Namun, ternyata dia hanya tidak mengenal kakak dan adiknya dengan cukup baik. Malah, mungkin dia tidak memahami mereka sama sekali. Misalnya, dia merasa seperti Camilla adalah orang yang benar-benar asing.Matanya memerah memikirkan hal itu, tapi dia tidak menangis. Dia berdiri di sana dengan tangan yang diletakkan di balik punggungnya, perlahan mengepalkannya.Keheningan menyelimuti mereka. Camilla tetap berlutut di tanah, matanya masih melirik-lirik ke sana kemari, tapi dia tidak mengatakan apa-apa.Benji sudah tahu apa jawabannya. Dia tidak menyangka Camilla akan menunjukkan bahwa dia meremehkannya seterang-terangan itu. Dia menelan ludah dan dengan suara yang serak berkata, “Karena kamu tidak mengatakan apa-apa, aku anggap kamu berpikir bahwa perkataanku masuk akal dan kamu telah menyerah terhadap ide konyolmu itu.”Camilla memelototinya dan memekik dengan melengking, “Benji Aruna! Jangan kira kamu berhak menilai dan ikut campur dengan kehidupanku hanya karena kamu dua tahun le
“Identitas Kate sudah tersebar di seluruh penjuru internet sekarang, dan seseorang bisa melakukan apa pun untuk melukainya kapan pun. Namun, bukannya memikirkan cara untuk menangani hal ini, kamu malah membiarkannya hanya berdiri di sini.”Mata Benji membulat dan ada campuran antara keterkejutan dan penyesalan di balik matanya. Daffa menatapnya dengan kasihan, tapi dia tidak berhenti. Dia tahu perkataan yang akan dia katakan selanjutnya hanya akan lebih menyakitkan.“Aku yakin kamu tidak memikirkan ini, tapi sejak kamu membawa keluargamu di sini, kamu mengakui hubunganku dengan Kate! Sejak detik pertama kamu muncul di sini, tidak akan ada yang memercayaimu lagi, tidak peduli apa pun yang kamu katakan atau bukti apa yang bisa kamu tunjukkan.”Suara Daffa tidak lantang ataupun kuat. Tetap saja, Benji merasakan bajunya basah oleh keringat. Dia tampak kehilangan tenaga untuk tetap berdiri, jadi dia perlahan terduduk dan membenamkan kepalanya di tangannya. Kemudian, dia mencengkeram ramb
Namun, ketika Daffa merasakan perubahan pada emosi Benji, dia langsung menoleh kembali ke arah Benji. Tertangkap basah, Benji menegang. Di saat yang bersamaan, dia terlihat sedang berpikir.Keluarga Aruna adalah keluarga yang kaya, jadi dia telah melihat banyak ahli bela diri. Akan tetapi, tidak ada di antara mereka yang memiliki sensitivitas seperti Daffa. Benji sulit memercayai bahwa orang setajam itu adalah orang yang miskin.Malah, jika dia bisa mendapatkan kendali atas Keluarga Aruna, dia pasti ingin menerima Daffa sebagai bawahannya jika dia memiliki cukup uang untuk melakukannya.Daffa terkejut melihat Benji termenung lagi, tapi tidak butuh waktu lama bagi Benji untuk tersadar kembali.Camilla tampak murka. Dia mengepalkan tangannya dengan erat dan mengayunkannya ke sana kemari, suaranya terdengar seperti kuku di papan tulis saat dia memekik, “Cukup! Kamu benar-benar mengecewakan! Kamu adalah kakakku dan aku adalah satu-satunya orang di dunia ini yang memiliki darah yang sam
