Share

Sang Wanita Penguasa
Sang Wanita Penguasa
Penulis: Moonbrace

Bab 1 Kematian

Penulis: Moonbrace
last update Terakhir Diperbarui: 2021-12-07 20:52:23

Catatan:

[1] Istana Dingin: tempat di mana para wanita kaisar yang melanggar peraturan istana dibuang sebagai ganjarannya.

____

Suara daging terkoyak terdengar jelas di telinga semua orang. Setiap pasang mata yang hadir di halaman Istana Dingin [1] membelalak, terkejut dengan sebilah belati yang berhasil menembus dahi satu prajurit malang di tengah kerumunan.

“Lindungi Yang Mulia!” seru seorang jenderal, menyadarkan para prajurit di bawah kuasanya untuk melindungi sang Putra Langit dari bahaya.

Ya, ‘Putra Langit’, panggilan bagi sang kaisar.

Di tengah kekacauan dan kepanikan yang terjadi, teriakan memilukan seorang wanita bisa terdengar, “Ahh!”

Para prajurit dengan cepat mengalihkan pandangan, manik mereka memandang ke arah sumber suara, yakni pintu Istana Dingin. Satu sosok wanita berpakaian lusuh terlihat berdiri di sana, sebuah pedang mencuat keluar dari tubuhnya.

Ketika pedang tersebut ditarik keluar tanpa belas kasihan, wanita itu mengerang kesakitan dan terjatuh lemas ke tanah. “Urgh!”

Pada saat itu, terlihat satu sosok wanita yang begitu rupawan berdiri tepat di belakang sang wanita lusuh. Pernak-pernik yang menggantung dari mahkotanya bergerincing selagi tangannya bergetar, memegang pedang yang ternodai darah.

“Permaisuri!” teriak sang jenderal yang berada di tengah kerumunan. “Jauhi wanita itu!”

Sadar dengan apa yang perlu dia lakukan, wanita cantik itu menjatuhkan pedang di tangannya. Dia berlari dengan kencang ke arah pria berjubah keemasan dengan mahkota bertengger di kepalanya, pria yang tak lain adalah sang kaisar.

“Yang Mulia!” sang permaisuri berteriak. Begitu dirinya mencapai sang suami, dia menangis dan menenggelamkan wajahnya ke dalam pelukan pria tersebut. “Aku sungguh takut!” Nadanya begitu menyedihkan, membuat hati para pria di tempat itu terenyuh.

“Ling Xian, kau baik-baik saja?” tanya Kaisar selagi mendekap istrinya itu. Namun, matanya kembali melirik sang wanita berpakaian lusuh dengan dingin. “Ling Huang,” geramnya. “Tak kusangka kau berniat membunuhku!”

Dengan darah yang mulai membasahi pakaiannya, Ling Huang—sang wanita berpakaian lusuh—memaksakan diri untuk menengadahkan kepalanya. Ketika melihat pasangan dengan status tertinggi di Kekaisaran Liang saling bersanding di hadapannya, ekspresi terluka terpancar dari pandangan wanita itu.

“Kau buta, Qi Moxin …,” bisik Ling Huang, merasa hatinya hancur berkeping-keping. Dengan sisa tenaga yang dia miliki, wanita itu berteriak nyaring ke arah sang permaisuri, “Ling Xian! Langit menjadi saksi atas apa yang telah kau lakukan!”

Suara wanita itu terdengar memilukan dan mencekam, terlebih ketika langit mendukungnya dengan gemuruh petir yang menggelegar. Hal tersebut membuat bulu di tubuh semua orang meremang ngeri.

Manik hitam segelap malam milik wanita itu bergeser pada sang kaisar, sekejap mengubah pancaran matanya menjadi begitu lembut. Namun, dalam satu tarikan napas, tatapan itu diselimuti api kebencian yang membara.

“Qi Moxin …,” geram wanita itu; mungkin karena rasa sakit, mungkin juga karena amarah yang tertahan. “Aku menyesal telah mencintaimu.”

Satu tetes air mata terlihat menuruni wajah Ling Huang yang begitu kotor.

