Home / Fantasi / Sang Pengubah Takdir / Rangga Melihat Citra Yang Sibuk

Share

Rangga Melihat Citra Yang Sibuk

Author: Black Jack
last update Last Updated: 2024-10-29 19:42:56

Malam itu Rangga sungguh heran dengan apa yang ia alami dan apa yang dilakukan oleh Citra. Namun ia sungguh menikmatinya. Ia masih menganggap apa yang dilakukan oleh Citra hanya karena hasrat sang istri itu sudah sangat tinggi dan rindu karena lama tak bertemu.

“Kau puas, Kangmas?” tanya Citra yang berbaring di sebelah Rangga sambil mengusap dada bidang lelakinya yang semakin berotot itu.

“Banyak hal baru yang kau lakukan malam ini. Aku senang. Tapi bagaimana kau bisa tahu hal-hal seperti itu?” kata Rangga.

“Seperti itu yang bagaimana?” tanya Citra.

“Misalnya memasukkan si itu ke dalam mulutmu… rasanya sungguh enak…” kata Rangga.

“Hihihi, Kangmas suka?” tanya Citra.

“Suka!” balas Rangga.

‘Tak rugi Nawang mengajariku. Dia benar ternyata…’ ucap Citra dalam hati.

“Tapi kau mengerti hal itu dari mana?” akhirnya Rangga penasaran juga.

“Kangmas, jangan marah ya. Aku mau cerita sedikit…” kata Citra.

“Cerita apa, Nimas?” tanya Rangga malah semakin dibuat penasaran.

“Jadi, kapan hari itu Nawan
Locked Chapter
Continue to read this book on the APP

Related chapters

  • Sang Pengubah Takdir   Seperti Kenal Dia

    “Eh, Kang Sunu silakan duduk sebentar. Tapi hanya ada seadanya…” kata Citra serba salah. Ia harus menjelaskan hal itu kepada Rangga nantinya agar tak ada kesalah pahaman.“Tidak apa-apa, Nyi… daripada tidak makan. Apa pun dari kedai ini, meski hanya nasi dan kuah saja, rasanya tetap enak dan aku tidak akan bosan menyantapnya!” kata Sunu santai. Ia duduk di tempat kosong tak jauh dari Rangga.Rangga sungguh heran. Melihat sikap lelaki itu dan juga respon Citra serta Rani, maka ia tahu jika lelaki tampan yang dipanggil dengan panggilan Sunu itu pasti sudah sering ke kedai saat semua dagangan sebenarnya sudah habis.Citra meminta tolong Rani mengambilkan makanan untuk Sunu. Ia sendiri masih duduk di sebelah Rangga, “Kangmas, ini adalah Kang Sunu… dulu dia pernah menolongku mengembalikan tas belanja yang dicuri pencopet. Kang Sunu, ini adalah suamiku, Kang Rangga namanya. Dia baru saja pulang kemarin sore…” kata Citra.“Oh… jadi ini suamimu. Salam kenal, Rangga! Namaku Sunu. Aku sering ma

  • Sang Pengubah Takdir   Si Pembunuh Bayaran

    Tak ada tempat kosong selain meja yang saat itu digunakan oleh Citra dan Rangga. Di sana masih bisa diisi beberapa orang lagi.Nawang sebenarnya tahu ada Citra dan Rangga di sana. Semula ia ragu, namun kemudian ia berpikir jika saat itu adalah sebuah kesempatan bagus.“Damar, aku ingin kerjasama darimu. Nanti, aku harap kau tidak keberatan jika aku memperkenalkanmu sebagai calon suamiku!” kata Nawang.“Hahaha. Tenang saja! Kita akan selalu bekerjasama dengan baik, Nawang! Bahkan jika kita berpura-pura menikah pun aku tak keberatan. Kita akan sama-sama untung!” kata Damar.“Ya. Aku janji akan menjadi budak nafsumu jika kau membantuku! Kau pasti bosan juga melayani wanita-wanita tua yang sudah kendor barangnya itu kan!” kata Nawang.“Hehehe! Kau sangat memahamiku!” kata Damar. Bersama Nawang sebenarnya Damar bisa menikmati tubuh beberapa teman wanita itu. Semuanya adalah sebuah hiburan yang menyenangkan di sela-sela kebosanan yang melanda benaknya harus melayani wanita-wanita tua kesepi

