Daffa yakin dia telah melihat semua orang yang ada di sana, tapi dia tidak bisa menentukan sumber suara itu. Itu karena dia tidak melihat siapa pun membuka mulutnya saat orang itu berbicara.Itu membuat Daffa heran. Namun, dia tetap memasang ekspresi datar dengan kedua tangan di dalam sakunya.“Jika ada dari kalian yang merasa perkataan itu masuk akal,” kata Daffa dengan tenang, “seharusnya kalian membantu pelayan wanita ini bukannya membiarkannya terus berada di sini dan membuat masalah.”Dia tampak begitu tidak peduli sampai tidak ada yang berani menatap matanya. Sebenarnya, dia merasa konyol bagaimana ucapan seseorang itu membuat semua orang, termasuk penjaga keamanan sebelumnya, menatapnya tidak suka.Karena itu, dia menoleh pada Erin, memberi perintah, “Wanita itu tidak terlihat sebagai seorang pelayan. Gaun, sepatu, kalung, anting, dan setiap aksesori yang dia kenakan terlihat mahal. Selain itu, tangannya halus, tidak ada luka atau kerutan yang disebabkan oleh kerja keras. Ak
Mata pelayan wanita itu memerah.Di sisi lain, Daffa menyipitkan matanya. Dia merasa bahwa wanita itu cerdas. Kalau tidak, dia tidak mungkin bisa membuat alasan secepat itu.Ekspresi wajahnya tidak membaik karena itu. Alih-alih, hidungnya berkerut dan dia terus meletakkan tangannya di dalam sakunya.“Namun, kamu tidak bekerja keras. Kalau kamu bekerja keras, kamu pasti akan menyelidiki semua latar belakang para tamu sebelumnya dan menargetkan orang lain. Pertimbangkan ini—kamu datang dengan pakaian yang pantas dan berhasil menyamar sebagai seorang pelayan. Karena kamu telah meneliti banyak hal mengenai pelayan, kemungkinan kecil kamu tidak mencari tahu informasi mengenai para tamu malam ini. Maka, aku yakin kamu membuat masalah denganku karena kamu menemukan bahwa Keluarga Ganendra dan aku tidak memiliki hubungan yang baik. Itulah yang membuatmu bersikap seperti itu padaku.”Daffa memiliki penglihatan yang tajam, seolah-olah dia bisa membaca setiap pikiran dalam benak pelayan wanit
“Pengakuanmu bahwa kamu adalah Daffa tampak terlalu mencurigakan,” ujar Cindy. “Terlebih lagi, tidak ada satu pun orang di sini yang mengenalmu. Orang-orang pasti akan mengenalimu jika kamu adalah seorang taipan, atau setidaknya, mereka akan mendengar tentangmu. Yang membuat semua orang di sini bingung adalah bahwa kamu adalah sebuah tanda tanya bagi mereka.”Daffa tidak angkat bicara untuk membela dirinya pada saat itu pula.Di sisi lain, bibir Cindy melengkung penuh kemenangan. Dia percaya diri bahwa para tamu itu akan lebih memercayainya daripada Daffa jika dia terus menyuarakan kecurigaannya. Oleh karena itu, dia mengumumkan dengan sangat lantang, “Kamu hanya muncul di sini karena kamu ingin semua orang berpikir kamu kaya! Namun, apakah itu kenyataannya? Tidak! Tindakan dan perkataanmu sejak kamu tiba tidak bisa membuktikan bahwa kamu adalah orang kaya!”Daffa terus berdiri untuk waktu yang cukup lama, jadi kakinya mulai terasa sakit. Setelah menghela napas dalam, dia menjawab,