“Di kehidupan berikutnya,” wanita itu tersedak oleh darah yang terdorong keluar dari tenggorokannya, “aku, Ling Huang,” tangannya mengepal kuat, “akan membalas semuanya!”

Bak telah mengerahkan semua tenaga yang dia miliki, tubuh Ling Huang mendadak ambruk ke depan. Gemuruh petir yang mengerikan terdengar, seakan menyuarakan raungan para dewa yang marah dengan nasib sang wanita.

“Hah … hah … hah ….”

Napas Ling Huang terengah-engah, menunjukkan rasa lelah setelah berusaha memerangi rasa sakit yang menyelimuti jiwa dan raganya. Pandangan wanita itu membuyar akibat air mata yang mengalir tanpa henti.

Perlahan, Ling Huang merasa kesadarannya semakin sulit dipertahankan. ‘Apa aku akan mati seperti ini?

Sebelum Dewa Kematian berhasil menjemput paksa dirinya, muncul wajah orang-orang yang dia kasihi, tersenyum maupun sedih. Begitu kegelapan menyelimuti pandangannya, satu sosok muncul dalam benaknya, membuat jantung wanita itu berdetak kencang, memaksanya untuk bertahan.

Nada pahit sosok tersebut terngiang di telinganya, ‘Aku sudah memperingatimu.

Detik sebelum kesadarannya menghilang, Ling Huang berteriak dalam hati, ‘Aku … tidak rela!

Dan, semuanya pun menjadi gelap.

***

Kerutan tipis terbentuk pada kening gadis yang sedang tertidur itu. Terlihat bola mata yang diselimuti kelopaknya juga bergerak-gerak dengan cepat, menandakan pemiliknya tak mampu terlelap dengan tenang. Bulir-bulir keringat yang terbentuk pada dahi mulusnya menekankan bahwa sang gadis sedang terjerat sebuah mimpi buruk.

Mendadak, mata gadis itu terbuka lebar diikuti dengan mulutnya yang menghisap udara secara kasar. Manik hitam segelap malamnya memandang kosong langit-langit ruangan tersebut. “Hah … hah ….” Napas gadis itu terengah-engah, seakan dirinya baru saja berlari kencang dari suatu hal yang buruk.

Begitu kesadarannya pulih, gadis itu dengan cepat mendudukkan diri. Kepala gadis itu menunduk, membiarkan sepasang maniknya mendarat pada pakaian yang dia kenakan.

Alis tajam gadis tersebut bertaut, lalu dia menyentuh dadanya; jantungnya berdetak. Kerutan pada kening gadis itu pun mendalam, terutama ketika dia memindahkan tangan pada perutnya.

Aku masih hidup?’ tanya gadis itu dengan bingung. ‘Tunggu,’ batinnya ketika menyadari tangannya bersih dari noda darah, ‘tidak ada luka?

Pandangan gadis itu pun menyapu pemandangan di sekelilingnya. Manik hitamnya bergerak-gerak dengan cepat, seperti seseorang yang begitu panik karena situasi yang tak bisa ia mengerti.

Apa-apaan?’ batin gadis itu lagi.

Tanpa menunggu lama, gadis itu melompat turun dari tempat tidur; hampir terjatuh kalau bukan karena tangannya sigap memegang meja. Dia pun mulai berlari ke arah pintu dan membantingnya terbuka.

Detik itu juga, pemandangan menakjubkan menyeruak masuk ke dalam pandangan sang gadis. Pohon Prem yang menjulang di tengah halaman, kursi dan meja batu yang berada tepat di bawahnya, juga semak berbunga yang indah membuat mulut gadis itu ternganga.

Pemandangan tersebut begitu familier.

“I-ini—” Keterkejutan membuat gadis itu tak memiliki tenaga untuk menyuarakan pikirannya, sehingga ia hanya bisa mengatakannya di dalam hati, ‘Bagaimana aku bisa kembali ke Kediaman Ling?!

Ya, gadis itu adalah Ling Huang, dan ini adalah cerita tentang kesempatan keduanya.

