Rafael mencondongkan badannya ke arah Daffa, matanya berbinar dengan antisipasi.Sayangnya, paruh kedua perkataan Daffa langsung mengecewakannya. “Aku telah memberimu banyak kesempatan, tapi kamu tidak memanfaatkannya. Bukan hanya itu, kamu membuang-buang pemakluman dan pengampunanku dengan menghubungi orang-orang yang dapat membunuhku ketika aku memberimu waktu untuk menyelidiki pasar.”Dia dengan pelan mengetuk meja dan menambahkan, “Satu-satunya alasan kamu memohon ampun padaku sekarang adalah karena tidak ada orang yang bersedia membantumu. Orang-orang itu sudah mati sekarang.”Rafael menatap Daffa dengan mata yang bergetar saat itu juga. Dia kira dia sudah menyembunyikan rencananya dengan baik, tapi sayangnya, Daffa sudah menyadari hal itu selama ini. Membuka bibirnya, dia ingin mengatakan sesuatu untuk menyelamatkan dirinya, tapi tidak ada sepatah kata pun yang keluar dari mulutnya.Kedua orang itu duduk dalam keheningan selama cukup lama. Hal itu terus berlanjut hingga Daffa
Daffa menatap Umar dengan terkejut. “Aku tidak menduga kamu akan membuka pintunya. Namun, jika aku adalah kamu, aku akan pergi ke tempat kejadian perkara untuk mengumpulkan bukti sebelum seseorang bisa menghancurkannya.”Dengan bibir yang berkedut, Umar merasa Daffa aneh dan bertanya-tanya apa yang sedang dia rencanakan. Umar selalu berpikir dia adalah orang yang pintar dan bisa membaca isi pikiran banyak kriminal. Namun, pada saat itu, dia menyadari bahwa dia telah menilai dirinya terlalu tinggi selama bertahun-tahun. Dia tidak bisa membaca isi pikiran Daffa.Namun, mungkin itu karena para kriminal yang telah Umar tangani sebelumnya memiliki pola pikir yang sederhana, sementara Daffa adalah orang pertama yang kompeten dan cerdas yang pernah Umar temui. Beberapa menit berlalu seraya dia larut dalam kebingungannya.Pada akhirnya, Daffa tidak tahan dengan keheningan itu lebih lama. Dia mengulurkan kakinya ke luar mobil, tapi dia tidak menggerakkan tubuh bagian atasnya. Kemudian, Daffa
Sebagai ahli bela diri terbangkit, Daffa bisa dengan mudah mendeteksi bahwa dia adalah alasan di balik kemarahan petugas tersebut. Tampaknya, situasinya berjalan seperti yang Daffa duga.Tangan petugas tersebut terkepal seraya dia memelototi Daffa dengan tatapan membunuh. “Dasar menjijikkan, bertingkah sok suci padahal kamulah pembunuh sebenarnya dalam situasi ini! Kematian pria miskin yang kekayaannya kamu curi itu adalah salahmu! Namun, itu tetap belum membuatmu puas. Kamu bahkan menyuruh bawahanmu untuk mengusik pelayan malang yang bekerja untuk mendiang Rafael! Lantas kenapa jika ada konflik di antara kamu dan Rafael dan Rafael tidak sepenuhnya tidak bersalah? Dalam hal ini, pelayan itu, bawahannya, tidak bersalah!”Daffa mengernyit, menghela napas dalam-dalam setelah mengetahui bahwa itulah kenapa petugas tersebut mencoba memukulnya tadi. Daffa mengumpulkan seluruh kesabarannya yang tersisa untuk bertanya, “Apakah kamu tidak mendengar apa kata petugas yang memimpin kasus ini? Ba
