Daren terus memikirkan cara untuk mengalahkan Ryder, di tengah tubuhnya yang sudah lemas tak berdaya, Daren hanya bisa menatap langit yang begitu cerah. Ryder menancapkan kedua pedangnya ke tanah, lalu menendang perut Daren dengan keras.
"Kau pikir bisa mengalahkanku dengan kekuatanmu yang lemah itu?" ejek Ryder."Aku pasti bisa mengalahkanmu," lirih Daren.Meski Daren sudah terluka begitu parah, dia terus memaksa tubuhnya untuk bangkit. Pria itu mengambil sebuah pil yang ada di saku celananya dan memakan pil itu bulat-bulat. Sebenarnya Laila memberinya pil yang bisa menambah kekuatan sihir secara singkat meskipun itu bisa membuat organ tubuh penggunanya hancur. Ryder mundur dari tempatnya, seketika udara disekitarnya menjadi sedingin es. Daren berdiri sambil menatap Ryder tajam. Saat Ryder ingin mengambil pedangnya, batu es yang besar menyelimuti pedang Ryder."Kurang ajar kau!! Apa kau tidak menyayangi nyawamu?!" pekik Ryder kesal."Hahaha, demi melindu"Tutup mulutmu, kau pikir menjadi penguasa itu hal yang sepele hah? Itu sangat beresiko," ucap Freya sambil memasang wajah kesalnya."Aku tidak berkata begitu, kau sendiri yang berkata demikian. Apa sekarang kau ingin menyerangku?" tanya Ryder sambil menyeringai."Aku akan membuatmu sadar Ryder, kau telah termakan omong kosong dari Zane dan juga Natalia. Mereka hanya menjadikan dirimu sebagai alat!!" teriak Freya."Ahahaha lucu sekali, kaulah yang berkata omong kosong. Dasar tak tahu diri, entah apa yang ayahmu lakukan hingga kau dibutakan oleh sikap arogan ayahmu," ketus Ryder."Ayahku adalah penguasa yang hebat, dia tidak mungkin membunuh orang lain yang tidak bersalah," tutur Freya.Mereka berdebat begitu lama, hingga kesabaran Freya mulai habis akibat Ryder yang terus-terusan menghina ayah dan juga wilayahnya. Freya menarik pedangnya ke arah Ryder, mereka berdua mulai saling menyerang satu sama lain. Sihir es Freya membuat pergerakan Ryder terganggu sam
Ryder berdiri sambil memegangi punggung yang sakit, saat dia tengah berjalan untuk mencari Ridius sebuah serangan bola api dari arah belakang, menghentikan langkah Ryder. Awalnya Ryder mengira bahwa itu adalah Freya, namun sosok yang tampak di depannya adalah Edward."Jangan menghalangi jalanku!!" seru Ryder kesal."Kau sudah terluka parah, apakah kau masih bisa berjalan?" ucap Edward santai."Itu bukan urusanmu, minggir!!" tegas Ryder sambil berjalan dengan pincang.Edward mendorong tubuh Ryder ke tanah, membuatnya meringis kesakitan. Namun, Ryder yang semakin kesal dengan permainan Freya yang mengirim Edward untuk menahannya, menaikkan aura kegelapan Ryder hingga tumbuhan sekitarnya mulai layu. Edward melirik sekitarnya, lalu termenung memikirkan betapa hebatnya kekuatan aura Ryder.Tanpa basa-basi Ryder berdiri dan menarik kedua pedangnya. Edward telah siap dengan bola api besar di tangannya, hembusan nafas Ryder terdengar begitu keras, lalu Edward k
Evan dan Edwin saling menyerang, tubuh mereka menjadi terluka akibat serangan yang sangat cepat dari keduanya. Sihir cahaya yang begitu kuat, membuat mata Edwin sakit dan mengeluarkan darah."Haha bagus, kekuatan cahaya itu akan membunuh rekanmu sendiri," ledek Ridius.Saat Edwin ingin melemparkan panah es kearah Evan, Ridius menghentikan gerakan keduanya. Pria itu lalu melompat dengan santai ke atas pohon, mata Ridius terbelalak melihat sebuah tombak raksasa dari es menancap di sekitarnya. Di waktu yang sama Ridius merasa bahwa telah terjadi sesuatu pada Ryder, namun Ridius tetap ingin bermain dengan para bonekanya. Dia hanya membuang muka, turun ke arah Evan dan Edwin untuk membuat mereka berdua saling bertarung."Evan, bisakah kau mengunci kekuatanmu?" ucap Edwin sambil menahan sakit di bahunya."Tidak, dalam keadaan dikendalikan kita hanya bisa melakukan apa yang diperintahkan orang itu," terang Evan lemas."Dikendalikan, aaa sialan!!" seru Edwin kesal.
