Puspa membuka pintu, masih tenggelam dalam pikirannya. Ketika dia melihat seorang wanita berdiri di sana, matanya membelalak terkejut.Dia adalah Ella dan dia sedang memegang sebuah nampan. Dia sedikit tidak senang melihat Puspa yang cantik dan memesona, tapi dia langsung menepis pikirannya. Dia tahu posisinya. Daffa akan selalu berada di luar gapaiannya dan lebih seperti seseorang untuk dia puja.Ella tersenyum dengan tenang dan berkata, “Maaf, saya tidak tahu ada orang lain di dalam sini. Saya akan menyiapkan satu nampan lagi untuk Anda.”Puspa awalnya merasa marah ketika dia melihat Ella. Lagi pula, tidak sepantasnya seorang wanita mengetuk pintu seorang pria di tengah malam. Namun, dia tidak menyangka kalau Ella datang hanya untuk membawakan makanan. Dia merasa menyesal karena berpikir seperti itu.Dia dengan cepat memegang tangan Ella untuk menghentikannya. “Aku hanya sedang membantu Daffa, jadi tidak perlu menyiapkan apa pun untukku.”Ella tampak terkejut. Namun, dia langsun
Pikiran pertama Daffa adalah untuk mengangguk setuju. Akan tetapi, sebelum dia bisa melakukannya, pandangannya bergeser pada jam di dinding. Saat itu sudah pukul 3:00 pagi. Ketika mereka selesai makan, mereka mungkin memiliki dua jam untuk istirahat. Tidak ada gunanya jika Puspa pergi saat ini.Jadi, dia berkata, “Kamu boleh tinggal dulu karena kita harus pergi dalam dua jam.”Puspa merona. Dia menoleh ke sekitar, lalu menundukkan kepalanya untuk menatap lantai. “Baiklah. Aku akan tidur di sofa.”Daffa mengerutkan dahinya, jelas-jelas tidak puas dengan ucapannya. “Aku mungkin bukan pria baik yang sempurna, tapi aku tidak akan membiarkan seorang wanita tidur di sofa.” Dia lalu berbalik untuk berjalan ke sofa, tapi dia mendengar Puspa berlari mengejarnya.Dia berhenti dan membalikkan badannya untuk menghadapnya, wajah Puspa memerah. “Kumohon, biarkan aku tidur di sofa. Aku kemari untuk membalas kebaikanmu karena telah menyelamatkan perusahaan keluargaku, jadi tidak mungkin aku akan m
“Kamu tahu, aku jadi teringat—Aku ada di sana ketika hal itu terjadi. Aku yakin Puspa membenci Daffa, tapi dia malah datang ke kampus bersamanya. Itu pasti karena kekayaannya yang tiba-tiba.”“Aku tidak pernah menyangka dia adalah orang yang seperti itu. Dia adalah wanita tercantik ketiga di universitas kita!”Seorang pria yang terdiam dan berdiri di sana tiba-tiba berkata, “Aku memiliki pandangan yang lain mengenai hal itu. Jika bahkan seseorang seperti Puspa mulai dekat dengannya, coba pikirkan sekaya apa dia sebenarnya!”Daffa berhenti berjalan dan memasukkan tangannya ke dalam sakunya. Raut wajah yang buruk rupa terpampang di wajahnya. Dia tidak mengerti kenapa Puspa kabur barusan, tapi sekarang dia paham. Ketika rumor mulai tersebar mengenai mereka, dia tidak akan bisa dengan mudah membuktikan bahwa dia tidak bersalah.Namun, masalah dengan keluarga Ganendra belum selesai. Dia tidak bisa bersikap seperti dia tidak tahu apa yang sedang terjadi. Jadi, dia melantangkan suaranya s
Daffa terus menatap Wastu, jadi dia menangkap keputusan dalam matanya. Dia tidak mengatakan apa pun lagi dan hanya menatap mata Wastu.Wastu merasa tidak nyaman dengan cara Daffa memperhatikannya. Tatapannya penuh rasa tidak berdaya dan kekecewaan. Namun, dia tidak memiliki pilihan lain.Dia menyadari bahwa karena Daffa telah bertemu kembali dengan keluarganya, dia mungkin sudah mengetahui banyak informasi. Jadi, dia membiarkan topeng amarahnya terlepas seraya dia menatap Daffa, menunjukkan rasa bersalah dan penyesalannya.Daffa tidak tahu apa yang sedang terjadi, tapi dia bisa mendengar suara sepatu kulit para petugas di lantai. Dia menatap Wastu dengan ekspresi datar dan berkata, “Profesor Paramayoga, mereka datang dan aku akan pergi dengan mereka.”Wastu menatap mahasiswa kesukaannya. Seraya dia menyaksikan Daffa pergi, dia tahu bahwa itu adalah akhir dari hubungan mereka.Daffa bisa merasakan bahwa masih banyak yang ingin Wastu katakan padanya. Jadi, dia berjalan dengan pelan.
