Lintang langsung terintimidasi oleh sikap penyusup yang sangat dingin itu. Walaupun begitu, dia masih tetap tenang. Dia tidak bisa membiarkan dirinya ketakutan oleh penyusup itu.“Apa yang kamu lakukan?” tanya Kris dengan marah, balik memelototi penyusup itu. Siapa yang memberikannya kunci untuk masuk ke kamar itu? Dia telah menghancurkan keseruan mereka dengan kehadirannya ketika Lintang baru saja akan memasuki bagian yang menyenangkan.Tentu saja penyusup itu adalah Daffa. Dia melaju seperti orang gila dalam perjalanannya, benar-benar mengabaikan peraturan lalu lintas yang ditetapkan di negara itu. Jika dia tidak sedang memakai plat nomor yang dikustomisasi, dia pasti sudah dibuntuti oleh banyak mobil polisi dan bahkan mungkin bermalam di sel polisi.Saat dia tiba, dia langsung memasuki ruang kerja manajer mereka. Erin telah melakukan pekerjaannya dengan baik dan meyakinkan manajer itu untuk menyerahkan kuncinya kepada Daffa jika dia tiba. Manajer itu awalnya menolaknya, tapi keti
Daffa berjalan dengan cepat ke arah mobilnya yang terparkir. Seraya dia berjalan, gejolak amarahnya masih membara di hatinya. Dia masih tidak puas dengan pukulan yang dia lancarkan pada Lintang. Dia merasa bahwa Lintang pantas mendapatkan hukuman yang lebih daripada pukulan yang dia terima. Namun, walaupun dia merasa tidak puas mengenai hal itu, dia tidak melakukan apa pun. Membawa Helen ke tempat yang aman adalah prioritasnya sekarang.Dia membuka mobilnya dan meletakkannya dengan pelan di kursi penumpang dan menduduki kursi pengemudi sebelum melaju dengan kecepatan penuh.Sambil mengendarai mobilnya, Daffa tidak bisa tidak melirik pada Helen yang sedang meringkuk di tempat duduknya. Amarah bergejolak kembali di hatinya ketika dia memikirkan tentang apa yang Lintang dan Kris berniat lakukan padanya. Jika dia tidak tiba tepat waktu, dampaknya pasti akan parah.Dia mengalihkan pandangannya dan kembali konsentrasi pada jalanan di depannya. Walaupun begitu, ada kilatan dingin di matany
Dua hari kemudian berjalan seperti biasanya bagi Daffa. Dia menghadiri kuliah seperti biasa, berlatih bela diri dan meluangkan waktu untuk bersantai. Sekarang karena sebagian besar pekerjaannya telah dilimpahkan kepada Erin, dia memiliki waktu untuk dirinya sendiri.Akan tetapi, situasi yang dialami oleh Helen sedikit rumit. Walaupun dia masih terkejut mengenai ciuman dari Helen, tidak ada yang bisa dia lakukan karena Helen membuatnya terikat.Dia telah pergi ke rumah sakit hari ini karena teman sekamarnya sudah dibolehkan untuk pulang. Dia sendiri mengantar temannya ke asramanya dengan harapan akan memancingnya keluar, tapi hasilnya sama seperti hari-hari sebelumnya.Sejak Helen menciumnya di malam ketika dia menyelamatkannya, Helen menghindarinya seperti sebuah wabah. Dia mencoba meneleponnya beberapa kali untuk memberitahunya mengenai kabar temannya di rumah sakit, tapi dia menolak untuk mengangkat satu pun teleponnya. Dia hanya menerima laporan dari Erin bahwa dia secara berkala
