Dengan kedua tangan ditahan di belakang oleh seorang prajurit, manik hitam Ling Huang menggerayangi belati dan mangkuk berisi cairan hitam yang disuguhkan seorang kasim di hadapannya.
“Belati atau racun, pilihlah salah satunya,” ujar sang kasim dengan senyuman keji.
Tubuh Ling Huang bergetar karena amarah, dia tidak menyangka bahwa Qi Moxin akan memerintahkannya untuk melakukan bunuh diri. Wanita tersebut mengangkat kepalanya, memandang wajah Ling Xian yang tersenyum dengan memuakkan.
“Kalian ingin memaksaku untuk bunuh diri?” Ling Huang bertanya.
Ling Xian memasang wajah menyayangkan, lalu dia menggelengkan kepalanya. “Kakak, Kaisar akan sedih kalau dia tahu niat baiknya disalahpahami olehmu.” Kemudian, dia tersenyum. “Dia sedang memberikanmu pilihan untuk mati dengan lebih terhormat. Dibandingkan dieksekusi di depan khalayak ramai seperti pelayanmu itu, bukankah ini lebih baik?”
Tangan Ling Huang mengepal kuat, dia menggertakkan gigi. “Ling Xian! Puluhan tahun bersaudara, apakah itu semua hanya sandiwara belaka?!” tanyanya dengan marah. “Apa persaudaraan kita tidak berarti apa pun bagimu?”
“Persaudaraan?” Ling Xian menaikkan alis kanannya, lalu tertawa kencang. “Tidakkah kau sadar bahwa hubungan itulah yang telah menyiksaku selama bertahun-tahun!?”
Ling Huang mengerutkan keningnya, tidak terlihat mengerti.
“Aku adalah sang bunga kekaisaran, wanita paling bertalenta di Kekaisaran Liang. Akan tetapi, bahkan dengan pencapaian itu, aku masih tetap yang kedua di mata semua orang!” Wajah cantik Ling Xian berubah buruk, menunjukkan kedengkian dalam hatinya. “Di penghujung hari, Ling Xian, sang bunga kekaisaran, hanyalah putri dari seorang selir dengan kedudukan lebih rendah dari Ling Huang, sang putri dari istri sah!”
Ling Xian menatap wajah Ling Huang dengan kebencian. Sepasang manik segelap malam merupakan berkah dari sang ibu, hidung tinggi dan rahang yang tegas jelas berasal dari sang ayah. Walau seorang wanita, tapi wajah Ling Huang membawa kekhasan keluarga Ling; kuat dan berwibawa.
Di sisi lain, Ling Xian memiliki mata bulat berwarna cokelat gelap, hidung mancung, dan bibir mungil yang menggoda. Dirinya serupa peri yang turun dari kahyangan, membuat para pria memujanya. Namun, ada pula yang menyebutnya sebagai wanita penggoda, siluman rubah yang menggoda para pria. Hal tersebut sering kali membuat orang-orang mengungkit asal-usulnya; putri seorang selir yang berasal dari rumah hiburan.
Kesal, Ling Xian melayangkan sebuah tamparan di wajah Ling Huang. Namun, alih-alih mengerang kesakitan seperti yang diharapkan, wanita tersebut menatap lurus dengan manik jernihnya, seakan menantang tindakan Ling Xian.
“Beraninya kau menatapku seperti itu?!” teriak Ling Xian penuh amarah. “Aku adalah sang permaisuri!”
“Sang permaisuri yang mendapatkan kedudukannya dengan menjadi seorang jal*ng, aku penasaran apa tanggapan para rakyat mengenai hal itu?” Ling Huang memasang sebuah senyuman. “Sekarang, aku percaya ucapan semua orang. Buah memang jatuh tidak jauh dari pohonnya.”
“Kau—!”