Namun, Daffa tidak mengatakan apa-apa. Dia tidak perlu mengatakan sesuatu karena Kate sudah mulai memekik, “Camilla Aruna, lepaskan Daffa sekarang juga dan aku akan melupakan apa yang sudah kamu lakukan sejauh ini. Setelah ayahku kembali, aku juga tidak akan memberitahunya mengenai hal ini.”Camilla langsung berhenti ketika dia mendengarnya. Kemudian, dia menolehkan kepalanya begitu cepat sampai rambutnya menampar wajah Daffa. Daffa mengerutkan dahinya tapi tidak mengatakan apa-apa.Camilla ingin melepaskannya, tapi dia tidak berani. Dia tahu seseorang sekaya dia pasti memiliki pengawal yang melindunginya, tapi entah kenapa, mereka belum melakukan apa pun padanya.Jika dia melepaskannya saat ini juga, tidak mungkin pengawal Daffa akan membiarkan dia begitu saja.Dia diam-diam melihat ke sekitarnya sambil memikirkan hal itu, tapi tidak ada siapa pun yang muncul. Dia menjadi tenang sedikit, memandang Kate, dan berkata dengan pelan, “Kate, ayahmu masih hidup, ‘kan? Kamu tahu dia di ma
Suara Leah tegas dan matanya percaya diri.Kate menarik napas dalam, mengepalkan tangannya, dan mulai gemetar. Seiring berjalannya waktu, gemetarnya bertambah parah.Kondisi Benji tidak lebih baik, tapi dia menarik napas dalam untuk menenangkan dirinya sendiri. Kemudian, dia meletakkan tangannya di pundak Kate dan berkata, “Tidak perlu marah karena hal-hal yang dia katakan. Dia tumbuh besar dengan ibunya dan mendapatkan pengajaran yang sama. Percayalah, aku mungkin bukan orang yang paling cerdas, tapi aku tentunya yang paling pintar membedakan mana yang benar dan mana yang salah di antara semua orang yang ada di sini.”Kate tahu Benji berusaha sebaik mungkin untuk menenangkannya, tapi dia merasa bahwa Benji sendiri tidak begitu tenang. Kate menarik napas dalam untuk menenangkan dirinya sendiri, lalu menoleh ke arah Daffa dengan mata yang memerah.“Kurasa kamu sudah membantuku untuk membuat keputusan yang benar.” Lalu, dia memalingkan pandangannya.Camilla sudah pulih dari rasa mal
“Jika ini hanyalah permasalahan di antara kita, aku masih akan menerimamu sebagai kakakku. Namun, kenyataannya tidak begitu! Kamu menuduhku dan melukai adikmu karena perkataan Daffa!” bentak Camilla. Ekspresi wajahnya berubah seraya dia membungkuk dan memukul dadanya sendiri.Jejak rasa sakit terlihat di mata Benji saat mendengar kepalan tangan Camilla mengenai dadanya, tapi kali ini dia tidak goyah. Dia memejamkan matanya, menarik napas dalam-dalam, dan berkata, “Kamu bukan lagi adik yang kukenal dan kamu sudah menjadi orang yang benar-benar berbeda. Mungkin, kamu terus berbohong padaku sejak kita masih anak-anak. Itu tidak penting—tidak lagi penting. Terlalu banyak hal yang telah terjadi di antara kita untuk kembali seperti semula.”Camilla menganga padanya. Daffa menyapu pandangannya pada semua orang yang ada di sana, lalu menaikkan sebelah alisnya dan menepuk pundak Kate. Ketika Kate tidak bereaksi, dia tersenyum dan mengulurkan tangannya untuk mendorong rahangnya kembali ke atas
Dia terperangah mendengar perkataan Camilla. Dia membuka mulutnya beberapa kali untuk mengatakan sesuatu tapi tidak berhasil. Itu hanya membuat Camilla makin marah. Dia terengah-engah dengan keras dan berpaling darinya, tatapannya mendarat pada Daffa.Tiba-tiba, dia tersenyum, membuat semua orang yang ada di sana bergidik. Tentu saja itu tidak termasuk Daffa. Dia berdiri di sana dengan kedua tangan di dalam sakunya, tampak persis seperti biasanya.Ini mengejutkan Camilla. Dia berjalan menghampirinya, ingin menyentuh wajahnya. Namun, dia baru hendak mengulurkan tangannya ketika Daffa mencengkeram pergelangan tangannya. Kemudian, rasa sakit yang tajam menusuk lengannya. Itu benar-benar di luar dugaannya.Wajahnya berkerut kesakitan. Daffa menatapnya, wajahnya tidak berekspresi dan suaranya tenang. “Sudah lama sejak terakhir kali aku bertemu seseorang seberani ini. Biar kuingat-ingat bagaimana orang terakhir itu meninggal.”Dia menatap Camilla dengan lembut, tapi itu malah membuatnya
