Beberapa hari berlalu cepat dan rasanya kurang bagi Rangga dan Citra berlibur di rumahnya sendiri di desa itu.Segala urusan keuangan untuk para pekerja di sana sudah beres semua. Kotoran kelelawar masih tertimbun rapi. Rangga tak menutup peluang bagi siapa saja untuk setor dengan pembayaran nanti jika ia sudah kembali. Dalam satu atau dua bulan sekali, ia pasti akan pulang.Kini mereka kembali ke kotaraja. Rangga menyelesaikan beberapa urusan di sana dan kemudian ia kembali ke tempat kerjanya membangun bendungan.Lagi-lagi, Rangga sengaja berangkat sendirian. Ia sudah membulatkan niat untuk mewujudkan rencana kecilnya andai ada kejadian. Rangga sungguh terganggu dan jika masalah itu belum selesai, ia akan dihantui sesuatu yang mengganjal di hatinya.Kali ini, Rangga justru berharap akan bertemu dengan orang-orang yang berniat membunuhnya kali itu. Tak ada yang perlu ia khawatirkan sebab ia percaya ia tak akan mati. Ia hanya ingin tahu siapa orang tersebut dan apa tujuan dari orang it
Rangga tetap bertahan santai. Ia menunggu orang-orang itu lengah.Ki Gani dan anak buahnya itu yakin jika Rangga tak akan lepas. Waktu menuju sore masih lama, sehingga mereka pun menyibukkan diri dengan membuat makanan dan lain-lain untuk menepis rasa bosan.Tiga dari pemuda itu pergi entah kemana. Kini hanya ada Ki Gani dan dua pemuda lainnya. Ki Gani tidur-tiduran di atas sebatang pohon tumbang yang sudah kering dan mengelupas kulitnya. Sementara dua yang lainnya hanya bercakap-cakap entahlah.Rangga menimbang baik-baik situasinya. Kemudian, ia mulai merapal mantra mengucapkan ajiannya utnuk membuat tubuhnya bertenaga. Ia menarik kedua tangannya untuk memutus tali yang mengikatnya. Tali itu terputus. Meski demikian, ia tetap berada pada posisinya dan bergerak sekecil mungkin untuk melepas seluruh ikatan tali yang menjeratnya itu.Semua tali itu telah terlepas tanpa diketahui oleh musuh. Mata Rangga menatap lekat ke arah Ki Gani yang sedang tiduran atau mungkin dia malah sudah tertid
Rangga tercengang begitu orang-orang itu sudah dekat dan terlihat jelas. Demikian pula sebaliknya.Orang yang bersama Ringin dan Tarji adalah Sunu; lelaki tampan yang waktu itu makan di kedai.“Bajingan! Rupanya kau yang ingin membunuhku! Jika berani, jangan menyuruh anak buahmu dasar pengecut!” kata Rangga yang murka seketika. Kali ini ia benar-benar marah; berbeda halnya saat ia berurusan dengan Ki Gani dan yang lainnya yang telah ia bunuh itu.Sunu benar-benar kaget melihat Rangga. Ia pun membentak kedua anak buahnya itu, “Tolol! Kenapa dia masih di sini! Bukankah kalian mengatakan dia sudah diikat dan disembunyikan di hutan!”Ringin dan Tarji tentu saja heran. Mereka segera turun dari kuda untuk menghalangi Rangga menyerang majikannya.“Tak usah heran kenapa aku ada di sini. Itu artinya teman-temanmu itu sudah mati!” kata Rangga kepada Ringin dan Tarji dengan emosi yang sangat tinggi.Andai majikan dua orang itu bukanlah Sunu, barangkali Rangga tak akan seemosi itu. Di tangan Rang
