Home / Historical / Sang Wanita Penguasa / Bab 2 Ling Huang, Putri Sang Jenderal Besar

Share

Bab 2 Ling Huang, Putri Sang Jenderal Besar

Author: Moonbrace
last update Last Updated: 2021-12-07 21:01:24

Sebelum Ling Huang berhasil mendapatkan jawaban, teriakan terkejut mengalihkan fokusnya. “N-Nona Kedua! Kenapa kau keluar dengan pakaian seperti itu?!” teriak seorang gadis muda dengan pakaian seorang pelayan. “Segeralah kembali masuk!”

Dipanggil ‘Nona Kedua’ oleh sang pelayan membuat Ling Huang membeku. Dia adalah istri sang pangeran ketiga, itu berarti panggilan ‘Putri’ yang seharusnya digunakan untuknya. Selain itu, panggilan ‘Nona’ kurang tepat untuk seseorang di usianya.

Namun, ada hal lain yang lebih mengejutkan bagi Ling Huang. “Zhen Zhen?” ujar gadis itu dengan ragu. “Bukankah kau … telah mati?” Dia menambahkan dalam hati, ‘Apa itu berarti … ini surga?

Dengan sebuah nampan berisi baskom dalam pegangannya, pelayan bernama Zhen Zhen itu memasang wajah konyol. ‘Apa Nona baru menyumpahiku?’ batin pelayan tersebut.

Tak penting apa jawaban dari pertanyaan itu, Zhen Zhen hanya tahu ada hal yang perlu dia lakukan.

Mengabaikan ucapan aneh nonanya, Zhen Zhen bergegas menghampiri Ling Huang dan berkata, “Segeralah masuk, Nona! Kalau ada dari para pria yang melihatmu seperti ini, kepalakulah yang akan dipisahkan dari tubuh oleh Menteri Ling!”

Dipaksa masuk kembali ke dalam kamarnya, Ling Huang pun hanya bisa berdiri dalam diam. Dia bingung harus melakukan apa, terutama karena dirinya sendiri belum mengerti mengenai apa yang telah terjadi.

“Astaga, bisa-bisanya kau keluar dalam pakaian tidurmu,” gerutu Zhen Zhen seraya meletakkan nampan di atas meja.

“Zhen Zhen, hari apa ini?” tanya Ling Huang.

Zhen Zhen menatap majikannya dan mengerutkan kening. “Ada apa denganmu hari ini, Nona? Ini adalah hari ke-2 bulan Kerbau [1]! Hari kepulangan Jenderal Besar dari perang perbatasan dengan Suku Dongfeng!” jawab gadis itu. “Bagaimana mungkin kau lupa?!”

Mendengar hal ini, Ling Huang terlihat sangat terkejut. “Apa?” Dia mulai menghitung dalam benaknya. ‘Perang dengan Suku Han … seharusnya terjadi sepuluh tahun yang lalu.’ Kepala Ling Huang terasa pening, dan dia pun menutup matanya. ‘Apa yang sebenarnya terjadi?!

“Nona, apa ada yang salah?” tanya Zhen Zhen, sedikit khawatir karena wajah nonanya memucat. “Apa kau baik-baik saja?”

Ling Huang terdiam sesaat, lalu dia membuka matanya untuk menatap Zhen Zhen. Masih tidak bisa memproses apa yang sedang terjadi, gadis itu pun berkata, “B-bisakah kau berikan waktu untuk menenangkan diri?” Melihat pelayannya itu berniat membuka mulut untuk mencari tahu lebih jauh mengenai apa yang salah, gadis itu menambahkan, “Tolong?”

Terkejut dengan keseriusan dalam nada bicara Ling Huang, Zhen Zhen pun mengalah. Dia memberi hormat dan mengarah ke luar. “Aku akan menunggu di luar,” ucapnya seraya menutup pintu kamar majikannya.

Sepeninggalan Zhen Zhen, Ling Huang segera berlari ke arah meja rias; tempatnya masih sama dengan yang dia ingat dulu. “Ah …,” desahan gadis itu terdengar, menemukan ada yang berbeda dari kali terakhir dia berkaca. “A-aku terlihat begitu muda ….”

Jari-jari ramping Ling Huang menyusuri wajahnya, takjub dengan kehalusan kulitnya. Mata sehitam malamnya memandang lekat rona sehat di wajah dan bibir.

Gadis di dalam cermin itu sungguh terlihat seperti dirinya yang berusia enam belas tahun dulu!

“He he,” tawa kecil terlepas dari bibir mungil Ling Huang. “Aku kembali ….”

