Pada saat itu, Rafael hanya ingin mendapatkan perlindungan dari Daffa.Daffa sama sekali tidak menduga hal itu akan terjadi. Oleh karena itu, dia menyeringai terhibur, berkata, “Apa yang kamu katakan membuatku puas, jadi aku bersedia untuk membantu.”Dia meregangkan lehernya sambil melanjutkan, “Karena kamu sudah mengungkapkan kesetiaanmu padaku, aku bisa memberitahumu dengan terus terang bahwa aku datang kemari untuk mendapatkan saham Grup Ganendra.”Mata Rafael membelalak lebar tidak percaya mendengar hal itu. Dia terhuyung mendarat dengan bokongnya, lupa bahwa dia hendak berdiri. Keheningan yang suram selama beberapa saat berlalu sebelum dia menatap ke bawah, memberengut, “Karena kamu sudah memberi tahu rencanamu padaku, aku yakin aku tidak bisa menolaknya. Tolong beri aku beberapa menit untuk memproses informasi ini. Terlalu menyakitkan bagiku untuk langsung menerimanya. Lagi pula, aku akan memberikan kekayaan yang telah kudapatkan dengan kerja keras seumur hidupku untuk orang l
Jika Daffa belum mencari tahu dengan detail mengenai kedua orang itu, dia pasti akan mengira bahwa Cindy adalah musuh Rafael melihat dari kekerasan Rafael terhadapnya.Rafael tahu Daffa sekarang memiliki kesan yang buruk terhadapnya. Namun, dia menahan diri untuk tidak membicarakan mengenai Cindy dan hanya berdiri di sana, mengamati Daffa.“Karena sekarang tempat ini sudah tidak berisik,” katanya, “kita bisa mendiskusikan persyaratan pengalihan saham Grup Ganendra padamu.”Daffa menyeringai setuju seraya mengamati ekspresi tegas Rafael.Itu adalah pertama kalinya sejak Daffa tiba di sini bahwa Rafael memberikan aura yang seharusnya dia miliki—energi berwibawa seorang pemimpin Grup Ganendra.Tetap saja, Daffa duduk di sana tanpa berekspresi dan dalam diam menyesap kopinya. Akan tetapi, saat dia mengangkat gelasnya, sekretaris Rafael mengulurkan tangannya padanya. Dia juga berbicara dengan nada yang lebih manis dibandingkan sebelumnya.“Tuan Halim, kopi Anda sudah dingin. Bagaimana
“Aku akan menerima persyaratanmu karena kamu sudah cukup bermurah hati,” kata Daffa sambil bangkit dari bangkunya untuk berdiri. Dia memasukkan tangannya ke dalam sakunya, berbalik, lalu beranjak ke arah vila Keluarga Ganendra.“Karena kedua sekretaris kita tidak ada di sini, hanya kamu yang bisa menyusun sebuah kesepakatan transfer saham kita.”Rafael memejamkan matanya. Akan tetapi, satu detik kemudian, dia bergegas menyusul Daffa dan memasuki vilanya bersama Daffa. Ekspresi pasrah menyelimuti wajahnya seperti sebuah awan gelap, tapi Rafael harus melakukannya untuk bertahan hidup.Lagi pula, tidak ada yang tahu apakah dia bisa mempertahankan Remnard Estate. Mungkin vila itu dan setiap furnitur di dalamnya tidak lagi menjadi miliknya jika dia membantah Daffa.Ada banyak pikiran yang mengisi benak Rafael, tapi dia tetap memasang ekspresi kosong sepanjang waktu. Saat dia memasuki ruang kerja, dia mendapati Daffa duduk di kursi ergonomis di balik meja.Dia bahkan dengan penuh perhat
Walaupun sakit bagi Rafael untuk membungkuk karena Daffa masih mencengkeram rambutnya, dia tetap melakukannya.Alis Daffa berkerut. Dia terkejut melihat Rafael melakukan itu, jadi dia melepaskan cengkeramannya dan menepuk telapak tangannya, membersihkannya.Dia lalu menunjuk ke arah papan ketik, berkata, “Mulai sekarang, aku ingin kamu selesai menyusun kesepakatan transfer sahamnya. Namun, selain kesepakatan itu, kamu juga akan menyerahkan seluruh aset, tidak termasuk uang tunai, yang berada di bawah namamu padaku.”Mata Rafael membelalak lebar sebelum dia dengan patuh duduk di kursi. Akan tetapi, dia tidak menyentuh papan ketiknya. Alih-alih, dia membentak dengan dingin, “Kamu benar-benar keterlaluan, Daffa Halim! Mungkin hari ini aku kalah, tapi tindakanmu saat ini sudah kelewatan!”Dia berbicara dengan nada yang terkendali dan tampak tenang, seolah-olah bukan dia yang berada dalam bahaya. Namun, dia banjir keringat di dalam bajunya. Dia tahu jika dia terus berkeringat selama sat