Rangga memacu kuda dengan cepat dalam pikiran yang masih kacau. Ketika menemukan sungai, ia segera berhenti untuk membersihkan tubuhnya dari darah. Ia pun juga butuh berganti pakaian.Rangga masih tercenung saat ia berendam di dalam sungai itu. Adegan ia membunuh sembilan orang termasuk Sunu itu masih terngiang di kepalanya.Tak terbayang andai ia mati, maka Citra akan didekati lelaki seperti itu. Namun Rangga memang mengakui jika Sunu memang pandai menjaga sikap; seolah ia adalah orang baik dan sopan. Penampilan dan parasnya pun cukup menunjang. Semua orang pasti akan mengira jika Sunu adalah sejenis manusia baik. Padahal dia licik dan tega membunuh orang yang dia anggap pesaing. Hanya demi mendapatkan wanita.‘Benarkah Citra selalu bersikap manis kepada lelaki itu jika tak ada aku? Aku malah jadi penasaran bagaimana sikap Citra ketika ia bertemu dengan lelaki yang lebih rupawan daripada aku. Sejauh mana dia mencintaiku?’ ucap Rangga dalam hati.Namun kemudian Rangga mencoba menginga
Teja segera berbalik arah dan memacu kudanya menyusul orang-orang itu. Namun ia tak terburu-buru. Teja ingin mengamati dulu apakah ia salah lihat atau tidak. Dan jika mereka benar adalah anak buah Kusuma, maka apa yang mereka akan lakukan?Orang-orang itu masih belum sadar jika Teja mengikuti. Di titik itu pun, Teja berpikir; ada baiknya mereka dibiarkan saja. Jika mereka merasa aman, tentu mereka akan melakukan hal yang lebih berani. Mungkin Kusuma akan datang.Teja sangat yakin Kusuma akan datang untuk menuntut balas. Cepat atau lambat.Sehingga, Teja hanya menguntit sampai serombongan orang itu berhenti di sebuah halaman rumah seseorang.‘Mungkin pemilik rumah itu pun mengetahui sesuatu atau bahkan menjalin hubungan dengan pihak musuh…’ ucap Teja dalam hati. Mengingat Kusuma terlibat dalam jaringan mata-mata musuh, maka anak buahnya pun diasumsikan terlibat pula dalam hal itu.Teja hanya menandai rumah itu dan selebihnya ia putar balik untuk menemui Citra. Teja merasa malu sebenarn
Tiga hari kemudian, Teja dan kawan-kawannya yang selalu memantau setiap saat pada akhirnya tak mendapayi adanya aktivitas mencurigakan di rumah yang telah mereka tandai sebagai tempat anak buah Kusuma itu singgah. Bahkan selama tiga hari itu, mereka pun jarang sekali keluar dari dalam rumah.Kusuma tidak datang. Teja sudah memastikan hal itu. Justru kemudian orang-orang berkuda itu telah berangkat pergi meninggalkan kotaraja.Teja tetap tak melakukan tindakan apapun. Ia bahkan tidak melapor pada atasan dan tetap pada keyakinannya jika Kusuma pasti akan punya keberanian untuk menampakkan dirinya lagi di kotaraja.Meski demikian, Teja tetap menaruh waspada dan lebih rajin berkeliling ketika ia sedang tidak bertugas di balai.Waktu terus berjalan dengan begitu cepat dan tak terasa satu bulan berlalu begitu saja.Selama satu bulan itu sebenarnya Citra sungguh gelisah karena Rangga tak pulang-pulang.Namun sebenarnya Rangga sedang mengebut proyek pembangunan bendungannya sebelum musim hu
Rangga telah kembali ke kotaraja dengan meninggalkan para gadis desa yang patah hati dibuatnya. Proyek itu sukses besar. Tak ada prajurit yang celaka dan mereka kembali dengan perasaan gembira karena pekerjaan itu berjalan jauh lebih cepat dari yang direncanakan.Hanya para prajurit dan senopati itu yang tahu betul dan kenal baik dengan Rangga; bagaimana dia bekerja selama ini.Sejujurnya, Rangga tak menikmati pekerjaan itu. Ia merasa tak bisa jauh-jauh dari Citra. Ia terus kepikiran, terlebih setelah ia diincar oleh Sunu yang ingin merebut Citra darinya.Bukannya Rangga takut. Sungguh di titik itu ia tak takut pada apapun yang bersifat membahayakan. Ia juga tak ragu atas kesetiaan Citra. Namun yang namanya orang ingin merebut, pasti dia menggunakan segala jenis cara. Apalagi Citra sedang membuka usaha makanan. Dia akan sering berinteraksi dengan banyak orang; Bagaimana jika Citra diculik? Bagaimana jika Citra dipelet dan diguna-gunai? Justru hal-hal seperti itulah yang membuat Rangga