Perlahan, aliran panas menuruni wajah Ling Huang. Dadanya terasa sesak dan tenggorokannya tercekat.

“Aku kembali sebelum segala kesalahan terjadi ….” Ling Huang menutup mata, benaknya memutar segala ingatan yang dia miliki akan kehidupannya dahulu.

Begitu dirinya teringat dua sosok yang menghancurkan kehidupannya di masa lalu, pandangan Ling Huang diselimuti api kebencian. “Ling Xian, Qi Moxin …,” desisnya. Tangan Ling Huang mengepal, dan dia membatin dalam hati, ‘Begitu kejam … begitu kejam kalian mengkhianatiku!

***

Ling Huang, anak kedua jenderal besar kekaisaran Liang. Ibunya adalah istri sah sang jenderal besar, juga putri dari menteri keuangan yang terhormat. Dari sang ibu, dirinya dianugerahi seorang kakak dan adik laki-laki.

Selain ibu Ling Huang yang berstatus sebagai istri sah, ayah Ling Huang juga memiliki seorang selir, Wu Mei. Dari wanita tersebut, sang ayah memiliki dua anak lagi; seorang gadis dan seorang laki-laki.

Ling Xian … merupakan putri dari selir tersebut.

“Ling Xian adalah gadis yang begitu cantik. Tak hanya itu, sikapnya sangat lembut dan dirinya juga bertalenta, sungguh panutan para gadis seusianya,” puji begitu banyak orang.

“Di sisi lain, Ling Huang, putri sah sang jenderal besar, bersikap layaknya seorang pria. Dia begitu menyukai pedang dan perkelahian, sungguh gadis yang kasar!”

Ling Huang dan Ling Xian, mereka adalah saudara, tapi dengan perbedaan layaknya langit dan bumi. Namun, bahkan dengan demikian, hal tersebut tidak menghentikan Ling Huang untuk menjadi dirinya sendiri. Lagi pula, sang ayah begitu mencintainya, siapa yang mungkin bisa menghalangi dirinya untuk berbuat sesuka hati?

Sayang, tapi cinta sang jenderal besar kepada Ling Huang merupakan pisau bermata dua.

Setelah kepulangan sang jenderal besar dari peperangan dengan Suku Han, Ling Huang mendapatkan kehormatan untuk dijodohkan dengan sang pangeran mahkota. Akan tetapi, gadis itu telah terlebih dahulu jatuh cinta dengan sang pangeran ketiga, Qi Moxin. Hal tersebut … menghasilkan keributan besar.

“Aku tidak akan menikahi siapa pun selain Qi Moxin!” ucap Ling Huang kepada sang ayah, menolak keras pernikahan tersebut.

Tak mampu mengendalikan putrinya, Ling Huang sungguh berhasil keluar dari perjodohan itu. Namun, dia tidak mengetahui apa yang telah sang ayah derita untuk mencapai hal tersebut; murka sang permaisuri, ibunda dari sang pangeran mahkota.

Tentu saja, Ling Huang tidak pernah mengetahui—atau mungkin tidak peduli—tentang semua yang diderita sang ayah sebelum semuanya terlambat.

Satu tahun sejak kejadian itu, tak disangka kediaman Ling mendapatkan sebuah surat yang mengubah kehidupan Ling Huang. Seperti sebuah mimpi yang menjadi kenyataan, gadis itu menerima berkah sang kaisar yang menjodohkan dirinya dengan Qi Moxin.

“Aku adalah pangeran yang lahir dari rahim seorang pelayan. Statusku memang anggota keluarga kekaisaran, tapi di mata semua orang, aku tidak lebih tinggi dibandingkan seorang prajurit istana.” Manik cokelat tua milik pria itu bak menerawang jiwa lawan bicaranya. “Dengan kenyataan itu, apa kau masih bersedia menikah denganku?” tanya Qi Moxin.

Karena dirinya merupakan pangeran yang lahir akibat sebuah kecelakaan, Qi Moxin selalu ditempatkan oleh ayahandanya dalam tugas berbahaya. Entah itu perang, maupun ekspedisi antarnegara, pangeran itu diwajibkan pergi sebagai perwakilan sang kaisar.

Mungkin, sang kaisar berharap putranya itu tidak akan kembali dari salah satu tugas yang dia berikan. Sayangnya, Qi Moxin selalu kembali, dan semakin lama, pemuda itu tumbuh dewasa dengan sejuta kemampuan serta segudang jasa bagi negara.

“Bahkan jika dirimu prajurit biasa, aku tetap rela, Yang Mulia,” balas gadis itu. Sebuah senyuman terlukis di bibirnya, “Lagi pula, bukan karena status aku jatuh cinta padamu, melainkan karena tekad yang kau tunjukkan untuk melindungi kekaisaran.”