Sebelum tangan Ling Xian mendarat di wajahnya, Ling Huang dengan cepat melepaskan diri dari tahanan prajurit. Dia mencengkeram pergelangan tangan Ling Xian dan menarik gadis itu ke arahnya. Di saat yang bersamaan, tangan kanannya meraih belati di atas nampan dan mengarahkannya ke leher wanita itu.
“Permaisuri!” teriak para prajurit dengan wajah panik.
“Ah!” Ling Xian berteriak panik ketika merasakan sisi tajam belati ditekan ke dalam kulitnya. “Ling Huang! Kau sudah gila?!”
Semua orang di tempat itu sangat terkejut, tak menyangka bahwa Ling Huang masih bisa melawan. Hidup lama dalam penderitaan tidak menyurutkan kemampuan sang putri jenderal besar!
Namun, tak ada yang tahu bahwa hanya satu hal yang memungkinkan Ling Huang memiliki tenaga, dan itu adalah hasrat pembalasan dendam!
“Perintahkan semua untuk menjauh atau nyawamu yang akan menjadi gantinya,” ancam Ling Huang dengan nada tenang, seakan dirinya sudah lama menantikan hal ini.
Ling Xian meringis, dia bisa merasakan aliran hangat menuruni lehernya. Itu adalah pertanda bahwa kulitnya terluka!
Kecantikan adalah senjata paling hebat yang Ling Xian miliki, dan mengetahui hal tersebut terancam dihancurkan membuatnya panik, Wanita itu pun segera berteriak, “Menjauhlah! Semuanya menjauhlah!”
Bersamaan dengan menjauhnya para prajurit, Ling Huang mulai berjalan ke luar gedung Istana Dingin dengan Ling Xian sebagai sandera. Jantungnya berdebar, mulai memperhitungkan segala hal untuk pergi dari tempat tersebut.
Akan tetapi, sebelum Ling Huang sempat mengambil tindakan selanjutnya, tiba-tiba sebuah suara berkumandang, “Berhenti di sana!”
Ling Huang membeku, lalu dia mengalihkan pandangan ke sumber suara. Matanya yang memancarkan aura dingin sekejap berubah lembut, tapi hal itu hanya bertahan untuk sepersekian detik.
“Qi Moxin ….”
Qi Moxin menatap Ling Huang dengan geram, lalu dia berkata, “Tidak hanya kau membunuh janin tak berdosa, tapi sekarang kau mencoba membunuh adikmu sendiri!” Pria itu melanjutkan, “Ling Huang! Berhentilah untuk melukai orang-orang yang kukasihi! Sampai kapan pun, aku tidak akan pernah mencintai dirimu!”
Mendengar hal tersebut, mata Ling Huang membelalak. Dia ingin sekali tertawa dengan sangat keras seraya mengatakan, “Qi Moxin! Tidakkah kau merasa dirimu begitu percaya diri?” Dengan alis ditinggikan, Ling Huang membayangkan dirinya melanjutkan, “Cinta? Sejak dirimu berkhianat dengan jal*ng ini, tidak ada lagi cinta di dalam hatiku untukmu! Jangan bermimpi terlalu jauh!”
Namun, tentu saja … dia tidak mampu mengatakan semua hal itu. Di dalam lubuk hati Ling Huang yang terdalam, tak elak harus dia akui … dirinya masih mencintai Qi Moxin. Pria itu adalah suaminya untuk bertahun-tahun lamanya, tidak bisa dia lupakan semua perasaannya begitu saja.
Tepat ketika Ling Huang memikirkan hal tersebut, matanya menangkap seorang prajurit di sisi Qi Moxin mengeluarkan sebuah belati. Tanpa berpikir panjang, wanita tersebut mendorong Ling Xian ke samping dan melemparkan belati di tangannya.
Di saat belati tersebut melewati sisi wajahnya, hati Qi Moxin bergetar, mengira nyawanya akan lenyap saat itu juga. Namun, di saat mendengar lenguhan di sisinya, dia tahu bahwa orang lain yang telah menjadi korban.
“Lindungi Yang Mulia!” seruan seorang jenderal bisa terdengar, membuat seluruh prajurit bersiaga.