  • Sang Pengubah Takdir   Pulang Kampung

    Rangga segera berjalan cepat mengejar seorang pemuda yang menjadi salah satu orang yang menyerangnya pada waktu itu.Sayang sekali, lelaki itu lenyap entah di mana setelah dia melewati beberapa bangunan.Rangga mengedarkan tatapannya ke segala arah, namun ia tetap tak menemukan orang itu.‘Sial! Di mana dia pergi! Bajingan! Jadi benar orang yang berniat membunuhku berasal dari kalangan istana!’ ucap Rangga dalam hati.Merasa sia-sia mencari orang itu, Rangga memutuskan untuk pulang. Ia harus mempersiapkan beberapa hal untuk perjalanan besok ke kampung halamannya.Rangga sampai di rumah siang hari ketika kedai istrinya sudah tutup. Ia lega tak mendapati lelaki yang bernama Sunu memaksa beli makanan.***Di tempat lain, ketiga pembunuh Rangga yang masih hidup itu menemui orang yang memerintah mereka.“Aku mempertanyakan bagaimana kalian bekerja! Dia masih hidup!” ucap seorang lelaki muda yang menatap ketiga bawahannya dengan tatapan geram itu.“M-mohon maaf, Raden… sumpah demi dewa di l

  • Sang Pengubah Takdir   Pura-Pura Pasrah

    Beberapa hari berlalu cepat dan rasanya kurang bagi Rangga dan Citra berlibur di rumahnya sendiri di desa itu.Segala urusan keuangan untuk para pekerja di sana sudah beres semua. Kotoran kelelawar masih tertimbun rapi. Rangga tak menutup peluang bagi siapa saja untuk setor dengan pembayaran nanti jika ia sudah kembali. Dalam satu atau dua bulan sekali, ia pasti akan pulang.Kini mereka kembali ke kotaraja. Rangga menyelesaikan beberapa urusan di sana dan kemudian ia kembali ke tempat kerjanya membangun bendungan.Lagi-lagi, Rangga sengaja berangkat sendirian. Ia sudah membulatkan niat untuk mewujudkan rencana kecilnya andai ada kejadian. Rangga sungguh terganggu dan jika masalah itu belum selesai, ia akan dihantui sesuatu yang mengganjal di hatinya.Kali ini, Rangga justru berharap akan bertemu dengan orang-orang yang berniat membunuhnya kali itu. Tak ada yang perlu ia khawatirkan sebab ia percaya ia tak akan mati. Ia hanya ingin tahu siapa orang tersebut dan apa tujuan dari orang it

  • Sang Pengubah Takdir   Serangan Balik Dari Rangga

    Rangga tetap bertahan santai. Ia menunggu orang-orang itu lengah.Ki Gani dan anak buahnya itu yakin jika Rangga tak akan lepas. Waktu menuju sore masih lama, sehingga mereka pun menyibukkan diri dengan membuat makanan dan lain-lain untuk menepis rasa bosan.Tiga dari pemuda itu pergi entah kemana. Kini hanya ada Ki Gani dan dua pemuda lainnya. Ki Gani tidur-tiduran di atas sebatang pohon tumbang yang sudah kering dan mengelupas kulitnya. Sementara dua yang lainnya hanya bercakap-cakap entahlah.Rangga menimbang baik-baik situasinya. Kemudian, ia mulai merapal mantra mengucapkan ajiannya utnuk membuat tubuhnya bertenaga. Ia menarik kedua tangannya untuk memutus tali yang mengikatnya. Tali itu terputus. Meski demikian, ia tetap berada pada posisinya dan bergerak sekecil mungkin untuk melepas seluruh ikatan tali yang menjeratnya itu.Semua tali itu telah terlepas tanpa diketahui oleh musuh. Mata Rangga menatap lekat ke arah Ki Gani yang sedang tiduran atau mungkin dia malah sudah tertid