Kembali dari ingatan tersebut, Ling Huang membuka matanya. Dia tersenyum sinis, menertawakan kebodohannya di masa itu.

Siapa yang menduga menikah dengannya adalah pintu menuju neraka?

Walau dirinya merupakan pangeran terbuang, tapi Qi Moxin memiliki kemampuan. Tak hanya itu, setelah menikah dengan Ling Huang, dia memiliki seorang istri yang sepenuh hati mendukungnya. Seorang istri yang merupakan putri kesayangan sang jenderal besar dan juga cucu dari sang menteri keuangan.

Sungguh wanita yang begitu berharga.

Langkah demi langkah, dengan darah dan air mata, kubantu dirimu mencapai ambisi menduduki takhta penguasa.’ Ling Huang memukul meja rias dengan kepalan tangannya, menciptakan sebuah retakan di atasnya. ‘Setelah mendapatkan semuanya, beraninya kau membuangku dan mengangkat adik tiriku sebagai permaisuri!?

“Permaisuri adalah simbol keanggunan dan keluhuran seorang wanita. Setelah semua perang yang kau lalui, juga ratusan nyawa yang kau ambil, apa kau merasa dirimu pantas untuk menyandang gelar tersebut?” Qi Moxin berkata, menatap jijik ke arah Ling Huang yang berdiri di hadapannya. Dalam pelukannya, Ling Xian memasang wajah bersalah dan takut. “Dibandingkan dirimu, Ling Xian jauh lebih cocok menjadi permaisuri, terutama dengan statusnya sebagai bunga kekaisaran [2].”

Ling Huang menatap Qi Moxin dengan pandangan tak percaya. Luka yang dia derita dari pihak oposisi belum mengering, dan dia sudah harus menerima kenyataan memuakkan ini?!

Pandangan Ling Huang beralih pada Ling Xian. “Ling Xian,” panggilnya, “kau—”

Belum sempat Ling Huang mengatakan apa pun, wanita berwujud bak peri itu telah terlebih dahulu berseru sembari berlutut, “Kakak! Aku bersalah padamu!” Wanita cantik itu menengadahkan kepalanya. “Akan tetapi, aku sungguh mencintai Yang Mulia, tolong restuilah kami!”

___

[1] Bulan Kerbau: Bulan ke-2 dari 12 bulan. Urutan bulan mengikuti urutan shio.

[2] Bunga Kekaisaran: panggilan bagi wanita tercantik dan paling bertalenta di kekaisaran.

___

A/N: Minta restu abis selingkuh, cara baru menghalalkan perselingkuhankah? :) Pengen tak gam---

Related chapters

  • Sang Wanita Penguasa   Bab 3 Ling Xian dan Qi Moxin

    Ucapan Ling Xian membuat Ling Huang terkejut. ‘Restu? Setelah pengumuman besar-besaran di hadapan para pejabat negara, sekarang kau baru meminta restu?!’ teriaknya dalam hati.Belum sempat Ling Huang melakukan apa pun, Qi Moxin segera membantu Ling Xian berdiri.“Xian’er, kau sedang mengandung, jangan—”“Apa?!” Ling Huang terbelalak, jantungnya seakan berhenti berdetak selama satu detik. “Apa maksudmu dengan mengandung?! Kalian—” Wanita itu tak mampu menyelesaikan ucapannya, terutama setelah melihat keintiman kedua orang di hadapannya. Seluruh tubuh Ling Huang bergidik jijik, jarinya tertunjuk ke arah suami dan adiknya. “K-kalian berdua—”Qi Moxin menatap Ling Huang dengan dingin. “Ya, Ling Xian mengandung anakku.” Dia memasang sebuah senyuman keji seraya berkata, “Lihat, bahkan dalam hal ini, dia lebih mampu dibandingkan dirimu.”Hati Ling

    Last Updated : 2021-12-15
  • Sang Wanita Penguasa   Bab 4 Persaudaraan Palsu

    Dengan kedua tangan ditahan di belakang oleh seorang prajurit, manik hitam Ling Huang menggerayangi belati dan mangkuk berisi cairan hitam yang disuguhkan seorang kasim di hadapannya.“Belati atau racun, pilihlah salah satunya,” ujar sang kasim dengan senyuman keji.Tubuh Ling Huang bergetar karena amarah, dia tidak menyangka bahwa Qi Moxin akan memerintahkannya untuk melakukan bunuh diri. Wanita tersebut mengangkat kepalanya, memandang wajah Ling Xian yang tersenyum dengan memuakkan.“Kalian ingin memaksaku untuk bunuh diri?” Ling Huang bertanya.Ling Xian memasang wajah menyayangkan, lalu dia menggelengkan kepalanya. “Kakak, Kaisar akan sedih kalau dia tahu niat baiknya disalahpahami olehmu.” Kemudian, dia tersenyum. “Dia sedang memberikanmu pilihan untuk mati dengan lebih terhormat. Dibandingkan dieksekusi di depan khalayak ramai seperti pelayanmu itu, bukankah ini lebih baik?”Tangan Ling Huang me