Helaan napas lega keluar dari mulut Rafael ketika dia melihat Daffa menghentikan langkahnya. Di matanya, itu berarti Daffa bersedia membantunya. Namun, dia tidak menyadari bahwa Daffa sudah selangkah lebih maju darinya dan mengetahui bahwa tank itu berarti berita buruk.Daffa hanya berhenti untuk mempertimbangkan pilihan terbaiknya—membiarkan Rafael mati sekarang atau menyelamatkannya.Akan tetapi, dia tidak perlu berpikir panjang karena tidak lama, seorang pria keluar dari salah satu tank itu dan menghampirinya dengan tongkat bisbol. Daffa lalu menaikkan sebelah alisnya sebelum memutuskan untuk tetap diam.Sebaliknya, pria yang menghampirinya tidak memiliki sentimen yang sama. Dia berdiri di hadapan Daffa, amarah membuat ujung telinganya memerah. Dia mencengkeram tongkat bisbol itu dengan sangat erat sampai pembuluh darah di lengan bawahnya mencuat.Tetap saja, dia menggertakkan giginya, menahan amarahnya untuk berkata, “Aku adalah Benji Aruna. Aku yakin kamu sudah menebak latar b
Itu membuat Benji sangat kesal. Dia mengambil tongkatnya lagi, berharap bisa menyerangnya. Kali ini, situasinya tidak berjalan sesuai keinginannya karena Kate berlari untuk melindungi Daffa.Kate mengulurkan kedua tangannya ke depan, memegang tongkat bisbol Benji dengan erat sampai menghentikan tongkat itu terus menurun. Semburat kemerahan merembes ke bagian putih matanya dan pipinya.“Paman Benji, apakah Paman lebih memercayai orang-orang yang mengunggah video ini dibandingkan aku? Tidakkah Pamah tahu orang-orang itu menjebakku untuk mendapatkan kekayaan ayahku? Bukankah terlalu pas bahwa mereka mengunggah video ini sekarang saat ayahku menghilang? Merekalah yang paling diuntungkan dari situasi ini, bukan aku dan Daffa!”Wajah Benji berubah, masih berhati-hati tapi sedikit percaya, jadi dia menarik tongkatnya.Merasa akhirnya memahami situasinya dengan jelas, Daffa menaikkan sebelah alisnya sambil mengamati para pengamat di belakangnya. Mereka terus berdiri di sekitar sana selama
“Ayo pergi dulu sekarang. Aku janji aku akan membuktikannya padamu nanti bahwa aku tidak berbohong,” jelas Kate.Situasi yang kacau itu adalah apa yang Rafael lihat saat dia bergegas berlari ke halaman. Dia membeku, tidak bisa melangkah lagi karena semua orang telah melihatnya keluar dari vilanya.Rafael berada dalam dilema karena tidak tepat baginya untuk tinggal ataupun pergi. Bahkan jika dia mencoba untuk pergi, tidak ada cara yang benar untuk melakukannya.Mata Benji masih terpaku pada Daffa, tidak repot-repot melirik ke samping untuk melihat Rafael. Jemarinya memegang tongkat bisbol dengan erat lagi sementara napasnya menjadi berat.Berdiri di seberang Benji, Daffa terus meletakkan tangannya di dalam sakunya. Dia tampak seolah tidak gentar walau sedang menjadi target tatapan membunuh Benji.Itu hanya membuat Benji makin kesal. Dia menggertakkan giginya begitu keras sampai rahangnya mengeras. Di waktu yang bersamaan, dia memastikan untuk menekankan hinaannya, “Dasar b*jingan!”