Daffa mengangguk. Itu adalah pilihan terbaik yang dia miliki sekarang.Ketika petugas itu melihat bahwa Daffa tidak masalah, dia akhirnya merasa lega. Dia sekarang tahu sekaya Daffa apa sebenarnya dan itu adalah sesuatu yang bahkan tidak bisa dia bayangkan. Namun, karena pekerjaan ini, dia tidak memiliki pilihan selain memperlakukan Daffa seperti ini walaupun dia enggan.Dalam situasi seperti ini, akan sulit untuk mencegah kesan Daffa terhadapnya menjadi buruk dan sebagai hasilnya melakukan sesuatu untuk melampiaskan amarahnya. Petugas itu tidak bisa memikirkan cara apa pun untuk memperbaiki situasi ini.Akan tetapi, segera, hal yang lebih buruk terjadi padanya. Melihat dari sikap Daffa, hal itu akan membuatnya makin kesal dan itu bukanlah sesuatu yang ingin dilihat petugas itu. Dia mulai merasa cemas lagi, tapi dia tidak memiliki alternatif lain. Jika dia harus merahasiakannya dari Daffa, itu akan membuatnya makin marah. Dia terus bergerak-gerak dan Daffa maupun Wastu menyadarinya.
Petugas itu mau tidak mau gemetaran. Dia telah memperhatikan Daffa dari dekat, tapi dia masih tidak bisa menangkap dengan baik apa yang tepatnya telah dia lakukan. Sekarang, yang bisa dia lihat hanyalah Daffa yang mengacungkan dua jarinya dan rekannya yang terkapar di lantai. Dia tahu bahwa dia tidak memiliki pilihan.Tangannya gemetaran seraya dia mengeluarkan sepasang borgol yang membuatnya bergemerincing. Dia mengulurkan tangannya untuk memasangnya pada Daffa, tapi dia bahkan tidak berani untuk meliriknya. Dia memegang borgol itu selama beberapa saat, tapi Daffa tidak menunjukkan tanda-tanda akan bergerak. Tangannya masih ada di dalam sakunya dan dia menatap petugas itu dengan tidak senang.Petugas itu mengetahui hal itu dan benaknya mulai berpacu. Dia harus memikirkan cara untuk menyelesaikan hal ini secepat mungkin tanpa menyinggung siapa pun. Kalau tidak, dia mungkin akan berakhir lebih parah daripada rekannya. Itu bukanlah konsekuensi yang bisa dia terima.Jadi, dia menyingki
Itulah mengapa dia harus memastikan keselamatannya setiap saat. Hal lainnya baru dipikirkan setelahnya. Di saat yang sama, dia ingin menyelesaikan kekacauan ini secepat mungkin. Maka dari itu, dia harus memastikan keselamatannya sambil melakukannya dengan cepat. Otaknya sudah bekerja dalam kecepatan tertinggi, tapi dia masih tidak bisa membuat rencana yang bagus. Segera, dia menyadari bahwa dia telah terlalu memandang tinggi lawannya.Itu dapat diduga. Tidak ada orang biasa yang akan membayangkan bahwa musuhnya adalah orang yang kaya, berkuasa, tapi menjengkelkan dan arogan.Hal-hal terjadi ketika dia masih tidur. Dia sedang beristirahat ketika dia mendengar suara langkah beberapa orang mendekat. Sebuah suara terdengar di antara suara-suara langkah itu dan itu adalah suara Donny. “Kamu mungkin kaya, tapi pusat penahanan bukanlah tempat yang bisa kamu kunjungi sesukamu. Itu adalah hak yang telah diberikan bagimu oleh federasi.”Lalu, Daffa mendengar suara tawa. Ia datang dari seseora