Si pengemudi menghela napas dalam-dalam, meletakkan tangannya di jantungnya dan menepuknya beberapa kali sebelum menyalakan mesinnya lagi.Namun, petugas yang pertama tidak berhenti di sana. Matanya menusuk si pengemudi saat dia menggeram, “Aku selalu mengagumimu karena kamu adalah seniorku dan kamu jauh lebih tua dariku. Namun, kamu telah mengecewakan aku. Aku yakin kamu hanya memberikan tersangka kita kelonggaran karena dia kaya dan berpengaruh. Apakah uang sepenting itu? Apakah suapan sederhana sudah cukup bagimu untuk mengorbankan keyakinanmu sebagai seorang polisi?”Dia menghela napas panjang, lalu menoleh ke arah Daffa untuk menatapnya dengan tajam. “Meskipun aku tidak tahu bagaimana kamu membuat rekanku kehilangan kesadarannya, aku senang kamu melakukannya karena kamu telah memperkuat statusmu sebagai seorang penjahat.”Daffa mengangguk sebelum mengangkat bahunya. “Kalau begitu, haruskah aku melakukannya padamu juga?”Mata petugas itu membelalak dan dia cepat-cepat meletakka
Daffa menghela napas panjang, perlahan membuka matanya, dan berkata, “Kesembronoan dan interferensi seluruh unit polisimu menghilangkan peluang bawahanku untuk menemukan bukti yang membuktikan ketidakbersalahanku. Bukan hanya itu, karena kalian juga, pelayan itu menghancurkan setiap bukti yang tersisa sebelum kamu bahkan sempat melihatnya. Selain itu, bawahanmu tiba-tiba menyerangku di dalam mobil dan bahkan menghinaku. Mereka masih hidup karena aku adalah orang yang lebih dewasa dan mampu mengendalikan emosiku.”Matanya menggelap seraya dia menaikkan sebelah alis pada Umar.Itu adalah tatapan yang benar-benar ingin Umar hindari, tapi pada saat itu dia tidak dapat menghindarinya. Yang bisa dia lakukan hanyalah mengatupkan rahangnya dan membungkuk sambil berkata, “Saya minta maaf atas bawahan-bawahan saya karena tindakan mereka yang salah dan saya berjanji mereka akan menanggung akibatnya. Percayakan kata-kata saya dan ampuni dia kali ini saja.”Daffa menggelengkan kepalanya sebagai
Senyum merayu tersungging di wajah Umar.Namun, hal itu hanya membuat Daffa merasa lebih jijik padanya. “Aku tidak mau membuang waktuku lagi padamu dan unit polisimu. Meskipun begitu, sudah beberapa saat berlalu sejak kejadiannya terjadi dan tidak ada satu pun bawahanmu yang menghampiriku untuk menyelesaikan kasus ini.”Sambil menghela napas, Umar memandang jam tangannya dan seketika merasa frustrasi karena Daffa benar. Umar kira dia baru beristirahat sebentar, tapi nyatanya dia telah menghilang selama cukup lama.Setelah menenangkan dirinya, Umar mengangguk pada Daffa dan menjawab, “Maafkan saya, Tuan Halim. Ini adalah kesalahan saya. Saya akan menyelesaikan permasalahan ini sekarang juga—saya berjanji.”Dia lalu menegakkan punggungnya dan menatap Daffa dengan tegas sambil berjanji, “Saya akan mengungkap kasus ini dalam satu jam.”Daffa memejamkan matanya pada saat itu.Sambil mengulurkan tangannya, Umar mengisyaratkan pada Daffa untuk bergabung dengannya dalam penyelidikan. Dia
Umar berdiri di samping kedua orang itu, wajahnya memucat melihat adegan mengerikan di hadapannya. Dia langsung mengulurkan tangannya untuk menghentikan situasinya agar tidak makin parah sambil menghadap ke lantai, tidak berani melihat apa yang akan terjadi selanjutnya.Namun, meskipun dia sudah berusaha untuk menengahi mereka, dia masih tidak tahu bagaimana caranya mengurangi kebencian di antara kedua orang itu. Mata petugas yang dikurung membelalak pada saat itu. Dia tahu apa yang telah dia katakan akan membuat Daffa marah, tapi dia tidak menyangka Daffa akan mencoba membunuhnya karena itu. Jantungnya sekarang berdebar kencang karena keadaannya sudah melenceng dari rencananya di awal.Dengan mata yang terpaku pada Umar, petugas itu menatap Umar dengan tatapan memohon, berharap Umar akan menyelamatkannya.Melihatnya, Umar menghela napas dan memejamkan matanya untuk mencari solusi atas kegilaan ini. Dia membatin, “Daffa marah dan tingkat kemarahannya telah meningkat secara signifi