Jantung Daffa berdegup makin kencang ketika dia mendengar pernyataan pria itu. Pada saat itu, dia tahu bahwa pria itu hanya memiliki niat jahat terhadapnya.Dia menginginkan nyawanya?Itu membuat Daffa dilema. Dari aura yang dipancarkannya, Daffa tahu bahwa dia bukan tandingannya. Namun, ada sesuatu yang membuatnya bingung.“Kenapa kamu ingin membunuhku?” tanya Daffa.Dia tidak pernah melakukan kejahatan apa pun sampai seseorang akan ingin merebut nyawanya dan muncul di hadapannya tiba-tiba. Dia tidak pernah menonjolkan dirinya sejak dia menjadi kaya, jadi dia benar-benar kebingungan karena kemunculan pria itu.“Bukan kenapa-kenapa. Aku hanya mendapatkan pekerjaan untuk membunuhmu. Sesederhana itu,” jawab pria itu.“Siapa yang mengirimmu?” tanya Daffa lagi. Dia sangat penasaran mengenai hal itu.“Aku tidak bisa menjawab itu karena itu akan melanggar peraturanku untuk tidak membocorkan siapa yang mempekerjakanku,” ujar pria itu. “Kamu tidak perlu mengkhawatirkan hal itu. Lagi pul
[Rumah Besar Halim]Jauhar Halim, kakek Daffa dan mantan Kepala Konsorsium Halim sedang membaca-baca beberapa dokumen di ruang kerjanya. Dokumen itu berisikan laporan mengenai kinerja Daffa sebagai Kepala Konsorsium Halim yang baru.Sejak dia menyerahkan kepemimpinan Konsorsium Halim kepada Daffa, hidupnya cukup membosankan. Selain laporan sesekali mengenai kondisi perusahaan-perusahaannya, dia benar-benar memisahkan dirinya dari urusan perusahaan.Dia tidak akan terus meminta laporan mengenai kondisi perusahaan-perusahaannya, tapi dia perlu mengetahuinya karena Daffa masih seorang mahasiswa dan masih baru dalam dunia bisnis. Karena itu, dia merasa lega ketika dia membaca laporannya dan melihat bahwa Daffa melakukan tugasnya dengan baik. Malah, ada peningkatan pada saham perusahaannya.Jauhar menghela nafas. Dia memang lega, itu menunjukkan bahwa cucunya sama cerdasnya seperti anggota keluarga Halim lainnya dalam urusan bisnis. Dia menghela nafas lagi. Dia sekarang sudah mulai menu
Raut wajah Jauhar, Bram, dan Erin terlihat terkejut ketika mereka memasuki ruangan itu dan melihat Daffa yang terbaring di ranjang rumah sakit. Jauhar terutama terlihat paling terkejut di antara mereka bertiga.“Seberapa parah lukanya?” tanya Jauhar dengan tenggorokan yang tercekat.Dokter itu menatapnya dan menghela nafas sebelum menjawab dengan sikap yang profesional.“Tulang rusuknya patah, tangan kanan dan kirinya patah, kaki kirinya lumpuh sementara setelah ditembak dengan peluru beracun dan terancam akan lumpuh secara permanen, dan pergelangan kaki kanannya juga patah.”Jauhar menatap matanya beberapa saat setelah mendengar jawaban Dokter. Setelah hening selama satu menit, dia bertanya pada Dokter.“Seberapa besar kemungkinan dia selamat dari cobaan ini?”“Sepuluh persen,” jawab dokter itu.Jauhar menutup matanya lagi. Itu lebih buruk dari yang dia kira. Kemungkinan sebesar 10% berarti dia hanya memiliki sepersepuluh kemungkinan untuk selamat.Tempat itu hening selama beb
Luka-luka pada tubuh Daffa mulai memulih dengan kecepatan yang terlihat oleh mata telanjang. Dia tidak ragu bahwa cairan emas itu akan menyembuhkan Daffa sepenuhnya. Namun, walaupun dia memercayai ramuan itu, dia tetap mengkhawatirkan cucunya.Proses penyembuhan itu berlangsung selama lebih dari lima menit karena keparahan luka yang dialami oleh Daffa, dengan Jauhar yang terus memperhatikan Daffa selama proses penyembuhan itu berlangsung. Selama proses pemulihan itu berlangsung, nanah hitam yang bau terus keluar dari kulit Daffa. Jauhar dengan cepat memanggil para pelayan.Nanah hitam itu bukanlah satu-satunya hal yang keluar dari tubuh Daffa. Rambutnya juga rontok dan rambut yang baru terlihat tumbuh dari kepalanya yang botak. Dia terus bergerak-gerak di ranjangnya dan melihatnya sekilas pun sudah jelas bahwa dia sangat kesakitan.Para pelayan langsung melakukan tugasnya ketika mereka tiba. Mereka melepaskan bajunya dengan rapi dan menyeka nanah hitam dari kulitnya sebelum menggant
