‘Liburan Ekslusif?’Lily mengangguk sembari berusaha mencerna situasi yang dia lihat. Ternyata Henry benar-benar mampu menyewa sebuah kapal pesiar untuk mereka berdua saja. Itu benar-benar di luar prediksi Lily. Rasa ingin tahu Lily tentang rahasia yang disembunyikan suaminya semakin membesar, namun, ia tahu saat itu bukanlah waktu yang tepat untuk mencari tahu."Apakah suamiku sebenarnya adalah putra dari keluarga kaya raya?" Pikiran itu sempat melintas di benak Lily, segera ia menepis dugaan tersebut sebab Lily telah mengenal Henry sejak kecil, dan memastikan Henry bukanlah putra dari keluarga kaya raya. Henry bahkan diadopsi dari panti asuhan oleh keluarga Wilson sewaktu Henry masih kecil.Sementara itu, menyaksikan sang istri tertegun diam, Henry mengusap rambut Lily sembari menunjuk ke sisi depan."Sayang, jangan terlalu banyak berpikir. Aku membawamu ke sini untuk membuatmu tersenyum, bukan untuk menambah beban pikiranmu," ucap Henry seraya menggandeng Lily memasuki kapal.Lily
Petugas kapal telah mengantar Henry dan Lily memasuki kapal pesiar, tepatnya di depan kamar mereka berdua. Sebelum pria itu pamit pergi, ia tampak kesulitan menyembunyikan rasa gelisah dan kekhawatiran yang mendalam. Bukannya segera pergi, pria itu justru menelan ludah berkali-kali sembari kebingungan mengutarakan apa yang ingin ia katakan.“Kau takut aku melaporkan perlakuanmu pada atasanmu lalu kau dipecat?” tebak Henry James.Pria itu tersentak kaget lalu mengangguk. Henry lantas tersenyum tipis dan menepuk pundak si petugas. “Kau tahu, tentu saja aku ingin melakukannya. Kau telah mengusirku, ingat? Ha ha, bahkan setelah aku berniat menunjukkan tiket liburanku, kau tetap ingin mengusirku.”Petugas kapal itu mengeluarkan keringat sebesar biji jagung dari pelipis. Memang benar dia telah meremehkan Henry James sebelumnya, dan karena itu, sangat wajar jika Henry murka. Petugas kapal itu kian gelisah sebab dipecat dari perusahaan ternama akan berdampak buruk bagi karirnya di masa depan.
Henry dan Lily membeku di tempat mereka berada lalu saling memandang karena akhirnya mereka tahu siapa yang menjadi bahan pembicaraan pelayan wanita itu. Meskipun obrolan dari toilet itu tak cukup keras namun cukup jelas untuk didengar oleh telinga Lily dan Henry.Lily menelan ludah seolah sulit mempercayai telinganya. Pelayan itu telah memujinya hingga membuatnya begitu bahagia, siapa yang menduga jika perempuan itu memiliki wajah yang lain. "Henry, pelayan itu benar-benar sedang membicarakan kita," lirih Lily dengan suara parau.Henry mengangguk kecil, dia juga tak mengharapkan bahwa pujian yang diberikan si pelayan sebelumnya hanyalah topeng untuk menyembunyikan kebusukan di hatinya. Henry bingung, apakah dia yang tak teliti atau memang perempuan itu yang terlalu ahli bersandiwara, yang jelas, ia masih ingat betapa terlihat tulusnya ucapan demi ucapan yang terlontar dari bibir si pelayan."Sayang, ini tak bisa dibiarkan. Dia benar-benar telah menodai kepercayaanku. Aku ingin member
Suzan memutar otaknya demi menyelamatkan posisinya yang terpojok. Dia masih enggan untuk mengakui bahwa dia telah melakukan kesalahan."Oh, Tuan Muda, sepertinya ada kesalahpahaman di sini! Tadi kita hanya sedang berbicara tentang klien kami beberapa hari yang lalu." Suzan berbohong dengan wajah canggung."Mohon anda tak buru-buru berprasangka buruk. Ah, mari kita lupakan saja kesalahpahaman ini..." Suzan melanjutkan sambil berusaha menjaga senyumannya agar tak terlihat bahwa hatinya berdebar kencang. Suzan sangat takut jika Henry akan memberikan hukuman yang berat kepadanya.Henry tersenyum tipiss. Menurutnya, Suzan sangat pandai dalam mengarang cerita-cerita dan memanipulasi orang lain. Jika saja dia menggunakan kemampuannya dalam berbicara untuk masuk ke dunia politik, Henry yakin akan ada jutaan rakyat yang tertipu oleh mulut manisnya."Klien kalian juga bernama Henry James dan memiliki istri bernama Lily Wilson? Kebetulan sekali! Lalu, dia juga memberimu $1000 sebagai tip? Keboho