Rafael mengerutkan dahinya dan merasa tertekan. Dia tidak tahu harus bereaksi seperti apa. Setelah menimbang-nimbang sesaat, dia memutuskan untuk memberi tahu kebenarannya pada Camilla. Jadi, dia berbalik dan menatapnya.Sebelum dia bisa mengatakan apa-apa, orang di sampingnya berdeham. Itu membuatnya tersentak dan dia menoleh pada Daffa. Kemudian, dia melihat Daffa berbalik dengan acuh tak acuh seolah tidak ada apa pun yang terjadi.Seketika, Rafael menegang. Dia mengerti apa yang Daffa maksud! Pemahaman itu memperburuk suasana hatinya karena itu adalah kemampuan yang hanya dibutuhkan oleh para bawahan saat berurusan dengan atasan mereka.Dalam kasusnya, dia mempelajarinya bahkan tanpa berusaha sedikit pun. Ekspresi wajahnya menjadi rumit.Namun, dia tidak berani menatap Daffa lagi setelah isyarat yang dia berikan. Beberapa detik kemudian, dia menoleh pada Camilla lagi. Itu adalah pertama kalinya Camilla merasakan tatapan Rafael tertuju padanya dan pipinya pun merona. Dia memainka
Wanita itu menjelaskan, “Aku kehabisan uang dan mereka bilang mereka akan membayarku dengan bayaran yang tinggi untuk melakukan ini. Yang perlu kulakukan hanyalah membawa kamera ketika datang kemari.”Daffa mengernyit. “Bagaimana caranya kamu masuk kemari?” Nada bicaranya dingin. Penjelasan wanita itu tidak berarti apa-apa baginya.Wanita itu menelan ludah. “Aku tidak tahu. Mereka menyuruhku untuk meminum ramuan, setelah itu aku kehilangan kesadaranku. Ketika aku terbangun, aku sudah ada di sini.”Daffa mengernyit mendengarnya. Wanita itu berseru, “Tunggu! Aku bersumpah aku mengatakan yang sebenarnya!”Dia tahu Daffa tidak puas dengan jawabannya, tapi hanya itu yang dia ketahui. Dia menatap Daffa sambil menangis saat Daffa berkata, “Apakah kamu perlu berteriak padaku seperti itu?”Dia berkata dengan gemetar, “Maaf, a … aku tidak bermaksud.”Mata Daffa masih dingin, tapi dia melepaskan wanita itu. Akan tetapi, ini tidak membuat wanita itu tenang. Sebaliknya, wanita itu menegang da
Bram menatap dia dengan tenang. “Mungkin kamu akan mempertimbangkan untuk memberitahuku kenapa kamu ada di sini jika kamu tidak ingin mati.”Pria itu tertawa terbahak-bahak. Daffa mengernyit dan berkata, “Bram, bawa dia pergi supaya kamu bisa menginterogasinya nanti.”Bram langsung mengulurkan tangannya untuk memegang pria itu—kecepatannya membuat mata Daffa berbinar. Seperti yang dia duga, Bram adalah ahli bela diri yang tampaknya lebih cakap dibandingkan semua orang yang ada di sana, termasuk Daffa. Ini membuat Daffa ingin bertarung dengannya, tapi ini tentunya bukan waktu yang tepat untuk itu. Dia berusaha sekeras mungkin untuk menahan keinginannya untuk menerkam Bram.Pada saat ini, Edward dan Briana muncul. Dari langkah kaki dan napas mereka, Daffa tahu mereka telah berlari sampai ke sini, membuatnya mengangkat sebelah alisnya. Dia menoleh untuk melihat ke arah pintu dan berkata, “Bram, tunggu sebentar.”Bram tidak tahu kenapa Daffa tiba-tiba menghentikannya, tapi dia melakuka