Tawa pelan yang riang datang dari Daffa yang menggelengkan kepalanya dan berkata, “Jangan khawatir. Orang yang akan muncul adalah Edward.”Barulah saat itu Briana menghela napas lega dan mengembalikan tangannya ke sisinya. Namun, alisnya langsung berkerut saat dia bertanya, “Kenapa dia lama sekali datang ke sini? Dia mengendarai mobilnya di belakang mobil kita, tapi kita sudah berdiri sini cukup lama dan dia masih belum muncul.”Daffa menggeleng sebelum menjelaskan sambil tersenyum, “Aku yakin itu karena dia tidak bisa parkir di dekat pintu masuk seperti kita karena dia mengendarai Bugatti yang tertabrak sebelumnya.”Briana sedikit mengangkat kepalanya, lalu mengerutkan hidungnya dan tersenyum tipis karena malu. “Maaf, Tuan Halim. Saya tidak mengira dia akan dihentikan karena itu.”Merasa topik itu tidak menarik, Daffa tidak menyuarakan pendapatnya mengenai masalah itu lagi. Dia lebih memilih menatap ke depan untuk melihat orang yang akan segera keluar dari vila itu.Pada saat itu
Daffa tidak peduli apa pun retorik yang dikatakan Rafael. Oleh karena itu, dia tidak merespons ucapannya dan malah menoleh pada Cindy, berkata, “Nona muda ini adalah putrimu dan aku telah melukai dia.”Barulah saat itu Rafael melirik Cindy. Namun, yang membuat semua orang tercengang adalah kurangnya afeksi Rafael padanya. Yang dia lakukan hanyalah mengangguk dan dengan tidak acuh menjawab, “Benar. Dia adalah putriku yang berperilaku buruk, karena itu aku berterima kasih karena kamu sudah muncul dan memberinya pelajaran, Tuan Halim.”Daffa mendengus sambil berpikir, “Rafael menyiratkan bahwa aku sengaja datang ke pesta untuk menghukum putrinya.”Dia tidak mengatakan pendapatnya secara verbal tapi tetap meletakkan kedua tangannya ke dalam saku dan mengangguk.“Iya, aku sudah menghukum dua putramu yang berperilaku buruk untukmu, jadi aku tidak masalah mendisiplinkan putrimu juga. Akan tetapi, aku tidak akan mengakhiri nyawa mereka karena aku tidak memiliki kebencian terhadapmu, Ganend
Kebingungan menyelimuti wajah Rafael. Dia tidak lagi perlu menyembunyikan perasaannya karena dia sekarang benar-benar berniat untuk membunuh Daffa. Oleh karena itu, dia tidak menyembunyikan hasratnya untuk mengetahui apa yang dimaksud oleh Daffa.Namun, dia juga tahu dia tidak akan memercayainya bahkan jika Daffa mengatakan kebenarannya, jadi dia menoleh pada sekretarisnya.Sekretaris itu adalah wanita cantik yang mengenakan gaun ketat dengan garis leher berbentuk V. Diiringi suara sepatu haknya, dia menghampiri Rafael dan memegang laptop dengan tangan yang terawat.“Pak, saya baru saja menemukan,” katanya dengan suara yang semenggoda penampilannya. Rasanya itu disengaja. Dia menunjuk Briana sambil melanjutkan, “bahwa para pengawal itu menjadi gugup setelah wanita ini muncul. Dia adalah pengawal yang terampil dan bisa dengan mudah menghabisi semua orang.”Mulut Rafael menganga lebar. Dia merasa itu tidak mungkin, jadi dia menatap sekretaris itu dengan tatapan ragu.Melihatnya memb
Mata Wilson bergetar begitu hebat sampai hampir copot dari tempatnya. Menghadapi Daffa membuatnya amat sangat ketakutan. Suaranya menjadi serak saat dia bertanya, “A … Apa yang kamu coba capai? Aku tidak pernah mengundangmu ke pesta malam in ….”“Cukup!” sela Daffa dengan lantang. “Aku sudah sangat bersabar denganmu. Aku bisa menyelidiki bagaimana undangan itu muncul di kamarku dan siapa yang mengirimkannya padaku. Yang tidak kusangka adalah seseorang akan menggunakan tipu muslihat kekanak-kanakan seperti itu padaku. Akan tetapi, mungkin kamu pikir membuatku hadir dengan undangan palsu ke pesta ini akan membuatku malu. Begitu?”Mata Rafael menjadi redup karena takut. Dia terkejut mengetahui bahwa Daffa tidak peduli jika dia dipermalukan. Karena itu, dia tidak bisa mengatakan perkataan angkuh yang telah dia persiapkan sebelumnya.Yang bisa dia lakukan hanyalah gemetar di tanah seperti mangsa yang ketakutan.Pada saat itu, Daffa mengangkat dagunya sambil meletakkan kakinya pada punda