____

A/N: Heyho, para pembaca! Selamat datang di cerita pertamaku di GN. Kalau ada dari kalian yang mengenali tulisan ini, maka kalian mungkin pembacaku juga di pf lain. Kalau yang merasa baru pernah baca, maka selamat datang! Semoga kalian suka dengan karyaku dan terus ikuti sampai akhir, ya~

Komen (3)
goodnovel comment avatar
Felicia Aileen
nice opening.. boleh kasih tau akun sosmed ga ya soalnya pengen aku share ke sosmed trs tag akun author :)
goodnovel comment avatar
༺Memet~૨૨ƒ™༻
Kak Luke...
goodnovel comment avatar
kimmy ara
berasa masuk ke zaman dinasti2 di masa lampau ... keren .. aku sampai lupa bernafas saking tegangnya wkwkwk
LIHAT SEMUA KOMENTAR

Bab terkait

  • Sang Wanita Penguasa   Bab 2 Ling Huang, Putri Sang Jenderal Besar

    Sebelum Ling Huang berhasil mendapatkan jawaban, teriakan terkejut mengalihkan fokusnya. “N-Nona Kedua! Kenapa kau keluar dengan pakaian seperti itu?!” teriak seorang gadis muda dengan pakaian seorang pelayan. “Segeralah kembali masuk!” Dipanggil ‘Nona Kedua’ oleh sang pelayan membuat Ling Huang membeku. Dia adalah istri sang pangeran ketiga, itu berarti panggilan ‘Putri’ yang seharusnya digunakan untuknya. Selain itu, panggilan ‘Nona’ kurang tepat untuk seseorang di usianya. Namun, ada hal lain yang lebih mengejutkan bagi Ling Huang. “Zhen Zhen?” ujar gadis itu dengan ragu. “Bukankah kau … telah mati?” Dia menambahkan dalam hati, ‘Apa itu berarti … ini surga?’ Dengan sebuah nampan berisi baskom dalam pegangannya, pelayan bernama Zhen Zhen itu memasang wajah konyol. ‘Apa Nona baru menyumpahiku?’ batin pelayan tersebut. Tak penting apa jawaban dari pertanyaan itu, Zhen Zhen hanya tahu ada hal yang perlu dia lakukan. Mengabaikan ucapan aneh nonanya, Zhen Zhen bergegas menghampiri Li

    Terakhir Diperbarui : 2021-12-07
  • Sang Wanita Penguasa   Bab 3 Ling Xian dan Qi Moxin

    Ucapan Ling Xian membuat Ling Huang terkejut. ‘Restu? Setelah pengumuman besar-besaran di hadapan para pejabat negara, sekarang kau baru meminta restu?!’ teriaknya dalam hati.Belum sempat Ling Huang melakukan apa pun, Qi Moxin segera membantu Ling Xian berdiri.“Xian’er, kau sedang mengandung, jangan—”“Apa?!” Ling Huang terbelalak, jantungnya seakan berhenti berdetak selama satu detik. “Apa maksudmu dengan mengandung?! Kalian—” Wanita itu tak mampu menyelesaikan ucapannya, terutama setelah melihat keintiman kedua orang di hadapannya. Seluruh tubuh Ling Huang bergidik jijik, jarinya tertunjuk ke arah suami dan adiknya. “K-kalian berdua—”Qi Moxin menatap Ling Huang dengan dingin. “Ya, Ling Xian mengandung anakku.” Dia memasang sebuah senyuman keji seraya berkata, “Lihat, bahkan dalam hal ini, dia lebih mampu dibandingkan dirimu.”Hati Ling

    Terakhir Diperbarui : 2021-12-15
  • Sang Wanita Penguasa   Bab 4 Persaudaraan Palsu