Pagi-pagi sekali, pintu kamar Henry dan Lily diketuk oleh Ruri, dia memberitahu mereka bahwa kapal mereka telah masuk ke Paradise Island. Lily yang membuka mata lebih dulu menjadi bersemangat.“Kami akan mempersiapkan sarapan pagi dan mengirimnya ke sini,” ucap Ruri yang tetap berdiri di depan pintu ruangan Henry dan Lily.“Terima kasih, Ruri,” balas Lily memberi tanda bahwa pesan Ruri telah tersampaikan.Lily lantas bergegas ke kamar mandi untuk mencuci wajahnya dan mandi, setelah itu dia mengganti pakaiannya dengan pakaian yang lebih santai. Lily melempar pandangan singkat kepada Henry yang masih tidur. Dia tak tega untuk membangunkan suaminya yang terlihat sangat terlelap itu.Lily memutuskan untuk melihat pemandangan Paradise Island sendirian, ia segera keluar kamar dan berlari-lari kecil menyusuri lorong menuju ke deck kapal.Begitu tiba di deck kapal, Ruri menyapa Lily dan menawarkan diri untuk menemani Lily.“Koki kami sedang mempersiapkan hidangan spesial untuk Nyonya dan Tuan
"Jo-Johan..." Lily terkejut melihat sosok tersebut. Pria itu adalah Johan Morris, teman Lily semasa kuliah.Alasan Lily agak terbata-bata menyebut nama Johan adalah karena ia sama sekali tak menduga akan bertemu Johan di tempat itu. Mereka memiliki sejarah yang tak menyenangkan di masa lalu.Saat mereka berdua kuliah, Lily dan Johan pernah menjalin hubungan asmara. Pada saat itu, Lily sebenarnya sudah dekat dengan Henry, tetapi karena Johan mengungkapkan cintanya lebih dulu, Lily memilih untuk menerima cinta Johan.Tak lama kemudian, Lily mengetahui bahwa Johan hanya berpura-pura menyukainya lalu mengencaninya demi memenangkan taruhan. Mendengar bahwa Lily diperlakukan buruk oleh Johan, Henry datang ke kampus dan menghajar Johan hingga pria itu babak belur tak karuan. Peristiwa tersebut membuat Johan malu karena kalah telak dari Henry di hadapan ratusan mahasiswa lain.Sejak hari itu, Johan membenci Lily dan Henry karena ia merasa harga dirinya hancur akibat peristiwa tersebut."Kenap
Setibanya di kamar, Henry menyuruh Lily untuk segera berbaring di ranjang agar ia bisa beristirahat dengan baik untuk memulihkan kondisinya. Henry khawatir kecelakaan yang baru saja menimpa Lily akan berdampak pada kandungannya.Lily menggeleng pelan, "Henry, kondisiku sudah membaik. Jangan terlalu khawatir, 'dia' baik-baik saja," ujar Lily seraya memasang senyuman lembut. Lily yang melihat raut wajah Henry belum membaik, kemudian memintanya untuk mendekat."Coba pegang ini, sudah membaik bukan?" Lily meminta Henry meraba perutnya untuk memastikan bahwa tidak ada yang terjadi pada kandungannya.Henry menuruti permintaan Lily, meskipun merasa kurang yakin, namun Henry tetap berusaha mempercayai ucapan istrinya itu. Ia hanya berharap bahwa 'calon bayi' mereka benar-benar dalam keadaan sehat."Sayang, sebaiknya kita tunda perjalanan ke pantai hari ini. Aku tak ingin kamu kelelahan." Henry kembali membujuk istrinya itu untuk tetap berada di kamar, namun Lily segera menggelengkan kepalanya
Johan Morris terbatuk lalu tertawa terbahak-bahak menanggapi sesumbar dari Henry. Tangan Johan Morris lantas menuding ke suatu arah lalu berkelakar lantang pada Henry.“Kau ingin membuatku merasa kalah telak, kan? Coba lihat itu! ‘VistaBay Jet Ski Paradise’! Mereka menyewakan Jet Ski ekslusif yang khusus hanya melayani pelanggan elite! Jika kau bisa menyewa Jet Ski dari sana, mungkin aku akan berguling-guling ke pasir sambil meraung karena iri.”Henry mengerutkan dahi lalu melirik ke arah VistaBay Jet Ski Paradise, sebuah tempat persewaan jet ski yang terlihat lain dari yang lainnya.“Jika rata-rata harga sewa jet ski berkisar $200 hingga $300 per jam, di VistaBay Jet Ski Paradise, harga sewa per unitnya dibandrol dengan $4000 per jam yang termurah,” sambung Johan Morris sembari menyunggingkan senyum sinis, seolah ia ingin membuat Henry bergidik ngeri dengan selisih harga sewa yang luar biasa jauh.Henry tertawa sesaat lalu bergumam, “$4000? Tak kusangka harga untuk mengalahkanmu tern