Rafael tidak berani melihat pria berjubah hitam itu karena dia bisa merasakan kemarahan yang belum pernah terjadi sebelumnya terpancar dari pria itu. Rafael tidak yakin apakah dia masih akan bernapas jika dia bertatapan dengannya.Akan tetapi, pria itu jelas-jelas tidak memedulikan hal itu karena dia sekarang sedang memusatkan perhatiannya pada Daffa.Saat itu juga, Daffa merasakan aura yang kuat memancar dari pria itu, yang lebih kuat daripada ahli bela diri sebelumnya dengan jubah hitam yang sama yang pernah dia temui. Dia berdiri di sana dan merenung selama beberapa saat, tidak bisa mengingat nama ahli bela diri itu.Daffa kemudian bertatapan dengan pria itu dan memberi perintah pada bawahannya di belakangnya dengan nada waspada, “Kalian bertiga pergilah dari sini secepat mungkin.”Erin tetap berdiri di sana, tidak bersedia untuk pergi. Walaupun begitu, dia diseret pergi oleh Briana dan Edward yang masing-masing menggenggam salah satu lengan Erin. Meskipun dia ingin melawan, kek
Kemudian, Shelvin merasa seperti dia telah membeku. Dia tidak dapat bersuara. Dia ingin melihat ke arah Daffa untuk meminta bantuan, tapi dia tidak lama mengetahui bahwa mustahil baginya untuk melakukannya—dia bahkan tidak bisa mengedip! Itu membuatnya ingin menangis.Pada saat ini, suara Brian yang tenang terdengar. “Jangan segugup itu. Ayahku, Yarlin Weis, adalah pria yang baik. Jika bukan karena itu, kamu tidak akan hidup sekarang maupun bisa mengambil alih tubuhnya.Mata Shelvin membelalak. Dia kira Yarlin sudah tidak ada lagi ketika dia memilih untuk menyelamatkannya.Daffa menatap Brian. “Jadi, apa yang sedang terjadi sekarang?”Brian mengangkat bahunya. “Dia ingin mengatakan sesuatu yang jahat padaku. Tidak mungkin ayahku akan membiarkannya.” Ada ekspresi senang di wajahnya, tapi itu dengan cepat menghilang.“Ini menyedihkan. Aku tahu kalau ayahku masih hidup, tapi aku juga tahu bahwa tidak ada kemungkinan bagiku untuk melihatnya lagi.” Dia berjongkok dan membenamkan wajahn
Bimo tidak berani membayangkan apa yang akan terjadi pada dirinya selanjutnya. Dia melongo ke arah Daffa, pada akhirnya menutup mulutnya dan memejamkan matanya dengan pasrah.Daffa menghela napas. Begitu dia merasa sedikit lebih memiliki kendali atas situasi dan tidak setidak berdaya itu, teriakan kesakitan keluar dari bibir Umar.“Daffa, tolong, aku memohonmu untuk membunuh tunanganku secepat kamu membunuhku sekarang jika dia masih bersikap seabsurd sebelumnya,” teriak Umar. Kemudian, dia memalingkan kepalanya ke samping dan memegang jarum perak Shelvin, menusuk jarum itu ke dalam lehernya.Itu bukanlah apa yang Daffa ataupun Shelvin sangka. Meski begitu, Shelvin tidak sekaget Daffa. Dia menghampiri sisi Daffa dan meletakkan tangannya di pundak Daffa.“Tuan Halim, jangan gundah. Melakukannya adalah pilihan terbaik bagi Umar.”Situasi yang tidak diduga itu membuatnya menggigit bibirnya dengan sangat keras hingga berdarah saat dia berbicara.Daffa menatap Shelvin pada saat itu. Di