    Dengan kedua tangan ditahan di belakang oleh seorang prajurit, manik hitam Ling Huang menggerayangi belati dan mangkuk berisi cairan hitam yang disuguhkan seorang kasim di hadapannya.“Belati atau racun, pilihlah salah satunya,” ujar sang kasim dengan senyuman keji.Tubuh Ling Huang bergetar karena amarah, dia tidak menyangka bahwa Qi Moxin akan memerintahkannya untuk melakukan bunuh diri. Wanita tersebut mengangkat kepalanya, memandang wajah Ling Xian yang tersenyum dengan memuakkan.“Kalian ingin memaksaku untuk bunuh diri?” Ling Huang bertanya.Ling Xian memasang wajah menyayangkan, lalu dia menggelengkan kepalanya. “Kakak, Kaisar akan sedih kalau dia tahu niat baiknya disalahpahami olehmu.” Kemudian, dia tersenyum. “Dia sedang memberikanmu pilihan untuk mati dengan lebih terhormat. Dibandingkan dieksekusi di depan khalayak ramai seperti pelayanmu itu, bukankah ini lebih baik?”Tangan Ling Huang me

    Terakhir Diperbarui : 2021-12-15
  • Sang Wanita Penguasa   Bab 5 Ling De dan Wu Mei

    “Apa sebenarnya yang kau pikirkan?!”Suara menggelegar terdengar bergema di halaman nona kedua keluarga Ling; Ya, halaman tempat tinggal Ling Huang.“Meninju cermin? Gadis macam apa kau ini, hah?!” bentak seorang pria dengan setengah rambutnya diangkat ke atas, menyisakan helaian rambut yang membingkai wajah tampannya. Dari pakaian yang dia kenakan, terlihat bahwa pria tersebut merupakan seorang terhormat.Di sebelah pria itu, berdiri seorang wanita rupawan yang memasang senyum lembut. “Ling De, tenanglah. Jelas terjadi sesuatu yang membuat adikmu tidak bisa mengendalikan emosi. Bukan begitu, Ling Huang?” tanya wanita tersebut sembari menatap gadis yang sedang terduduk di pinggir tempat tidur.Ling Huang terdiam, membalas tatapan wanita di hadapannya dengan wajah datar. Tanpa ada yang tahu, gelombang emosi dan hasrat membunuh sedang bergulir di dalam hatinya.‘Wu Mei,’ Ling Huang menyebut nam

    Terakhir Diperbarui : 2021-12-15

Bab terbaru

  • Sang Wanita Penguasa   Bab 5 Ling De dan Wu Mei

    “Apa sebenarnya yang kau pikirkan?!”Suara menggelegar terdengar bergema di halaman nona kedua keluarga Ling; Ya, halaman tempat tinggal Ling Huang.“Meninju cermin? Gadis macam apa kau ini, hah?!” bentak seorang pria dengan setengah rambutnya diangkat ke atas, menyisakan helaian rambut yang membingkai wajah tampannya. Dari pakaian yang dia kenakan, terlihat bahwa pria tersebut merupakan seorang terhormat.Di sebelah pria itu, berdiri seorang wanita rupawan yang memasang senyum lembut. “Ling De, tenanglah. Jelas terjadi sesuatu yang membuat adikmu tidak bisa mengendalikan emosi. Bukan begitu, Ling Huang?” tanya wanita tersebut sembari menatap gadis yang sedang terduduk di pinggir tempat tidur.Ling Huang terdiam, membalas tatapan wanita di hadapannya dengan wajah datar. Tanpa ada yang tahu, gelombang emosi dan hasrat membunuh sedang bergulir di dalam hatinya.‘Wu Mei,’ Ling Huang menyebut nam

  • Sang Wanita Penguasa   Bab 4 Persaudaraan Palsu

    Dengan kedua tangan ditahan di belakang oleh seorang prajurit, manik hitam Ling Huang menggerayangi belati dan mangkuk berisi cairan hitam yang disuguhkan seorang kasim di hadapannya.“Belati atau racun, pilihlah salah satunya,” ujar sang kasim dengan senyuman keji.Tubuh Ling Huang bergetar karena amarah, dia tidak menyangka bahwa Qi Moxin akan memerintahkannya untuk melakukan bunuh diri. Wanita tersebut mengangkat kepalanya, memandang wajah Ling Xian yang tersenyum dengan memuakkan.“Kalian ingin memaksaku untuk bunuh diri?” Ling Huang bertanya.Ling Xian memasang wajah menyayangkan, lalu dia menggelengkan kepalanya. “Kakak, Kaisar akan sedih kalau dia tahu niat baiknya disalahpahami olehmu.” Kemudian, dia tersenyum. “Dia sedang memberikanmu pilihan untuk mati dengan lebih terhormat. Dibandingkan dieksekusi di depan khalayak ramai seperti pelayanmu itu, bukankah ini lebih baik?”Tangan Ling Huang me