Bulu kuduk Rangga meremang saat istrinya tiba-tiba menyentuh miliknya dan menggenggamnya dengan nakal.“Iya, Kangmas… enak dipegangnya. Lebih besar…” kata Citra sambil menggerakkan tangannya sedemikian rupa.“Eghh… nimas sayang… ini masih terang… malu jika sampai di dengar yang lain. Jika begini ceritanya, aku tidak akan tahan lagi…” kata Rangga sambil berjengit kegelian.“Hihihi… baiklah. Aku pun juga harus bersabar ini…” kata Citra sambil melirik ke atas. Lirikan itu; sungguh genit.Rangga segera berpakaian sebelum ia tak bisa menahan diri lagi. Setelah itu ia dan Citra menemui Damar dan Nawang yang sedang bertamu.Mereka berbincang biasa. Damar terus bertanya tentang pekerjaan Rangga sehingga mau tak mau Rangga menceritakan banyak hal.Tak terasa hari sudah mulai gelap. Citra memanggil Rani, lalu mereka berlima berjalan kaki mencari kedai makan mewah yang menjual menu ingkung ayam panggang yang lezat rasanya.“Lalu Kang Rangga akan tugas lagi keluar kotaraja?” tanya Damar.“Aku seb
Serangan fajar itu berlangsung sengit. Pasukan Tirtapura benar-benar diuntungkan dengan keadaan musuh yang tidak siap dan masih kaget dengan ledakan.Pasukan pemanah segera beraksi menghujani benteng dan apapun di baliknya dengan panah. Lalu begitu panah-panah itu habis, pasukan darat segera berlari menyerbu melewati benteng yang rubuh itu dengan gagah berani sambil berteriak lantang saling membakar semangat satu sama lainnya.Senopati Teguh menahan Rangga agar tidak ikut masuk.“Di sini saja, Den… tugamu sudah selesai. Sisanya biar dibereskan pasukan darat dan pasukan kuda. Kita hanya perlu menunggu. Hari ini, tak sampai tengah hari, istana Wonobhumi akan takluk…” kata Senopati Teguh.Rangga tidak membantah. Ia menyaksikan kemelut itu dari kejauhan dan mendengarkan teriakan-teriakan mengerikan di balik benteng itu. Musuh tidak sepenuhnya siap dan kalah jumlah.Rupanya perang itu berlangsung cepat. Belum sampai matahari terasa terik, perang berakhir diiringi suara sorak sorai pasukan
Kereta Rangga berhenti di tempat yang direncanakan. Rangga bukannya lolos dari serangan itu. Ada dua anak panah yang telah tertancap di bahunya. Rasanya sungguh menyakitkan. Namun Rangga menghiraukan rasa sakit itu. Ketegangan membuatnya tak peduli dengan apapun.Pihak musuh tidak mengerti. Mereka banyak yang berpindah hingga di atas dan di sisi kanan dan kiri benteng itu sambil tetap berancang-ancang dengan panahnya. Rangga masih terpindung oleh bagian lengkung benteng sehingga siapa saja yang berada di atas belum bisa menyerangnya. Sementara ada banyak juga prajurit yang berada di balik gerbang benteng.Rangga segera bergegas ke belakang kereta. Ia menarik beberapa sumbu, lalu membakarnya tanpa ragu. Setelah itu, ia kembali memayungi tubuhnya dengan tameng dan ia berlari meninggalkan kereta itu kembali menuju ke pemukiman barat.Sungguh pun, Senopati Teguh sangat cemas. Ia sudah menyiapkan banyak prajurit pemanah saat itu. Saat Rangga berlari menyelamatkan diri, senopati Teguh memin