Freya segera memapah Edward, lalu menembakkan bom asap ke langit agar lokasi mereka terlihat dari pos para penjaga. Tak selang beberapa menit, Pak Zack segera memindahkan tubuh Edward yang pingsan. Freya yang hanya diam saja, membuat Pak Zack kebingungan."Freya, apa kamu masih ingin berada disini?" ucap Pak Zack."Tidak pak, aku akan ikut membantu mencari Evan dan Edwin," tutur Freya.Mereka berdua segera berpindah tempat, ke lokasi Evan berada. Tidak sama seperti biasanya, mereka tampak diam dan tidak banyak bicara. Mereka larut dalam pikirannya masing-masing, kekalahan mereka membuat luka tersendiri. Edward dan Daren terluka parah hingga harus menjalani operasi organ dalam yang lama. Sedangkan Evan dan Edwin hanya perlu beberapa jahitan di sekitar tubuh mereka.Freya mengetuk-ngetuk meja pelan, memantau setiap pergerakan yang mendekat di layar pendeteksi sihir. Hari yang semakin gelap, Freya beristirahat dan berkunjung ke ruangan medis tempat Daren dan E
Sudah seminggu lamanya Ryder tidak sadarkan diri, kondisi tubuhnya baik-baik saja tapi pria itu masih belum bangun dari tidur panjangnya. Zane, Ridius dan Natalia telah mencoba berbagai ramuan dan penyihir kuat untuk menyembuh Ryder, namun tidak ada perubahan sama sekali. Mereka semua tidak tahu, bahwa saat ini tubuh Ryder menyatu dengan kekuatan kegelapan. Tubuh Ryder yang kebal dengan racun dan sihir, menjadi lumpuh seketika karena harus menerima kekuatan yang sangat besar."Aku punya saran yang bagus, bagaimana jika kita mencari tetua Jura yang sakti itu," sahut Ridius."Tetua Jura? Pria tua itu bahkan telah menghilang sejak lima tahun lalu," ucap Zane putus asa."Itu satu-satunya cara, hanya dia yang mengenal penyakit langka di wilayah ini," terang Ridius."Zane…" cicit Natalia takut."Apa? Kalau kau ingin bicara, jangan setengah-setengah bodoh!!" bentak Zane."Aku setuju dengan saran Ridius, meskipun peluang berhasilnya masih belum diketahui. Tapi,
Laila mengkoordinir dengan baik para penduduk yang terinfeksi, meskipun terkadang mereka mengamuk dan menyerang satu sama lain, para tenaga medis dengan sigap menenangkan mereka. Melihat kondisi para penduduk yang terinfeksi semakin memburuk, Freya mengepalkan tangannya, dia bersumpah pada dirinya sendiri untuk melakukan apapun demi menyelamat semua orang termasuk ayahnya."Nona Freya, sudah waktunya menghadiri rapat dewan. Aku berharap kau bisa menangani masalah penyakit ini dengan baik," ucap Norman."Norman, apakah Ryder pernah berpesan sesuatu padamu?" tanya Freya tiba-tiba."Aku tidak begitu yakin, tapi tolong mengertilah bahwa Ryder saat ini sedang dalam pengaruh orang lain. Hingga bocah nakal itu berpaling dan mendukung kejahatan mereka," jawab Norman."Kamu memang benar, tapi apa kita harus lemah seperti ini di hadapan musuh kita?" tutur Freya sambil menatap Norman serius."Tidak nona, aku berjanji akan membuatnya sadar dan jika aku tidak bisa, maka aku m
Natalia segera bergegas menuju kamar Ryder, namun langkahnya terhenti melihat banyak penjaga yang berdiri di luar kamar itu. Mata Natalia menangkap sosok pria yang sangat dikenalnya, Tetua Yudistira sedang berkunjung setelah sekian lama bepergian ke wilayah perbatasan bersama penjaga wilayah. Natalia berjalan dengan gugup, waktu kedatangan Tetua Yudistira ke kantor wilayah sangat tiba-tiba. Disaat Zane sedang tidak ada, Natalia terus memikirkan bagaimana cara agar tetua Yudistira tidak bertemu Ryder. "Natalia, lama tidak berjumpa," seru Tetua Yudistira."Salam tetua, Lama tidak berjumpa, aku harap tetua selalu sehat," ucap Natalia sambil membungkuk."Hahaha, kamu memang perempuan yang baik hati. Apakah kau sedang sibuk?" tanya Tetua."Tidak tetua, saya hanya sedang mencari sebuah buku di aula lama dan ingin kembali ke kamarku," jawab Natalia sambil memegang erat-erat celananya."Sepertinya ada sesuatu yang ingin kau sampaikan?" bisik Tetua."Tidak ada tetua,
Freya dan Edwin berbalik, lalu melihat sosok Zane bersama Ridius berdiri dengan beberapa orang di belakangnya. Zane melambaikan tangannya, tidak disangka bahwa akan bertemu dengan Freya di desa Siqi. "Apa yang kau lakukan disini?" tanya Freya tegas."Itu bukan urusan anda nona, tapi sebaiknya anda tidak perlu tahu dengan alasan kedatangan saya kemari," jawab Zane dengan nada rendah."Freya, lebih baik kita pergi dari sini. Kita tidak punya waktu untuk meladeni orang bodoh seperti mereka," celetuk Edwin.Zane berdecak kesal, sambil menatap Edwin yang tengah berdiri di depannya. Zane bisa saja menyerang Edwin dan menghabisinya dalam sekejap, tapi mengingat dia sedang berada di desa orang lain, itu bisa membuat Zane dan Ridius dalam masalah besar."Baiklah, kalau begitu kami permisi dulu," pamit Zane lalu pergi menjauh.Ridius menghela nafas lega, namun disaat yang bersamaan seorang pria tua dengan beberapa tas besar di punggungnya lewat dan menyerang