Hampir secara naluriah, Benji ingin menyangkalnya. Dia sudah membuka mulutnya untuk berbicara, tapi Daffa mendahuluinya.“Dengar, kalian berdua tidak perlu bersikap seperti ini karena Camilla tidak akan pergi dari sini hidup-hidup. Aku tidak akan membiarkan siapa pun yang merencanakan hal jahat padaku berulang kali dan ingin menggunakan aku untuk mencapai tujuan tersembunyinya terus hidup di dunia ini.” Tidak ada kehangatan sama sekali pada nada bicaranya.Benji mengerutkan dahinya, merasa sedikit cemas, tapi dia tidak berani melakukan apa pun karena kemampuan Daffa. Dia menarik napas dalam sebelum dengan serius berkata, “Aku bisa meminta maaf padamu untuk menggantikan Camilla.”Sebelum dia bisa melanjutkan, Camilla memotongnya dengan nyaring. “Benji Aruna, sudah cukup! Kamu tidak perlu berpura-pura seperti itu di depanku. Pokoknya, sudah jelas bahwa kalian berdua memiliki masalah masing-masing yang harus ditangani, jadi berhenti menyeretku dalam kekacauanmu!”Benji terkejut menden
Kemudian, Shelvin merasa seperti dia telah membeku. Dia tidak dapat bersuara. Dia ingin melihat ke arah Daffa untuk meminta bantuan, tapi dia tidak lama mengetahui bahwa mustahil baginya untuk melakukannya—dia bahkan tidak bisa mengedip! Itu membuatnya ingin menangis.Pada saat ini, suara Brian yang tenang terdengar. “Jangan segugup itu. Ayahku, Yarlin Weis, adalah pria yang baik. Jika bukan karena itu, kamu tidak akan hidup sekarang maupun bisa mengambil alih tubuhnya.Mata Shelvin membelalak. Dia kira Yarlin sudah tidak ada lagi ketika dia memilih untuk menyelamatkannya.Daffa menatap Brian. “Jadi, apa yang sedang terjadi sekarang?”Brian mengangkat bahunya. “Dia ingin mengatakan sesuatu yang jahat padaku. Tidak mungkin ayahku akan membiarkannya.” Ada ekspresi senang di wajahnya, tapi itu dengan cepat menghilang.“Ini menyedihkan. Aku tahu kalau ayahku masih hidup, tapi aku juga tahu bahwa tidak ada kemungkinan bagiku untuk melihatnya lagi.” Dia berjongkok dan membenamkan wajahn
Bimo tidak berani membayangkan apa yang akan terjadi pada dirinya selanjutnya. Dia melongo ke arah Daffa, pada akhirnya menutup mulutnya dan memejamkan matanya dengan pasrah.Daffa menghela napas. Begitu dia merasa sedikit lebih memiliki kendali atas situasi dan tidak setidak berdaya itu, teriakan kesakitan keluar dari bibir Umar.“Daffa, tolong, aku memohonmu untuk membunuh tunanganku secepat kamu membunuhku sekarang jika dia masih bersikap seabsurd sebelumnya,” teriak Umar. Kemudian, dia memalingkan kepalanya ke samping dan memegang jarum perak Shelvin, menusuk jarum itu ke dalam lehernya.Itu bukanlah apa yang Daffa ataupun Shelvin sangka. Meski begitu, Shelvin tidak sekaget Daffa. Dia menghampiri sisi Daffa dan meletakkan tangannya di pundak Daffa.“Tuan Halim, jangan gundah. Melakukannya adalah pilihan terbaik bagi Umar.”Situasi yang tidak diduga itu membuatnya menggigit bibirnya dengan sangat keras hingga berdarah saat dia berbicara.Daffa menatap Shelvin pada saat itu. Di