Tepat di saat itu, Ling Huang bisa merasakan sebuah besi dingin menyentuh punggungnya. Kemudian, dalam hitungan detik, besi tersebut mengoyak daging dan menembus tubuhnya.
Ling Huang, sang putri jenderal besar, telah mencapai akhir hayatnya dengan sangat menyedihkan.
Mengingat kematiannya yang begitu konyol, Ling Huang meninju cermin di hadapannya. ‘Bodoh! Sungguh bodoh!’ makinya dalam hati. ‘Bahkan setelah semua itu, dia masih mengira aku ingin membunuhnya!’
Suara pecahan kaca membuat Zhen Zhen yang berada di luar bergegas masuk ke dalam ruangan. Matanya membulat sempurna ketika melihat buku-buku jari sang nona terluka dan berdarah.
“Nona! Apa yang kau lakukan?!” seru gadis pelayan itu seraya menarik tangan Ling Huang untuk memeriksanya. Dia kemudian berlari ke luar ruangan dan berteriak ke arah sejumlah pelayan yang lewat, “Tabib! Segera panggil tabib kemari!”
Selagi Zhen Zhen diselimuti kepanikan perihal luka yang dirinya derita, pandangan Ling Huang memancarkan aura membunuh yang kental. ‘Di kehidupan ini, akan kupastikan kalian tidak akan hidup dengan tenang!’
“Apa sebenarnya yang kau pikirkan?!”Suara menggelegar terdengar bergema di halaman nona kedua keluarga Ling; Ya, halaman tempat tinggal Ling Huang.“Meninju cermin? Gadis macam apa kau ini, hah?!” bentak seorang pria dengan setengah rambutnya diangkat ke atas, menyisakan helaian rambut yang membingkai wajah tampannya. Dari pakaian yang dia kenakan, terlihat bahwa pria tersebut merupakan seorang terhormat.Di sebelah pria itu, berdiri seorang wanita rupawan yang memasang senyum lembut. “Ling De, tenanglah. Jelas terjadi sesuatu yang membuat adikmu tidak bisa mengendalikan emosi. Bukan begitu, Ling Huang?” tanya wanita tersebut sembari menatap gadis yang sedang terduduk di pinggir tempat tidur.Ling Huang terdiam, membalas tatapan wanita di hadapannya dengan wajah datar. Tanpa ada yang tahu, gelombang emosi dan hasrat membunuh sedang bergulir di dalam hatinya.‘Wu Mei,’ Ling Huang menyebut nam
Catatan:[1] Istana Dingin: tempat di mana para wanita kaisar yang melanggar peraturan istana dibuang sebagai ganjarannya.____Suara daging terkoyak terdengar jelas di telinga semua orang. Setiap pasang mata yang hadir di halaman Istana Dingin [1] membelalak, terkejut dengan sebilah belati yang berhasil menembus dahi satu prajurit malang di tengah kerumunan.“Lindungi Yang Mulia!” seru seorang jenderal, menyadarkan para prajurit di bawah kuasanya untuk melindungi sang Putra Langit dari bahaya.Ya, ‘Putra Langit’, panggilan bagi sang kaisar.Di tengah kekacauan dan kepanikan yang terjadi, teriakan memilukan seorang wanita bisa terdengar, “Ahh!”Para prajurit dengan cepat mengalihkan pandangan, manik mereka memandang ke arah sumber suara, yakni pintu Istana Dingin. Satu sosok wanita berpakaian lusuh terlihat berdiri di sana, sebuah pedang mencuat keluar dari tubuhnya.Ketika pedang te