Daffa menoleh pada kakeknya dengan tatapan terkejut.Kakeknya tahu siapa pelakunya?“Kakek tahu siapa pelakunya?” tanya Daffa.“Iya,” jawab kakek Daffa.“Berani sekali,” ejek kakek Daffa. “Mereka beraninya melukaimu, benar-benar mengabaikan identitasmu sebagai anggota keluarga Halim.”“Apakah mereka tidak takut pada keluarga Halim lagi?” tanya kakek Daffa dengan nada yang dingin.Daffa menatap kakeknya dan merasa kulitnya bergidik. Tatapan pada wajah kakeknya terlihat seperti seseorang yang sudah bertanggung jawab atas perusahaan yang berada di tingkat teratas dari rantai makanan selama lebih dari 40 tahun. Daffa masih seorang mahasiswa yang belum lulus dari universitasnya, jadi normal saja auranya tidak sebanding dengan kakeknya yang merupakan veteran berpengalaman.Namun, itu tidak menghentikan Daffa dari bertanya pada kakeknya siapa pelakunya. Dia sangat penasaran siapa yang mengirimkan seorang pembunuh bayaran untuk membunuhnya. Dia tidak menyinggung siapa pun akhir-akhir in
“Aku tidak berurusan dengan apa pun yang terjadi selanjutnya,” lanjut Daffa.Dengan sebuah anggukan, Teivel melambaikan tangannya dengan acuh tidak acuh dan menjawab, “Baiklah. Kamu boleh kembali ke Keluarga Aruna dan selesaikan permasalahan mereka sekarang.”Daffa menaikkan sebelah alisnya, tapi pada akhirnya dia mengangguk dan berbalik untuk pergi dari tempat dia masuk. Itu juga kebetulan mengarah ke vila Keluarga Aruna.Ketika Daffa tiba, dia terkejut melihat Kate dan William menunggu dirinya di depan rumah mereka meskipun rumah mereka sudah hancur. Bibir melengkung ke atas, Daffa berkata, “Aku tidak berpikir akan melihat kalian berdua di sini. Kukira kalian sudah pergi sekarang.”William menoleh untuk bertemu pandang dengan Daffa. Kata-kata Daffa yang terus terang membuat William tidak nyaman, tapi William masih bersikap dengan penuh hormat. Dia menggerakkan seluruh otot wajahnya untuk membentuk senyuman yang sopan, yang hampir mustahil, jadi dia pada akhirnya gagal melakukanny
Daffa memejamkan matanya rapat-rapat, menyembunyikan seberapa besar penderitaan yang dia rasakan di dalam. Dia bisa saja lebih memperhatikan gas hitam yang menyelinap melewatinya. Alih-alih, satu hal yang Daffa bisa lakukan adalah menjaga penghalang itu dengan lebih baik dan mencegah lebih banyak gas hitam melarikan diri.Pikiran berhamburan dari setiap sudut benaknya saat dia memikirkan cara untuk menjadi lebih efisien.Saat itulah suara Teivel terdengar. “Daffa, aku membutuhkan bantuanmu seperti sebelumnya. Jika kamu tidak mau kita kembali lagi ke awal—harus terus-menerus memburu pria tua berjubah hitam itu—dan jika kamu tidak mau diburu oleh pria tua itu, tenangkan dirimu dan bersihkan pikiranmu sekarang juga!”Itu adalah pertama kalinya Daffa mendengar Teivel berbicara dengan nada yang mendesak. Daffa mengernyit dan menyadari dia tidak pernah mengalami emosi yang berkedip dan gejolak batin sebelumnya. Daffa selalu tegas dan fokus, mau dia kaya ataupun miskin.Demikian pula, dia