  • Sang Pengubah Takdir   Melihat Sendiri Keajaiban Tubuhnya

    Rangga tercengang begitu orang-orang itu sudah dekat dan terlihat jelas. Demikian pula sebaliknya.Orang yang bersama Ringin dan Tarji adalah Sunu; lelaki tampan yang waktu itu makan di kedai.“Bajingan! Rupanya kau yang ingin membunuhku! Jika berani, jangan menyuruh anak buahmu dasar pengecut!” kata Rangga yang murka seketika. Kali ini ia benar-benar marah; berbeda halnya saat ia berurusan dengan Ki Gani dan yang lainnya yang telah ia bunuh itu.Sunu benar-benar kaget melihat Rangga. Ia pun membentak kedua anak buahnya itu, “Tolol! Kenapa dia masih di sini! Bukankah kalian mengatakan dia sudah diikat dan disembunyikan di hutan!”Ringin dan Tarji tentu saja heran. Mereka segera turun dari kuda untuk menghalangi Rangga menyerang majikannya.“Tak usah heran kenapa aku ada di sini. Itu artinya teman-temanmu itu sudah mati!” kata Rangga kepada Ringin dan Tarji dengan emosi yang sangat tinggi.Andai majikan dua orang itu bukanlah Sunu, barangkali Rangga tak akan seemosi itu. Di tangan Rang

  • Sang Pengubah Takdir   Seperti Anak Buah Kusuma

    Rangga memacu kuda dengan cepat dalam pikiran yang masih kacau. Ketika menemukan sungai, ia segera berhenti untuk membersihkan tubuhnya dari darah. Ia pun juga butuh berganti pakaian.Rangga masih tercenung saat ia berendam di dalam sungai itu. Adegan ia membunuh sembilan orang termasuk Sunu itu masih terngiang di kepalanya.Tak terbayang andai ia mati, maka Citra akan didekati lelaki seperti itu. Namun Rangga memang mengakui jika Sunu memang pandai menjaga sikap; seolah ia adalah orang baik dan sopan. Penampilan dan parasnya pun cukup menunjang. Semua orang pasti akan mengira jika Sunu adalah sejenis manusia baik. Padahal dia licik dan tega membunuh orang yang dia anggap pesaing. Hanya demi mendapatkan wanita.‘Benarkah Citra selalu bersikap manis kepada lelaki itu jika tak ada aku? Aku malah jadi penasaran bagaimana sikap Citra ketika ia bertemu dengan lelaki yang lebih rupawan daripada aku. Sejauh mana dia mencintaiku?’ ucap Rangga dalam hati.Namun kemudian Rangga mencoba menginga

  • Sang Pengubah Takdir   Tak Bisa Akur

    Teja segera berbalik arah dan memacu kudanya menyusul orang-orang itu. Namun ia tak terburu-buru. Teja ingin mengamati dulu apakah ia salah lihat atau tidak. Dan jika mereka benar adalah anak buah Kusuma, maka apa yang mereka akan lakukan?Orang-orang itu masih belum sadar jika Teja mengikuti. Di titik itu pun, Teja berpikir; ada baiknya mereka dibiarkan saja. Jika mereka merasa aman, tentu mereka akan melakukan hal yang lebih berani. Mungkin Kusuma akan datang.Teja sangat yakin Kusuma akan datang untuk menuntut balas. Cepat atau lambat.Sehingga, Teja hanya menguntit sampai serombongan orang itu berhenti di sebuah halaman rumah seseorang.‘Mungkin pemilik rumah itu pun mengetahui sesuatu atau bahkan menjalin hubungan dengan pihak musuh…’ ucap Teja dalam hati. Mengingat Kusuma terlibat dalam jaringan mata-mata musuh, maka anak buahnya pun diasumsikan terlibat pula dalam hal itu.Teja hanya menandai rumah itu dan selebihnya ia putar balik untuk menemui Citra. Teja merasa malu sebenarn