Mereka mengeluarkan senjata mereka dan mengarahkannya pada Daffa.Sayangnya bagi mereka, dia adalah ahli bela diri yang telah bangkit. Sebelum mereka bahkan bergerak, dia sudah tahu apa yang akan mereka lakukan. Jadi, dia menundukkan badannya ke lantai, masih melingkarkan tangannya dengan erat di leher Hari, membawanya turun bersamanya. Daffa dengan cepat bergerak ke arah para pengawal, memaksa Hari untuk bergerak bersamanya.Daffa bisa merasakan bahwa Hari mulai kehabisan oksigen. Itu bukanlah hasil yang dia inginkan, tapi dia tidak masalah mau bagaimanapun.Di sisi lain, Hari tahu apa yang dilakukan Daffa sekarang. Dia ingin menyuruh para pengawalnya untuk berhenti, tapi dia tidak bisa. Ketika mereka akhirnya berhenti, pandangannya buram. Namun, dia masih bisa melihat bahwa para pengawalnya sudah terkapar. Barulah saat itu dia menyadari bahwa dia bahkan tidak bisa mulai memahami kemampuan Daffa yang sebenarnya.Kenyataan bahwa Daffa bisa melakukan ini menunjukkan bahwa kekuatan y
“Keluarga Sanjaya memarkirkan mobil mereka di depan kami dan memohon bantuan kami. Kami berpikir kami bisa berusaha membantu mereka karena mereka adalah anggota keluarga Puspa. Itulah sebabnya kami memakan waktu yang lebih lama untuk kembali.”Setelah mendengarkan penjelasan Briana, otot-otot Daffa yang sebelumnya tegang menjadi relaks. Dia menegakkan punggungnya dan meregangkan tubuhnya sambil memberi instruksi dengan dingin, “Erin, beri tahu mereka mengenai kejadian yang terjadi ketika mereka sedang tidak ada dan alasan kenapa aku pergi ke luar sekarang.”“Tuan Halim sedang menuju Keluarga Sanjaya sekarang.” Raut wajah bersimpati terpampang di wajah Erin seraya dia menghadap kedua pengawal itu. Kemudian, Erin melangkah lebih dekat dan memberi tahu mereka tentang segala hal yang telah dia pelajari sebelumnya.Kepala Edward dan Briana langsung mendongak ketika mereka mendengar bagaimana Keluarga Sanjaya telah melacak Ansel hanya karena penolakan Daffa. Mata membelalak terkejut, mere
Itu sudah cukup untuk menghentikan napas Camilla selamanya.Kate berdiri di atas puing-puing dan melihat semua itu terjadi. Dia membuka mulutnya, tapi tidak lama menutupnya lagi. Kate memejamkan matanya rapat-rapat, tidak tahan melihat kejadian mengerikan itu, tapi dia tidak menyuarakan ketidaknyamanannya karena dia tidak berhak untuk angkat bicara.Meletakkan kedua tangan di balik punggungnya, dia pada akhirnya membuka matanya untuk memandang tanah. Napasnya menjadi kian dalam dan hening seiring waktu berlalu.…Di sisi lain, Daffa akhirnya sudah kembali ke hotel. Meskipun rasanya seperti banyak hal telah terjadi, kejadian-kejadian itu hanya memakan sedikit waktunya. Namun, gelombang rasa lelah yang besar mengenainya dan dia tidak memiliki energi untuk mengolah kemampuannya setelah kembali ke hotel.Yang dia ingin lakukan hanyalah berbaring di ranjang. Pada saat itu, dia tidak peduli sama sekali tentang urusan perusahaan. Memejamkan matanya, Daffa bernapas dengan lebih dalam dan
“Aku tidak berurusan dengan apa pun yang terjadi selanjutnya,” lanjut Daffa.Dengan sebuah anggukan, Teivel melambaikan tangannya dengan acuh tidak acuh dan menjawab, “Baiklah. Kamu boleh kembali ke Keluarga Aruna dan selesaikan permasalahan mereka sekarang.”Daffa menaikkan sebelah alisnya, tapi pada akhirnya dia mengangguk dan berbalik untuk pergi dari tempat dia masuk. Itu juga kebetulan mengarah ke vila Keluarga Aruna.Ketika Daffa tiba, dia terkejut melihat Kate dan William menunggu