Bimo memucat, lututnya lemas begitu dia mendengar orang yang berbicara di telepon—itu adalah atasannya.“Ini nomor Brian Weis. Siapa, ya?”Bimo jatuh berlutut hampir seketika, memandang Daffa dengan gugup. Dia tidak dapat terus berdiri saat itu juga. Matanya gemetar begitu hebat hingga hampir copot dari tempatnya.Merasakan kecemasan Bimo, Daffa menyeringai dan menjawab, “Ini Daffa.”Suara di telepon itu langsung berubah menjadi penuh hormat. “Oh! Saya merasa terhormat berbicara dengan Anda, Tuan Halim! Bolehkah saya tahu kenapa Anda menelepon saya?”Senyuman terukir di wajah Daffa, tapi itu hanya karena formalitas dibandingkan untuk menunjukkan kegembiraan yang tulus. Dia berputar badan untuk menatap Bimo dan membentak, “Kurasa kamu dan aku perlu mendiskusikan investasiku ke kepolisianmu.”Keheningan selama dua detik berlalu sebelum Brian terkekeh dengan malu-malu. Ingin menyenangkan Daffa, dia bertanya dengan nada menjilat, “Apakah Anda ingin mendiskusikannya melalui telepon at
Daffa terkekeh, tidak dapat menyembunyikan bahwa dia terhibur. Situasi itu sangat mengherankan hingga tawanya kian membesar setiap detiknya.Bimo mengernyit, berputar badan, dan menatap Daffa. Dia ingin mempertanyakan Daffa, tapi Umar berbicara mendahuluinya.“Apakah kamu sudah kehilangan akalmu, Daffa? Kamu tidak akan pernah menjadi kaya karena kamu adalah seonggok samp*h yang keji! Apa pun yang sudah kamu bayar untuk menyamar dirimu sebagai ‘orang kaya’ ini, uang itu sudah terbuang sia-sia sekarang! Kami tidak memercayaimu sedikit pun!” teriak Umar sekencang mungkin meskipun dia kehabisan napas dan kesakitan.Daffa menatap Shelvin yang mengangkat bahunya dan berkata, “Aku harus menyingkirkan jarum-jarumku. Kalau tidak, dia akan kehilangan suaranya secara permanen. Lagi pula, kita selalu bisa membungkamnya beberapa menit kemudian.Setelah mengangguk, Daffa menoleh ke arah Bimo lagi.Pada tiitk itu, Bimo mengernyit karena dia tidak memahami apa yang disiratkan oleh Umar. Namun, di
Aku tidak membunuh dia karena kurasa kesalahannya tidak membutuhkan hukuman sekeras itu,” kata Daffa yang tangannya diletakkan di balik punggungnya seraya dia berjalan ke arah Umar. Kemudian, dia tersenyum dan menambahkan, “Akan tetapi, terlihat jelas bahwa kamu tidak senang dengan keputusanku.”Umar terbaring di lantai, memejamkan matanya dan akhirnya menyadari bagaimana dia telah mengambil pihak yang salah selama ini. Bahkan bisa dikatakan bahwa dia salah sedari awal karena telah meragukan Daffa.Meskipun demikian, Umar tidak dapat menahan skeptisismenya terhadap segala hal. Lagi pula, Umar merasa hal-hal berjalan dengan lancar sebelum momen ini. Berbaring di lantai, dia mengendurkan rahangnya yang terkatup dan memandang udara dengan ekspresi kosong.Umar mulai mempertanyakan segala hal di sekitarnya, tapi dia tidak mengatakan apa-apa tentang itu. Keheningan mengisi ruangan seraya dia memikirkan kapan hal-hal berbalik melawannya. Saat itulah tatapan Daffa dengan singkat menyap
Tidak peduli setakut apa Bimo, dia tidak berani bergerak dan hanya mengangguk dengan kaku dan patuh.Dengan bibir yang melengkung menjadi senyuman puas, Daffa berkata, “Aku sudah beberapa kali bertukar pikiran dengan salah satu petugas polisimu yang bernama Umar dan aku tidak memiliki pengalaman yang terbaik dengannya. Bukan hanya itu, dia telah memperjelas bahwa dia berpihak pada Grup Ganendra. Meskipun dia gagal memenuhi janjinya, aku masih memastikan kamu tahu setiap tindakan dan rencanaku di Kota Almiron. Bukankah itu benar?”Dengan kening yang basah oleh keringat, dia dengan cepat melirik Umar. Dia lalu kembali fokus pada Daffa dengan senyuman sambil membujuk Daffa. “Tuan Halim yang terhormat, saya rasa ini tidak perlu.”Meletakkan kedua tangannya di sisinya, dia menunjukkan ketulusannya. Dia menghindari tatapan Daffa dan berkata, “Kita bisa menegosiasikan kembali syarat-syarat kolaborasi kita.”Bimo mau tidak mau gemetar ketakutan. Yang dia lihat hanyalah bibir Daffa yang mel
