memilih menyentuh bahu Kayla.Mayleen yang berdiri di sebelah Kayla masih menunggu penjelasan. Hari ini sangat mengherankan baginya, penampakan lelaki di restoran, Bryan, Rumini dan sekarang wanita sok akrab dengan dandanan ketebalan. Ada apa dengan hari ini? Bayangan akan gaun indah yang akan didapatnya, kini tak indah lagi. Semangatnya hilang sudah."M-maaf, siapa ya?" tanya Kayla perlahan. Ia tak ingin pertanyaannya menyinggung wanita yang tampaknya memang sangat mengenal Kayla."Kayla, kamu lupa. Ini aku, Shinta temen sekelas wak
Saat sedang mengamati Bryan yang semakin menghilang dari pandangan, Kayla merasakan bahunya disentuh seseorang."K-kayla?!" Wanita itu berteriak menatap wajah Kayla."Oma Rumi?!" Waktu berlalu begitu cepat, rasanya baru kemarin Kayla menjadi bintang saat menghadiri pesta meriah di kediaman Rumini. Kini Rumini berdiri di hadapan Kayla dengan tatapan penuh tanya."Kayla ke mana saja? Ken nggak pernah mau mempertemukan oma denganmu. Apa kabar, Kayla? Kau menghilang begitu saja. Bagaimana hubunganmu dengan Kenan?" Rumini menoleh ke sekeliling seperti mencari keberadaan Kenan. Ia memberondong Kayla dengan banyak pertanyaan.Mayleen yang tak mengetahui apa tepatnya terjadi, mengarahkan tatapan aneh pada Kayla."Kabar saya baik.