dirinya di depan rumah mereka meskipun rumah mereka sudah hancur. Bibir melengkung ke atas, Daffa berkata, “Aku tidak berpikir akan melihat kalian berdua di sini. Kukira kalian sudah pergi sekarang.”William menoleh untuk bertemu pandang dengan Daffa. Kata-kata Daffa yang terus terang membuat William tidak nyaman, tapi William masih bersikap dengan penuh hormat. Dia menggerakkan seluruh otot wajahnya untuk membentuk senyuman yang sopan, yang hampir mustahil, jadi dia pada akhirnya gagal melakukanny
Daffa memejamkan matanya rapat-rapat, menyembunyikan seberapa besar penderitaan yang dia rasakan di dalam. Dia bisa saja lebih memperhatikan gas hitam yang menyelinap melewatinya. Alih-alih, satu hal yang Daffa bisa lakukan adalah menjaga penghalang itu dengan lebih baik dan mencegah lebih banyak gas hitam melarikan diri.Pikiran berhamburan dari setiap sudut benaknya saat dia memikirkan cara untuk menjadi lebih efisien.Saat itulah suara Teivel terdengar. “Daffa, aku membutuhkan bantuanmu seperti sebelumnya. Jika kamu tidak mau kita kembali lagi ke awal—harus terus-menerus memburu pria tua berjubah hitam itu—dan jika kamu tidak mau diburu oleh pria tua itu, tenangkan dirimu dan bersihkan pikiranmu sekarang juga!”Itu adalah pertama kalinya Daffa mendengar Teivel berbicara dengan nada yang mendesak. Daffa mengernyit dan menyadari dia tidak pernah mengalami emosi yang berkedip dan gejolak batin sebelumnya. Daffa selalu tegas dan fokus, mau dia kaya ataupun miskin.Demikian pula, dia
Teivel berbicara dengan suara yang serak tapi puas. “Pria tua itu belum pernah bisa melepaskan kekuatan penuhnya. Dia belum pernah bisa dan masih tidak bisa mengalahkanku meskipun aku sudah menjadi lemah dan tidak dapat lagi menggunakan kekuatanku seperti dulu. Lagi pula, kekuatannya sekarang lebih lemah daripada kekuatanku.”Daffa mengangkat sebelah alisnya terkesan. Dia menoleh ke arah Teivel lagi dan bertanya, “Yah, karena dia telah mengubah dirinya menjadi kabut hitam ini, apa yang harus kita lakukan sekarang?”Wajah menggelap dengan muram, Teivel menjawab, “Bukankah kamu sudah tidak sabar untuk bertanya padaku tentang mantranya? Aku bisa memberitahumu tentang itu sekarang. Ketika kamu dan Yarlin Weis berbincang di dalam ruang kurungan di balik tembok batangan emas itu, energi yang kamu lepaskan—yang mirip seperti lapisan air—adalah sebuah penghalang bermantra.”Daffa mengangguk, tatapan fokusnya tertuju pada Teivel tanpa berpindah sekali pun.“Aku terkesan kamu sudah menguasai
“Kamu membuang-buang energimu untuk pikiran-pikiran yang tidak perlu sekarang.” Teivel menekan pundak Daffa, menambahkan, “Aku seharusnya sudah mati sejak lama. Akan tetapi, ajaibnya, kesadaranku tetap ada di dalam buku ini. Maka dari itu, pertemuan kita itu tidak normal dan seharusnya tidak pernah terjadi.”Teivel tidak lagi berbicara. Dia menurunkan tangannya, menyaksikan gas hitam menguap, lalu melihat ke depan ke arah larinya pria tua berjubah hitam itu.Dengan tatapan datar pada Daffa, Teivel berkata, “Kita harus mengejarnya dan membunuhnya sekarang juga—dia selalu terlibat dalam semua penderitaan selama bertahun-tahun. Dapat dikatakan bahwa dia merencanakan benih pertama dari banyak tragedi ini. Jika dia kabur, dia bisa menyamar menjadi siapa pun dan terus melakukan hal-hal buruk. Kita tidak akan ada di sekitar untuk menghentikan dia. Meskipun kamu dan aku adalah ahli bela diri terbangkit dan memiliki jangka hidup yang lebih panjang dibandingkan sebagian besar orang, kita tetap