Bimo memucat, lututnya lemas begitu dia mendengar orang yang berbicara di telepon—itu adalah atasannya.“Ini nomor Brian Weis. Siapa, ya?”Bimo jatuh berlutut hampir seketika, memandang Daffa dengan gugup. Dia tidak dapat terus berdiri saat itu juga. Matanya gemetar begitu hebat hingga hampir copot dari tempatnya.Merasakan kecemasan Bimo, Daffa menyeringai dan menjawab, “Ini Daffa.”Suara di telepon itu langsung berubah menjadi penuh hormat. “Oh! Saya merasa terhormat berbicara dengan Anda, Tuan Halim! Bolehkah saya tahu kenapa Anda menelepon saya?”Senyuman terukir di wajah Daffa, tapi itu hanya karena formalitas dibandingkan untuk menunjukkan kegembiraan yang tulus. Dia berputar badan untuk menatap Bimo dan membentak, “Kurasa kamu dan aku perlu mendiskusikan investasiku ke kepolisianmu.”Keheningan selama dua detik berlalu sebelum Brian terkekeh dengan malu-malu. Ingin menyenangkan Daffa, dia bertanya dengan nada menjilat, “Apakah Anda ingin mendiskusikannya melalui telepon at
Daffa terkekeh, tidak dapat menyembunyikan bahwa dia terhibur. Situasi itu sangat mengherankan hingga tawanya kian membesar setiap detiknya.Bimo mengernyit, berputar badan, dan menatap Daffa. Dia ingin mempertanyakan Daffa, tapi Umar berbicara mendahuluinya.“Apakah kamu sudah kehilangan akalmu, Daffa? Kamu tidak akan pernah menjadi kaya karena kamu adalah seonggok samp*h yang keji! Apa pun yang sudah kamu bayar untuk menyamar dirimu sebagai ‘orang kaya’ ini, uang itu sudah terbuang sia-sia sekarang! Kami tidak memercayaimu sedikit pun!” teriak Umar sekencang mungkin meskipun dia kehabisan napas dan kesakitan.Daffa menatap Shelvin yang mengangkat bahunya dan berkata, “Aku harus menyingkirkan jarum-jarumku. Kalau tidak, dia akan kehilangan suaranya secara permanen. Lagi pula, kita selalu bisa membungkamnya beberapa menit kemudian.Setelah mengangguk, Daffa menoleh ke arah Bimo lagi.Pada tiitk itu, Bimo mengernyit karena dia tidak memahami apa yang disiratkan oleh Umar. Namun, di
Aku tidak membunuh dia karena kurasa kesalahannya tidak membutuhkan hukuman sekeras itu,” kata Daffa yang tangannya diletakkan di balik punggungnya seraya dia berjalan ke arah Umar. Kemudian, dia tersenyum dan menambahkan, “Akan tetapi, terlihat jelas bahwa kamu tidak senang dengan keputusanku.”Umar terbaring di lantai, memejamkan matanya dan akhirnya menyadari bagaimana dia telah mengambil pihak yang salah selama ini. Bahkan bisa dikatakan bahwa dia salah sedari awal karena telah meragukan Daffa.Meskipun demikian, Umar tidak dapat menahan skeptisismenya terhadap segala hal. Lagi pula, Umar merasa hal-hal berjalan dengan lancar sebelum momen ini. Berbaring di lantai, dia mengendurkan rahangnya yang terkatup dan memandang udara dengan ekspresi kosong.Umar mulai mempertanyakan segala hal di sekitarnya, tapi dia tidak mengatakan apa-apa tentang itu. Keheningan mengisi ruangan seraya dia memikirkan kapan hal-hal berbalik melawannya. Saat itulah tatapan Daffa dengan singkat menyap
Tidak peduli setakut apa Bimo, dia tidak berani bergerak dan hanya mengangguk dengan kaku dan patuh.Dengan bibir yang melengkung menjadi senyuman puas, Daffa berkata, “Aku sudah beberapa kali bertukar pikiran dengan salah satu petugas polisimu yang bernama Umar dan aku tidak memiliki pengalaman yang terbaik dengannya. Bukan hanya itu, dia telah memperjelas bahwa dia berpihak pada Grup Ganendra. Meskipun dia gagal memenuhi janjinya, aku masih memastikan kamu tahu setiap tindakan dan rencanaku di Kota Almiron. Bukankah itu benar?”Dengan kening yang basah oleh keringat, dia dengan cepat melirik Umar. Dia lalu kembali fokus pada Daffa dengan senyuman sambil membujuk Daffa. “Tuan Halim yang terhormat, saya rasa ini tidak perlu.”Meletakkan kedua tangannya di sisinya, dia menunjukkan ketulusannya. Dia menghindari tatapan Daffa dan berkata, “Kita bisa menegosiasikan kembali syarat-syarat kolaborasi kita.”Bimo mau tidak mau gemetar ketakutan. Yang dia lihat hanyalah bibir Daffa yang mel