    Last Updated : 2021-12-15
  • Sang Wanita Penguasa   Bab 5 Ling De dan Wu Mei

    “Apa sebenarnya yang kau pikirkan?!”Suara menggelegar terdengar bergema di halaman nona kedua keluarga Ling; Ya, halaman tempat tinggal Ling Huang.“Meninju cermin? Gadis macam apa kau ini, hah?!” bentak seorang pria dengan setengah rambutnya diangkat ke atas, menyisakan helaian rambut yang membingkai wajah tampannya. Dari pakaian yang dia kenakan, terlihat bahwa pria tersebut merupakan seorang terhormat.Di sebelah pria itu, berdiri seorang wanita rupawan yang memasang senyum lembut. “Ling De, tenanglah. Jelas terjadi sesuatu yang membuat adikmu tidak bisa mengendalikan emosi. Bukan begitu, Ling Huang?” tanya wanita tersebut sembari menatap gadis yang sedang terduduk di pinggir tempat tidur.Ling Huang terdiam, membalas tatapan wanita di hadapannya dengan wajah datar. Tanpa ada yang tahu, gelombang emosi dan hasrat membunuh sedang bergulir di dalam hatinya.‘Wu Mei,’ Ling Huang menyebut nam

    Last Updated : 2021-12-15
  • Sang Wanita Penguasa   Bab 1 Kematian

    Catatan:[1] Istana Dingin: tempat di mana para wanita kaisar yang melanggar peraturan istana dibuang sebagai ganjarannya.____Suara daging terkoyak terdengar jelas di telinga semua orang. Setiap pasang mata yang hadir di halaman Istana Dingin [1] membelalak, terkejut dengan sebilah belati yang berhasil menembus dahi satu prajurit malang di tengah kerumunan.“Lindungi Yang Mulia!” seru seorang jenderal, menyadarkan para prajurit di bawah kuasanya untuk melindungi sang Putra Langit dari bahaya.Ya, ‘Putra Langit’, panggilan bagi sang kaisar.Di tengah kekacauan dan kepanikan yang terjadi, teriakan memilukan seorang wanita bisa terdengar, “Ahh!”Para prajurit dengan cepat mengalihkan pandangan, manik mereka memandang ke arah sumber suara, yakni pintu Istana Dingin. Satu sosok wanita berpakaian lusuh terlihat berdiri di sana, sebuah pedang mencuat keluar dari tubuhnya.Ketika pedang te

    Last Updated : 2021-12-07

Latest chapter

  • Sang Wanita Penguasa   Bab 5 Ling De dan Wu Mei

    “Apa sebenarnya yang kau pikirkan?!”Suara menggelegar terdengar bergema di halaman nona kedua keluarga Ling; Ya, halaman tempat tinggal Ling Huang.“Meninju cermin? Gadis macam apa kau ini, hah?!” bentak seorang pria dengan setengah rambutnya diangkat ke atas, menyisakan helaian rambut yang membingkai wajah tampannya. Dari pakaian yang dia kenakan, terlihat bahwa pria tersebut merupakan seorang terhormat.Di sebelah pria itu, berdiri seorang wanita rupawan yang memasang senyum lembut. “Ling De, tenanglah. Jelas terjadi sesuatu yang membuat adikmu tidak bisa mengendalikan emosi. Bukan begitu, Ling Huang?” tanya wanita tersebut sembari menatap gadis yang sedang terduduk di pinggir tempat tidur.Ling Huang terdiam, membalas tatapan wanita di hadapannya dengan wajah datar. Tanpa ada yang tahu, gelombang emosi dan hasrat membunuh sedang bergulir di dalam hatinya.‘Wu Mei,’ Ling Huang menyebut nam