Sebelum Ling Huang berhasil mendapatkan jawaban, teriakan terkejut mengalihkan fokusnya. “N-Nona Kedua! Kenapa kau keluar dengan pakaian seperti itu?!” teriak seorang gadis muda dengan pakaian seorang pelayan. “Segeralah kembali masuk!” Dipanggil ‘Nona Kedua’ oleh sang pelayan membuat Ling Huang membeku. Dia adalah istri sang pangeran ketiga, itu berarti panggilan ‘Putri’ yang seharusnya digunakan untuknya. Selain itu, panggilan ‘Nona’ kurang tepat untuk seseorang di usianya. Namun, ada hal lain yang lebih mengejutkan bagi Ling Huang. “Zhen Zhen?” ujar gadis itu dengan ragu. “Bukankah kau … telah mati?” Dia menambahkan dalam hati, ‘Apa itu berarti … ini surga?’ Dengan sebuah nampan berisi baskom dalam pegangannya, pelayan bernama Zhen Zhen itu memasang wajah konyol. ‘Apa Nona baru menyumpahiku?’ batin pelayan tersebut. Tak penting apa jawaban dari pertanyaan itu, Zhen Zhen hanya tahu ada hal yang perlu dia lakukan. Mengabaikan ucapan aneh nonanya, Zhen Zhen bergegas menghampiri Li
Ucapan Ling Xian membuat Ling Huang terkejut. ‘Restu? Setelah pengumuman besar-besaran di hadapan para pejabat negara, sekarang kau baru meminta restu?!’ teriaknya dalam hati.Belum sempat Ling Huang melakukan apa pun, Qi Moxin segera membantu Ling Xian berdiri.“Xian’er, kau sedang mengandung, jangan—”“Apa?!” Ling Huang terbelalak, jantungnya seakan berhenti berdetak selama satu detik. “Apa maksudmu dengan mengandung?! Kalian—” Wanita itu tak mampu menyelesaikan ucapannya, terutama setelah melihat keintiman kedua orang di hadapannya. Seluruh tubuh Ling Huang bergidik jijik, jarinya tertunjuk ke arah suami dan adiknya. “K-kalian berdua—”Qi Moxin menatap Ling Huang dengan dingin. “Ya, Ling Xian mengandung anakku.” Dia memasang sebuah senyuman keji seraya berkata, “Lihat, bahkan dalam hal ini, dia lebih mampu dibandingkan dirimu.”Hati Ling
“Apa sebenarnya yang kau pikirkan?!”Suara menggelegar terdengar bergema di halaman nona kedua keluarga Ling; Ya, halaman tempat tinggal Ling Huang.“Meninju cermin? Gadis macam apa kau ini, hah?!” bentak seorang pria dengan setengah rambutnya diangkat ke atas, menyisakan helaian rambut yang membingkai wajah tampannya. Dari pakaian yang dia kenakan, terlihat bahwa pria tersebut merupakan seorang terhormat.Di sebelah pria itu, berdiri seorang wanita rupawan yang memasang senyum lembut. “Ling De, tenanglah. Jelas terjadi sesuatu yang membuat adikmu tidak bisa mengendalikan emosi. Bukan begitu, Ling Huang?” tanya wanita tersebut sembari menatap gadis yang sedang terduduk di pinggir tempat tidur.Ling Huang terdiam, membalas tatapan wanita di hadapannya dengan wajah datar. Tanpa ada yang tahu, gelombang emosi dan hasrat membunuh sedang bergulir di dalam hatinya.‘Wu Mei,’ Ling Huang menyebut nam
Dengan kedua tangan ditahan di belakang oleh seorang prajurit, manik hitam Ling Huang menggerayangi belati dan mangkuk berisi cairan hitam yang disuguhkan seorang kasim di hadapannya.“Belati atau racun, pilihlah salah satunya,” ujar sang kasim dengan senyuman keji.Tubuh Ling Huang bergetar karena amarah, dia tidak menyangka bahwa Qi Moxin akan memerintahkannya untuk melakukan bunuh diri. Wanita tersebut mengangkat kepalanya, memandang wajah Ling Xian yang tersenyum dengan memuakkan.“Kalian ingin memaksaku untuk bunuh diri?” Ling Huang bertanya.Ling Xian memasang wajah menyayangkan, lalu dia menggelengkan kepalanya. “Kakak, Kaisar akan sedih kalau dia tahu niat baiknya disalahpahami olehmu.” Kemudian, dia tersenyum. “Dia sedang memberikanmu pilihan untuk mati dengan lebih terhormat. Dibandingkan dieksekusi di depan khalayak ramai seperti pelayanmu itu, bukankah ini lebih baik?”Tangan Ling Huang me