Daffa menunjuk ke arah kamar mandi saat dia berbicara. “Kamu bisa periksa kamar mandinya jika kamu mau. Itu sama saja seperti kamar mandi lainnya. Tidak ada apa pun yang memungkinkan aku untuk mengunggah apa pun di internet.” Dia menatap Bram yang masih terlihat seperti ingin mengatakan sesuatu. Sebagai ahli bela diri terbangkit, Daffa langsung tahu apa yang Bram pikirkan dan bibirnya pun berkedut. Daffa menatap Bram dengan tatapan tidak berdaya dan berkata, “Dengar, kamera-kamera itu tidak ada hubungannya denganku.”Bram langsung menghela napas lega. Daffa menahan keinginannya untuk memutar bola matanya dan berbalik untuk melihat wanita tadi sambil mengetukkan jari-jarinya di sandaran tangan sofa. Suasananya menjadi sangat tegang hingga Bram menundukkan kepalanya lagi, memandang lantai.Setelah beberapa detik, Daffa berujar, “Bram.” Itu membuat Bram merinding dan menundukkan kepalanya makin dalam. Bram tidak dapat membayangkan apa yang hendak Daffa katakan dan keringat membasahi ken
Daffa mengangkat sebelah alisnya. Dia memegang leher wanita itu dan melemparkannya ke dalam bak mandi, membuatnya megap-megap karena dia berusaha bernapas. Daffa mengabaikannya, memakai celananya, dan meletakkan tangannya di kenop pintu. Di dalam benaknya, vila Keluarga Halim adalah tempat baginya untuk bersantai dan menjalani waktu yang damai, tapi tampaknya dia keliru. Dia membuka pintu untuk melihat Erin berdiri di sana dan bibirnya berkedut. “Kukira kamu akan menunggu di luar.” Dia tidak memakai atasan karena lemari pakaiannya ada di luar.Tentunya, Erin tidak menduga akan melihat Daffa seperti ini. Dia merona dan memalingkan diri dari Daffa, tapi tidak dapat berjalan pergi—rasanya seakan-akan kakinya dilem ke lantai. Namun, mungkin otaknya berhenti berfungsi dan tidak dapat menyuruh kakinya untuk bergerak. Bagaimanapun, Erin tidak pergi.Daffa tampak terkejut oleh itu, tapi dia tidak mengatakan apa-apa. Alih-alih, dia berjalan melewati Erin dan memasuki ruang gantinya, muncul ke
Wanita itu tetap terdiam di tempatnya, terlihat terkejut. Daffa berniat untuk ikut berpura-pura seolah dia tidak tahu apa yang sedang terjadi, tapi dia sangat ingin menertawai akting wanita itu yang sangat buruk. Lagi pula, tidak ada pelayan Keluarga Halim yang akan mengenakan stoking setinggi paha saat bekerja. Namun, Daffa tahu dia harus berpura-pura bahwa semuanya baik-baik saja. Dia memasang ekspresi marah dan menggeram, “Aku jijik oleh keberadaanmu, jadi sebaiknya kamu menjauh dariku!”Mendengarnya, wajah wanita itu menjadi pucat. Daffa mengetukkan jemarinya ke tepi bak mandi, bertanya-tanya apakah dia terlalu kasar. Apakah wanita itu akan bisa melanjutkan aktingnya? Bibir Daffa berkedut saat dia memejamkan matanya dan berkata, “Ingat, jangan pakai apa pun selain seragam yang benar lain kali kamu bekerja … tidak peduli sebagus apa itu terlihat padamu.”Daffa merasakan kekejutan dan kesenangan wanita itu mendengar perkataan Daffa dan mendengar langkah kaki menghampirinya. Daffa m
Teivel membutuhkan tempat yang sunyi supaya tidak akan ada yang mengganggunya. Daffa menunggu hingga dia tidak dapat mendeteksi Teivel sebelum mendarat di tanah. Ketika dia melakukannya, orang-orang berjubah hitam itu perlahan membuka mata mereka dan tersadar kembali. Beberapa dari mereka mulai muntah-muntah ketika mereka melihat darah tikus dan potongan-potongan yang tersebar di sekitar mereka, tapi ini tidak memengaruhi Daffa.Dia bilang, “Maaf tidak sengaja mengetahui rahasia kalian seperti ini.” Orang-orang itu kembali tenang dan menatap Daffa. Daffa tersenyum dan berkata, “Kurasa ini adalah permasalahan yang perlu diselesaikan.”Pemimpin dari mereka melangkah maju untuk menghalangi yang lain dari pandangan Daffa dan berkata dengan pelan, “Semuanya bisa didiskusikan selama kamu tidak membiarkan Pak Teivel tahu tentang ini.”Daffa mengangkat sebelah alisnya. “Sayangnya, dia sudah tahu.”Si pemimpin menjadi pucat mendengarnya, tapi amarah mulai menggelora di matanya. Namun, beber