Daffa menghirup bau lebih banyak darah dari retakan itu. Itu mengirimkan sensasi mengerikan di tenggorokannya dan dia ingin muntah. Daffa terus membuka matanya, tidak ingin melewatkan apa yang telah terjadi.Namun, dia langsung mengernyit, terkejut oleh kolam darah tak berujung dan tumpukan-tumpukan mayat yang tinggi. Saat penghalang hitam itu perlahan lenyap, mayat-mayat itu berhamburan ke luar seperti air yang mengalir deras dari bendungan yang bocor.Bibir berkedut, Daffa tidak dapat menerima pemandangan mengerikan dan tidak adil di hadapannya. Napasnya menjadi cepat dan benaknya penuh oleh amarah membunuh.Saat itu, Teivel angkat bicara. Satu-satunya yang berubah adalah kali ini suaranya terdengar dari hadapan Daffa. Teivel membentak, “Daffa, mayat-mayat itu adalah orang-orang berjubah hitam. Kamu mungkin merasa kasihan pada mereka sekarang, tapi pada akhirnya kamu akan mengetahui bahwa mereka tidak pantas menerima ibamu.”Teivel berbicara dengan suara yang tegang dan hampir ma
“Meskipun begitu, kamu cukup berani untuk mengetes batasanku pada saat ini,” ujar Daffa, hidungnya berkerut dengan meremehkan.Pria tua itu membeku yang terasa lama sekali. Pada akhirnya, dia menggertakkan giginya dan menundukkan kepalanya sambil melangkah mundur.Daffa yakin pria itu pasti akan langsung berlutut untuk memohon ampun jika pria itu tidak berusaha kabur. Maka, pandangannya tertuju pada pria itu dengan ragu. “Apa yang kamu coba lakukan?”Bertemu pandang dengan Daffa, pria tua itu menggelengkan kepalanya dan menjawab, “Bukan apa-apa. Hanya saja orang-orang itu telah menelantarkan aku, jadi ….”“Jadi, kamu berniat membuatku mengejar mereka dan membunuh mereka,” jawab Daffa yang mengerutkan alisnya.Pria itu mengangguk.“Apakah kamu yakin?” tanya Daffa, matanya sedikit membelalak. “Kamu merasa puas meskipun kamu akan tetap mati nantinya?”Tanpa ragu, pria tua itu mengangguk.Seringai lebar merekah di wajah Daffa pada saat itu. Dia tahu pria itu tidak memiliki niat ter
Edward mengedipkan matanya, matanya tertuju pada Daffa dan fokus. Lalu, bibirnya mulai gemetar saat dia berkata, “Tuan Halim, saya tidak menyangka bisa melihat Anda lagi.”Daffa memutar bola matanya. “Maksudmu, kamu akan mati atau apakah kamu takut aku akan mati?”Edward terhuyung, lalu menggelengkan kepalanya. “Bukan itu yang saya maksud, Tuan.”Daffa tersenyum. “Aku tahu itu, tentu saja. Aku hanya merasa caramu mengatakannya lucu.” Mereka saling bertatapan dan melihat kelegaan di mata satu sama lain. Briana masih berdiri di atas tumpukan puing seraya dia mengamati mereka berdua berbincang di samping tornado. Briana menggelengkan kepalanya dengan tidak berdaya.Kemudian, dia menangkupkan kedua tangannya di sekitar mulutnya, menyalurkan kekuatan jiwanya ke tenggorokannya, dan berkata dengan lantang, “Ayo turun! Tuan Halim, mentor Anda dan pria tua itu telah pergi. Kita harus mengejar mereka.”Daffa mengernyit. Dia pikir Teivel dan pria tua itu telah berpindah ke tempat lain, mirip