Saat kening Umar basah oleh keringat, dia mendengar tawa yang familier dari lorong. Seketika, dia memasang seringai sombong dan berkata, “Hah! Terima itu, Daffa! Apakah kamu akhirnya menyadari betapa bodohnya kamu? Apakah kamu tahu siapa orang yang tertawa di luar kamar hotelmu?Tatapan angkuhnya mendarat di Daffa selama waktu yang singkat sebelum menghilang sepenuhnya. Tidak lama, dia mengerutkan bibirnya ketakutan ketika dia mendengar jawaban Daffa.“Bosmu. Omong-omong, untunglah kamu senang bertemu dengannya. Kuharap kamu bisa terus bahagia seperti ini.” Dengan begitu, Daffa mengalihkan tatapannya yang tegas ke arah pintu.Demikian pula, Umar terbaring di lantai dan menatap pintu dengan tidak sabar sambil menggumam pelan, “Tunggu saja, Daffa! Kematian akan mendatangimu sebentar lagi!”Tatapan Daffa tiba-tiba melesat ke arah Umar. Meskipun Daffa tidak mengatakan atau melakukan apa-apa, tatapannya sudah cukup untuk membuat rambut di punggung Umar berdiri tegak.Takut, Umar menutu
Dengan pandangan yang gemetar karena rasa takut, Umar berseru, “Sebaiknya kamu pikirkan dengan baik-baik sebelum melakukan apa yang akan kamu lakukan, Daffa Halim! Pikirkan tentang apakah kamu bisa menanggung konsekuensinya!”Daffa menaikkan sebelah alisnya sambil memamerkan giginya yang putih. “Sejujurnya, perkataanmu membuatku terhibur.”Dia lalu mengeluarkan tangannya untuk mencengkeram kerah baju Umar. Akan tetapi, kali ini, dia menarik Umar keluar dari lekukan di tembok dan melempar Umar ke ruang di belakangnya. Hanya permusuhan yang terlihat di matanya yang berbinar pada saat itu. Hal itu terus bertahan hingga Umar mendarat di tanah dengan suara dentuman yang keras.Satu-satunya yang berbeda adalah kali ini Umar tidak berteriak kesakitan. Dia terus terdiam setelah dia terbanting ke lantai.Daffa berputar badan, hidungnya berkerut menjadi cibiran kepada Umar sambil dia berbicara dengan santai, “Oh? Aku terkesan. Kamu masih hidup.”Di lantai, Umar berusaha sebisa mungkin untuk
Daffa menahan napasnya ketika dia melihat kondisi Danar. Mungkin dia keliru sedari awal. Dia seharusnya tidak pernah membiarkan Umar membawa Danar ke sel tahanan. Mungkin dengan begitu, Danar tidak akan terluka separah ini.Tenggelam dalam rasa bersalah, Daffa membenci dirinya sendiri karena telah memercayai Umar dan tidak melakukan apa-apa terhadap kekerasan Umar terhadap Danar. Semua itu memicu kemarahan yang lain dalam diri Daffa.Maka, ketika Umar menunjuk ke arah Erin dengan tidak sopan, Daffa tidak ragu-ragu untuk menembakkan kekuatan jiwanya ke arah Umar. Meskipun demikian, dia tidak mengerahkan banyak kekuatan jiwa karena dia tidak ingin memberikan Umar kematian secepat itu.Umar tidak yakin tentang apa yang telah terjadi, tapi dia merasakan angin kencang mengenai tubuhnya, membuatnya memuntahkan darah. Pada saat yang sama, benturan itu membuat tubuhnya melayang jauh.Dia bisa merasakan angin itu bertiup mengenai kulitnya dengan sangat kasar hingga angin itu menyayat seluru