  • Sang Wanita Penguasa   Bab 4 Persaudaraan Palsu

    Dengan kedua tangan ditahan di belakang oleh seorang prajurit, manik hitam Ling Huang menggerayangi belati dan mangkuk berisi cairan hitam yang disuguhkan seorang kasim di hadapannya.“Belati atau racun, pilihlah salah satunya,” ujar sang kasim dengan senyuman keji.Tubuh Ling Huang bergetar karena amarah, dia tidak menyangka bahwa Qi Moxin akan memerintahkannya untuk melakukan bunuh diri. Wanita tersebut mengangkat kepalanya, memandang wajah Ling Xian yang tersenyum dengan memuakkan.“Kalian ingin memaksaku untuk bunuh diri?” Ling Huang bertanya.Ling Xian memasang wajah menyayangkan, lalu dia menggelengkan kepalanya. “Kakak, Kaisar akan sedih kalau dia tahu niat baiknya disalahpahami olehmu.” Kemudian, dia tersenyum. “Dia sedang memberikanmu pilihan untuk mati dengan lebih terhormat. Dibandingkan dieksekusi di depan khalayak ramai seperti pelayanmu itu, bukankah ini lebih baik?”Tangan Ling Huang me

  • Sang Wanita Penguasa   Bab 3 Ling Xian dan Qi Moxin

    Ucapan Ling Xian membuat Ling Huang terkejut. ‘Restu? Setelah pengumuman besar-besaran di hadapan para pejabat negara, sekarang kau baru meminta restu?!’ teriaknya dalam hati.Belum sempat Ling Huang melakukan apa pun, Qi Moxin segera membantu Ling Xian berdiri.“Xian’er, kau sedang mengandung, jangan—”“Apa?!” Ling Huang terbelalak, jantungnya seakan berhenti berdetak selama satu detik. “Apa maksudmu dengan mengandung?! Kalian—” Wanita itu tak mampu menyelesaikan ucapannya, terutama setelah melihat keintiman kedua orang di hadapannya. Seluruh tubuh Ling Huang bergidik jijik, jarinya tertunjuk ke arah suami dan adiknya. “K-kalian berdua—”Qi Moxin menatap Ling Huang dengan dingin. “Ya, Ling Xian mengandung anakku.” Dia memasang sebuah senyuman keji seraya berkata, “Lihat, bahkan dalam hal ini, dia lebih mampu dibandingkan dirimu.”Hati Ling

  • Sang Wanita Penguasa   Bab 2 Ling Huang, Putri Sang Jenderal Besar

    Sebelum Ling Huang berhasil mendapatkan jawaban, teriakan terkejut mengalihkan fokusnya. “N-Nona Kedua! Kenapa kau keluar dengan pakaian seperti itu?!” teriak seorang gadis muda dengan pakaian seorang pelayan. “Segeralah kembali masuk!” Dipanggil ‘Nona Kedua’ oleh sang pelayan membuat Ling Huang membeku. Dia adalah istri sang pangeran ketiga, itu berarti panggilan ‘Putri’ yang seharusnya digunakan untuknya. Selain itu, panggilan ‘Nona’ kurang tepat untuk seseorang di usianya. Namun, ada hal lain yang lebih mengejutkan bagi Ling Huang. “Zhen Zhen?” ujar gadis itu dengan ragu. “Bukankah kau … telah mati?” Dia menambahkan dalam hati, ‘Apa itu berarti … ini surga?’ Dengan sebuah nampan berisi baskom dalam pegangannya, pelayan bernama Zhen Zhen itu memasang wajah konyol. ‘Apa Nona baru menyumpahiku?’ batin pelayan tersebut. Tak penting apa jawaban dari pertanyaan itu, Zhen Zhen hanya tahu ada hal yang perlu dia lakukan. Mengabaikan ucapan aneh nonanya, Zhen Zhen bergegas menghampiri Li

  • Sang Wanita Penguasa   Bab 1 Kematian

    Catatan:[1] Istana Dingin: tempat di mana para wanita kaisar yang melanggar peraturan istana dibuang sebagai ganjarannya.____Suara daging terkoyak terdengar jelas di telinga semua orang. Setiap pasang mata yang hadir di halaman Istana Dingin [1] membelalak, terkejut dengan sebilah belati yang berhasil menembus dahi satu prajurit malang di tengah kerumunan.“Lindungi Yang Mulia!” seru seorang jenderal, menyadarkan para prajurit di bawah kuasanya untuk melindungi sang Putra Langit dari bahaya.Ya, ‘Putra Langit’, panggilan bagi sang kaisar.Di tengah kekacauan dan kepanikan yang terjadi, teriakan memilukan seorang wanita bisa terdengar, “Ahh!”Para prajurit dengan cepat mengalihkan pandangan, manik mereka memandang ke arah sumber suara, yakni pintu Istana Dingin. Satu sosok wanita berpakaian lusuh terlihat berdiri di sana, sebuah pedang mencuat keluar dari tubuhnya.Ketika pedang te

DMCA.com Protection Status