  • Sang Wanita Penguasa   Bab 3 Ling Xian dan Qi Moxin

    Ucapan Ling Xian membuat Ling Huang terkejut. ‘Restu? Setelah pengumuman besar-besaran di hadapan para pejabat negara, sekarang kau baru meminta restu?!’ teriaknya dalam hati.Belum sempat Ling Huang melakukan apa pun, Qi Moxin segera membantu Ling Xian berdiri.“Xian’er, kau sedang mengandung, jangan—”“Apa?!” Ling Huang terbelalak, jantungnya seakan berhenti berdetak selama satu detik. “Apa maksudmu dengan mengandung?! Kalian—” Wanita itu tak mampu menyelesaikan ucapannya, terutama setelah melihat keintiman kedua orang di hadapannya. Seluruh tubuh Ling Huang bergidik jijik, jarinya tertunjuk ke arah suami dan adiknya. “K-kalian berdua—”Qi Moxin menatap Ling Huang dengan dingin. “Ya, Ling Xian mengandung anakku.” Dia memasang sebuah senyuman keji seraya berkata, “Lihat, bahkan dalam hal ini, dia lebih mampu dibandingkan dirimu.”Hati Ling

  • Sang Wanita Penguasa   Bab 2 Ling Huang, Putri Sang Jenderal Besar

    Sebelum Ling Huang berhasil mendapatkan jawaban, teriakan terkejut mengalihkan fokusnya. “N-Nona Kedua! Kenapa kau keluar dengan pakaian seperti itu?!” teriak seorang gadis muda dengan pakaian seorang pelayan. “Segeralah kembali masuk!” Dipanggil ‘Nona Kedua’ oleh sang pelayan membuat Ling Huang membeku. Dia adalah istri sang pangeran ketiga, itu berarti panggilan ‘Putri’ yang seharusnya digunakan untuknya. Selain itu, panggilan ‘Nona’ kurang tepat untuk seseorang di usianya. Namun, ada hal lain yang lebih mengejutkan bagi Ling Huang. “Zhen Zhen?” ujar gadis itu dengan ragu. “Bukankah kau … telah mati?” Dia menambahkan dalam hati, ‘Apa itu berarti … ini surga?’ Dengan sebuah nampan berisi baskom dalam pegangannya, pelayan bernama Zhen Zhen itu memasang wajah konyol. ‘Apa Nona baru menyumpahiku?’ batin pelayan tersebut. Tak penting apa jawaban dari pertanyaan itu, Zhen Zhen hanya tahu ada hal yang perlu dia lakukan. Mengabaikan ucapan aneh nonanya, Zhen Zhen bergegas menghampiri Li

  • Sang Wanita Penguasa   Bab 1 Kematian

    Catatan:[1] Istana Dingin: tempat di mana para wanita kaisar yang melanggar peraturan istana dibuang sebagai ganjarannya.____Suara daging terkoyak terdengar jelas di telinga semua orang. Setiap pasang mata yang hadir di halaman Istana Dingin [1] membelalak, terkejut dengan sebilah belati yang berhasil menembus dahi satu prajurit malang di tengah kerumunan.“Lindungi Yang Mulia!” seru seorang jenderal, menyadarkan para prajurit di bawah kuasanya untuk melindungi sang Putra Langit dari bahaya.Ya, ‘Putra Langit’, panggilan bagi sang kaisar.Di tengah kekacauan dan kepanikan yang terjadi, teriakan memilukan seorang wanita bisa terdengar, “Ahh!”Para prajurit dengan cepat mengalihkan pandangan, manik mereka memandang ke arah sumber suara, yakni pintu Istana Dingin. Satu sosok wanita berpakaian lusuh terlihat berdiri di sana, sebuah pedang mencuat keluar dari tubuhnya.Ketika pedang te

DMCA.com Protection Status