Latest chapter

  • Sang Pengubah Takdir   Akhir Cerita

    Serangan fajar itu berlangsung sengit. Pasukan Tirtapura benar-benar diuntungkan dengan keadaan musuh yang tidak siap dan masih kaget dengan ledakan.Pasukan pemanah segera beraksi menghujani benteng dan apapun di baliknya dengan panah. Lalu begitu panah-panah itu habis, pasukan darat segera berlari menyerbu melewati benteng yang rubuh itu dengan gagah berani sambil berteriak lantang saling membakar semangat satu sama lainnya.Senopati Teguh menahan Rangga agar tidak ikut masuk.“Di sini saja, Den… tugamu sudah selesai. Sisanya biar dibereskan pasukan darat dan pasukan kuda. Kita hanya perlu menunggu. Hari ini, tak sampai tengah hari, istana Wonobhumi akan takluk…” kata Senopati Teguh.Rangga tidak membantah. Ia menyaksikan kemelut itu dari kejauhan dan mendengarkan teriakan-teriakan mengerikan di balik benteng itu. Musuh tidak sepenuhnya siap dan kalah jumlah.Rupanya perang itu berlangsung cepat. Belum sampai matahari terasa terik, perang berakhir diiringi suara sorak sorai pasukan

  • Sang Pengubah Takdir   Hancurnya Benteng Wonobhumi

    Kereta Rangga berhenti di tempat yang direncanakan. Rangga bukannya lolos dari serangan itu. Ada dua anak panah yang telah tertancap di bahunya. Rasanya sungguh menyakitkan. Namun Rangga menghiraukan rasa sakit itu. Ketegangan membuatnya tak peduli dengan apapun.Pihak musuh tidak mengerti. Mereka banyak yang berpindah hingga di atas dan di sisi kanan dan kiri benteng itu sambil tetap berancang-ancang dengan panahnya. Rangga masih terpindung oleh bagian lengkung benteng sehingga siapa saja yang berada di atas belum bisa menyerangnya. Sementara ada banyak juga prajurit yang berada di balik gerbang benteng.Rangga segera bergegas ke belakang kereta. Ia menarik beberapa sumbu, lalu membakarnya tanpa ragu. Setelah itu, ia kembali memayungi tubuhnya dengan tameng dan ia berlari meninggalkan kereta itu kembali menuju ke pemukiman barat.Sungguh pun, Senopati Teguh sangat cemas. Ia sudah menyiapkan banyak prajurit pemanah saat itu. Saat Rangga berlari menyelamatkan diri, senopati Teguh memin

  • Sang Pengubah Takdir   Mendekati Benteng Musuh

    Beberapa hari kemudian, Pasukan Tirtapura sudah bergerak dan mereka berhasil menguasai wilayah barat kotaraja. Kini jarak kedua kubu itu bisa dibilang hanya beberapa langkah saja, terpisah oleh jalan dan juga benteng istana yang tinggi dan tebal.Dua kubu pasukan itu sudah sempat saling bersitegang dan bertukar serangan anak panah. Namun Senopati Wuring segera menghentikan hal itu karena bisa menjadi sebuah pemborosan.Dalam benak senopati Wuring ada banyak metode untuk menaklukkan Wonobhumi. Atau membuat mereka pada akhirnya membuka gerbang dan menyerang. Hal itu adalah sebuah kerugian besar bagi pihak Wonobhumi.Salah satu cara yang terpikirkan adalah dengan mengisolasi tempat itu. Tak akan ada pasokan makanan dan mereka tak akan bisa bertahan.Sementara, pasukan Tirtapura masih akan bisa bertahan karena mereka masih bisa mendapatkan pasokan makanan entah bagaimana caranya.Dan metode itu disampaikan oleh Senopati Wuring kepada semua jajaran senopati dan orang penting di kubu Tirtap