Beberapa hari kemudian, Pasukan Tirtapura sudah bergerak dan mereka berhasil menguasai wilayah barat kotaraja. Kini jarak kedua kubu itu bisa dibilang hanya beberapa langkah saja, terpisah oleh jalan dan juga benteng istana yang tinggi dan tebal.Dua kubu pasukan itu sudah sempat saling bersitegang dan bertukar serangan anak panah. Namun Senopati Wuring segera menghentikan hal itu karena bisa menjadi sebuah pemborosan.Dalam benak senopati Wuring ada banyak metode untuk menaklukkan Wonobhumi. Atau membuat mereka pada akhirnya membuka gerbang dan menyerang. Hal itu adalah sebuah kerugian besar bagi pihak Wonobhumi.Salah satu cara yang terpikirkan adalah dengan mengisolasi tempat itu. Tak akan ada pasokan makanan dan mereka tak akan bisa bertahan.Sementara, pasukan Tirtapura masih akan bisa bertahan karena mereka masih bisa mendapatkan pasokan makanan entah bagaimana caranya.Dan metode itu disampaikan oleh Senopati Wuring kepada semua jajaran senopati dan orang penting di kubu Tirtap
Hari-hari berlalu. Kini Rangga bersama rombongan besar pasukan Tirtapura sedang menuju ke kotaraja Wonobhumi.Pasukan Wonobhumi yang bertahan di kota Suluk akhirnya berhasil dikalahkan. Tidak banyak dari pasukan itu yang berhasil melarikan diri ke kotaraja. Selebihnya mati dan terluka parah, serta dijadikan tahanan sampai entah kapan.Yang pasti, kota-kota yang dilewati oleh pasukan Tirtapura selalu gemetar ketakutan sebab Wonobhumi sudah benar-benar kehilangan kekuatan, kecuali yang tersisa di kotaraja.Tentu setiap kota kadipaten akan memiliki pasukan sendiri-sendiri. Namun pada saat perang terjadi, kotaraja meminta sumbangan prajurit sehingga setiap kadipaten yang ada di wilayah Wonobhumi telah kehilangan setengah pasukannya.Dan kali ini, daripada hancur lebur, para adipati memilih untuk menyerah dan berdamai dengan Tirtapura yang artinya mereka dengan suka rela menyerahkan diri dan mengakui kedaulatan Tirtapura, serta mau menjadi bagian dari kerajaan tersebut.Hal itu tentu saja
Dalam kekacauan itu, sayangnya tim yang berada di titik kedua kurang sabar. Banu juga merasa bingung dengan hiruk pikuk yang terjadi. Sehingga, semula yang seharusnya mereka menyalakan petasan ketika prajurit darat kembali untuk mengevakuasi teman-teman mereka, malah terburu-buru menyalakan petasan itu manakala mereka menganggap situasinya sudah tepat.Sehingga, pasukan darat musuh bisa dibilang selamat dari jebakan itu. Yang kena hanyalah kesatuan yang bertugas untuk mengangkut dan mengawal perbekalan.Senopati Teguh tak berani mengambil banyak resiko. Ia hanya menyuruh pasukannya untuk menghabiskan anak panah yang mereka miliki dan juga menjatuhkan bebatuan berukuran sedang dari atas gunung. Selebihnya mereka pergi meninggalkan tempat itu.Apapun itu, hasil dari serangan petasan tersebut cukup memuaskan. Ada banyak korban jatuh dari pihak Wonobhumi meski jumlah prajurit mereka masih sangat banyak.Namun demikian, mereka kehilangan waktu, kehilangan banyak kuda, dan juga amunisi lain
Rangga dan beberapa anggota timnya berada di lokasi titik pertama namun tak persis di tempat-tempat petasan itu dipasang sedemikian rupa.Prajurit darat sudah lewat dari tadi. Dan juga kereta-kereta pengangkut perbekalan. Rangga sampai merinding sendiri melihat banyaknya iringan panjang prajurit Wonobhumi tersebut.Yang dilakukan Rangga dan teman-temannya hanyalah berdiri di pinggir jalan karena tugas para prajurit di tempat itu memang hanya menjaga jalur.Hanya di awal-awal saja, pemimpin rombongan pasukan darat berhenti dan menanyakan situasi. Rangga menjawab jika jalur telah bersih dan aman untuk dilewati. Selebihnya para prajurit itu melanjutkan perjalanannya.“Panjang sekali barisannya… dan pasukan berkuda masih sangat jauh. Aku khawatir jika petasan kita gagal…” bisik Sanji yang saat itu berada di sebelah Rangga.“Jangan khawatir. Ada puluhan petasan dan tak mungkin tak ada yang meledak. Kita hanya harus berhati-hati saja, sebab yang akan kita hadapi nanti adalah kuda-kuda yang