Daffa mengatakan hal tersebut dengan santai, membuat alis Bima berkerut. Dia mengamati Daffa dengan hati-hati, mencoba mencari tahu apakah Daffa sedang berbohong atau tidak.Saat itulah Bram menyadari bahwa dia telah melupakan satu hal yang krusial—dia tidak lagi memiliki suara dalam hal itu karena dia telah menyerang Daffa.Daffa menyeringai. Dia meletakkan kedua tangannya di balik punggung sambil membiarkan Bima mengamatinya. Pada akhirnya, dia menghela napas dan mengabaikan tatapan Bima, berkomentar, “Ada banyak cara untuk menyelesaikan situasi ini, tapi kalian tidak repot-repot mencoba satu pun dari semua cara itu. Aku sudah membuang-buang terlalu banyak waktu berdiam diri di kantor polisi dan kesabaranku sudah habis. Jadi, bagaimana jika kalian menelepon atau mengirimku surel ketika kalian sudah memecahkan pembunuhan Rafael? Aku akan pergi sekarang.”Bibir Bima berkerut oleh amarah sekali lagi seraya dia mendengus dengan keras. Dia menunggu hingga perhatian semua orang tertuju
“Keluarga Sanjaya memarkirkan mobil mereka di depan kami dan memohon bantuan kami. Kami berpikir kami bisa berusaha membantu mereka karena mereka adalah anggota keluarga Puspa. Itulah sebabnya kami memakan waktu yang lebih lama untuk kembali.”Setelah mendengarkan penjelasan Briana, otot-otot Daffa yang sebelumnya tegang menjadi relaks. Dia menegakkan punggungnya dan meregangkan tubuhnya sambil memberi instruksi dengan dingin, “Erin, beri tahu mereka mengenai kejadian yang terjadi ketika mereka sedang tidak ada dan alasan kenapa aku pergi ke luar sekarang.”“Tuan Halim sedang menuju Keluarga Sanjaya sekarang.” Raut wajah bersimpati terpampang di wajah Erin seraya dia menghadap kedua pengawal itu. Kemudian, Erin melangkah lebih dekat dan memberi tahu mereka tentang segala hal yang telah dia pelajari sebelumnya.Kepala Edward dan Briana langsung mendongak ketika mereka mendengar bagaimana Keluarga Sanjaya telah melacak Ansel hanya karena penolakan Daffa. Mata membelalak terkejut, mere
Itu sudah cukup untuk menghentikan napas Camilla selamanya.Kate berdiri di atas puing-puing dan melihat semua itu terjadi. Dia membuka mulutnya, tapi tidak lama menutupnya lagi. Kate memejamkan matanya rapat-rapat, tidak tahan melihat kejadian mengerikan itu, tapi dia tidak menyuarakan ketidaknyamanannya karena dia tidak berhak untuk angkat bicara.Meletakkan kedua tangan di balik punggungnya, dia pada akhirnya membuka matanya untuk memandang tanah. Napasnya menjadi kian dalam dan hening seiring waktu berlalu.…Di sisi lain, Daffa akhirnya sudah kembali ke hotel. Meskipun rasanya seperti banyak hal telah terjadi, kejadian-kejadian itu hanya memakan sedikit waktunya. Namun, gelombang rasa lelah yang besar mengenainya dan dia tidak memiliki energi untuk mengolah kemampuannya setelah kembali ke hotel.Yang dia ingin lakukan hanyalah berbaring di ranjang. Pada saat itu, dia tidak peduli sama sekali tentang urusan perusahaan. Memejamkan matanya, Daffa bernapas dengan lebih dalam dan