  • Sang Pengubah Takdir   Sampai Di Kotaraja Wonobhumi

    Hari-hari berlalu. Kini Rangga bersama rombongan besar pasukan Tirtapura sedang menuju ke kotaraja Wonobhumi.Pasukan Wonobhumi yang bertahan di kota Suluk akhirnya berhasil dikalahkan. Tidak banyak dari pasukan itu yang berhasil melarikan diri ke kotaraja. Selebihnya mati dan terluka parah, serta dijadikan tahanan sampai entah kapan.Yang pasti, kota-kota yang dilewati oleh pasukan Tirtapura selalu gemetar ketakutan sebab Wonobhumi sudah benar-benar kehilangan kekuatan, kecuali yang tersisa di kotaraja.Tentu setiap kota kadipaten akan memiliki pasukan sendiri-sendiri. Namun pada saat perang terjadi, kotaraja meminta sumbangan prajurit sehingga setiap kadipaten yang ada di wilayah Wonobhumi telah kehilangan setengah pasukannya.Dan kali ini, daripada hancur lebur, para adipati memilih untuk menyerah dan berdamai dengan Tirtapura yang artinya mereka dengan suka rela menyerahkan diri dan mengakui kedaulatan Tirtapura, serta mau menjadi bagian dari kerajaan tersebut.Hal itu tentu saja

  • Sang Pengubah Takdir   Citra Hamil?

    Dalam kekacauan itu, sayangnya tim yang berada di titik kedua kurang sabar. Banu juga merasa bingung dengan hiruk pikuk yang terjadi. Sehingga, semula yang seharusnya mereka menyalakan petasan ketika prajurit darat kembali untuk mengevakuasi teman-teman mereka, malah terburu-buru menyalakan petasan itu manakala mereka menganggap situasinya sudah tepat.Sehingga, pasukan darat musuh bisa dibilang selamat dari jebakan itu. Yang kena hanyalah kesatuan yang bertugas untuk mengangkut dan mengawal perbekalan.Senopati Teguh tak berani mengambil banyak resiko. Ia hanya menyuruh pasukannya untuk menghabiskan anak panah yang mereka miliki dan juga menjatuhkan bebatuan berukuran sedang dari atas gunung. Selebihnya mereka pergi meninggalkan tempat itu.Apapun itu, hasil dari serangan petasan tersebut cukup memuaskan. Ada banyak korban jatuh dari pihak Wonobhumi meski jumlah prajurit mereka masih sangat banyak.Namun demikian, mereka kehilangan waktu, kehilangan banyak kuda, dan juga amunisi lain

  • Sang Pengubah Takdir   Memporak-Porandakan Musuh Dengan Ledakan

    Rangga dan beberapa anggota timnya berada di lokasi titik pertama namun tak persis di tempat-tempat petasan itu dipasang sedemikian rupa.Prajurit darat sudah lewat dari tadi. Dan juga kereta-kereta pengangkut perbekalan. Rangga sampai merinding sendiri melihat banyaknya iringan panjang prajurit Wonobhumi tersebut.Yang dilakukan Rangga dan teman-temannya hanyalah berdiri di pinggir jalan karena tugas para prajurit di tempat itu memang hanya menjaga jalur.Hanya di awal-awal saja, pemimpin rombongan pasukan darat berhenti dan menanyakan situasi. Rangga menjawab jika jalur telah bersih dan aman untuk dilewati. Selebihnya para prajurit itu melanjutkan perjalanannya.“Panjang sekali barisannya… dan pasukan berkuda masih sangat jauh. Aku khawatir jika petasan kita gagal…” bisik Sanji yang saat itu berada di sebelah Rangga.“Jangan khawatir. Ada puluhan petasan dan tak mungkin tak ada yang meledak. Kita hanya harus berhati-hati saja, sebab yang akan kita hadapi nanti adalah kuda-kuda yang