“Jangan khawatir, mereka tidak bisa melihatku. Kita akan baik-baik saja selama kamu tidak bergabung denganku di udara,” ucap Teivel.Daffa mengembuskan napas, meletakkan tangannya di balik punggungnya, dan melihat pemandangan di hadapannya tanpa bersuara. Ada darah tikus di mana-mana, bersamaan dengan potongan-potongan kecil daging. Dia merasa perutnya bergejolak, jadi dia menahap napasnya dan melayang, bergabung dengan Teivel di udara. “Pak, aku melihat percampuran amarah dan kesedihan di dalam matamu.”Teivel memejamkan matanya dan mengangguk. “Iya. Aku menggunakan metode rahasia untuk menelusuri ingatan mereka. Mereka telah melalui banyak hal, lebih dari yang seharusnya, sebelum mereka tertidur. Mereka mengalami berbagai macam kesulitan ketika aku bertemu mereka. Ketika aku membawa mereka bersamaku, yang tertua bahkan belum berusia tujuh tahun. Aku membesarkan mereka dan mengajari mereka cara membaca dan menulis, tapi aku tidak mengajarkan meditasi pada mereka. Aku hanya ingin mer
Jauhar menegang, tapi dia tetap berusaha sekeras mungkin untuk mempertahankan senyumannya. “Aku belum melihat teman-teman ayahmu dalam waktu yang lama, terutama setelah orang tuamu meninggal. Mereka semua memiliki alasan tersendiri untuk pergi.” Dia menarik napas dalam-dalam. Daffa tahu Jauhar merasa terganggu. Jauhar melanjutkan, “Pada saat itu, aku tidak dapat menerima kematian ayahmu dan aku akan menghargai kehadiran mereka. Setidaknya, itu akan membuatku merasa seperti dia masih hidup. Aku tahu mereka tidak diwajibkan untuk melakukan apa pun, tapi mereka bahkan tidak repot-repot menghadiri pemakamannya. Aku menolak memercayai satu hal pun yang mereka katakan!”Dia berusaha keras untuk menahan agar amarahnya tidak meledak-ledak, tapi dia mau tidak mau tetap gemetar. “Kamu tidak boleh memercayai mereka sepenuhnya, jadi ingatlah untuk jangan percayai ucapan mereka mentah-mentah. Lagi pula, tidak ada jaminan mereka tidak berteman dengan ayahmu dengan niat tersembunyi. Siapa yang tahu
“Ya, aku mengkhawatirkan hal yang sama. Tidak ada sihir ataupun meditasi yang akan menjaga jantung seseorang terus berdetak selama lima abad kecuali jantung yang berdetak di dalam mereka sekarang bukan milik mereka, atau ada hal lain dalam hal ini yang tidak kita ketahui.” Teivel menghela napas. “Bagaimanapun, sejarah kembali terulang. Apa yang terjadi lima abad yang lalu terjadi lagi sekarang.Daffa menggigit bibirnya dan mengernyit dalam-dalam. Kemudian, dia berkata, “Apa yang harus kita lakukan untuk mencegah situasi ini menjadi makin parah? Aku sejujurnya tidak tahu apa yang harus kulakukan sekarang. Kukira aku sudah memberantas orang-orang berjubah hitam, tapi di sinilah mereka, muncul di hadapanku lagi.”Teivel tertawa, tapi itu bukan tawa menghina. Dia berkata, “Mereka tidak bisa diberantas—tidak dengan cara yang kamu pikirkan—karena tidak ada yang bisa menghentikan dalang utamanya setelah aku mati. Aku mengenal lawanku dengan baik. Dia pasti telah melemparkan dirinya sendiri