Teivel berbicara dengan suara yang serak tapi puas. “Pria tua itu belum pernah bisa melepaskan kekuatan penuhnya. Dia belum pernah bisa dan masih tidak bisa mengalahkanku meskipun aku sudah menjadi lemah dan tidak dapat lagi menggunakan kekuatanku seperti dulu. Lagi pula, kekuatannya sekarang lebih lemah daripada kekuatanku.”Daffa mengangkat sebelah alisnya terkesan. Dia menoleh ke arah Teivel lagi dan bertanya, “Yah, karena dia telah mengubah dirinya menjadi kabut hitam ini, apa yang harus kita lakukan sekarang?”Wajah menggelap dengan muram, Teivel menjawab, “Bukankah kamu sudah tidak sabar untuk bertanya padaku tentang mantranya? Aku bisa memberitahumu tentang itu sekarang. Ketika kamu dan Yarlin Weis berbincang di dalam ruang kurungan di balik tembok batangan emas itu, energi yang kamu lepaskan—yang mirip seperti lapisan air—adalah sebuah penghalang bermantra.”Daffa mengangguk, tatapan fokusnya tertuju pada Teivel tanpa berpindah sekali pun.“Aku terkesan kamu sudah menguasai
“Kamu membuang-buang energimu untuk pikiran-pikiran yang tidak perlu sekarang.” Teivel menekan pundak Daffa, menambahkan, “Aku seharusnya sudah mati sejak lama. Akan tetapi, ajaibnya, kesadaranku tetap ada di dalam buku ini. Maka dari itu, pertemuan kita itu tidak normal dan seharusnya tidak pernah terjadi.”Teivel tidak lagi berbicara. Dia menurunkan tangannya, menyaksikan gas hitam menguap, lalu melihat ke depan ke arah larinya pria tua berjubah hitam itu.Dengan tatapan datar pada Daffa, Teivel berkata, “Kita harus mengejarnya dan membunuhnya sekarang juga—dia selalu terlibat dalam semua penderitaan selama bertahun-tahun. Dapat dikatakan bahwa dia merencanakan benih pertama dari banyak tragedi ini. Jika dia kabur, dia bisa menyamar menjadi siapa pun dan terus melakukan hal-hal buruk. Kita tidak akan ada di sekitar untuk menghentikan dia. Meskipun kamu dan aku adalah ahli bela diri terbangkit dan memiliki jangka hidup yang lebih panjang dibandingkan sebagian besar orang, kita tetap
Daffa menghirup bau lebih banyak darah dari retakan itu. Itu mengirimkan sensasi mengerikan di tenggorokannya dan dia ingin muntah. Daffa terus membuka matanya, tidak ingin melewatkan apa yang telah terjadi.Namun, dia langsung mengernyit, terkejut oleh kolam darah tak berujung dan tumpukan-tumpukan mayat yang tinggi. Saat penghalang hitam itu perlahan lenyap, mayat-mayat itu berhamburan ke luar seperti air yang mengalir deras dari bendungan yang bocor.Bibir berkedut, Daffa tidak dapat menerima pemandangan mengerikan dan tidak adil di hadapannya. Napasnya menjadi cepat dan benaknya penuh oleh amarah membunuh.Saat itu, Teivel angkat bicara. Satu-satunya yang berubah adalah kali ini suaranya terdengar dari hadapan Daffa. Teivel membentak, “Daffa, mayat-mayat itu adalah orang-orang berjubah hitam. Kamu mungkin merasa kasihan pada mereka sekarang, tapi pada akhirnya kamu akan mengetahui bahwa mereka tidak pantas menerima ibamu.”Teivel berbicara dengan suara yang tegang dan hampir ma
“Meskipun begitu, kamu cukup berani untuk mengetes batasanku pada saat ini,” ujar Daffa, hidungnya berkerut dengan meremehkan.Pria tua itu membeku yang terasa lama sekali. Pada akhirnya, dia menggertakkan giginya dan menundukkan kepalanya sambil melangkah mundur.Daffa yakin pria itu pasti akan langsung berlutut untuk memohon ampun jika pria itu tidak berusaha kabur. Maka, pandangannya tertuju pada pria itu dengan ragu. “Apa yang kamu coba lakukan?”Bertemu pandang dengan Daffa, pria tua itu menggelengkan kepalanya dan menjawab, “Bukan apa-apa. Hanya saja orang-orang itu telah menelantarkan aku, jadi ….”“Jadi, kamu berniat membuatku mengejar mereka dan membunuh mereka,” jawab Daffa yang mengerutkan alisnya.Pria itu mengangguk.“Apakah kamu yakin?” tanya Daffa, matanya sedikit membelalak. “Kamu merasa puas meskipun kamu akan tetap mati nantinya?”Tanpa ragu, pria tua itu mengangguk.Seringai lebar merekah di wajah Daffa pada saat itu. Dia tahu pria itu tidak memiliki niat ter