Ucapan Ling Xian membuat Ling Huang terkejut. ‘Restu? Setelah pengumuman besar-besaran di hadapan para pejabat negara, sekarang kau baru meminta restu?!’ teriaknya dalam hati.Belum sempat Ling Huang melakukan apa pun, Qi Moxin segera membantu Ling Xian berdiri.“Xian’er, kau sedang mengandung, jangan—”“Apa?!” Ling Huang terbelalak, jantungnya seakan berhenti berdetak selama satu detik. “Apa maksudmu dengan mengandung?! Kalian—” Wanita itu tak mampu menyelesaikan ucapannya, terutama setelah melihat keintiman kedua orang di hadapannya. Seluruh tubuh Ling Huang bergidik jijik, jarinya tertunjuk ke arah suami dan adiknya. “K-kalian berdua—”Qi Moxin menatap Ling Huang dengan dingin. “Ya, Ling Xian mengandung anakku.” Dia memasang sebuah senyuman keji seraya berkata, “Lihat, bahkan dalam hal ini, dia lebih mampu dibandingkan dirimu.”Hati Ling
Sebelum Ling Huang berhasil mendapatkan jawaban, teriakan terkejut mengalihkan fokusnya. “N-Nona Kedua! Kenapa kau keluar dengan pakaian seperti itu?!” teriak seorang gadis muda dengan pakaian seorang pelayan. “Segeralah kembali masuk!” Dipanggil ‘Nona Kedua’ oleh sang pelayan membuat Ling Huang membeku. Dia adalah istri sang pangeran ketiga, itu berarti panggilan ‘Putri’ yang seharusnya digunakan untuknya. Selain itu, panggilan ‘Nona’ kurang tepat untuk seseorang di usianya. Namun, ada hal lain yang lebih mengejutkan bagi Ling Huang. “Zhen Zhen?” ujar gadis itu dengan ragu. “Bukankah kau … telah mati?” Dia menambahkan dalam hati, ‘Apa itu berarti … ini surga?’ Dengan sebuah nampan berisi baskom dalam pegangannya, pelayan bernama Zhen Zhen itu memasang wajah konyol. ‘Apa Nona baru menyumpahiku?’ batin pelayan tersebut. Tak penting apa jawaban dari pertanyaan itu, Zhen Zhen hanya tahu ada hal yang perlu dia lakukan. Mengabaikan ucapan aneh nonanya, Zhen Zhen bergegas menghampiri Li
Catatan:[1] Istana Dingin: tempat di mana para wanita kaisar yang melanggar peraturan istana dibuang sebagai ganjarannya.____Suara daging terkoyak terdengar jelas di telinga semua orang. Setiap pasang mata yang hadir di halaman Istana Dingin [1] membelalak, terkejut dengan sebilah belati yang berhasil menembus dahi satu prajurit malang di tengah kerumunan.“Lindungi Yang Mulia!” seru seorang jenderal, menyadarkan para prajurit di bawah kuasanya untuk melindungi sang Putra Langit dari bahaya.Ya, ‘Putra Langit’, panggilan bagi sang kaisar.Di tengah kekacauan dan kepanikan yang terjadi, teriakan memilukan seorang wanita bisa terdengar, “Ahh!”Para prajurit dengan cepat mengalihkan pandangan, manik mereka memandang ke arah sumber suara, yakni pintu Istana Dingin. Satu sosok wanita berpakaian lusuh terlihat berdiri di sana, sebuah pedang mencuat keluar dari tubuhnya.Ketika pedang te