“Aku tidak berurusan dengan apa pun yang terjadi selanjutnya,” lanjut Daffa.Dengan sebuah anggukan, Teivel melambaikan tangannya dengan acuh tidak acuh dan menjawab, “Baiklah. Kamu boleh kembali ke Keluarga Aruna dan selesaikan permasalahan mereka sekarang.”Daffa menaikkan sebelah alisnya, tapi pada akhirnya dia mengangguk dan berbalik untuk pergi dari tempat dia masuk. Itu juga kebetulan mengarah ke vila Keluarga Aruna.Ketika Daffa tiba, dia terkejut melihat Kate dan William menunggu dirinya di depan rumah mereka meskipun rumah mereka sudah hancur. Bibir melengkung ke atas, Daffa berkata, “Aku tidak berpikir akan melihat kalian berdua di sini. Kukira kalian sudah pergi sekarang.”William menoleh untuk bertemu pandang dengan Daffa. Kata-kata Daffa yang terus terang membuat William tidak nyaman, tapi William masih bersikap dengan penuh hormat. Dia menggerakkan seluruh otot wajahnya untuk membentuk senyuman yang sopan, yang hampir mustahil, jadi dia pada akhirnya gagal melakukanny
Daffa memejamkan matanya rapat-rapat, menyembunyikan seberapa besar penderitaan yang dia rasakan di dalam. Dia bisa saja lebih memperhatikan gas hitam yang menyelinap melewatinya. Alih-alih, satu hal yang Daffa bisa lakukan adalah menjaga penghalang itu dengan lebih baik dan mencegah lebih banyak gas hitam melarikan diri.Pikiran berhamburan dari setiap sudut benaknya saat dia memikirkan cara untuk menjadi lebih efisien.Saat itulah suara Teivel terdengar. “Daffa, aku membutuhkan bantuanmu seperti sebelumnya. Jika kamu tidak mau kita kembali lagi ke awal—harus terus-menerus memburu pria tua berjubah hitam itu—dan jika kamu tidak mau diburu oleh pria tua itu, tenangkan dirimu dan bersihkan pikiranmu sekarang juga!”Itu adalah pertama kalinya Daffa mendengar Teivel berbicara dengan nada yang mendesak. Daffa mengernyit dan menyadari dia tidak pernah mengalami emosi yang berkedip dan gejolak batin sebelumnya. Daffa selalu tegas dan fokus, mau dia kaya ataupun miskin.Demikian pula, dia
Teivel berbicara dengan suara yang serak tapi puas. “Pria tua itu belum pernah bisa melepaskan kekuatan penuhnya. Dia belum pernah bisa dan masih tidak bisa mengalahkanku meskipun aku sudah menjadi lemah dan tidak dapat lagi menggunakan kekuatanku seperti dulu. Lagi pula, kekuatannya sekarang lebih lemah daripada kekuatanku.”Daffa mengangkat sebelah alisnya terkesan. Dia menoleh ke arah Teivel lagi dan bertanya, “Yah, karena dia telah mengubah dirinya menjadi kabut hitam ini, apa yang harus kita lakukan sekarang?”Wajah menggelap dengan muram, Teivel menjawab, “Bukankah kamu sudah tidak sabar untuk bertanya padaku tentang mantranya? Aku bisa memberitahumu tentang itu sekarang. Ketika kamu dan Yarlin Weis berbincang di dalam ruang kurungan di balik tembok batangan emas itu, energi yang kamu lepaskan—yang mirip seperti lapisan air—adalah sebuah penghalang bermantra.”Daffa mengangguk, tatapan fokusnya tertuju pada Teivel tanpa berpindah sekali pun.“Aku terkesan kamu sudah menguasai
“Kamu membuang-buang energimu untuk pikiran-pikiran yang tidak perlu sekarang.” Teivel menekan pundak Daffa, menambahkan, “Aku seharusnya sudah mati sejak lama. Akan tetapi, ajaibnya, kesadaranku tetap ada di dalam buku ini. Maka dari itu, pertemuan kita itu tidak normal dan seharusnya tidak pernah terjadi.”Teivel tidak lagi berbicara. Dia menurunkan tangannya, menyaksikan gas hitam menguap, lalu melihat ke depan ke arah larinya pria tua berjubah hitam itu.Dengan tatapan datar pada Daffa, Teivel berkata, “Kita harus mengejarnya dan membunuhnya sekarang juga—dia selalu terlibat dalam semua penderitaan selama bertahun-tahun. Dapat dikatakan bahwa dia merencanakan benih pertama dari banyak tragedi ini. Jika dia kabur, dia bisa menyamar menjadi siapa pun dan terus melakukan hal-hal buruk. Kita tidak akan ada di sekitar untuk menghentikan dia. Meskipun kamu dan aku adalah ahli bela diri terbangkit dan memiliki jangka hidup yang lebih panjang dibandingkan sebagian besar orang, kita tetap