Edward mengedipkan matanya, matanya tertuju pada Daffa dan fokus. Lalu, bibirnya mulai gemetar saat dia berkata, “Tuan Halim, saya tidak menyangka bisa melihat Anda lagi.”Daffa memutar bola matanya. “Maksudmu, kamu akan mati atau apakah kamu takut aku akan mati?”Edward terhuyung, lalu menggelengkan kepalanya. “Bukan itu yang saya maksud, Tuan.”Daffa tersenyum. “Aku tahu itu, tentu saja. Aku hanya merasa caramu mengatakannya lucu.” Mereka saling bertatapan dan melihat kelegaan di mata satu sama lain. Briana masih berdiri di atas tumpukan puing seraya dia mengamati mereka berdua berbincang di samping tornado. Briana menggelengkan kepalanya dengan tidak berdaya.Kemudian, dia menangkupkan kedua tangannya di sekitar mulutnya, menyalurkan kekuatan jiwanya ke tenggorokannya, dan berkata dengan lantang, “Ayo turun! Tuan Halim, mentor Anda dan pria tua itu telah pergi. Kita harus mengejar mereka.”Daffa mengernyit. Dia pikir Teivel dan pria tua itu telah berpindah ke tempat lain, mirip
Mata Daffa merah dan sedikit berair. Dia tidak mengatakan apa-apa. Alih-alih, dia mencoba menyalurkan semua kekuatan jiwa emas yang dia miliki ke dalam tubuh Briana. Tidak lama, Briana merasa seperti dia telah pulih kembali.Briana membuka matanya, terlihat lebih bertenaga dibandingkan sebelumnya. Dia mengernyit pada Daffa dengan tidak setuju dan mencoba mendorongnya, tapi Daffa langsung menghentikannya. Daffa terlihat lebih tenang dibandingkan sebelumnya, tapi nada bicaranya muram saat dia berkata, “Kamu belum membaik sepenuhnya. Tidak ada yang lebih penting saat ini daripada pemulihanmu.”Briana tidak mengatakan apa-apa. Daffa melanjutkan, “Lagi pula, kamu harus membaik sesegera mungkin. Aku masih butuh bantuanmu untuk banyak hal.”Briana menatap Daffa sambil tersenyum dan mengangguk. Dia sedikit tersendat saat dia berkata, “Baik, Tuan.”Briana memiliki banyak pertanyaan, tapi dia tidak memiliki keberanian untuk menanyakannya pada saat ini. Ketika Daffa sudah yakin Briana baik-ba
“Semuanya bermuara pada satu hal—kamu dan aku berada di pihak yang berlawanan!” Seraya Teivel berbicara, pandangannya tertuju ke belakang roh pria tua itu dan pada tubuhnya.Wajahnya berubah dingin dan napasnya menjadi cepat. Dia menoleh ke belakang untuk melihat pria tua itu dan berkata, “Namun, karena kita berdua masih hidup, kita harus meninggalkan masa lalu. Sekarang, waktunya menyelesaikan dendam baru.”Pria tua itu menyipitkan matanya. “Maksudmu seperti bagaimana kamu mencuri muridku?”Bibir Teivel berkedut. Kemudian, dia menggelengkan kepalanya. “Tidak, tapi seperti bagaimana kamu mencuri tubuhku.”Ekspresi jelek merayap ke wajah pria tua itu mendengar perkataannya. Dia memelototi Teivel seraya wajahnya mulai berkerut dengan amarah lagi. Dia meraung, “Tidak, ini adalah tubuhku! Ini adalah milikku!”Pada saat ini, Daffa masih bisa mendengar apa yang sedang terjadi. Dia ingin melakukan sesuatu, tapi dia hanya dapat menyaksikan tubuhnya dan jiwanya perlahan menyatu. Dia tidak