Ketika Rangga tiba di lokasi, rupanya Senopati Teguh dan pasukannya sudah membereskan pasukan Wonobhumi yang menguasai jalur itu. Sehingga, Rangga dan timnya bisa segera langsung bekerja.Petasan-petasan itu dipasang sedemikian rupa di tempat-tempat tertentu, tersembunyi, namun juga kelak bisa dinyalakan dengan mudah. Kuncinya ada pada pemasangan sumbu dan hal itu cukup menguras persediaan bubuk api yang dibawa oleh Jian Zhu.Pasukan Senopati Teguh merampas peralatan dan juga seragam pasukan musuh. Kini mereka semua menyamar menjadi pasukan Wonobhumi. Sehingga jika ada pasukan pemeriksa datang, mereka berpikir jika jalur itu masih aman dan dalam kekuasaan Wonobhumi.Hal itu adalah hal yang sangat fatal bagi pihak Wonobhumi. Mereka menganggap remeh jalur itu dan tidak teliti.Hanya butuh satu hari saja bagi tim Rangga untuk memasang petasan-petasan itu dan setelahnya, ia membuat rencana sangat matang bersama timnya, Senopati Teguh dan juga para prajurit tertentu yang terpilih untuk mem
Rangga memutuskan untuk mencari Banu sendirian. Wiji dan Sanji sebetulnya menawarkan diri. Namun Rangga menolaknya. Ia meminta dua orang itu untuk beristirahat saja.Namun saat Rangga telah berada di depan penginapan, ia melihat Banu kembali.“Kau baik-baik saja?” tanya Rangga khawatir.“Masuk dulu, kang! Aku tadi terpaksa harus bersembunyi dari kejaran orang yang memergokiku melemparkan sesuatu di gudang dan membuatnya meledak!” kata Banu.Maka mereka segera masuk ke dalam penginapan itu. Rangga sungguh merasa lega. Tak ada yang celaka. Ia hanya merasa sangat bersalah apabila orang yang ia bawa itu celaka meski semua paham resiko menjadi prajurit; mati dalam tugas.Serangan petasan atau bisa dibilang serangan bom berkekuatan kecil itu sungguh membuat pihak Wonobhumi geram. Mereka menetapkan kejadian itu sebagai serangan dari Tirtapura. Dan mereka belum memahami apa yang digunakan pihak Tirtapura hingga bisa meledakkan sesuatu dan ledakannya itu cukup berbahaya pula.Malam itu, ada ba
Tenda-tenda yang menjadi pemukiman sementara para prajurit Wonobhumi itu masih ramai. Orang-orang cenderung berkelompok mengelilingi api unggun. Di sana mereka bertukar cerita sambil membakar ubi.Tak ada daging. Mereka akan mendapatkan daging di waktu tertentu untuk perbaikan gizi. Camilan malam seperti ubi bakar itu biasanya mereka dapatkan dari ladang entah milik siapa siapa yang mereka jarah semena-mena.Sudah bukan rahasia jika ada banyak prajurit nakal yang dengan dalih patroli, mereka pergi keluar dari kota menuju ke desa-desa dan perkebunan untuk mencari makanan. Dan bahkan yang keterlaluan, mereka tak hanya mencuri hasil ladang seperti ubi, singkong dan jagung, namun mereka juga mencuri ayam dan kambing.Sesungguhnya banyak warga kecil yang menderita oleh ulah para prajurit itu. Di satu sisi, para prajurit itu memang lapar dan stress. Mereka akan menyikat habis kesempatan yang ada selama tidak ketahuan atasan. Masa-masa perang, di mana pun itu, selalu menjadi masa kelam dan j