Saat kening Umar basah oleh keringat, dia mendengar tawa yang familier dari lorong. Seketika, dia memasang seringai sombong dan berkata, “Hah! Terima itu, Daffa! Apakah kamu akhirnya menyadari betapa bodohnya kamu? Apakah kamu tahu siapa orang yang tertawa di luar kamar hotelmu?Tatapan angkuhnya mendarat di Daffa selama waktu yang singkat sebelum menghilang sepenuhnya. Tidak lama, dia mengerutkan bibirnya ketakutan ketika dia mendengar jawaban Daffa.“Bosmu. Omong-omong, untunglah kamu senang bertemu dengannya. Kuharap kamu bisa terus bahagia seperti ini.” Dengan begitu, Daffa mengalihkan tatapannya yang tegas ke arah pintu.Demikian pula, Umar terbaring di lantai dan menatap pintu dengan tidak sabar sambil menggumam pelan, “Tunggu saja, Daffa! Kematian akan mendatangimu sebentar lagi!”Tatapan Daffa tiba-tiba melesat ke arah Umar. Meskipun Daffa tidak mengatakan atau melakukan apa-apa, tatapannya sudah cukup untuk membuat rambut di punggung Umar berdiri tegak.Takut, Umar menutu
Dengan pandangan yang gemetar karena rasa takut, Umar berseru, “Sebaiknya kamu pikirkan dengan baik-baik sebelum melakukan apa yang akan kamu lakukan, Daffa Halim! Pikirkan tentang apakah kamu bisa menanggung konsekuensinya!”Daffa menaikkan sebelah alisnya sambil memamerkan giginya yang putih. “Sejujurnya, perkataanmu membuatku terhibur.”Dia lalu mengeluarkan tangannya untuk mencengkeram kerah baju Umar. Akan tetapi, kali ini, dia menarik Umar keluar dari lekukan di tembok dan melempar Umar ke ruang di belakangnya. Hanya permusuhan yang terlihat di matanya yang berbinar pada saat itu. Hal itu terus bertahan hingga Umar mendarat di tanah dengan suara dentuman yang keras.Satu-satunya yang berbeda adalah kali ini Umar tidak berteriak kesakitan. Dia terus terdiam setelah dia terbanting ke lantai.Daffa berputar badan, hidungnya berkerut menjadi cibiran kepada Umar sambil dia berbicara dengan santai, “Oh? Aku terkesan. Kamu masih hidup.”Di lantai, Umar berusaha sebisa mungkin untuk
Daffa menahan napasnya ketika dia melihat kondisi Danar. Mungkin dia keliru sedari awal. Dia seharusnya tidak pernah membiarkan Umar membawa Danar ke sel tahanan. Mungkin dengan begitu, Danar tidak akan terluka separah ini.Tenggelam dalam rasa bersalah, Daffa membenci dirinya sendiri karena telah memercayai Umar dan tidak melakukan apa-apa terhadap kekerasan Umar terhadap Danar. Semua itu memicu kemarahan yang lain dalam diri Daffa.Maka, ketika Umar menunjuk ke arah Erin dengan tidak sopan, Daffa tidak ragu-ragu untuk menembakkan kekuatan jiwanya ke arah Umar. Meskipun demikian, dia tidak mengerahkan banyak kekuatan jiwa karena dia tidak ingin memberikan Umar kematian secepat itu.Umar tidak yakin tentang apa yang telah terjadi, tapi dia merasakan angin kencang mengenai tubuhnya, membuatnya memuntahkan darah. Pada saat yang sama, benturan itu membuat tubuhnya melayang jauh.Dia bisa merasakan angin itu bertiup mengenai kulitnya dengan sangat kasar hingga angin itu menyayat seluru