Daffa menghirup bau lebih banyak darah dari retakan itu. Itu mengirimkan sensasi mengerikan di tenggorokannya dan dia ingin muntah. Daffa terus membuka matanya, tidak ingin melewatkan apa yang telah terjadi.Namun, dia langsung mengernyit, terkejut oleh kolam darah tak berujung dan tumpukan-tumpukan mayat yang tinggi. Saat penghalang hitam itu perlahan lenyap, mayat-mayat itu berhamburan ke luar seperti air yang mengalir deras dari bendungan yang bocor.Bibir berkedut, Daffa tidak dapat menerima pemandangan mengerikan dan tidak adil di hadapannya. Napasnya menjadi cepat dan benaknya penuh oleh amarah membunuh.Saat itu, Teivel angkat bicara. Satu-satunya yang berubah adalah kali ini suaranya terdengar dari hadapan Daffa. Teivel membentak, “Daffa, mayat-mayat itu adalah orang-orang berjubah hitam. Kamu mungkin merasa kasihan pada mereka sekarang, tapi pada akhirnya kamu akan mengetahui bahwa mereka tidak pantas menerima ibamu.”Teivel berbicara dengan suara yang tegang dan hampir ma
“Meskipun begitu, kamu cukup berani untuk mengetes batasanku pada saat ini,” ujar Daffa, hidungnya berkerut dengan meremehkan.Pria tua itu membeku yang terasa lama sekali. Pada akhirnya, dia menggertakkan giginya dan menundukkan kepalanya sambil melangkah mundur.Daffa yakin pria itu pasti akan langsung berlutut untuk memohon ampun jika pria itu tidak berusaha kabur. Maka, pandangannya tertuju pada pria itu dengan ragu. “Apa yang kamu coba lakukan?”Bertemu pandang dengan Daffa, pria tua itu menggelengkan kepalanya dan menjawab, “Bukan apa-apa. Hanya saja orang-orang itu telah menelantarkan aku, jadi ….”“Jadi, kamu berniat membuatku mengejar mereka dan membunuh mereka,” jawab Daffa yang mengerutkan alisnya.Pria itu mengangguk.“Apakah kamu yakin?” tanya Daffa, matanya sedikit membelalak. “Kamu merasa puas meskipun kamu akan tetap mati nantinya?”Tanpa ragu, pria tua itu mengangguk.Seringai lebar merekah di wajah Daffa pada saat itu. Dia tahu pria itu tidak memiliki niat ter
Edward mengedipkan matanya, matanya tertuju pada Daffa dan fokus. Lalu, bibirnya mulai gemetar saat dia berkata, “Tuan Halim, saya tidak menyangka bisa melihat Anda lagi.”Daffa memutar bola matanya. “Maksudmu, kamu akan mati atau apakah kamu takut aku akan mati?”Edward terhuyung, lalu menggelengkan kepalanya. “Bukan itu yang saya maksud, Tuan.”Daffa tersenyum. “Aku tahu itu, tentu saja. Aku hanya merasa caramu mengatakannya lucu.” Mereka saling bertatapan dan melihat kelegaan di mata satu sama lain. Briana masih berdiri di atas tumpukan puing seraya dia mengamati mereka berdua berbincang di samping tornado. Briana menggelengkan kepalanya dengan tidak berdaya.Kemudian, dia menangkupkan kedua tangannya di sekitar mulutnya, menyalurkan kekuatan jiwanya ke tenggorokannya, dan berkata dengan lantang, “Ayo turun! Tuan Halim, mentor Anda dan pria tua itu telah pergi. Kita harus mengejar mereka.”Daffa mengernyit. Dia pikir Teivel dan pria tua itu telah berpindah ke tempat lain, mirip