  • Sang Pengubah Takdir   Menunggu Musuh lewat

    Ketika Rangga tiba di lokasi, rupanya Senopati Teguh dan pasukannya sudah membereskan pasukan Wonobhumi yang menguasai jalur itu. Sehingga, Rangga dan timnya bisa segera langsung bekerja.Petasan-petasan itu dipasang sedemikian rupa di tempat-tempat tertentu, tersembunyi, namun juga kelak bisa dinyalakan dengan mudah. Kuncinya ada pada pemasangan sumbu dan hal itu cukup menguras persediaan bubuk api yang dibawa oleh Jian Zhu.Pasukan Senopati Teguh merampas peralatan dan juga seragam pasukan musuh. Kini mereka semua menyamar menjadi pasukan Wonobhumi. Sehingga jika ada pasukan pemeriksa datang, mereka berpikir jika jalur itu masih aman dan dalam kekuasaan Wonobhumi.Hal itu adalah hal yang sangat fatal bagi pihak Wonobhumi. Mereka menganggap remeh jalur itu dan tidak teliti.Hanya butuh satu hari saja bagi tim Rangga untuk memasang petasan-petasan itu dan setelahnya, ia membuat rencana sangat matang bersama timnya, Senopati Teguh dan juga para prajurit tertentu yang terpilih untuk mem

  • Sang Pengubah Takdir   Mempersiapkan Jebakan Di Jalur Gunung

    Rangga memutuskan untuk mencari Banu sendirian. Wiji dan Sanji sebetulnya menawarkan diri. Namun Rangga menolaknya. Ia meminta dua orang itu untuk beristirahat saja.Namun saat Rangga telah berada di depan penginapan, ia melihat Banu kembali.“Kau baik-baik saja?” tanya Rangga khawatir.“Masuk dulu, kang! Aku tadi terpaksa harus bersembunyi dari kejaran orang yang memergokiku melemparkan sesuatu di gudang dan membuatnya meledak!” kata Banu.Maka mereka segera masuk ke dalam penginapan itu. Rangga sungguh merasa lega. Tak ada yang celaka. Ia hanya merasa sangat bersalah apabila orang yang ia bawa itu celaka meski semua paham resiko menjadi prajurit; mati dalam tugas.Serangan petasan atau bisa dibilang serangan bom berkekuatan kecil itu sungguh membuat pihak Wonobhumi geram. Mereka menetapkan kejadian itu sebagai serangan dari Tirtapura. Dan mereka belum memahami apa yang digunakan pihak Tirtapura hingga bisa meledakkan sesuatu dan ledakannya itu cukup berbahaya pula.Malam itu, ada ba

  • Sang Pengubah Takdir   Meledakkan Petasan Di Kerumunan Musuh

    Tenda-tenda yang menjadi pemukiman sementara para prajurit Wonobhumi itu masih ramai. Orang-orang cenderung berkelompok mengelilingi api unggun. Di sana mereka bertukar cerita sambil membakar ubi.Tak ada daging. Mereka akan mendapatkan daging di waktu tertentu untuk perbaikan gizi. Camilan malam seperti ubi bakar itu biasanya mereka dapatkan dari ladang entah milik siapa siapa yang mereka jarah semena-mena.Sudah bukan rahasia jika ada banyak prajurit nakal yang dengan dalih patroli, mereka pergi keluar dari kota menuju ke desa-desa dan perkebunan untuk mencari makanan. Dan bahkan yang keterlaluan, mereka tak hanya mencuri hasil ladang seperti ubi, singkong dan jagung, namun mereka juga mencuri ayam dan kambing.Sesungguhnya banyak warga kecil yang menderita oleh ulah para prajurit itu. Di satu sisi, para prajurit itu memang lapar dan stress. Mereka akan menyikat habis kesempatan yang ada selama tidak ketahuan atasan. Masa-masa perang, di mana pun itu, selalu menjadi masa kelam dan j

DMCA.com Protection Status